52 yang terkandung sudah pecah dan hancur karena telah mengalami proses
parboiling gelatinisasi parsial. Hal ini menyebabkan rendahnya nilai
kelarutan dan swelling power pada 90°C tepung kasava termodifikasi perlakuan rava.
Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 α=0,05 Lampiran 9 menunjukkan bahwa perlakuan
berpengaruh nyata terhadap kelarutan dan swelling power pada suhu 90°C tepung kasava termodifikasi. Uji lanjut Duncan yang dilakukan
memperlihatkan perlakuan rava, perendaman tanpa starter, perendaman dengan ragi roti, ragi tape, dan bakteri asam laktat tidak saling berbeda
nyata baik pada analisa kelarutan dan swelling power. Hal ini membuktikan proses pengolahan dan penggunaan starter tidak terlalu
berpengaruh terhadap kelarutan dan swelling power pada suhu 90°C. Akan tetapi proses modifikasi tepung kasava terbukti dapat menurunkan nilai
kelarutan dan swelling power pada tepung kasava. Hasil penelitian tepung kasava termodifikasi juga menunjukkan
bahwa proses fermentasi menyebabkan terjadinya penurunan ’rubbery texture
’ tepung kasava. Hal ini diperlihatkan dengan turunnya swelling power
tepung yang dihasilkan dibandingkan dengan tepung kontrol.
7. Viskositas Pasta
Viskositas tepung ditentukan oleh tipe, prosedur pemasakan, dan konsentrasi produk tepung tersebut. Seiring dengan meningkatnya suhu
larutan tepung, granula pati membesar dan meningkatkan viskositas pasta pati. Proses ini berlanjut hingga tercapai puncak viskositas peak
viscosity . Puncak viskositas merupakan viskositas tertinggi selama
persiapan pati. Pati dari umbi-umbian dan akar menunjukkan peningkatan viskositas yang nyata selama pemasakan dan puncak viskositas yang lebih
tinggi dibanding pati dari serealia. Puncak viskositas merupakan pengukuran dari kekuatan kekentalan suatu pati. Pada elevasi suhu
pemasakan dan pengadukan yang lebih jauh, gaya kohesi pada granula yang membengkak menjadi lemah secara luas dan struktur pasta hancur.
53
5000 10000
15000 20000
25000 30000
V is
k o
si ta
s c
p
A1 A2
A3 A4
A5 B
C K
Perlakuan
Granula yang membengkak akan mudah pecah, hancur, dan mengecil, sebagai hasil dari fragmentasi granula dibawah gaya gunting.
Dari analisa yang dilakukan pada pasta 5 tepung kasava termodifikasi menggunakan spindel nomor 1 dan 2 dengan kecepatan
putaran 0,3-60 rpm dapat dilihat bahwa viskositas tiap tepung kasava termodifikasi berbeda-beda. Tepung bila dipanaskan akan membentuk
pasta yang kental. Beberapa hal yang mempengaruhi pengukuran viskositas yaitu perlakuan penyiapan pasta, kecepatan pengadukan,
kesadahan air yang digunakan, konsentrasi pati yang digunakan, dan temperatur. Untuk uji viskositas ini digunakan alat ukur viskosimeter
Brookfield . Dapat dilihat pada Gambar 16 dan Lampiran 10, tepung kasava
termodifikasi perlakuan rava C memiliki nilai viskositas paling kecil dibandingkan yang lain yaitu sebesar 54,48 cP. Hal ini dikarenakan pasta
yang terbentuk sangat cair sehingga sulit terbaca pada alat, sedangkan nilai viskositas tertinggi dimiliki oleh tepung kasava termodifikasi perlakuan
perendaman dengan bakteri asam laktat A-4 sebesar 28125 cP.
Gambar 16. Histogram viskositas pasta 5 tepung kasava termodifikasi cP
Hasil analisa statistik menggunakan sidik ragam dengan tingkat kepercayaan 95 α=0,05 Lampiran 10 menunjukkan bahwa perlakuan
berpengaruh nyata terhadap viskositas brookfield tepung kasava
54 termodifikasi. Uji lanjut Duncan yang dilakukan memperlihatkan
perlakuan perendaman dengan bakteri asam laktat berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan perendaman tanpa starter tidak berbeda nyata
dengan perendaman dengan ragi roti. Perlakuan rava dan gari tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman dengan ragi tape dan
kombinasi bakteri asam laktat dan ragi roti. Dapat disimpulkan proses pengolahan tepung kasava tidak terlalu berpengaruh terhadap hasil
viskositas tepung kasava modifikasi. Penggunaan starter terbaik dalam mempertahankan nilai viskositas Brookfield adalah menggunakan bakteri
asam laktat.
8. Sifat Amilografi
Sifat amilografi berkaitan dengan pengukuran viskositas tepung dengan konsentrasi tertentu selama pemanasan dan pengadukan.
Pengukuran dilakukan secara kontinu menggunakan alat Brabender amylograph
. Pengukuran sifat amilografi meliputi pengukuran suhu gelatinisasi, laju peningkatan viskositas pemanasan, suhu granula pecah,
viskositas maksimum, viskositas jatuh, laju peningkatan viskositas pendinginan dan viskositas balik.
Suhu awal gelatinisasi merupakan suatu fenomena sifat fisik pati yang kompleks, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain oleh
ukuran molekul amilosa dan amilopektin serta keadaan media pemanasan. Tidak ada hubungan yang nyata antara gelatinisasi dengan ukuran granula
patinya, tetapi mempunyai hubungan dengan kekompakan granula dan amilopektin berdasarkan derajat polimerisasinya Winarno, 1992.
Menurut Ciptadi 1978, suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik. Peningkatan viskositas disebabkan
karena terjadinya pembengkakan granula pati yang irreversible di dalam air, dimana energi kinetik molekul-molekul air lebih kuat daripada daya
tarik menarik pati di dalam granula pati Winarno, 1992 Suhu dimana viskositas maksimum tercapai disebut suhu akhir
gelatinisasi. Pada suhu ini granula pati telah kehilangan sifat birefringence