Faktor Sosial Budaya, Demografi dan Lingkungan

Indonesia memiliki keunggulan kompetitif baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran. Tabel 13 memperlihatkan jumlah pinjaman yang telah diberikan oleh lembaga keuangan kepada berbagai sektor ekonomi di Indonesia. Dapat terlihat bahwa dari tahun 2005 hingga 2008, jumlah pinjaman untuk sektor pertanian selalu meningkat jumlahnya, seperti terlihat pada tahun 2005 jumlah uang yang dipinjan untuk sektor pertanian adalah 12.642 miliar rupiah, pada 2006 yaitu 13.294 miliar rupiah, dan 2008 19.284 miliar rupiah. Hal ini merupakan peluang bagi Gasol Pertanian Organik yang merupakan usaha di bidang pertanian, dalam hal ini agribisnis yang juga mencakup pengolahan di tingkat hilir. Tabel 13. Kredit UMKM Menurut Sektor Ekonomi Miliar Rupiah Sektor 2005 2006 2007 2008 Pertanian 12.642 13.294 16.114 19.284 Pertambangan 971 1.311 1.527 1.24 Perindustrian 32.480 36.647 37.796 46.304 Listrik 245 1.483 286 536 Konstruksi 7.709 10.123 13.241 19357 Perdagangan 87.515 107.288 134.574 155.153 Pengangkutan 6.485 6.605 7.200 8.584 Jasa Dunia Usaha 20.657 23.514 30.512 40.450 Jasa Sosial 5.292 6.020 6.670 7.516 Lainnya 180.912 203.528 254.870 332.095 Jumlah 354.908 410.442 502.796 631.002 Sumber : Bank Indonesia

6.2.1.2. Faktor Sosial Budaya, Demografi dan Lingkungan

Adanya perubahan faktor sosial budaya, demografi dan lingkungan ini tidak hanya terpusat pada keadaan masyarakat secara umum, tapi juga kepada karyawan yang berpengaruh pada strategi perusahaan. Faktor yang mempengaruhi suatu bisnis dapat dilihat dari jumlah penduduk, tingkat pendidikan, budaya, iklim dan lokasi perusahaan. Faktor sosial tersebut berimplikasi pada peningkatan permintaan barang, perluasan pangsa pasar serta ketersediaan tenaga kerja dan mempengaruhi masyarakat dalam menentukan pilihan produk dan jasa yang akan dikonsumsi. 1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tabel 14, dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan penduduk Indonesia memiliki nilai yang positif, dengan jumlah bayi umur bawah tiga tahun memiliki kecenderungan peningkatan. Pada tahun 2008, jumlah bayi bawah tiga tahun adalah sekitar 12,453 ribu jiwa, dan meningkat hingga tahun 2011 jumlahnya adalah 12,492 ribu jiwa. Proyeksi tersebut merupakan peluang bagi perusahaan produsen pangan. Harapannya adalah dengan adanya kondisi tersebut, akan berpengaruh pada peningkatan permintaan produk MP-ASI Gasol. Tabel 14. Data parameter demografik Indonesia Ribu Jiwa Parameter Penduduk 2006 2007 2008 2009 2010 Laju pertumbuhan persen 1,29 1,28 1,25 1,23 1,22 Batita 3 tahun 12,308 12,379 12,452 12,449 12,450 Balita 5 tahun 20,441 20,509 20,582 20,652 20,727 Sumber : BPS 2010 2 Gaya hidup sehat Faktor sosial lain yang memberikan pengaruh terhadap berkembangnya produk tepung MP-ASI adalah pergeseran pola hidup masyarakat. Tingkat pendapatan, pengetahuan serta kesadaran yang semakin baik mendorong pola hidup masyarakat dalam mengkonsumsi produk yang lebih natural atau ramah lingkungan, namun disatu sisi, konsumen juga tetap membutuhkan kandungan nutrisi yang baik pada makanannya. Masyarakat semakin sadar bahwa pestisida dan bahan kimia yang umum digunakan sebagai pestisida, penyubur tanaman serta pengawet makanan merupakan hal yang berbahaya bagi kesehatan apabila dikonsumsi terus menerus. Gaya hidup sehat tersebut telah berkembang baik di Indonesia maupun di ranah internasional. Kesadaran masyarakat ini mendorong produsen pangan untuk menghasilkan produk yang diinginkan oleh konsumen dengan kriteria aman dikonsumsi food safety attributes, memiliki kandungan nutrisi tinggi nutritional attributes dan ramah lingkungan ecolabelling attributes . Sebagai perusahaan yang menerapkan idealisme untuk senantiasa menjalankan kegiatan budidaya serta produksi dengan menjaga lingkungan, Gasol Pertanian Organik memiliki peluang besar untuk terus mengembangkan produknya di masyarakat. Tuntutan pasar dan konsumen terhadap produk yang ramah lingkungan menurut Departemen Pertanian akan meningkat sebesar 20 persen setiap tahunnya. 3 Preferensi Konsumen Berdasarkan Tabel 15 yang merupakan hasil kuesioner yang diperoleh dari 155 responden yaitu ibu rumah tangga, dapat diketahui mengenai preferensi ibu rumah tangga dalam pemilihan makanan pendamping asi untuk bayinya. Penentuan ibu rumah tangga sebagai responden adalah karena umumnya kekuatan dalam menentukan produk makanan bayi di rumah tangga terletak di pihak ibu. Karakteristik responden yang ikut serta dalam pengisian kuesioner yaitu dengan kelompok umur 21-25 tahun sebanyak 9 persen, 26-30 tahun sebanyak 63 persen, 31 hingga 35 tahun sebanyak 25 persen, dan ibu rumah tangga umur 36 hingga 40 tahun berjumlah 3 persen. Tingkat pendidikan beragam dengan dominasi pendidikan terakhir yaitu Strata sarjana sebesar 76 persen. Wilayah domisili responden pun beragam, responden yang paling banyak adalah responden yang berasal dari wilayah Jawa Barat yaitu sebesar 28 persen, diikuti oleh wilayah DKI Jakarta sebanyak 24 persen. Berdasarkan tingkat pendapatan, terdapat 33 persen responden yang memiliki pendapatan 1 hingga 3 juta rupiah, 32 persen responden dengan pendapatan 5 hingga 10 juta rupiah, 10 hingga 15 juta sebesar 20 persen dan sebesar 15 pesen dengan pendapatan lebih dari 15 juta rupiah. Dapat disimpulkan bahwa pendapatan dari konsumen MP-ASI merupakan konsumen dengan taraf ekonomi menengah ke atas. Sebagian besar responden dapat dikategorikan ke dalam keluarga muda, karena sebanyak 83 persen baru memiliki satu anak dalam keluarga. Seluruh responden menyatakan lebih memilih untuk membuat sendiri MP- ASI di rumah dengan bahan baku alami. Menurut 75 persen responden menyatakan lebih memilih makanan pendamping asi yang organik, baik berupa bahan baku maupun produk jadi. Pemilihan ini didasarkan pada dorongan responden untuk sebisa mungkin memberikan anaknya pangan yang bebas dari kandungan bahan berbahaya seperti residu pestisida, lebih sehat, alami dan bersih. Sebanyak 134 responden atau sekitar 87 persen responden bersedia untuk membeli produk dengan karateristik sertifikasi organik dengan harga Rp 24.000,00200 g sebagai komponen MP-ASI. Karakteristik tersebut merujuk kepada produk MP-ASI Gasol, sehingga dapat digambarkan willingness to pay dari sebagian besar responden terhadap produk tersebut. Dengan kualitas dan karakteristik dari produk MP-ASI Gasol, sejumlah 86 persen responden menyatakan bahwa harga Rp 18.000,00 adalah harga yang sesuai. Sedangkan menurut 14 persen responden menyatakan bahwa harga tersebut masih terlalu mahal. Sebanyak 73 persen atau 113 orang responden mengaku pernah menggunakan tepung MP-ASI Gasol sebagai komponen dalam mengolah MP-ASI, sedangkan sisanya sebanyak 27 persen responden mengaku hanya pernah tau melalui iklan. Berdasarkan responden yang telah menggunakan produk MP-ASI Gasol, sebanyak 97 persen menyatakan bahwa produk ini adalah produk yang bagus, sedangkan sebanyak 3 persen merasa kurang cocok dengan produk MP-ASI Gasol. Tabel 15. Hasil Kuesioner Preferensi Konsumen Perihal Karakteristik Persentase Umur 21-25 tahun 9 26-30 tahun 63 31-35 tahun 25 36-40 tahun 3 Domisili Jakarta 24 Jawa timur 10 Jawa Barat 28 Jawa Tengah 12 Banten 12 Sumatra 6 Sulawesi 2 Bali 6 Pendidikan SMU 3 Diploma 8 S1 76 S2 12 S3 1 Pendapatan Rp 1.000.000-Rp 5.000.000,- 33 Rp 5.000.000-Rp 10.000.000,- 32 Rp 10.000.000-Rp 15.000.000,- 20 Rp 15.000.000,- 15 Jumlah anak 1 orang anak 83 2 orang anak 16 3 orang anak 1 Preferensi Jenis MP-ASI Memilih MP-ASI Homemade 100 Preferensi keorganikan MP- ASI Memilih MP-ASI Organik 75 Memilih MP-ASI non organik 25 Kesediaan membeli MPASI Organik Bersedia membeli 87 Tidak bersedia membeli 13 Penggunaan produk MP-ASI Gasol Pernah Menggunakan 73 Pernah tahu 27 Tentang produk MP-ASI Gasol Produk yang bagus 97 Kurang cocok 3 4 Perubahan iklim serta cuaca Usaha yang berbasis agribisnis merupakan usaha yang rentan terhadap pengaruh iklim serta cuaca. Cuaca adalah salah satu yang mempengaruhi keberhasilan produksi pertanian adalah kondisi iklim di wilayah tersebut. Menanggapi hal tersebut dibutuhkan adaptasi petani dalam mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan perubahan iklim terhadap produktivitas tanaman. Penyesuaian tersebut diantaranya penyesuaian waktu tanam dengan mengikuti perkiraan cuaca, ataupun dengan pemilihan bibit unggul. Studi yang dilakukan Handoko et al. 2008 mengenai keterkaitan perubahan iklim dan produksi pangan strategis meunjukkan bahwa pemanasan global berdampak buruk terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Studi tersebut menunjukkan bahwa adanya kenaikan suhu udara dan peningkatan kebutuhan air irigasi secara signifikan berdampak pada penurunan produksi tanaman pangan strategis di Jawa Tengah, Yogjakarta, Jawa Barat dan wilayah lain di Indonesia. Persepsi pelaku usahatani yang tidak akurat mengenai perubahan iklim dapat meninbulkan strategi adaptasi menjadi kurang tepat. Konsekuensi dari hal tersebut adalah perubahan musim dan curah hujan atau bahkan kejadian cuaca ekstrim mengakibatkan hasil panen kurang memuaskan. Keputusan dalam memulai aktivitas usahatani dilakukan berdasarkan kesepakatan antar petani serta berdarkan kebiasaan dan mengikuti tanda-tanda alam, bukan berdasar data yang dikeluarkan instansi pemerintah Natawijaya et al, 2009.

6.2.1.3. Faktor Politik, Kebijakan Pemerintah dan Hukum