Analisis pengelolaan rantai pasok agroindustri hortikultura studi kasus sari buah jambu biji LIPISARI di B2PTTG LIPI Subang

(1)

ANALISIS PENGELOLAAN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI HORTIKULTURA (STUDI KASUS SARI BUAH JAMBU BIJI LIPISARI

DI B2PTTG LIPI SUBANG)

SKRIPSI

DWI ARYANTHI H34086028

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

ANALISIS PENGELOLAAN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI

HORTIKULTURA (STUDI KASUS SARI BUAH JAMBU BIJI LIPISARI

DI B2PTTG LIPI SUBANG)

DWI ARYANTHI

H34086028

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(3)

Judul : Analisis Pengelolaan Rantai Pasokan Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang

Nama : Dwi Aryanthi NRP : H34086028

Disetujui, Dosen Pembimbing

Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec NIP. 19640220198903 1 001

Diketahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908198403 1 002


(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

Dwi Aryanthi H34086028


(5)

i

RINGKASAN

DWI ARYANTHI. Analisis Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan LUKMAN M. BAGA)

Pengembangan agroindustri di wilayah pedesaan tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya ketersediaan bahan baku, keterbatasan pasar, proses produksi yang masih belum optimum, dan lemahnya keterkaitan industri hulu, on farm, dan industri hilir. Permasalahan tersebut menyebabkan ketidakpastian dan kompleksitas dalam rantai pasok. Lipisari sebagai salah satu agroindustri yang mengolah buah jambu menjadi minuman sari buah jambu dengan merek Lipisari juga mengalami permasalahan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang dapat mengatasi permasalahan kompleksitas dan ketidakpastian rantai pasok yaitu dengan melakukan pengelolaan rantai pasok. Penelitian yang dilakukan di Lipisari Balai Besar Penelitian Terpadu Tepat Guna Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (B2PTTG LIPI) Subang bertujuan untuk menganalisis pola rantai pasok minuman sari buah jambu dari pengadaan bahan baku utama, bahan baku penolong, dan bahan kemasan, serta proses pengolahan, hingga pendistribusian produk ke tingkat konsumen. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan menganalisis aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh setiap anggota dalam rantai pasok mulai dari hulu hingga ke hilir, serta mengkaji penerapan pengelolaan rantai pasok di Lipisari dengan melihat manfaat dan kendalanya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menganalisis anggota rantai dan aliran komoditas, serta proses bisnis rantai yang terjadi di antara anggota rantai pasok. Sedangkan, metode kuantitatif dilakukan untuk pengelolaan rantai pasok melalui analisis pengendalian harga pengadaan bahan baku dan pengelolaan permintaan melalui peramalan permintaan untuk periode 2011, penentuan jumlah pemesanan optimum, jumlah pemesanan kembali atau reorder point (ROP), dan jumlah safety stock (SS).

Berdasarkan analisis pola rantai pasok minuman sari buah jambu Lipisari diperoleh hasil yaitu anggota primer rantai pasok terdiri dari pemasok jambu, Lipisari sebagai pengolah, distributor, dan konsumen yang terdiri dari PD Anisa, MiMake, POS Subang, dan koperasi. Anggota sekunder rantai pasok terdiri dari pemasok bahan penolong seperti gula dan bahan kimia, serta pemasok bahan pengemas. Aktivitas rantai pasok yang dilakukan oleh masing-masing anggota rantai pasok yaitu pemasok melakukan aktivitas penjualan, pembelian, pengangkutan, penyimpanan, dan sortasi. Lipisari sebagai perusahaan pengolah melakukan aktivitas penjualan, pembelian, pengangkutan, pengemasan, penyimpanan, dan sortasi. Distributor melakukan kegiatan penjualan, pembelian, dan pengangkutan. Konsumen disini terdiri dari ritel dan koperasi melakukan aktivitas penjualan oleh sebagian anggota, pembelian, pengangkutan, dan penyimpanan. Hubungan yang terbentuk di antara setiap anggota rantai pasok adalah saling ketergantungan.


(6)

ii Pola aliran rantai pasok terkait dengan aliran barang yang mengalir dari pengadaan jambu biji dari petani jambu hingga jambu sampai di Lipisari dan siap diolah dan pendistribusian produk minuman sari buah jambu Lipisari dari Lipisari hingga ke konsumen melalui ritel dan distributor. Aliran finansial terkait dengan cara pembelian dan pembayaran barang yang dilakukan oleh Lipisari, pemasok, dan distibutor. Aliran informasi terjadi pada konsumen, ritel, koperasi, distributor, agen grosir, pengecer, perusahaan, pemasok, kelompok tani, dan petani jambu atau sebaliknya. Informasi berhubungan dengan jumlah pesanan jambu yang dibutuhkan Lipisari, status pengiriman produk minuman sari buah, jumlah permintaan di setiap ritel dan koperasi.

Penerapan pengelolaan rantai pasok menimbulkan manfaat dan kendala bagi pihak-pihak yang terkait. Manfaat yang diperoleh dari penerapan rantai pasok dapat diperoleh melalui kontrak atau kesepakatan antara supplier dan perusahaan. Kesepakatan terkait dengan jumlah pasokan, mutu dan standar produk, dan penetapan harga. Dengan penerapan rantai pasok, perusahaan dapat menghemat biaya pembelian bahan baku sebesar Rp 1.392.500 untuk periode bulan Januari hingga Juni 2010. Selain itu, Lipisari, retailer, dan distributor juga dapat melakukan penghematan biaya pemesanan hingga mencapai Rp 2.501.150 per tahun. Selain itu, dengan pengelolaan rantai pasok jumlah optimum pemesanan yang dapat dipesan oleh retailer dan distributor mengalami peningkatan dibanding tanpa adanya koordinasi.

Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan rantai pasok terkait dengan biaya pengadaan bahan baku yang tinggi atau terkait dengan biaya transportasi, ketidakpastian pasokan bahan baku utama jambu biji merah yang disebabkan iklim yang tidak menentu, distribusi informasi yang kurang lancar terkait dengan jumlah produk yang diminta, waktu pengiriman, harga produk yang ditetapkan oleh perusahaan, dan kerjasama antar pelaku rantai pasok yang belum terjalin. Untuk mencapai kesuksesan dalam penerapan rantai pasok, terdapat beberapa faktor yang menentukan yaitu pengembangan kemitraan, kesepakatan kontraktual, koordinasi dan kerjasama, serta trust building antar anggota rantai.


(7)

iii

RIWAYAT PENULIS

Dwi Aryanthi dilahirkan pada tanggal 23 Juli 1987 di Jambi. Putri dari pasangan Bapak Amrullah Ali dan Ibu Syafri Annisah. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Pendidikan dasar penulis diselesaikan selama enam tahun di Sekolah Dasar Negeri 409 Palembang. Kemudian melanjutkan sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Negeri 4 Palembang selama dua tahun, dan akhirnya diselesaikan di SLTP Negeri 2 Cilegon. Sekolah lanjutan tingkat atas diselesaikan selama tiga tahun di SMU Negeri 1 Cilegon. Setelah lulus, penulis diterima di Program Diploma III program keahlian Analisis Kimia, Institut Pertanian Bogor. Pendidikan ditempuh selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Penyelenggaraan Khusus Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.


(8)

iv

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur atas segala nikmat, berkah, rizki, dan ridha yang telah diberikan oleh Allah SWT kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengelolaan Rantai Pasok Agroindustri Hortikultura (Studi Kasus Sari Buah Jambu Biji Lipisari di B2PTTG LIPI Subang)”. Skripsi ini menjelaskan cara pengelolaan rantai pasok di agroindustri khususnya agroindustri sari buah untuk mencapai keefektifan dan keefisienan produksi. Selain itu, skripsi ini menjelaskan keterkaitan antar subsistem dalam rantai pasok sari buah. Penulis berharap dengan adanya skripsi ini dapat memberikan wawasan baru mengenai pengelolaan rantai pasok khususnya bagi agroindustri yang berskala kecil.

Bogor, Februari 2011 Dwi Aryanthi


(9)

v

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec. Selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, memberikan masukan, dan mendukung penulis selama penyusunan skripsi.

2. Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS dan Ir. Yuniar, MS selaku dosen penguji komdik yang telah memberikan masukan, saran, dan perbaikan pada saat sidang.

3. Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen evaluator yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi.

4. Bapak Ir. Agus Triyono, M.Agr. Selaku dosen pembimbing lapang di B2PTTG LIPI Subang, Ibu Neneng Kemalasari, Ibu Sri Sudewi, Bapak Wasnudin, Pak Rahayu dan Dodi, pihak ritel, dan seluruh karyawan LIPI Subang yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan pengambilan data selama kurang lebih dua bulan.

5. Seluruh dosen dan para karyawan sekretariat Departemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor.

6. Bapak, Ibu, Auliah, Wahyu, keluarga di Jakarta dan Makasar yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi.

7. Yona, Susi, Dimas, Zulia, Rahayu, Asih, Titi, Nazmi, dan teman-teman di Agribisnis yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi.

Akhir kata semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca maupun pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2011 Dwi Aryanthi


(10)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……….. viii

DAFTAR GAMBAR ………. ix

DAFTAR LAMPIRAN ……….. x

I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ………... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 10

1.5 Ruang Lingkup ……….. 10

II TINJAUAN PUSTAKA ……… 11

2.1 Industri Sari Buah sebagai Agroindustri ………... 11

2.2 Rantai Pasok Agroindustri ……… 12

2.3 Pengelolaan Rantai Pasok pada Agroindustri ... 14

2.4 Penelitian Terdahulu ... 15

III KERANGKA PEMIKIRAN ……… 18

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18

3.1.1 Konsep Pengelolaan Rantai Pasok Agribisnis ……… 18

3.1.2 Identifikasi Anggota Rantai Pasokan ……… 20

3.1.3 Pengendalian Persediaan ………... 22

3.1.4 Proses Pengendalian Harga ………... 23

3.1.5 Pengendalian Permintaan ……….. 25

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ……… 27

IV METODE PENELITIAN ……… 28

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

4.2 Metode Pengumpulan Data ... 28

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 28

4.4 Analisis Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ... 29

4.5 Analisis Pengelolaan Rantai Pasok ………... 29

4.5.1 Analisis Pengendalian Harga ………. 29

4.5.2 Analisis Pengendalian Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ……… 30

4.5.2.1 Analisis Pola Data Permintaan ………... 30

4.5.2.2 Penerapan Model Peramalan Time Series ………. 31


(11)

vii

4.5.2.4 Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimum ……… 33

4.5.2.5 Perhitungan Total Biaya, Safety Stock, dan Reorder Point (ROP) ………. 35

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ……… 36

5.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan ……… 37

5.3 Lokasi Perusahaan ……… 38

5.4 Struktur Organisasi ……… 38

5.5 Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ………... 40

VI PEMBAHASAN ……….. 43

6.1 Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ……… 43

6.1.1 Anggota Primer Rantai Pasok ………... 43

6.1.2 Anggota Sekunder Rantai Pasok ………... 45

6.2 Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok ……… 47

6.3 Pola Aliran Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ……… 51

6.4 Proses Bisnis Rantai ……….. 55

6.5 Performa Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ………… 60

6.6 Analisis Harga ……….. 61

6.7 Pengelolaan Permintaan ……… 66

6.7.1 Analisa Peramalan Permintaan ……….. 67

6.7.2 Analisa Perhitungan Permintaan Optimum ………... 70

6.7.3 Analisa Perhitungan Safety Stock ……….. 72

6.7.4 Analisa Perhitungan Reorder Point (ROP) ………... 73

6.8 Konsep Pengelolaan Rantai Pasok untuk Agroindustri Skala Besar …. 74 6.9 Faktor Keberhasilan Penerapan Pengelolaan Rantai Pasok di Lipisari 77 VII KESIMPULAN DAN SARAN ……… 80

7.1 Kesimpulan ……… 80

7.2 Saran ……….. 81

DAFTAR PUSTAKA ……… 82


(12)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2003 – 2008 ... 2

2. Produksi Jambu Biji di Setiap Provinsi di Indonesia Tahun 2006, 2007, dan 2009 ... 3

3. Daftar Perusahaan yang Memproduksi Minuman Sari Buah Jambu Biji ... 4

4. Daftar Pegawai B2PTTGG LIPI yang ditugaskan di Lipisari ... 39

5. Daftar Karyawan Lipisari ... 40

6. Konsumen Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Januari – Juli 2010 ... 45

7. Pemasok Bahan Penolong Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari ...46

8. Pemasok Bahan Kemasan Minuman Sari Buah Jambu di Lipisari ... 47

9. Aktivitas Anggota Primer Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ... 50

10. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Baku Jambu Merah Periode Bulan Januari hingga Juni 2010 ... 63

11. Hasil Analisis Harga Pembelian Bahan Kimia Periode Bulan April 2010 ... 64

12. Hasil Analisis Harga Pembelian Gula Periode Bulan Januari hingga Juni 2010 ... 65

13. Data Perhitungan Kesalahan Peramalan Permintaan ... 68

14. Peramalan Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode Oktober 2010 sampai Desember 2011 ... 68

15. Perbandingan Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ... 70

16. Perbandingan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ... 71

17. Lead time Distribusi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ... 72

18. Safety Stock Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap Konsumen 73

19. Reorder Point Minuman Sari Buah Jambu Lipisari untuk Setiap Konsumen ... 73

20. Perbandingan Biaya dan Keuntungan Produksi Sari Buah Jambu Biji Lipisari untuk Satu Kali Produksi ... 75

21. Perbandingan Kebutuhan Bahan Baku dan Bahan Kemasan Lipisari per Bulan ... 76


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode 2002

sampai September 2010 ……… 5

2. Rangkaian Rantai Pasokan (Chopra dan Meindl 2001) ……… 22

3. Kerangka Operasional Penelitian ... 27

4. Struktur Organisasi Lipisari B2PTTG LIPI ……… 39

5. Proses Produksi Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari ……….. 42

6. Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ………. 51

7. Grafik Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Tahun 2002 sampai September 2010 ………... 67 8. Grafik Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode

Tahun 2011 ……….. 69


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 86 2. Biaya untuk Satu Kali Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ... 93 3. Biaya Produksi Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode Tahun 2008. 94 4. Data Penjualan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari Periode Tahun 2002 sampai September 2010 ... 96 5. Plot Autokorelasi Produk Minuman Sari Buah Jambu Lipisari ... 97 6. Perhitungan Nilai Permintaan Optimum Minuman Sari Buah Jambu

Lipisari ... 98 7. Perhitungan Total Biaya Pemesanan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari. 102 8. Perhitungan safety stock (SS) dan reorder point (ROP) minuman sari

buah jambu Lipisari ... 104

9. Perhitungan Biaya Produksi untuk Kapasitas Produksi Sepuluh Kali Lebih

Besar ……….105 10. Gudang Penyimpanan dan Peralatan Produksi ... 106 11. Aktivitas Pemasok Jambu Biji Merah di Desa Panyingkiran Majalengka . 109


(15)

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Komoditas hortikultura merupakan komoditas prospektif, baik di pasar domestik maupun internasional. Produk-produk dari komoditas hortikultura memiliki peranan penting dalam penyerapan tenaga kerja, sumbangan terhadap pendapatan nasional, pendapatan petani, pemenuhan kebutuhan nasional dan peningkatan ekspor nasional. Komoditas hortikultura memberikan kontribusi pada produk domestik bruto (PDB) nasional sebesar 21,17 persen dari total PDB sektor pertanian, dan nilai PDB ini menduduki urutan kedua setelah subsektor tanaman pangan yaitu 40,75 persen (Ditjen Hortikultura 2008)1. Selain sumbangan terhadap PDB, komoditas hortikultura berperan dalam perdagangan lokal, regional, maupun nasional. Sementara di tingkat rumah tangga petani, hortikultura merupakan sumber pendapatan rumah tangga.

Peran komoditas hortikultura yang besar dalam berbagai aspek menjadikan hortikultura sebagai salah satu produk pertanian yang perlu mendapat perhatian. Secara alami, produk hortikultura sangat mudah sekali mengalami kerusakan dan kebusukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kerusakan dan kebusukan produk hortikultura dapat berasal dari komoditi itu sendiri (faktor internal) maupun dari lingkungan (faktor eksternal). Pada buah dan sayuran yang telah mengalami pemanenan, proses pematangan umumnya diikuti oleh perubahan penampakan dan komposisi kimia. Oleh karena itu, proses pematangan dan respirasi yang terlalu cepat, tidak dikehendaki pada produk hortikultura yang akan disimpan lama (Fateta IPB 1991). Menurut LIPI (1979) dalam Fateta IPB (1991), kerusakan lepas panen sayur-sayuran dan buah-buahan mencapai 20 persen sampai 40 persen. Untuk mencegah tingginya angka kerusakan pasca panen, diperlukan adanya teknologi penanganan pasca panen dan pengolahan untuk memperpanjang masa simpan dan daya guna, mempertahan nilai gizi, meningkatkan nilai ekonomi dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani.

1

www.hortikultura.go.id/index.php?option_com_wrapper&Itemid=235 [Diakses tanggal 16 Juni 2010]


(16)

2 Penanganan dan pengolahan pasca panen diperlukan tidak hanya untuk mengatasi kerusakan lepas panen, tetapi juga diperlukan untuk meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat akan produk hortikultura. Di Indonesia tingkat konsumsi masyarakat akan buah-buahan dan sayuran masih berada di bawah nilai keseimbangan gizi menurut Food Agriculture Organization (FAO) yaitu harus mencapai 70 kg/ tahun perkapita. Tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan produk hortikultura dapat dilihat pada Tabel 1. Rendahnya tingkat konsumsi komoditas hortikultura menyebabkan diperlukannya usaha dari berbagai pihak untuk melakukan pengolahan terhadap komoditas ini, sehingga memiliki nilai tambah dan nilai ekonomis yang mampu meningkatkan daya saing produk.

Tabel 1. Konsumsi Perkapita Hortikultura Tahun 2003 – 2008

No Kelompok Komoditas Konsumsi Perkapita (kg/ tahun)

2003 2004 2005 2006 2007 2008 1 Buah-Buahan 29,44 27,19 25,17 23,56 34,06 31,93 2 Sayuran 34,52 33,49 35,33 34,16 39,39 39,45 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) (2010)2.

Pengolahan komoditas hortikultura diharapkan dapat meningkatkan kegemaran masyarakat terhadap komoditas hortikulutura khususnya buah-buahan. Salah satu pengolahan komoditas hortikultura khususnya buah-buahan menjadi produk jadi yang memiliki nilai ekonomis dan nilai tambah yaitu dengan mengolahnya menjadi sari buah. Pengolahan buah-buahan menjadi minuman sari buah mampu mengatasi permasalahan dan kelemahan dari produk hortikultura, yaitu tidak tahan lama, mudah rusak akibat pengaruh fisik (sinar matahari, benturan fisik) dan pengaruh biologis (mikroba, kapang, virus, hama).

Produk minuman sari buah dapat diproduksi dari berbagai macam jenis buah seperti nanas, apel, belimbing, dan juga jambu biji. Produksi minuman sari buah jambu biji menjadi salah satu produk yang banyak dikonsumsi masyarakat karena rasanya yang enak dan segar. Selain karena rasanya, sari buah jambu biji juga sering dikonsumsi sebagai minuman kesehatan. Hal ini terkait dengan kandungan vitamin C buah jambu biji yang lebih besar daripada buah jeruk (Parimin 2007)

2

http://pdf.cost.org/download/perkembangan_beberapa_indikator_sosial_ekonomi_ indonesia.pdf [Diakses tanggal 20 Oktober 2010]


(17)

3 dan kemampuannya untuk meningkatkan kadar trombosit darah (Prabawati 2005). Adapun kandungan nutrisi dalam 100 gram jambu biji masak segar adalah energi 49,00 kal; protein 0,90 g; lemak 0,30 g; karbohidrat 12,30 g; kalsium 14,00 mg; fosfor 28,00 mg; besi 1,10 mg; vitamin A 25 SI; vitamin B1 0,02 mg; vitamin B2 0,04 mg; vitmain C 87,00 mg; niacin 1,10 mg; serat 5,60 mg; dan air 86 g.

Jambu biji menjadi potensial mengingat komoditas jambu biji menjadi komoditas yang memiliki tingkat produksi cukup tinggi di Indonesia terutama di Jawa Barat. Produksi jambu biji di Jawa barat mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2006 produksi jambu biji di Jawa Barat mencapai 47.736 ton, dan tahun 2009 meningkat menjadi 70.997 ton. Dengan kondisi yang ada, proses pengolahan jambu biji menjadi produk dengan nilai tambah menjadi sangat potensial, mengingat sifat dari komoditi ini yang rentan terhadap kerusakan fisik, biologis, dan kimia. Data produksi jambu biji di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Produksi Jambu Biji di Setiap Provinsi di Indonesia Tahun 2006, 2007, dan 2009

Sumber : Data Badan Pusat Statistik (BPS) 20103

3

http://pdf.cost.org/download/perkembangan_beberapa_indikator_sosial_ekonomi_

indonesia.pdf (Data 2006 dan 2007) [Diakses tanggal 16 Juni 2010] , http://www.bps.go.id (untuk data tahun 2009) [Diakses tanggal 20 Oktober 2010], Data tahun 2008 tidak dapat diakses.

Provinsi Produksi (Ton)

2006 2007 2009

Jawa Barat 47.736 65.131 70.997

Nusa Tenggara Barat 27.859 19.075 20.476

Jawa Tengah 19.697 16.549 25.616

Sumatera Utara 13.782 15.660 24.682

Jawa Timur 22.224 14.309 19.057

Sulawesi Selatan 7.994 8.813 11.187

Nusa Tenggara Timur 5.062 4.549 9.270

Sumatera Selatan 5.757 4.198 3.781

DI Yogyakarta 5.035 3.983 4.113

Banten 7.443 3.946 3.076

Provinsi Lainnya 33.641 39.810 31.773


(18)

4 Salah satu daerah di Jawa Barat yang mengembangkan pengolahan jambu biji menjadi minuman sari buah yaitu daerah Subang. Potensi pasar produk sari buah tergolong pesat dengan nilai pertumbuhan pasar mencapai 15-20 persen tiap tahun dan menguasai 5 persen dari total pasar minuman (Poeradisastra dalam Nuranggara 2009). Menurut Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRINI) dalam Nuranggara (2009), pada tahun 2008 terdapat 35 industri kecil menengah dan 20 perusahaan besar yang memproduksi sari buah dengan 60 merek. Perusahaan-perusahaan yang memproduksi minuman sari buah jambu biji terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Daftar Perusahaan yang Memproduksi Minuman Sari Buah Jambu Biji

No NamaProduk Perusahaan Lokasi

1 Buavita PT Ultra Jaya Bandung

2 Mi-U PT Globalindo Perkasa Salatiga

3 Calamansi PT Makmur Sejati Internasional Bogor

4 Sun Fresh PT Carascindo Perdana Jakarta

5 Berri Clasic PT Berri Indosari Cikande

6 Guava Juice INDOSARI Jakarta

7 Jungle Juice PT Diamond Cold Storage Jakarta 8 Marco Pink Guava PT Hamdia Jaya Internasional Jakarta

9 Love Juice PT Hale Internasional Bogor

10 Country Choice PT Sinar Sosro Bekasi

11 Linute Maid Coca-cola Company Jakarta

12 Lipisari Lipisari BP2TTG LIPI Subang

Sumber : Lipisari 2010

Salah satu pelaku bisnis yang memproduksi minuman sari buah adalah Lipisari B2PTTG LIPI yang terletak di Kabupaten Subang, Jawa Barat. Lipisari merupakan agroindustri dengan skala kecil yang berada di daerah Subang, namun produk minuman sari buah yang dihasilkan mampu bersaing dengan merek lainnya. Lipisari menjadi produk lokal yang dikonsumsi oleh masyarakat Subang, dan telah diakui oleh Bupati Subang sebagai salah satu produk unggulan dari kota Subang. Lipisari memproduksi sari buah jambu biji dalam kemasan dengan merek ”Jus Lipisari”.

Lipisari seperti industri kecil lainnya mengalami permasalahan dalam lemahnya keterkaitan antarsubsistem di dalam agribisnis yaitu distribusi dan penyediaan faktor produksi, proses produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran (Soekartawi 2000). Dalam penyediaan faktor produksi, Lipisari memerlukan


(19)

5 manajemen persediaan yang baik terkait dengan karakteristik jambu biji sebagai bahan pertanian yaitu musiman, bulky, dan mudah rusak (perishable). Oleh karena itu, karakteristik dari jambu biji akan berpengaruh terhadap manajemen persediaan bahan baku untuk membuat minuman sari buah. Bila tidak dikelola dengan baik, manajemen persediaan akan mengalami permasalahan dalam logistik yaitu kondisi dan situasi dimana tidak terjadi peningkatan nilai terhadap suatu produk namun hal ini akan berdampak pada biaya (cost). Selain itu, permintaan akan produk Lipisari yang berfluktuasi, seperti yang terlihat pada Gambar 1, menyebabkan perusahaan harus memiliki pasokan yang selalu ada kapan pun dibutuhkan.

Sumber : Lipisari 2010

Gambar 1. Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Biji Lipisari Periode 2002 sampai September 2010

Produksi jambu biji di daerah Subang yang terbatas dikhawatirkan tidak mencukupi kebutuhan jambu biji di Lipisari untuk memenuhi permintaan pasar yang berfluktuasi. Hal ini menyebabkan perusahaan membutuhkan suatu strategi yang dapat mengatur pasokan jambu biji agar sesuai dengan waktu dan jumlah yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu, strategi juga dibutuhkan untuk mengatasi fluktuasi permintaan yang terjadi. Hal ini dibutuhkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemasaran produk.

Pengelolaan rantai pasok merupakan manajemen logistik yang mampu mengintegrasikan seluruh kegiatan-kegiatan pengelolaan dari hulu sampai ke hilir yaitu dari pengadaan bahan baku, sistem produksi sampai dengan konsumen


(20)

6 akhir, dan penerapan pengelolaan rantai pasok diharapkan memberikan keuntungan yang seimbang di antara berbagai anggota rantai, serta dapat meningkatkan daya saing yang berkelanjutan dari produk. Dalam pengembangan hortikultura peran pengelolaan rantai pasok diperlukan untuk mengatasi permasalahan lemahnya keterkaitan antarsubsistem yang terjadi pada industri kecil. Pada tingkat produksi, sistem pasokan diperlukan untuk menjamin pasokan kebutuhan hortikultura baik dari segi jumlah, mutu, dan kontinuitas. Sementara itu, sebagai produk yang mempunyai sifat yang mudah rusak dan tidak tahan lama, aspek distribusi dan pemasaran memegang peranan yang sangat penting dalam satu kesatuan rantai pasok. Di tingkat distribusi, implemantasi sistem pasokan produk juga perlu dibangun secara baik, mulai dari pemahaman karakteristik produsen, preferensi konsumen, jaminan ketersediaan dan mutu, kontinuitas pasokan, margin/ keuntungan yang proporsional antar pelaku rantai pasokan, logistik, distribusi, komunikasi, informasi, sampai hubungan yang efektif antar pelaku rantai pasok. Kesemua hal di atas perlu dibangun secara baik untuk menciptakan rantai pasok yang efektif dan efisien.

Pengelolaan rantai pasok merupakan metode, alat, atau pendekatan yang digunakan untuk mengelola suatu rantai pasok (Pujawan 2005). Ada berbagai kegiatan yang tergolong ke dalam area pengelolaan rantai pasok dan di dalam kegiatan tersebut melibatkan banyak pihak, baik pihak produsen bahan mentah yaitu petani, industri pengolah, distributor, koperasi ataupun kelembagaan petani,

ritel, dan konsumen akhir. Lipisari sebagai industri kecil pengolahan komoditas hortikultura sangat terkait dengan kegiatan-kegiatan rantai pasok. Lipisari juga memerlukan suatu strategi untuk mewujudkan tujuan-tujuan utama suatu usaha yaitu mencapai efektivitas, efisiensi, perusahaan mampu mencapai economies of scale, dan konsumen mendapatkan produk yang murah dan berkualitas.

1.2 Perumusan Masalah

Pengelolaan rantai pasok merupakan keterpaduan antara perencanaan, koordinasi, serta kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan Meindl 2001). Lipisari sebagai perusahaan pengolahan bahan pertanian yaitu


(21)

7 jambu biji memerlukan manajemen rantai pasok dalam mengkoordinasikan semua kegiatan-kegiatan yang terkait dengan proses produksi minuman sari buah jambu biji. Hal ini diperlukan untuk mengatasi permasalahan ketidakpastian dan kompleksitas dari rantai pasok yang terjadi dalam proses produksi.

Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu rantai pasok. Ketidakpastian dalam rantai pasok berdasarkan sumbernya dibagi menjadi tiga klasifikasi utama yaitu ketidakpastian permintaan, ketidakpastian yang berasal dari pemasok, dan ketidakpastian internal. Ketidakpastian permintaan menyebabkan penjualan minuman sari buah jambu biji Lipisari berfluktuatif seperti yang terlihat pada Gambar 1. Hal ini disebabkan banyak faktor di antaranya ritel-ritel yang menjual produk minuman sari buah jambu Lipisari tidak pernah memiliki informasi yang pasti mengenai jumlah penjualan minuman sari buah Lipisari per bulan. Pesanan dari sebuah ritel atau pengecer ke distributor juga tidak pernah pasti karena berbagai faktor, termasuk adanya kesalahan administrasi persediaan dan keharusan ritel untuk mengakomodasikan ketidakpastian pelanggan mereka. Selain itu, ketidakpastian permintaan disebabkan juga karena pemasaran produk yang masih terbatas dan Lipisari belum memiliki jaringan distribusi resmi. Selama ini pemasaran hanya dilakukan secara pasif dengan mengandalkan nama B2PTTG LIPI. Bahkan semakin ke hulu ketidakpastian permintaan ini biasanya semakin meningkat dan ini dinamakan dengan bullwhip effect.

Ketidakpastian tidak hanya disebabkan dari permintaan yang berfluktuasi. Ketidakpastian juga bisa berasal dari pemasok yaitu terkait dengan harga bahan baku, lead time pengiriman, ketidakpastian kualitas produk, dan kuantitas produk yang bisa dikirim. Jambu biji sebagai bahan baku utama minuman sari buah Lipisari merupakan komoditas yang sangat terbatas di daerah Subang. Lipisari harus memasok jambu biji dari Majalengka. Namun, produksi jambu biji di Majalengka juga menjadi semakin tidak pasti dikarenakan perubahan cuaca dan iklim yang tidak ekstrim. Akibatnya pemasok terkadang tidak bisa memenuhi permintaan akan jambu biji merah, selain itu musim panen yang tak menentu menyebabkan harga jambu biji juga tidak bisa dipastikan.


(22)

8 Ketidakpastian internal di Lipisari juga menjadi permasalahan yang menyebabkan produksi minuman sari buah jambu Lipisari menjadi tidak optimum. Pada saat ini kapasitas produksi minuman sari buah jambu biji di Lipisari mencpai 1800 liter per 6 jam, padahal kapasitas produksi mesin mencapai 2000 liter per 8 jam. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian internal di Lipisari seperti kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak sempurna, keterbatasan tenaga kerja, dan ketidakpastian waktu produksi.

Ketidakpastian yang terjadi menyebabkan Lipisari harus melibatkan banyak pihak dalam melakukan aktivitas-aktivitas bisnis. Pihak-pihak yang terlibat seringkali memiliki kepentingan yang berbeda-beda, bahkan tidak jarang bertentangan antara yang satu dengan lainnya. Sebagai contoh, pemasok menginginkan pembeli untuk memesan produk jauh hari sebelum waktu pengiriman dan sebisa mungkin jumlah produk yang dipesan tidak berubah. Di sisi lain, Lipisari menghendaki fleksibilitas yang tinggi karena Lipisari berproduksi sesuai dengan permintaan dan belum memiliki jadwal produksi yang pasti. Sehingga Lipisari akan lebih mudah dalam proses produksi apabila pemasok memberikan keleluasaan untuk mengubah jumlah, spesifikasi, maupun jadwal pengiriman bahan baku yang dipesan. Konflik kepentingan antar anggota rantai menyebabkan semakin kompleks nya rantai pasok yang terbentuk.

Kompleksitas dan ketidakpastian rantai pasok yang terjadi pada proses produksi di Lipisari dapat menimbulkan permasalahan yang menyebabkan perusahaan tidak mampu berproduksi secara maksimal, efektif, dan efisien. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan rantai pasok dari minuman sari buah jambu biji agar Lipisari dapat mengetahui kompleksitas rantai pasok yang ada dan mengatasi permasalahan dalam rantai pasok tersebut, sehingga perusahaan mampu berproduksi secara optimal. Konsep rantai pasok dapat digunakan untuk melihat rantai penyaluran produk sari buah kemasan Lipisari. Selain itu, pengelolaan rantai pasok dapat mengatasi ketidakpastian pasokan dapat dilakukan dengan pengendalian harga dan permasalahan ketidakpastian permintaan dapat dilakukan dengan pengendalian permintaan.


(23)

9 Rantai pasok merupakan jaringan perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pada umumnya ada tiga macam aliran yang harus dikelola yaitu aliran barang yang mengalir dari hulu hingga ke hilir, aliran uang dan sejenisnya, dan aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu hingga ke hilir (Pujawan 2005). Aliran informasi yang bisa terjadi dalam suatu rantai pasok menyangkut informasi persediaan produk di pasar, informasi kapasitas produksi yang dimiliki supplier, dan informasi mengenai status pengiriman bahan baku. Konsep pengelolaan rantai pasok merupakan konsep atau mekanisme untuk meningkatkan produktivitas total perusahaan dalam rantai pasok melalui optimalisasi waktu, lokasi, dan aliran kuantitas bahan. Rantai penyaluran melibatkan semua pihak yang menangani komoditas dalam perjalanannya dari produsen ke konsumen akhir, serta terlibat dalam perpindahan fisik yang sesungguhnya dan perpindahan hak milik.

Berdasarkan perumusan masalah di atas, menarik untuk dikaji mengenai: 1. Bagaimana pola rantai pasokan komoditi minuman sari buah jambu biji dari

pemasok bahan baku, pengolahan, hingga pendistribusian produk ke tingkat konsumen?

2. Bagaimana aktivitas yang terjadi dalam setiap anggota rantai pasok mulai dari hulu hingga ke hilir?

3. Bagaimana penerapan pengelolaan rantai pasok di Lipisari B2PTTG LIPI Subang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pola rantai pasok minuman sari buah jambu biji dari

pemasokan bahan baku, pengolahan, hingga pendistribusian produk ke tingkat konsumen.

2. Menganalisis aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh anggota rantai pasok. 3. Mengkaji penerapan pengelolaan rantai pasok di Lipisari B2PTTG LIPI


(24)

10 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat bagi perusahaan sebagai informasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas produksi. Serta manfaat lainnya untuk memperdalam dan mengembangkan konsep pengelolaan rantai pasok. Manfaat lain yang diharapkan adalah sebagai salah satu pertimbangan bagi pihak manajemen Lipisari dalam meningkatkan daya saing, melalui perbaikan manajemen penyediaan dan pendistribusian dalam proses produksi minuman sari buah jambu biji. Selain itu, hasil analisis dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan dalam menjalankan operasional perusahaan. 1.5 Ruang Lingkup

Organisasi dapat mempelajari dan memperbaiki profitabilitas melalui aktivitas-aktivitas pengelolaan rantai pasok dengan memfokuskan operasi tidak hanya dalam perusahaan saja tetapi dalam satu kesatuan rantai pasok. Kajian ini difokuskan pada aliran pasokan bahan baku, hingga pendistribusian minuman sari buah jambu Lipisari ke distributor, ritel, dan koperasi, serta difokuskan pada pengendalian permintaan dan persediaan di Lipisari.


(25)

11

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Sari Buah sebagai Agroindustri

Sari buah atau jus (fruit juice) adalah cairan yang terdapat secara alami dalam buah-buahan. Sari buah populer dikonsumsi masyarakat sebagai minuman. Sari buah merupakan hasil pengepresan, penghancuran atau ekstraksi buah segar yang telah masak melalui proses penyaringan. Buah yang digunakan sebagai sari buah harus dalam keadaan matang dan mempunyai cita rasa yang enak dan banyak mengandung asam (Fathiyah 2005).

Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari bubur buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (Standar Nasional Indonesia 1995 dalam Fathiyah (2005). Pada prinsipnya terdapat dua macam sari buah yaitu sari buah encer (dapat langsung diminum) dan sari buah pekat atau sirup.

Sari buah encer adalah cairan buah yang diperoleh dari pengepresan daging buah, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir. Sedangkan, sari buah pekat adalah cairan yang dihasilkan dari pengepresan daging buah dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan hampa udara.

Menurut Soekartawi (2000), industri pengolahan sari buah digolongkan ke dalam agroindustri, karena industri sari buah merupakan industri yang mengolah dan menggunakan jambu biji (salah satu produk pertanian) sebagai bahan baku utamanya. Agroindustri sari buah jambu yang ada saat ini didominasi oleh industri-industri skala besar dan masih terkonsentrasi di perkotaan, padahal sebagai motor penggerak pembangunan pertanian agroindustri diharapkan akan dapat memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah, baik dalam sasaran pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, maupun stabilitas nasional.

Pengembangan agroindustri di wilayah pedesaan tidak berjalan dengan baik disebabkan oleh berbagai tantangan, baik tantangan atau permasalahan yang


(26)

12 berasal dari dalam wilayah itu sendiri ataupun yang berasal dari luar. Beberapa permasalahan agroindustri yang terjadi adalah sebagai berikut.

a. Kurang tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinu.

b. Kurang nyatanya peran agroindustri di pedesaan karena masih berkonsentrasinya agroindustri di perkotaan.

c. Kurang konsistennya kebijakan pemerintah terhadap agroindustri. d. Kurangnya fasilitas permodalan (perkreditan).

e. Keterbatasan pasar. f. Lemahnya infrastruktur.

g. Kualitas produksi dan prosesing yang belum mampu bersaing. h. Lemahnya keterkaitan industri hulu dan hilir.

Lemahnya keterkaitan antarsubsistem di dalam agroindustri menjadi permasalahan utama yang harus diselesaikan. Keterkaitan antarsubsistem dapat dibangun melalui suatu pendekatan yang mampu mengintegrasikan keselurahan subsistem dari hulu hingga ke hilir. Menurut King and Venturini (2005), pengelolaan rantai pasok menjadi solusi untuk mengatasi lemahnya keterkaitan antarsubsistem agribisnis pada agroindustri di pedesaan.

2.2 Rantai Pasok Agroindustri

Food systems dibedakan menjadi tiga tipe yang berbeda yaitu traditional food system, structured food system, dan industrialized food system (McCullough

et.al 2008). Karakteristik dari traditional food system adalah rantai pasok dari produk tidak tertata dengan baik, dan sistem yang mendominasi masih sangat sederhana, serta infrastruktur dari pasar masih sangat terbatas.

Karakteristik dari structured food system memiliki karakteristik pasar masih sama dengan traditional food system, tetapi lebih tertata dan memiliki aturan serta regulasi yang jelas dalam penempatan pasar dan infrastruktur pasar lebih luas. Rantai pasok pada sistem ini lebih terorganisasi dengan baik ditandai dengan terjadinya perkembangan pangsa pasar, tetapi rantai pasok masih bersifat sederhana dan umum. Sistem ini merupakan karakteristik sistem pada negara-negara berkembang. Sedangkan, dalam industrialized food system, setiap bagian


(27)

13 pada sistem ini telah terkoordinasi dengan baik dan melibatkan banyak pihak atau sektor pada setiap proses produksi dan rantai pasok pun telah terorganisasi dengan baik serta memiliki manajemen rantai pasok yang baik dan biasanya diterapkan di negara-negara maju. Perbedaan yang terjadi merupakan suatu proses transformasi yang terjadi akibat adanya perkembangan atau pembangunan pada sektor pertanian. Hal ini juga terkait dengan globalisasi dan perkembangan teknologi (McCullough et.al 2008).

Structured food system banyak diterapkan di negara-negara berkembang, konsumsi produk-produk yang memiliki nilai tambah terus meningkat dan rantai pasok harus siap merespon peningkatan yang terjadi. Perubahan teknologi dan globalisasi merupakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengaturan ulang dari rantai yang menghubungkan produsen hingga ke konsumen akhir. Inovasi teknologi informasi dan komunikasi dalam rantai pasok dibutuhkan agar rantai pasok lebih responsif terhadap permintaan konsumen, sementara inovasi dalam produksi dan distribusi diperlukan oleh produsen agar produk-produk yang dihasilkan cocok untuk dipasarkan secara luas. Oleh karena itu, inovasi teknologi dalam rantai pasok pada produk pertanian telah meningkat seiring dengan terjadinya fluktuasi permintaan konsumen (Kumar 2006).

Pengelolaan rantai pasok adalah alat, metode, atau pendekatan yang dapat digunakan untuk mengelola dan merespon setiap perubahan dalam rantai pasok, contohnya Universal Product Code. Universal Product Code merupakan salah satu pendekatan dari pengelolaan rantai pasok yang digunakan pada tahun 1970 dan mampu menciptakan koordinasi yang efisien diantara pelaku dalam rantai pasok, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk merespon perubahan permintaan menjadi relatif lebih singkat (King and Venturini 2005). Pelaku-pelaku yang berada pada suatu rantai pasok memiliki tujuan yang sama yaitu ingin memuaskan konsumen akhir. Mereka juga harus bekerjasama untuk membuat produk dengan biaya yang murah, mengirimkannya dengan tepat waktu, dan dengan kualitas yang baik. Hanya dengan kerjasama antara elemen-elemen pada rantai pasok tujuan tersebut akan dapat dicapai, karena itu diperlukan suatu pendekatan untuk mengelola rantai pasokan.


(28)

14 2.3 Pengelolaan Rantai Pasok pada Agroindustri

Pengelolaan rantai pasok dipopulerkan pertama kalinya pada tahun 1982 sebagai pendekatan manajemen persediaan yang menekankan pada pasokan bahan baku. Namun, sekarang ini pengelolaan rantai pasok tidak hanya terbatas pada manajemen persediaan untuk bahan baku tetapi diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang, dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk yang dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat, dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan.

Pengelolaan rantai pasok memerlukan keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan kendali dari seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok (Chopra dan Meindl 2001). Dalam mengelola rantai pasok, terdapat dua tantangan utama yang harus dihadapi yaitu kompleksitas struktur rantai pasok dan ketidakpastian. Seperti yang terjadi di India, pasar untuk produk-produk pertanian di negara tersebut menghadapi permasalahan ketidakefisienan dan ketidaksempurnaan pasar dengan harga yang selalu berfluktuasi, khususnya untuk pasar komoditas kentang. Harga yang diterima oleh produsen rendah, dan para pelaku pasar seringkali tidak dapat mencapai optimalisasi waktu, efektivitas biaya, dan kualitas yang baik dari pasokan bahan baku (Singh 2005). Pada kondisi ini pendekatan pengelolaan rantai pasok diperlukan untuk memastikan para petani sebagai produsen dapat terlibat dan mendapatkan pembagian keuntungan atau harga yang sesuai di dalam rantai pasok dan pasar. Hal ini penting untuk memperbaiki jaringan-jaringan pasar tradisional yang lemah dan tidak baik (Pingali dan Khwaja 2004).

Simchi-Levi et al. (2003) menyatakan bahwa dalam pengelolaan rantai pasoktradisional, strategi pengelolaannya dikategorikan sebagai sistem push atau

pull. Dalam supply chain dengan sistem push, kebijakan produksi dan distribusi didasarkan pada peramalan jangka panjang yang ditentukan dari data order dari gudang-gudang ritel. Rantai pasok yang menggunakan sistem ini memerlukan waktu yang lebih lama untuk bereaksi terhadap perubahan pasar, akibatnya anggota dalam rantai pasok terutama perusahaan tidak mampu untuk


(29)

15 menyesuaikan pola perubahan permintaan, timbulnya efek bullwhip dimana variabilitas permintaan yang diterima dari ritel lebih besar dari variabilitas permintaan pelanggan sehingga terjadi kelebihan inventory akibat kebutuhan

safety stock yang besar.

Rantai pasok dengan sistem pull berbeda dengan sistem push, pada sistem ini produksi dan distribusi digerakkan oleh permintaan sehingga sistem ini berkoordinasi sesuai dengan permintaan nyata dari pelanggan daripada ramalan permintaan. Pada sistem pull murni perusahaan melihat besarnya pengurangan

inventory yang signifikan dalam sistem, peningkatan kemampuan untuk mengelola sumber daya, serta pengurangan biaya sistem saat dibandingkan dengan sistem push yang ekuivalen. Tetapi sistem pull seringkali sulit untuk diterapkan saat lead time sangat panjang sehingga tidak praktis untuk bereaksi atas informasi permintaan. Dalam sistem pull, seringkali sulit untuk memperoleh manfaat dari skala ekonomi dalam pabrikasi dan transportasi karena sistem tidak disiapkan untuk jangka panjang.

Kelebihan dan kekurangan sistem pull maupun sistem push telah membawa perusahaan-perusahaan untuk mencari strategi rantai pasokbaru yang mengambil keuntungan dari kedua sistem, yang umumnya berupa strategi push-pull. Pada strategi ini biasanya tahap awal dioperasikan secara push-based sementara tahap selanjutnya menggunakan strategi pull-based.

2.4 Penelitian Terdahulu

Aini (2005) meneliti tentang sistem supply sayuran pada supplier dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif mengenai hubungan kelembagaan dan analisis marjin tatanaiaga. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pembelian bahan baku yang dilakukan secara kredit dan tunai serta biaya transportasi membutuhkan alokasi penggunaan biaya terbesar dalam pengadaan barang (procurement), dan untuk melakukan efisiensi biaya perusahaan harus melakukan penghematan di sektor lain seperti penggunaan media elektronik untuk pemesanan sehingga mengurangi biaya pemesanan (ordering cost), peningkatan pendapatan penjualan, dan meminimalisasi persentase jumlah barang yang kembali dari pasar (retur).


(30)

16 Noviyanti (2005) melakukan studi tentang efisiensi supply chain poduk benih padi yang dilakukan di PT Sang Hyang Sri Persero dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Hasil penelitian tersebut menyatakan

supply chain management dapat diefisienkan melalui kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang berada pada industri hilir (down stream) dengan memperhatikan ukuran-ukuran pelaksanaan pada elemen yang penting seperti proses pelaksanaan, sehingga aliran-aliran informasi baik input maupun output menjadi terstruktur.

Ardiansyah (2005), dalam penelitiannya yang mengkaji tentang manajemen penyediaan barang bagian hulu produk susu pasteurisasi, mengatakan bahwa manajemen rantai penyediaan bagian hulu produk susu meliputi siklus yang berjalan dalam sistem jaringan sistem organisasi bagian hulu. Jaringan sistem organisasi yang terlibat mencakup pihak Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) yaitu organisasi bagian hulu (upstream) dan Industri Pengolahan Susu (IPS) serta distributor sebagai sistem organisasi bagian hilir (downstream). Penelitian ini mendeskripsikan penyediaan susu segar yang dmlai dari peternak sebagai mitra koperasi dan aktivitas penanganan susu segar yang dilakukan oleh koperasi tersebut dan dijual ke IPS.

Risyana (2008) mengungkapkan dalam penelitiannya yang berjudul kinerja supply chain management ayam nenek (Grand Parent Stock) bahwa dalam pengadaan bahan baku dan bahan penolong ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan yaitu aspek mutu, aspek harga, dan aspek waktu, ketiga aspek ini diperlukan dalam pengendalian mutu. Dengan pendekatan supply chain management terdapat biaya-biaya yang bisa dikendalikan oleh perusahaan salah satunya komponen yang berhubungan dengan pengadaan seperti biaya telepon dan administrasi. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan kesepakatan atau kontrak kerja sama dengan pemasok pada awal periode, sehingga biaya transaksi dapat dihilangkan.

Penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan identifikasi dan analisis pengelolaan rantai pasok pada perusahaan produksi minuman sari buah jambu biji di Lipisari yang terletak di daerah Subang Jawa Barat. Penelitian ini mengkaji


(31)

17 sejauh mana kegiatan pengelolaan rantai pasok dapat dilakukan pada Lipisari yang meliputi kegiatan penyediaan bahan baku, proses produksi, penjualan, pemasaran, dan distribusi produk. Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengkaji manfaat dan kendala yang mungkin dihadapi Lipisari dalam pengelolaan rantai pasok. Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah topik yang dibahas pada penelitian ini mengenai pengelolaan rantai pasok, yaitu Lipisari melakukan integrasi rantai pasok dalam mendapat bahan baku dan pemasokan minuman sari buah ke ritel atau pengecer.

Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah objek yang diteliti, karena selama ini penelitian tentang produk minuman sari buah jambu belum ada terutama analisis pengelolaan rantai pasok pada industri kecil seperti Lipisari. Peneliti melakukan analisis hampir ke seluruh jaringan rantai pasok yang terkait dengan Lipisari B2PTTG LIPI di Subang, Jawa Barat.


(32)

18

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Pengelolaan Rantai Pasok Agribisnis

Konsep rantai pasok tidak hanya mengatasi permasalahan dalam logistik, tetapi juga mengelola permasalahan purchasing, manufacturing, distribution, hingga ke konsumen akhir. Ada dua faktor dalam rantai pasok yaitu aliran produk mulai dari pemasok sampai ke konsumen akhir dan aliran informasi dari konsumen akhir sampai ke pemasok. Rantai pasoktidak hanya sebatas pengaturan produksi atau distribusi saja. Rantai pasok juga berarti pengaturan jaringan, bagaimana permintaan dari konsumen dapat terpenuhi dengan cepat dengan biaya serendah-rendahnya dan waktu singkat dengan melibatkan semua bagian yang ada dalam suatu organisasi (Winarto dalam Arisandi 2006).

Konsep rantai pasok menurut Pujawan (2005), rantai pasok adalah jaringan perusahan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier (pemasok), pabrik (pengolah), distributor (penyalur), toko atau retailer (pengecer), dan pelanggan (konsumen).

Rantai 1 : Pemasok Bahan Baku (supplier)

Pemasok bahan baku merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini biasanya dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, sub suku cadang, dan suku cadang.

Rantai 1-2 : Pemasok Bahan Baku-Pengolah (Pabrik)

Bahan baku dari pemasok akan didistribusikan kepada pengolah (pabrik) yang melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, merakit, mengkonversikan, ataupun menyelesaikan barang (finishing). Hubungan dengan rantai pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan pengamatan.


(33)

19 Rantai 1-2-3 : Pemasok Bahan Baku-Pengolah (Pabrik)-Penyalur (Distributor)

Produk jadi yang dihasilkan oleh pabrik harus disalurkan kepada pelanggan. Terdapat banyak cara untuk menyalurkan produk jadi kepada pelanggan, pada umumnya produk jadi disalurkan melalui distributor. Produk dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar dalam jumlah besar, dan pada waktunya pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailer atau pengecer.

Rantai 1-2-3-4 : Pemasok-Pengolah-Penyalur-Pengecer (Retailer).

Pedagang besar atau wholesaler biasanya memiliki fasilitas gudang sendiri atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada rantai ini terdapat kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah persediaan dan biaya gudang, dengan cara melakukan perancangan kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang pabrik maupun ke pengecer (retail outlet).

Rantai 1-2-3-4-5 : Pemasok-Pengolah-Penyalur-Pengecer-Konsumen Pengecer (retailer) menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau pembeli. Yang termasuk kelompok pengecer adalah toko, warung, pasar swalayan, koperasi, dan sebagainya.

Manajemen rantai pasok merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan kerjasama dan pengontrolan dalam semua proses produksi dan semua kegiatan dalam suatu rantai pasok mulai dari pemasokan bahan baku, pengolahan menjadi produk jadi, hingga sampai ke konsumen akhir (Van der Vorst 2000). Pengelolaan rantai pasok lebih ditekankan pada aliran bahan dan informasi serta pada upaya memadukan kumpulan ranati pasok (Van der Vorst 2006).

Pengelolaan rantai pasok terdiri atas tiga elemen yang saling terikat satu sama lain, yaitu:

1. Struktur jaringan rantai pasok. Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota rantai pasok lainnya.


(34)

20 2. Proses bisnis rantai pasok. Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai

keluaran tertentu bagi pelanggan.

3. Komponen manajemen rantai pasok. Variabel-variabel manajerial dimana proses bisnis disatukan dan disusun sepanjang rantai pasok.

Pelaksanaan pengelolaan rantai pasok meliputi pengenalan anggota rantai pasok dengan siapa dia berhubungan, proses apa yang perlu dihubungkan dengan tiap anggota inti, dan jenis penggabungan apa yang perlu diterapkan pada setiap proses hubungan tersebut. Tujuannya adalah memaksimalkan persaingan dan keuntungan bagi perusahaan dan seluruh anggotanya, termasuk pelanggan akhir. 3.1.2 Identifikasi Anggota Rantai Pasokan

Pelaksanaan pengelolaan rantai pasok meliputi pengenalan anggota rantai pasokan dengan siapa dia berhubungan, proses apa yang perlu dihubungkan dengan tiap anggota inti dan jenis penggabungan apa yang diterapkan pada setiap proses hubungan tersebut (Indrajit dan Djokopranoto 2003). Tujuannya adalah untuk memaksimalkan persaingan dan keuntungan bagi perusahaan dan seluruh anggotanya, termasuk pelanggan akhir.

Anggota rantai pasokan meliputi semua perusahaan dan organisasi yang berhubungan dengan perusahaan inti baik secara langsung ataupun tidak langsung melalui pemasok dan pelanggannya dari point of origin hingga point consumption.

Primary members (anggota primer) adalah semua perusahaan atau unit bisnis strategi yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau pasar. Secondary members (anggota sekunder) adalah perusahaan-perusahaan yang menyediakan sumberdaya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer. Sehingga diperoleh pengertian point of origin dari rantai pasok adalah titik dimana tidak ada pemasok primernya, semua pemasok adalah sekunder. Point of consumption adalah titik dimana tidak ada pelanggan utama (Miranda dan Amin 2005). Anggota rantai pasok terdiri dari:

1. Pemasok (Supplier)

Pemasok merupakan sumber yang menyediakan bahan pertama, dimana rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bisa dalam bentuk


(35)

21 bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan dagangan, subassemblies, suku cadang, dan sebagainya. Sumber pertama disebut sebagai pemasok, termasuk juga pemasoknya pemasok atau sub-pemasok.

2. Produsen (Manufacturer)

Produsen melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, mengasembeling, merakit, mengkonversi, atau menyelasikan barang (finishing). Hubungan pertama ini sudah mempunyai potensi untuk melakukan penghematan sebesar 40 persen sampai 60 persen atau bahkan lebih.

3. Distributor (Distribution)

Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh manufacturer dapat mulai disalurkan kepada pelanggan. Walaupun tersedia banyak cara untuk penyaluran barang ke pelanggan, yang umum adalah melalui distributor dan ini biasanya ditempuh oleh sebagian besar rantai pasokan. Barang dari pabrik melalui gudangnya disalurkan ke gudang distributor atau wholesaler atau pedagang besar dalam jumlah besar, dan akhirnya pedagang besar menyalurkan dalam jumlah yang lebih kecil kepada retailers atau pengecer.

4. Pengecer (Retail Outlets)

Pedagang besar biasanya memiliki fasilitas gudang sendiri atau menyewa dari pihak lain. Gudang digunakan untuk menimbun barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada tahap ini terdapat kesempatan untuk memperoleh penghematan dalam bentuk jumlah persediaan dan biaya gudang, dengan cara melakukan desain kembali pola-pola pengiriman barang baik dari gudang pengolahan maupun ke toko pengecer.

5. Pelanggan (Costumers)

Pengecer menawarkan barangnya langsung kepada para pelanggan atau pembeli atau pengguna barang tersebut. Pihak yang termasuk pengecer antara lain toko, warung, toko serba ada, pasar swalayan, koperasi, mal, dan sebagainya di mana pembeli akhir melakukan pembelian. Walaupun secara fisik dapat dikatakan bahwa ini merupakan mata rantai yang terakhir, sebenarnya masih ada satu mata rantai lagi, yaitu pembeli (yang mendatangi toko pengecer) ke pengguna


(36)

22 sesungguhnya. Mata rantai pasokan baru benar-benar berhenti setelah barang yang bersangkutan tiba di pemakai sebenarnya barang atau jasa yang dimaksud. Rangkaian rantai pasokan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rangkaian Rantai Pasokan (Chopra dan Meindl 2001)

Panjang pendeknya suatu rantai pasok tergantung dari jenis barang yang disimpan, dan setiap tahapan tidak harus selalu ada dalam rantai. Desain yang tepat dalam rantai akan tergantung dari tiap kebutuhan pelanggan dan pada peran setiap tahap yang terlibat dalam pemenuhan setiap kebutuhan. Setiap tahap dalam rantai pasokan akan meningkatkan kesan dari produk atau penawaran melalui perpindahan yang terjadi dari pemasok kepada pengolah, distibutor, pengcer, dan akhirnya kepada pelanggan secara berantai. Pada kenyataannya, tahap yang terjadi dalam rantai penyediaan dapat melibatkan banyak pemasok, pengolah, distributor, dan pedagang eceran, sehingga banyak rantai pasokan yang mirip jaringan kerja (Chopra dan Meindl 2001).

3.1.3 Pengendalian Persediaan

Persediaan atau inventory adalah segala sesuatu atau sumber daya yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Pengendalian persediaan terkait dengan permintaan atau demand terhadap produk. Pada agroindustri yang bahan bakunya adalah bahan-bahan mentah hasil pertanian yang karakternya spesifik yaitu mudah rusak, dan tidak dapat disimpan lama, maka masalah persediaan menjadi lebih rumit. Disamping itu, pengendalian persediaan juga diperlukan untuk mengatasi masalah ketidakpastian pemasokan, harga, dan kebutuhan terhadap persediaan itu sendiri. Khusus untuk persediaan produk, pengendaliannya menjadi semakin penting jika dikaitkan dengan tingkat pelayanan (service factor) terhadap pemenuhan kebutuhan konsumen, on time

Pemasok

Pemasok

Pemasok

Produsen

Produsen

Produsen

Distributor

Distributor

Distributor

Pengecer

Pengecer

Pengecer

Pelanggan

Pelanggan


(37)

23

delivery, tingkat kepercayaan konsumen, serta risiko beralihnya pelanggan kepada produk saingan karena tidak tersedianya produk.

Penumpukan persediaan dalam jumlah besar biasanya lebih disukai, tetapi permasalahnnya dengan jumlah persediaan yang besar berarti terdapat sejumlah besar uang yang tertanam dalam bentuk barang (persediaan), yang ditinjau dari segi kebijakan keuangan tidak diinginkan. Selain itu, dengan menumpuknya persediaan dalam jumlah besar, berarti perusahaan menanggung biaya penyimpanan persediaan dan penanganan yang besar. Komponen biaya persediaan ini antara lain menyangkut biaya gudang, pajak, dan asuransi, kerusakan dan biaya perawatan, serta penurunan mutu. Oleh karena itu, fungsi pengendalian persediaan adalah mencari keseimbangan antara keuntungan atau manfaat menyediakan persediaan (jumlah besar atau kecil) dengan kerugian atau biaya yang dikeluarkan.

3.1.4 Proses Pengendalian Harga

Manajemen rantai pasok merupakan keterpaduan antara perencanaan, koordinasi, dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk memenuhi kebutuhan konsumen dengan biaya termurah (Chopra dan Meindl 2001). Untuk menghasilkan biaya termurah dalam suatu rantai pasok, diperlukan suatu pengendalian biaya yang terkait dengan kegiatan-kegiatan pengadaan bahan baku ataupun pendistribusian. Kegiatan-kegiatan pengadaan bahan baku merupakan proses yang terjadi dalam suatu rantai pasok. Dalam prosesnya ada beberapa komponen biaya yang diperhitungkan sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan biaya input bahan baku. Komponen biaya yang diperhitungkan dalam proses pengadaan bahan baku tersebut adalah biaya telepon, biaya administrasi, dan biaya transportasi.

Salah satu tujuan dari pokok akuntansi biaya adalah untuk penentuan harga pokok produk dan laba rugi periodik. Menurut Mulyadi (1992), dalam suatu perusahaan yang berproduksi secara massa, informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu yang bermanfaat bagi manajemen untuk : (a) menentukan harga jual produk, (b) memantau realisasi biaya produksi,


(38)

24 (c) menghitung laba atau rugi periodik, (d) menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca.

Menurut Mulyadi (1992), biaya dapat digolongkan menurut objek keluaran, fungsi pokok dalam perusahaan, hubungan dengan sesuatu yang dibiayai, dan perilaku biaya dalam hubungan dengan perubahan volume kegiatan. Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan, dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu biaya produksi, biaya pemasaran, dan biaya administrasi umum.

Komponen-komponen biaya produksi serta unsur biaya yang perlu diperhitungkan dalam masing-masing komponen biaya tersebut antara lain:

1. Biaya Bahan

Biaya bahan dapat digolongkan ke dalam biaya bahan baku, bahan penolong, dan bahan kemasan. Biaya bahan baku meliputi harga pokok semua bahan yang dibutuhkan untuk memproduksi minuman sari buah jambu Lipisari. Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi minuman sari buah jambu terdiri dari bahan baku utama, bahan penolong, dan bahan kemasan. Bahan baku utama minuman sari buah jambu yaitu jambu biji merah. Bahan penolong yaitu CMC, natrium benzoat, jambu oil, dan gula. Sedangkan bahan kemasan terdiri dari top seal, cup, lakban, dan kardus.

2. Biaya Tenaga Kerja

Salah satu elemen biaya produksi yang penting adalah biaya atau pengorbanan yang terjadi dalam hubungannya dengan penggunaan jasa tenaga kerja atau karyawan. Jasa tenaga kerja atau karyawan, baik berupa kegiatan fisik maupun mental diperlukan untuk mengkonversikan bahan baku menjadi produk akhir, dengan atau tanpa bantuan mesin-mesin produksi. Untuk jasa tenaga kerja tersebut perusahaan harus membayar sejumlah biaya yang disebut dengan biaya tenaga kerja. Sumber daya manusia berupa tenaga kerja yang dipergunakan pada perusahaan ini, hampir semuanya mempergunakan tenaga kerja lokal, hal ini bisa menjadi keuntungan juga bisa menjadi masalah untuk perusahaan, karena terbentur kemampuan kualitas tenaga kerja lokal yang belum maksimal.


(39)

25 3. Biaya Overhead

Biaya overhead merupakan elemen biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja, terdiri dari berbagai macam biaya dan semuanya tidak dapat ditelusuri secara langsung kepada produk atau aktivitas lainnya dalam upaya perusahaan untuk merealisasikan pendapatan. Biaya tersebut salah satunya biaya upah langsung, dan biaya dasar jam kerja mesin.

3.1.5 Pengendalian Permintaan

Permintaan adalah hubungan menyeluruh antara kuantitas komoditi tertentu yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tertentu dengan harga komoditi itu (Lipsey et al 1995). Berdasarkan teori permintaan, jumlah barang yang diminta dipengaruhi oleh faktor harga barang tersebut, harga barang lain, rata-rata pendapatan rumah tangga, selera, jumlah penduduk, dan distribusi pendapatan. Simchi-Levi et al. (2003) menyatakan bahwa dalam pengelolaan rantai pasok tradisional, strategi pengelolaannya dikategorikan sebagai sistem push atau pull. Dalam supply chain dengan sistem push, kebijakan produksi dan distribusi didasarkan pada peramalan jangka panjang yang ditentukan dari data order dari gudang-gudang ritel. Sedangkan, pada sistem push produksi dan distribusi digerakkan oleh permintaan sehingga sistem ini berkoordinasi sesuai dengan permintaan nyata dari pelanggan daripada ramalan permintaan. Pada penelitian ini strategi yang digunakan dalam pengelolaan rantai pasok adalah strategi pull.

Permintaan terhadap barang atau jasa dalam konsep rantai pasok merupakan awal dari semua kegiatan rantai pasok yang akan mempengaruhi kegiatan dalam setiap rantai (Pujawan 2005). Pada banyak kasus, pola permintaan tidak mudah untuk dipenuhi secara efektif oleh rantai pasok. Sebagai contoh untuk produk yang bersifat musiman, perusahaan harus secara proaktif mengelola permintaan terhadap produk musiman karena seringkali permintaan tidak bisa dipenuhi atau bisa dipenuhi dengan biaya-biaya yang lebih tinggi. Perusahaan harus mengelola permintaan untuk lebih memudahkan dalam memenuhi permintaan, oleh karena itu diperlukan instrumen-instrumen dalam mengelola permintaan.

Peramalan permintaan adalah kegiatan untuk mengestimasi besarnya permintaan terhadap barang atau jasa tertentu pada suatu periode dan wilayah


(40)

26 pemasaran tertentu (Pujawan 2005). Peramalan permintaan bisa digunakan sebagai instrumen dalam pengendalian permintaan. Peramalan permintaan merupakan estimasi terhadap tingkat permintaan akan satu produk untuk beberapa periode waktu di masa akan datang dan menjadi alat pendukung dalam proses pengambilan keputusan. Peramalan permintaan nantinya akan berguna bagi perusahaan untuk mengendalikan persediaan dan membuat perencanaan produksi.


(41)

27 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Gambar 3. Kerangka Operasional Penelitian

 Analisis Anggota Rantai

Pasok

 Analisis aktivitas bisnis atau proses bisnis

 Pola aliran rantai pasok

 Analisis Anggota Rantai

Pasok

 Analisis aktivitas bisnis atau proses bisnis

 Pola aliran rantai pasok

Pengelolaan Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

 Pengendalian Permintaan

 Pengendalian Persediaan Bahan Baku

 Perencanaan Produksi

 Perencanaan kemitraan

 Permintaan minuman sari buah jambu biji Lipisari yang berfluktuatif

 Pemasaran yang terbatas hanya di daerah Subang

 Ketersediaan bahan baku yang terbatas

 Lemahnya keterkaitan antara sub sistem hulu, on-farm, hilir, dan jasa pendukung (dalam hal kemitraan)

Analisis Rantai Pasok Minuman Sari Buah

Hilir (Distributor, ritel, koperasi) Hulu (Pemasok

bahan baku, bahan penolong, bahan kemasan)

LIPISARI

Efektivitas dan Efisiensi Rantai Pasok (Jumlah, harga, dan mutu) Kompleksitas dan ketidakpastian rantai pasok


(42)

28

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lipisari B2PTTG LIPI yang bergerak dalam bidang produksi minuman sari buah jambu biji. Lipisari berlokasi di Jalan K.S Tubun No. 5 Subang. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan perusahaan tersebut adalah perusahaan yang memproduksi minuman sari buah jambu biji dan menjadi produk unggulan di Kabupaten Subang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus hingga September 2010. 4.2 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah studi kasus. Data yang dikumpulkan meliputi data sekunder dan data primer. Data primer diperoleh melalui pengamatan secara langsung mengenai mekanisme pengadaan hingga pemasokan barang, wawancara dengan manajer perusahaan, kepala bagian operasional, kepala bagian keuangan dan administrasi, dan beberapa pemasok tetap Lipisari serta data-data Lipisari seperti laporan bulanan bagian operasional, laporan keuangan bulanan, proses pengadaan dan distribusi, jumlah penawaran, jumlah permintaan, biaya pengadaan dan pemasokan, harga beli bahan baku, dan harga jual minuman sari buah jambu. Data sekunder diperoleh dari badan pusat statistik (BPS), Kementrian Pertanian, dan penelitian lainnya yang relevan dengan penelitian ini.

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Pengolahan data secara desktriptif dilakukan untuk menggambarkan keadaan umum perusahaan dan mendeskripsikan mekanisme sistem pasokan dan hubungan antara pelaku dalam suatu rantai pasok. Pengolahan secara kuantitatif dilakukan untuk menganalisis biaya pengadaan bahan baku dan peramalan permintaan untuk pengendalian permintaan.


(43)

29 4.4 Analisis Rantai Pasok Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

Pengelolaan rantai pasok didefinisikan oleh Mentzer et al. (2001) sebagai suatu koordinasi strategi dan sistem dari fungsi-fungsi bisnis tradisional (yaitu pemasaran, penjualan, riset dan pengembangan, peramalan, produksi, pengadaan, logistik, teknologi informasi, keuangan, dan pelayanan pelanggan) dalam mengelola dan menyelesaikan aliran rantai pasok (barang/ jasa, sumber daya keuangan, informasi yang menyertai aliran rantai pasok, dan aliran informasi tentang permintaan dan peramalan) dari pemasok paling awal sampai pada konsumen paling akhir. Hal ini dilakukan untuk memberikan nilai dan kepuasan pelanggan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan profitabilitas tinggi untuk masing-masing perusahaan di dalam rantai pasok dan rantai pasok secara keseluruhan. Berdasarkan definisi yang dijelaskan oleh Mantzer et al. (2001), model rantai pasok dianalisis dengan metode deskriptif-kualitatif yang mengidentifikasi anggota rantai, aliran rantai, dan proses bisnis rantai.

1. Anggota Rantai dan Aliran rantai pasok

Analisis ini menjelaskan tentang anggota atau pihak-pihak yang terlibat di dalam rantai pasok dan peran dari setiap pihak yang terlibat. Selain itu, dijelaskan pula aliran komoditas dimulai dari hulu hingga ke hilir dan bentuk kerjasama yang terjadi di antara pihak-pihak yang terlibat.

2. Proses Bisnis Rantai

Proses bisnis rantai menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai pasokan untuk mengetahui apakah keseluruhan rantai pasokan sudah terintegrasi dan berjalan dengan baik atau tidak. Proses bisnis rantai ditinjau berdasarkan aspek hubungan proses bisnis antar anggota rantai pasokan, pola distribusi, dan

support anggota rantai (Setiawan 2009). 4.5 Analisis Pengelolaan Rantai Pasok

4.5.1 Analisis Pengendalian Harga

Analisis penentuan harga sangat berkaitan dengan faktor biaya yang berkaitan dengan efesiensi dari rantai pasok yang dapat tercapai. Pengendalian biaya dapat dikelompokkan menjadi biaya pembelian, biaya kantor, biaya


(44)

30 pemeliharaan dan lainnya. Dalam melaksanakan aktivitasnya, perusahaan perlu memprioritaskan tentang pengeluaran yang digunakan, hal ini diperlukan untuk mengurangi beban biaya yang didapatkan oleh perusahaan.

Biaya yang berhubungan dengan pengadaan bahan baku dan tidak terlalu memiliki atau mempengaruhi nilai tambah dapat dihilangkan ataupun disusutkan. Sehingga dapat mengurangi biaya pembelian bahan baku. Maka hubungan yang akan terjadi adalah terdapat selisih antara harga beli aktual dan harga beli dengan konsep pengelolaan rantai pasok. Pengelolaan rantai pasok bertujuan untuk melakukan efisiensi distribusi pada perusahaan.

Biaya telepon dan biaya administrasi yang telah disusutkan, kemudian dimasukkan ke dalam biaya pengadaan bahan baku, sehingga akan mengurangi biaya pembelian bahan baku, dan akan didapat total biaya pembelian bahan baku pengelolaan rantai pasok yang baru.

4.5.2 Analisis Pengendalian Permintaan Minuman Sari Buah Jambu Lipisari

4.5.2.1Analisis Pola Data Permintaan

Pola data dari permintaan minuman sari buah jambu Lipisari diidentifikasi melalui plot data permintaan dan plot data autokorelasinya (Hanke et al. 2003). Deret data dari beberapa permintaan minuman sari buah yang telah dikumpulkan dibuat dalam bentuk tabel dan diplotkan pada kurva dengan menggunakan program Minitab versi 15. Dari hasil plot data tersebut, maka data permintaan dari minuman sari buah jambu Lipisari dapat diketahui pola datanya untuk sementara, apakah data tersebut memiliki unsur trend, siklik, maupun unsur musiman. Setelah diidentifikasi pola data, selanjutnya dilakukan analisis terhadap pola data yang dihasilkan.

Menurut Hanke et al. (2003), plot autokorelasi menunjukkan keeratan hubungan antara nilai variabel yang sama pada periode waktu yang berbeda. Identifikasi pola data melalui koefisien autokorelasi memiliki pedoman sebagai berikut:


(45)

31 1. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada time lag dua periode atau tiga periode tidak berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data stasioner.

2. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag pertama secara berurutan berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data yang menunjukkan pola trend.

3. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag yang mempunyai jarak sistematis berbeda nyata dari nol, maka data tersebut adalah data dengan komponen musiman.

Pola horisontal dapat disebabkan oleh kualitas produk dan tingkat harga. Pola trend dapat disebabkan oleh pertumbuhan populasi, inflasi harga, preferensi konsumen, perubahan teknologi, dan kenaikan produktivitas. Pola siklik dipengaruhi oleh perubahan pada ekspansi dan kontraksi ekonomi, sedangkan pola musiman dapat disebabkan oleh kondisi cuaca, hari raya besar, bulan puasa, dan liburan.

4.5.2.2Penerapan Model Peramalan Time Series

Penerapan model peramalan time series dilakukan setelah pola data permintaan dari minuman sari buah jambu terlihat. Pertimbangan penggunaan model time series didasarkan pada data permintaan yang digunakan adalah data

time series, artinya data tersebut disajikan berdasarkan waktu kejadian tanpa menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Model time series dipilih minimal dua untuk peramalan permintaan. Metode yang dipilih dan digunakan pada penelitian ini yaitu model trend dan model dekomposisi multiplikatif. Kedua metode ini dipilih dengan pertimbangan kedua model ini mudah dimengerti, bisa digunakan untuk data dengan pola musiman,

trend, dan siklik, serta kedua model ini cukup akurat untuk peramalan permintaan jangka pendek. Formula dari masing-masing metode tersebut adalah sebagai berikut:

1. Model Trend

Persamaan peramalan dengan menggunakan model trend (Hanke et al.


(46)

32

a. Trend linier Ft = b0 + b(t)

b. Trend kuadratik Ft = b0 + b1t + b2t2

2. Model Dekomposisi Multiplikatif

Model ini dapat digunakan pada data historis yang memiliki pola sembarang. Model ini mencoba memisahkan komponen trend, siklik, dan musiman (Hanke et al. 2003). Secara matematik bentuk umum pendekatan dekomposisi adalah:

Yt = f(Trt, Clt, Snt, Et)

Dimana:

Yt = Nilai peramalan

f = fungsi peramalan

Trt = komponen trend pada waktu t

Clt = komponen siklus pada waktu t

Snt = komponen atau indeks musim pada waktu t

Et = komponen kesalahan atau random pada waktu t

Bentuk fungsi eksplisitnya tergantung asumsi tentang hubungan antara unsur itu yang dipakai, misalnya apakah model aditif (jika komponen tersebut tidak ada nilainya nol) atau multiplikatif (jika komponen tersebut tidak ada nilainya 1).

Dekomposisi multiplikatif : Yt = Trt. Clt. Snt. Et.

Dekomposisi aditif : Yt = Trt + Clt + Snt + Et

4.5.2.3Pemilihan Metode Peramalan Time Series

Metode peramalan yang digunakan adalah metode yang sesuai dan tepat untuk data permintaan dari masing-masing komoditi. Ketepatan merupakan kriteria dalam memilih suatu metode peramalan. Ketepatan menunjukkan sampai seberapa jauh model mampu menghasilkan ramalan yang tidak jauh berbeda dengan keadaan aktualnya.

Metode-metode peramalan time series yang sudah diterapkan pada deret data permintaan dari produk minuman sari buah jambu kemudian akan dipilih berdasarkan nilai standard error (SE). Metode yang terpilih adalah metode yang memiliki nilai SE terendah (Hanke et al. 2003). Selain itu, untuk kemudahan


(47)

33 dalam penggunaan metode peramalan merupakan hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih suatu model peramalan (Hanke et al. 2003). Nilai SE diperoleh dengan mengakarkan nilai MSE. Pendekatan ini memberikan error yang relatif kecil. SE dirumuskan sebagai berikut:

MSE = [∑(Yt – Y’t)2] / n

4.5.2.4Perhitungan Jumlah Pemesanan Optimum

Permasalahan dalam persediaan merupakan hal yang penting dalam logistik. Persediaan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi permintaan. Secara umum ada dua macam sistem persediaan yang biasa dipakai yaitu:

1. Sistem pemesanan ukuran tetap (fixed order size inventory system) sering disebut “Q sistem”. Ciri-ciri Q sistem sebagai berikut:

a. Jumlah bahan yang dipesan selalu sama untuk setiap kali pemesanan. b. Selang waktu pemesanan tidak tetap, bervariasi sesuai fluktuasi pemakaian

bahan.

c. Pemesanan dilakukan kembali apabila jumlah persediaan telah mencapai titik pemesanan kembali (reorder point).

d. Titik pemesanan kembali besarnya sama dengan perkiraan pemakaian selama lead time ditambah dengan safety stock.

2. Sistem pemesanan interval tetap (fixed order interval inventory system) atau sering disebut “P sistem”. Ciri-ciri P sitem adalah sebagai berikut:

a. Jumlah bahan yang dipesan tidak tetap, tetapi tergantung pada jumlah persediaan yang ada di gudang.

b. Selang waktu persediaan adalah tetap untuk setiap kali pemesanan dilakukan.

c. Model P tidak mempunyai titik pemesanan kembali, tetapi lebih menekankan pada target persediaan.

d. Model P tidak mempunyai nilai EOQ karena jumlah pemesanan akan bervariasi tergantung permintaan yang sesuai dengan target persediaan.


(48)

34 Sistem persediaan “Q sistem” digunakan pada penelitian ini untuk memecahkan persoalan persediaan. Namun, sebelum dilakukan perhitungan nilai Q optimum, data yang terkumpul diolah dengan menggunakan konsep pengelolaan rantai pasok. metode statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Menghitung rata-rata permintaan

Keterangan:

Fi = Frekuensi pemesanan Xi = Jumlah pemesanan 2. Menghitung standar deviasi

Keterangan:

S = Standar deviasi Fi = Frekuensi pemesanan Xi = Jumlah pemesanan

n = total frekuensi permintaan

Nilai “Q sistem” dihitung terhadap dua situasi yaitu: 1. Tanpa koordinasi antar rantai pasok

Keterangan:

Q* = Jumlah pemesanan optimum

Co = biaya pemesanan retailer (Rp /tahun)

D = Jumlah permintaan per tahun H = Biaya penyimpanan retailer 2. Dengan koordinasi antar rantai pasok


(1)

105 Lanjutan Lampiran 8. Perhitungan safety stock (SS) dan reorder point (ROP)

minuman sari buah jambu Lipisari

 Distributor Sd = 94,64

SS = 1,645 x 16,39 = 27 dus

ROP = (dxl) + SS

 PD Anisa

ROP = (35 x 1) + 15 = 30 dus

 MiMake

ROP = (20 x 1) + 6 = 26 dus

 POS Subang

ROP = (20 x 2) + 9 = 49 dus

 Koperasi

ROP = (25 x 1) + 16 = 41 dus

 Distributor

ROP = (57 x 1) + 27 = 84 dus

Konsumen Sd Sdl SS (dus) Dlead time (dus) ROP (dus)

PD Anisa 51,16 8,86 15 35 50

MiMake 21,98 3,81 6 20 26

POS Subang 21,98 5,38 9 20 49

Koperasi 39,39 9,65 16 25 41


(2)

106 Lampiran 9. Perhitungan Biaya Produksi untuk Kapasitas Produksi Sepuluh Kali

Lebih Besar

Uraian Jumlah Harga (Rp) Jumlah (Rp)

Biaya Variabel Biaya Bahan Baku

Jambu merah 4.000 kg 3.000 /kg 12.000.000

Na-Benzoat 2.400 gr 25.000/kg 60.000

CMC 4.000 gr 65.000/kg 260.000

Asam Sitrat 8.000 gr 16.000/kg 128.000

Gula 955 kg 9.000/kg 8.595.000

Essense Jambu oil 4.000 mL 110.000/L 440.000

Top Seal 40.000 pcs 30/pcs 1.200.000

Dus 2.000 dus 2.000/pcs 4.000.000

Sedotan 40.000pcs 25.000/kg 240.000

Lakban 36 roll 6.500/roll 234.000

Cup 40.000 cup 30/pcs 1.200.000

Solar 533 L 4.500/L 2.398.000

Total Biaya Variabel 30.755.000

Biaya Tetap

Biaya tenaga kerja 5 orang pekerja 800.000/bulan 200.000

Biaya Peralatan dan gedung 20.000/ bulan 600

Total Biaya Tetap 200.600

Total Biaya (biaya variabel + biaya tetap) 30.955.600

Penjualan (2.000 dus x Rp 29.000) 58.000.000

Keuntungan (TR-TC) 27.044.400

Perhitungan biaya produksi menggunakan harga bahan baku sesuai dengan harga kesepakatan setelah penerapan pengelolaan rantai pasok. Selain itu, semua biaya produksi yang diperhitungkan di bawah ini disesuaikan dengan biaya variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan oleh Lipisari setiap satu kali produksi. Perubahan hanya terjadi pada kapasitas produksi dari kapasitas 800 liter per 6 jam menjadi 10.000 liter per 8 jam. Permintaan minuman sari buah jambu Lipisari diasumsikan sebesar 761.085 dus per tahun. Nilai permintaan diperoleh dari perhitungan konsumsi minuman sari buah per tahun di Indonesia dikalikan dengan jumlah penduduk Subang. Konsumsi minuman sari buah di Indonesia mencapai 33 liter per kapita per tahun dan jumlah penduduk Subang mencapai 115.316 jiwa. Dengan asumsi di atas, ditentukan dengan kapsitas produksi 2.000 dus per hari dan hari kerja selama lima hari dalam 1 minggu artinya dalam satu tahun Lipisari hanya mampu memenuhi permintaan konsumen sebesar 480.000 dus, masih ada sekitar 281.085 dus yang belum terpenuhi.


(3)

107 Lampiran 10. Gudang Penyimpanan dan Peralatan Produksi

Gudang penyimpanan pulp

Chopper Pulper Homogenizer


(4)

108 Lanjutan Lampiran 10. Gudang Penyimpanan dan Peralatan Produksi

Termotank-ruang pengemasan Mesin pengemas


(5)

109 Lampiran 11. Aktivitas Pemasok Jambu Biji Merah di Desa Panyingkiran

Majalengka

Petani jambu ke kebun jambu Kebun jambu merah

Pemilihan jambu Tempat pengumpulan jambu


(6)

110 Lanjutan Lampiran 11. Aktivitas Pemasok Jambu Biji Merah di Desa

Panyingkiran Majalengka

Penimbangan Jambu Pembayaran jambu yang dibeli