14
2.3 Pengelolaan Rantai Pasok pada Agroindustri
Pengelolaan rantai pasok dipopulerkan pertama kalinya pada tahun 1982 sebagai pendekatan manajemen persediaan yang menekankan pada pasokan bahan
baku. Namun, sekarang ini pengelolaan rantai pasok tidak hanya terbatas pada manajemen
persediaan untuk
bahan baku
tetapi diterapkan
untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang, dan tempat penyimpanan lainnya
secara efisien sehingga produk yang dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat, dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan
memuaskan kebutuhan pelanggan. Pengelolaan rantai pasok memerlukan keterpaduan antara perencanaan,
koordinasi dan kendali dari seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok Chopra dan Meindl 2001. Dalam mengelola rantai pasok, terdapat dua tantangan
utama yang harus dihadapi yaitu kompleksitas struktur rantai pasok dan ketidakpastian. Seperti yang terjadi di India, pasar untuk produk-produk pertanian
di negara
tersebut menghadapi
permasalahan ketidakefisienan
dan ketidaksempurnaan pasar dengan harga yang selalu berfluktuasi, khususnya untuk
pasar komoditas kentang. Harga yang diterima oleh produsen rendah, dan para pelaku pasar seringkali tidak dapat mencapai optimalisasi waktu, efektivitas biaya,
dan kualitas yang baik dari pasokan bahan baku Singh 2005. Pada kondisi ini pendekatan pengelolaan rantai pasok diperlukan untuk memastikan para petani
sebagai produsen dapat terlibat dan mendapatkan pembagian keuntungan atau harga yang sesuai di dalam rantai pasok dan pasar. Hal ini penting untuk
memperbaiki jaringan-jaringan pasar tradisional yang lemah dan tidak baik Pingali dan Khwaja 2004.
Simchi-Levi et al. 2003 menyatakan bahwa dalam pengelolaan rantai pasok tradisional, strategi pengelolaannya dikategorikan sebagai sistem push atau
pull. Dalam supply chain dengan sistem push, kebijakan produksi dan distribusi didasarkan pada peramalan jangka panjang yang ditentukan dari data order dari
gudang-gudang ritel. Rantai pasok yang menggunakan sistem ini memerlukan waktu yang lebih lama untuk bereaksi terhadap perubahan pasar, akibatnya
anggota dalam rantai pasok terutama perusahaan tidak mampu untuk
15 menyesuaikan pola perubahan permintaan, timbulnya efek bullwhip dimana
variabilitas permintaan yang diterima dari ritel lebih besar dari variabilitas permintaan pelanggan sehingga terjadi kelebihan inventory akibat kebutuhan
safety stock yang besar. Rantai pasok dengan sistem pull berbeda dengan sistem push, pada sistem
ini produksi dan distribusi digerakkan oleh permintaan sehingga sistem ini berkoordinasi sesuai dengan permintaan nyata dari pelanggan daripada ramalan
permintaan. Pada sistem pull murni perusahaan melihat besarnya pengurangan inventory yang signifikan dalam sistem, peningkatan kemampuan untuk
mengelola sumber daya, serta pengurangan biaya sistem saat dibandingkan dengan sistem push yang ekuivalen. Tetapi sistem pull seringkali sulit untuk
diterapkan saat lead time sangat panjang sehingga tidak praktis untuk bereaksi atas informasi permintaan. Dalam sistem pull, seringkali sulit untuk memperoleh
manfaat dari skala ekonomi dalam pabrikasi dan transportasi karena sistem tidak disiapkan untuk jangka panjang.
Kelebihan dan kekurangan sistem pull maupun sistem push telah membawa perusahaan-perusahaan untuk mencari strategi rantai pasok baru yang mengambil
keuntungan dari kedua sistem, yang umumnya berupa strategi push-pull. Pada strategi ini biasanya tahap awal dioperasikan secara push-based sementara tahap
selanjutnya menggunakan strategi pull-based.
2.4 Penelitian Terdahulu