Latar Belakang Analisis pengelolaan rantai pasok agroindustri hortikultura studi kasus sari buah jambu biji LIPISARI di B2PTTG LIPI Subang

1 I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komoditas hortikultura merupakan komoditas prospektif, baik di pasar domestik maupun internasional. Produk-produk dari komoditas hortikultura memiliki peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja, sumbangan terhadap pendapatan nasional, pendapatan petani, pemenuhan kebutuhan nasional dan peningkatan ekspor nasional. Komoditas hortikultura memberikan kontribusi pada produk domestik bruto PDB nasional sebesar 21,17 persen dari total PDB sektor pertanian, dan nilai PDB ini menduduki urutan kedua setelah subsektor tanaman pangan yaitu 40,75 persen Ditjen Hortikultura 2008 1 . Selain sumbangan terhadap PDB, komoditas hortikultura berperan dalam perdagangan lokal, regional, maupun nasional. Sementara di tingkat rumah tangga petani, hortikultura merupakan sumber pendapatan rumah tangga. Peran komoditas hortikultura yang besar dalam berbagai aspek menjadikan hortikultura sebagai salah satu produk pertanian yang perlu mendapat perhatian. Secara alami, produk hortikultura sangat mudah sekali mengalami kerusakan dan kebusukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan dan kebusukan produk hortikultura dapat berasal dari komoditi itu sendiri faktor internal maupun dari lingkungan faktor eksternal. Pada buah dan sayuran yang telah mengalami pemanenan, proses pematangan umumnya diikuti oleh perubahan penampakan dan komposisi kimia. Oleh karena itu, proses pematangan dan respirasi yang terlalu cepat, tidak dikehendaki pada produk hortikultura yang akan disimpan lama Fateta IPB 1991. Menurut LIPI 1979 dalam Fateta IPB 1991, kerusakan lepas panen sayur-sayuran dan buah-buahan mencapai 20 persen sampai 40 persen. Untuk mencegah tingginya angka kerusakan pasca panen, diperlukan adanya teknologi penanganan pasca panen dan pengolahan untuk memperpanjang masa simpan dan daya guna, mempertahan nilai gizi, meningkatkan nilai ekonomi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani. 1 www.hortikultura.go.idindex.php?option_com_wrapperItemid=235 [Diakses tanggal 16 Juni 2010] 2 Penanganan dan pengolahan pasca panen diperlukan tidak hanya untuk mengatasi kerusakan lepas panen, tetapi juga diperlukan untuk meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat akan produk hortikultura. Di Indonesia tingkat konsumsi masyarakat akan buah-buahan dan sayuran masih berada di bawah nilai keseimbangan gizi menurut Food Agriculture Organization FAO yaitu harus mencapai 70 kg tahun perkapita. Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan produk hortikultura dapat dilihat pada Tabel 1. Rendahnya tingkat konsumsi komoditas hortikultura menyebabkan diperlukannya usaha dari berbagai pihak untuk melakukan pengolahan terhadap komoditas ini, sehingga memiliki nilai tambah dan nilai ekonomis yang mampu meningkatkan daya saing produk. Tabel 1. Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2003 – 2008 No Kelompok Komoditas Konsumsi Perkapita kg tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 1 Buah-Buahan 29,44 27,19 25,17 23,56 34,06 31,93 2 Sayuran 34,52 33,49 35,33 34,16 39,39 39,45 Sumber : Badan Pusat Statistik BPS 2010 2 . Pengolahan komoditas hortikultura diharapkan dapat meningkatkan kegemaran masyarakat terhadap komoditas hortikulutura khususnya buah-buahan. Salah satu pengolahan komoditas hortikultura khususnya buah-buahan menjadi produk jadi yang memiliki nilai ekonomis dan nilai tambah yaitu dengan mengolahnya menjadi sari buah. Pengolahan buah-buahan menjadi minuman sari buah mampu mengatasi permasalahan dan kelemahan dari produk hortikultura, yaitu tidak tahan lama, mudah rusak akibat pengaruh fisik sinar matahari, benturan fisik dan pengaruh biologis mikroba, kapang, virus, hama. Produk minuman sari buah dapat diproduksi dari berbagai macam jenis buah seperti nanas, apel, belimbing, dan juga jambu biji. Produksi minuman sari buah jambu biji menjadi salah satu produk yang banyak dikonsumsi masyarakat karena rasanya yang enak dan segar. Selain karena rasanya, sari buah jambu biji juga sering dikonsumsi sebagai minuman kesehatan. Hal ini terkait dengan kandungan vitamin C buah jambu biji yang lebih besar daripada buah jeruk Parimin 2007 2 http:pdf.cost.orgdownloadperkembangan_beberapa_indikator_sosial_ekonomi_ indonesia.pdf [Diakses tanggal 20 Oktober 2010] 3 dan kemampuannya untuk meningkatkan kadar trombosit darah Prabawati 2005. Adapun kandungan nutrisi dalam 100 gram jambu biji masak segar adalah energi 49,00 kal; protein 0,90 g; lemak 0,30 g; karbohidrat 12,30 g; kalsium 14,00 mg; fosfor 28,00 mg; besi 1,10 mg; vitamin A 25 SI; vitamin B1 0,02 mg; vitamin B2 0,04 mg; vitmain C 87,00 mg; niacin 1,10 mg; serat 5,60 mg; dan air 86 g. Jambu biji menjadi potensial mengingat komoditas jambu biji menjadi komoditas yang memiliki tingkat produksi cukup tinggi di Indonesia terutama di Jawa Barat. Produksi jambu biji di Jawa barat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2006 produksi jambu biji di Jawa Barat mencapai 47.736 ton, dan tahun 2009 meningkat menjadi 70.997 ton. Dengan kondisi yang ada, proses pengolahan jambu biji menjadi produk dengan nilai tambah menjadi sangat potensial, mengingat sifat dari komoditi ini yang rentan terhadap kerusakan fisik, biologis, dan kimia. Data produksi jambu biji di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi Jambu Biji di Setiap Provinsi di Indonesia Tahun 2006, 2007, dan 2009 Sumber : Data Badan Pusat Statistik BPS 2010 3 3 http:pdf.cost.orgdownloadperkembangan_beberapa_indikator_sosial_ekonomi_ indonesia.pdf Data 2006 dan 2007 [Diakses tanggal 16 Juni 2010] , http:www.bps.go.id untuk data tahun 2009 [Diakses tanggal 20 Oktober 2010], Data tahun 2008 tidak dapat diakses. Provinsi Produksi Ton 2006 2007 2009 Jawa Barat 47.736 65.131 70.997 Nusa Tenggara Barat 27.859 19.075 20.476 Jawa Tengah 19.697 16.549 25.616 Sumatera Utara 13.782 15.660 24.682 Jawa Timur 22.224 14.309 19.057 Sulawesi Selatan 7.994 8.813 11.187 Nusa Tenggara Timur 5.062 4.549 9.270 Sumatera Selatan 5.757 4.198 3.781 DI Yogyakarta 5.035 3.983 4.113 Banten 7.443 3.946 3.076 Provinsi Lainnya 33.641 39.810 31.773 Total 196.180 179.474 220.202 4 Salah satu daerah di Jawa Barat yang mengembangkan pengolahan jambu biji menjadi minuman sari buah yaitu daerah Subang. Potensi pasar produk sari buah tergolong pesat dengan nilai pertumbuhan pasar mencapai 15-20 persen tiap tahun dan menguasai 5 persen dari total pasar minuman Poeradisastra dalam Nuranggara 2009. Menurut Asosiasi Industri Minuman Ringan ASRINI dalam Nuranggara 2009, pada tahun 2008 terdapat 35 industri kecil menengah dan 20 perusahaan besar yang memproduksi sari buah dengan 60 merek. Perusahaan- perusahaan yang memproduksi minuman sari buah jambu biji terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Daftar Perusahaan yang Memproduksi Minuman Sari Buah Jambu Biji No NamaProduk Perusahaan Lokasi 1 Buavita PT Ultra Jaya Bandung 2 Mi-U PT Globalindo Perkasa Salatiga 3 Calamansi PT Makmur Sejati Internasional Bogor 4 Sun Fresh PT Carascindo Perdana Jakarta 5 Berri Clasic PT Berri Indosari Cikande 6 Guava Juice INDOSARI Jakarta 7 Jungle Juice PT Diamond Cold Storage Jakarta 8 Marco Pink Guava PT Hamdia Jaya Internasional Jakarta 9 Love Juice PT Hale Internasional Bogor 10 Country Choice PT Sinar Sosro Bekasi 11 Linute Maid Coca-cola Company Jakarta 12 Lipisari Lipisari BP2TTG LIPI Subang Sumber : Lipisari 2010 Salah satu pelaku bisnis yang memproduksi minuman sari buah adalah Lipisari B2PTTG LIPI yang terletak di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Lipisari merupakan agroindustri dengan skala kecil yang berada di daerah Subang, namun produk minuman sari buah yang dihasilkan mampu bersaing dengan merek lainnya. Lipisari menjadi produk lokal yang dikonsumsi oleh masyarakat Subang, dan telah diakui oleh Bupati Subang sebagai salah satu produk unggulan dari kota Subang. Lipisari memproduksi sari buah jambu biji dalam kemasan dengan merek ”Jus Lipisari”. Lipisari seperti industri kecil lainnya mengalami permasalahan dalam lemahnya keterkaitan antarsubsistem di dalam agribisnis yaitu distribusi dan penyediaan faktor produksi, proses produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran Soekartawi 2000. Dalam penyediaan faktor produksi, Lipisari memerlukan 5 manajemen persediaan yang baik terkait dengan karakteristik jambu biji sebagai bahan pertanian yaitu musiman, bulky, dan mudah rusak perishable. Oleh karena itu, karakteristik dari jambu biji akan berpengaruh terhadap manajemen persediaan bahan baku untuk membuat minuman sari buah. Bila tidak dikelola dengan baik, manajemen persediaan akan mengalami permasalahan dalam logistik yaitu kondisi dan situasi dimana tidak terjadi peningkatan nilai terhadap suatu produk namun hal ini akan berdampak pada biaya cost. Selain itu, permintaan akan produk Lipisari yang berfluktuasi, seperti yang terlihat pada Gambar 1, menyebabkan perusahaan harus memiliki pasokan yang selalu ada kapan pun dibutuhkan. Sumber : Lipisari 2010 Gambar 1. Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode 2002 sampai September 2010 Produksi jambu biji di daerah Subang yang terbatas dikhawatirkan tidak mencukupi kebutuhan jambu biji di Lipisari untuk memenuhi permintaan pasar yang berfluktuasi. Hal ini menyebabkan perusahaan membutuhkan suatu strategi yang dapat mengatur pasokan jambu biji agar sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu, strategi juga dibutuhkan untuk mengatasi fluktuasi permintaan yang terjadi. Hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemasaran produk. Pengelolaan rantai pasok merupakan manajemen logistik yang mampu mengintegrasikan seluruh kegiatan-kegiatan pengelolaan dari hulu sampai ke hilir yaitu dari pengadaan bahan baku, sistem produksi sampai dengan konsumen 6 akhir, dan penerapan pengelolaan rantai pasok diharapkan memberikan keuntungan yang seimbang di antara berbagai anggota rantai, serta dapat meningkatkan daya saing yang berkelanjutan dari produk. Dalam pengembangan hortikultura peran pengelolaan rantai pasok diperlukan untuk mengatasi permasalahan lemahnya keterkaitan antarsubsistem yang terjadi pada industri kecil. Pada tingkat produksi, sistem pasokan diperlukan untuk menjamin pasokan kebutuhan hortikultura baik dari segi jumlah, mutu, dan kontinuitas. Sementara itu, sebagai produk yang mempunyai sifat yang mudah rusak dan tidak tahan lama, aspek distribusi dan pemasaran memegang peranan yang sangat penting dalam satu kesatuan rantai pasok. Di tingkat distribusi, implemantasi sistem pasokan produk juga perlu dibangun secara baik, mulai dari pemahaman karakteristik produsen, preferensi konsumen, jaminan ketersediaan dan mutu, kontinuitas pasokan, margin keuntungan yang proporsional antar pelaku rantai pasokan, logistik, distribusi, komunikasi, informasi, sampai hubungan yang efektif antar pelaku rantai pasok. Kesemua hal di atas perlu dibangun secara baik untuk menciptakan rantai pasok yang efektif dan efisien. Pengelolaan rantai pasok merupakan metode, alat, atau pendekatan yang digunakan untuk mengelola suatu rantai pasok Pujawan 2005. Ada berbagai kegiatan yang tergolong ke dalam area pengelolaan rantai pasok dan di dalam kegiatan tersebut melibatkan banyak pihak, baik pihak produsen bahan mentah yaitu petani, industri pengolah, distributor, koperasi ataupun kelembagaan petani, ritel, dan konsumen akhir. Lipisari sebagai industri kecil pengolahan komoditas hortikultura sangat terkait dengan kegiatan-kegiatan rantai pasok. Lipisari juga memerlukan suatu strategi untuk mewujudkan tujuan-tujuan utama suatu usaha yaitu mencapai efektivitas, efisiensi, perusahaan mampu mencapai economies of scale, dan konsumen mendapatkan produk yang murah dan berkualitas.

1.2 Perumusan Masalah