Landasan Filosofis Contextual Teaching and Learning CTL

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Landasan Filosofis Contextual Teaching and Learning CTL

Landasan filosofis CTL adalah konstruktivisme, yaitu filosofis belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Peserta didik harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan belajar yang menyatakan bahwa siswa akan belajar dengan lebih baik jika siswa secara aktif membangun construct sendiri pengetahuan dan pemahamannya. 1 Dalam hal ini, siswa belajar dengan mengembangkan pengetahuan awal yang sudah terlebih dahulu dimilikinya. Dengan bermodalkan pengetahuan awal ini, siswa mencoba membangun sendiri pengetahuan dan pemahamannya didasarkan pada informasi- informasi baru yang diterimanya baik dari lingkungan maupun dari orang-orang yang berada di sekitarnya. Oleh karena itu, para pakar konstruktivisme constructivist yakin bahwa pengetahuan itu tidak mutlak, melainkan dibangun oleh pembelajar berdasarkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya dan pandangannya terhadap dunia di sekitarnya. 2 Para pakar konstruktivisme juga mengemukakan bagaimana pengetahuan dapat disusun sehingga dapat dipelajari, yaitu dengan cara para pembelajar sendiri yang harus aktif sehingga pembelajar dapat memilih dan menginterpretasikan informasi yang diperolehnya dari lingkungan di sekitar dirinya. Konstruktivisme menjelaskan bahwa pemahaman bisa didapat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya, konflik kognitif dapat mendorong seseorang 1 John W Santrock, Educational Psychology, 2 nd Edition, New York: McGraw Hill Companies Inc., 2004, hal. 314. 2 Maggi Savin-Baden dan Claire Howell Major, Foundation of Problem-based Learning, London: SRHE, tt, hal. 29. untuk belajar, dan pengetahuan dapat terbentuk ketika siswa menegosiasikan situasi sosial dan mengevaluasi pemahaman individualnya. Terdapat banyak teori yang menjelaskan konstruktivisme. Teori-teori tersebut menjelaskan bagaimana sebuah pengetahuan dan pemahaman terbentuk pada diri seseorang. Dua di antaranya adalah teori konstruktivisme kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan konstruktivisme sosial yang dijelaskan oleh Lev Vygotsky. Hal senada seperti disampaikan oleh Wina Sanjaya yang menyebutkan bahwa pandangan filsafat konstruktivisme tentang hakikat pengetahuan mempengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlan sekedar menghafal, tetapi porses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. 3 Melalui landasan filosofis konstruktivisme CTL di “promosikan” menjadi alternatif strategi belajar yang baru. Melalui CTL siswa diharapkan belajar “mengalami”, bukan “menghafal”. 4 Pandangan filsafat konstruktivisme menekankan pembelajaran lebih mengontuksi persepsi-persepsi pengalaman mereka. Pengetahuan individu menjadi sebuah fungsi dari pengalaman, struktur mental, dan keyakinan- keyakinan seseorang sebelumnya yang digunakan untuk menafsirkan objek dan peristiwa. 5 Proses belajar mengajar lebih diwarnai student center daripada teacher center. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dengan demikian, diharapkan peserta didik dapat mengalami proses pencarian pengetahuan bukan menghafal konsep yang diajarkan.

a. Konstruktivisme Kognitif Piaget

Teori konstruktivisme kognitif ini tidak terlepas dengan teori Piaget tentang teori perkembangan kognitif. Dalam penjelasannya mengenai bagaimana pengetahuan terbentuk pada diri seseorang selalu dikaitkan dengan perkembangan 3 Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2006, hal. 255. 4 Yatim Rianto, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2009, hal. 163. 5 Mark Smith, dkk., Teori Pembelajaran dan Pengajaran, Yogyakarta: Mirza Media Pustaka, 2009, hal. 84. kognitifnya. Piaget menyatakan bahwa pembelajaran akan berjalan dengan sukses jika sesuai dengan perkembangan kognitif siswa. Oleh karena itu, konstruktivisme ini disebut dengan konstruktivisme kognitif. Dalam membangun pemahaman tentang lingkungannya secara aktif, anak- anak menggunakan skema schema atau scheme, bentuk jamaknya adalah schemata. 6 Skema merupakan sebuah konsep atau kerangka kerja framework yang menempatkan pikiran seseorang untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi. Skema dapat berubah dari bentuk yang sangat sederhana misalnya skema tentang sebuah mobil sampai bentuk yang sangat kompleks misalnya skema tentang alam semesta. Piaget tertarik dengan skema- skema dan terfokus dengan bagaimana seorang anak dapat mengorganisasikan pengalaman yang sedang dialaminya menjadi sebuah pengetahuan. Berkenaan dengan ini, Piaget mengatakan bahwa dua proses yang berperan dalam bagaimana seseorang menggunakan dan mengadaptasi skema adalah asimilasi assimilation dan akomodasi accomodation. Asimilasi berperan ketika seseorang memadukan sebuah pengetahuan baru dengan pengetahuan yang sudah ada. Dalam hal ini, orang tersebut mengasimilasikan lingkungan ke dalam skema. Di sisi lain, akomodasi berperan ketika seseorang memasukkan dirinya ke dalam informasi baru. Dalam hal ini, orang tersebut memasukkan skema ke dalam lingkungan. Sebagai contoh, seorang anak berusia delapan tahun diberi sebuah palu dan paku untuk menggantungkan sebuah foto di dinding. Dia tidak pernah menggunakan palu, tetapi dari pengamatannya terhadap orang yang menggunakannya, dia memahami bahwa palu adalah sebuah benda yang dapat digunakan untuk memasukan paku ke dalam dinding dengan cara memegang pegangan palu tersebut dan memukulkan kepala palu ke paku. Berdasarkan hal ini, anak tersebut menyesuaikan perilakunya ke dalam skema yang telah ada asimilasi. Tetapi palu itu terlalu berat, sehingga ia memegangnya di dekat kepala palu tersebut. Ketika ia mulai memukulkan palu tersebut, ia memukul terlalu keras 6 John W Santrock, Op.Cit., hal. 39 dan Kro’s Report, Theories of Human Learning The Koron Exploration Department, tt, hal. 204. sehingga paku yang akan dimasukkan ke dalam dinding menjadi bengkok, sehingga pada pukulan berikutnya ia mulai menyesuaikan pukulannya agar paku tidak bengkok lagi. Perilaku ini menunjukkan bahwa ia merefleksikan kemampuannya ke dalam konsep lingkungannya akomodasi. 7 Kedua konsep ini, asimilasi dan akomodasi, merupakan perilaku adaptasi yang dilakukan oleh setiap orang. 8 Piaget juga menekankan bahwa untuk membuat pemikiran tentang dunianya, seseorang secara kognitif mengorganisasikan organize pengalaman- pengalamannya. Organisasi merupakan konsep yang diusulkan Piaget tentang pengelompokkan perilaku yang terisolasi menuju tingkat yang lebih tinggi, dan merupakan sistem kognitif. Dengan kata lain, organisasi merupakan pengelompokkan atau penyusunan segala sesuatu ke dalam kategori-kategorinya. Penggunaan organisasi akan dapat mengembangkan memori jangka panjang long-term memory. Penyaringan dan perbaikan yang terus-menerus terhadap organisasi ini merupakan bagian yang inheren dari pembangunan dan pengembangan pengetahuan. Seorang anak yang mempunyai pengetahuan samar-samar tentang cara bagaimana menggunakan palu sangat mungkin akan mempunyai pengetahuan yang samar-samar pula tentang cara menggunakan alat-alat lain. Setelah mempunyai pengetahuan tentang cara menggunakan salah satu alat tersebut, anak itu akan menghubungkannya dengan cara menggunakan benda- benda lainnya, atau dengan kata lain mengorganisasikan pengetahuannya. Dengan cara yang sama, seorang anak akan terus-menerus memadukan dan mengkoordinasikan cabang-cabang pengetahuan lain yang kadang-kadang berkembang terpisah dan merangkainya menjadi sebuah pengetahuan baru yang terpadu. Konsep lain berkenaan dengan ini adalah ekuilibrasi equalibration. Ekuilibrasi adalah sebuah mekanisme yang diusulkan Piaget untuk menjelaskan bagaimana seorang anak dapat berpindah dari tahap kognitif yang satu ke tahap 7 Ibid., hal. 39 – 40. 8 John L. Phillips, Jr., The Origins of Intellect: Piaget’s Theory, San Francisco: W.H. Freeman and Company, 1969, hal. 8 – 10. kognitif berikutnya. Kenaikan tahap kognitif ini terjadi ketika seorang anak mengalami konflik kognitif atau diekulibrium dalam memahami lingkungannya. Piaget yakin bahwa perubahan akibat konflik kognitif ini disebabkan oleh asimilasi atau akomodasi. Berdasarkan pengamatan yang dilakukannya, Piaget mengelompokkan perkembangan kognitif ke dalam empat tahapan. Keempat tahapan perkembangan kognitif ini berhubungan dengan perkembangan usia seseorang yang diikuti perkembangan cara berpikirnya. Keempat tahapan tersebut adalah tahap sensorimotor 0–2 tahun, preoperational 2–7 tahun, concrete operational 7–11 tahun, dan formal operational 11–menjelang dewasa. 9 Phillips menggolongkan tahapan-tahapan perkembangan kognitif Piaget menjadi tiga periode, yaitu periode sensorimotor 0 – 2 tahun, periode concrete operation 2 – 11 tahun, dan periode formal operation 11 – 15 tahun. 10 Berkaitan dengan proses pembelajaran, B. Carrol dan Benjamin Bloom dalam Bruce Joyce dkk. mengemukakan bahwa pembelajaran dengan model merupakan metode yang menarik dalam meningkatkan kemungkinan siswa untuk mampu mencapai level performa yang memuaskan. 11 Pembelajaran yang baik harus melibatkan pemberian situasi-situasi sehingga seorang anak dapat secara mandiri melakukan eksperimen atau mencoba segala sesuatu yang terjadi, memanipulasi tanda-tanda, simbol-simbol, mengajukan pertanyaan, dan menemukan sendiri jawabannya, mencocokan yang ia temukan pada suatu saat dengan yang ia temukan pada saat yang lain, dan membandingkan temuannya dengan temuan anak lain. Pernyataan ini sangat berkaitan dan didasarkan dengan konsep Piaget tentang konstruktivisme kognitif dan tahapan-tahapan perkembangan kognitif seseorang. 9 John W Santrock, Op.Cit. hal. 41. 10 John Phillips, Jr., Op. Cit. hal. xvii – xviii. 11 Bruce Joyce, dkk, Models of Teaching, New Jersey: Upper Saddle River, 2009, hal. 409

b. Konstruktivisme Sosial Vygotsky

Vygotsky percaya bahwa seorang anak akan secara aktif membangun sendiri pengetahuannya. Tiga inti pandangan Vygotsky tentang hal ini adalah sebagai berikut. 1. Keterampilan kognitif seorang anak hanya dapat dipahami ketika ketarampilan kognitif tersebut dianalisis dan diinterpretasikan berdasarkan perkembangannya secara terpadu dengan keterampilan kognitif lain yang bersangkutan. 2. Keterampilan-keterampilan kognitif dimediasi dengan kata-kata, bahasa, dan bentuk percakapan sebagai alat psikologis untuk memfasilitasi dan mentransformasikan aktivitas mental. 3. Keterampilan-keteramplan kognitif mempunyai asal-usul dalam hubungan sosial dan tersimpan dalam latar belakang sosiokultural. Menurut Robbins dalam Vygotsky, melakukan pendekatan perkembangan kognitif berarti memahami fungsi kognitif seorang anak dengan menguji asal-usul dan transformasinya dari bentuk awal ke bentuk akhir. 12 Sebagai contoh, perilaku mental yang terpisah seperti perilaku menggunakan kemampuan berpidato tidak dapat dipelajari secara baik jika dipelajari secara terpisah, tetapi dapat dievaluasi sebagai salah satu tahap dari proses perkembangan mental. Klaim kedua Vygotsky tersebut adalah bahwa untuk memahami fungsi- fungsi kognitif, sangat penting untuk menguji alat-alat yang menjadi mediasinya dan selalu memperbaikinya, dalam hal ini Vygotsky yakin bahwa bahasa merupakan alat mediasi kognitif yang paling penting. Alasan tentang anggapan bahwa bahasa merupakan alat mediasi yang terpenting adalah bahwa pada masa anak-anak, bahasa mulai digunakan oleh mereka untuk membantu mereka dalam merencanakan aktivitasnya dan memecahkan masalah. Berkenaan dengan klaim ketiganya bahwa keterampilan kognitif berasal dari hubungan sosial dan budaya. 13 Vygotsky menggambarkan bahwa perkembangan kognitif seorang anak dapat terinspirasi dari aktivitas-aktivitas sosial dan budaya. 12 John W Santrock, Op. Cit., hal. 51. 13 Ibid. Ia yakin bahwa perkembangan memori, perhatian, dan pemikiran meliputi belajar untuk menggunakan temuan yang berkembang di masyarakat, seperti bahasa, sistem matematis, dan strategi memori. Sebagai contoh, dalam sebuah budaya, terdapat cara belajar menghitung dengan menggunakan komputer, mungkin di budaya lain terdapat belajar menghitung dengan menggunakan jari atau menggunakan tasbih. 14 Teori Vygotsty yang lain mengatakan bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila konsep itu berada dalam daerah perkembangan terdekat atau zone of proximal development siswa. 15 Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini. Tingkat perkembangan seseorang saat ini tidak lain adalah tingkat pengetahuan awal atau pengetahuan prasyarat itu telah dikuasai, maka kemungkinan sekali akan terjadi pembelajaran bermakna. Teori Vygotsky ini didasari oleh ketertarikannya terhadap pandangan bahwa pengetahuan itu tersituasikan situated dan terkolaborasi collaborative. Dalam hal ini, pengetahuan disebarkan melalui orang dan lingkungan yang meliputi benda-benda, artifak, alat, buku, dan komunitas di mana orang tersebut tinggal. Hal ini mengilhami bahwa belajar yang lebih baik adalah belajar dengan orang lain dalam kegiatan kelompok. Oleh karena itu, konstruktivisme yang dikembangkan oleh Vygotsky dinamakan dengan konstruktivisme sosial karena penekanannya pada interaksi sosial dalam pembelajaran. Ide kunci Vygotsky tentang konstruktivisme sosial ini adalah konsepnya tentang zone of proximal development ZPD. Menurutnya, seorang anak mempunyai dua tingkat perkembangan, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual adalah penggunaan fungsi intelektual individu suatu saat dan kemampuan untuk belajar sesuatu yang khusus atas kemampuannya sendiri. Tingkat perkembangan potensial didefinisikan oleh Vygotsky sebagai tingkat seseorang ketika dapat menggunakan fungsi tersebut atau mencapai tingkat itu dengan bantuan orang 14 John W Santrock, Op. Cit., hal. 51 – 53. 15 Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka. 2007, hal. 107. lain, seperti guru, orang tua, atau teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih tinggi. Zona antara tingkat perkembangan aktual seseorang dengan tingkat perkembangan potensial disebut zona perkembangan terdekat yang didefinisikan sebagai tingkat perkembangan yang sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat itu. 16 ZPD yang diusulkan Vygotsky ini mempunyai batas bawah dan batas atas. Tugas-tugas dalam ZPD terlalu sulit bagi anak untuk dikerjakan sendiri. Oleh karena itu, mereka membutuhkan bimbingan dari orang dewasa atau anak yang mempunyai kemampuan lebih tinggi. Selama pengalamannya dalam pengajaran verbal dan demonstrasi, seorang anak mengorganisasikan informasi yang ada dalam struktur mentalnya, sehingga pada akhirnya mereka dapat melakukan keterampilan yang dibimbingkan tersebut secara mandiri. 17 Konsep yang sangat erat kaitannya dengan ZPD adalah konsep scaffolding yang diartikan sebagai sebuah cara untuk mengubah tingkatan bimbingan. Setelah sesi rangkaian pembelajaran, seseorang yang mempunyai keterampilan lebih tinggi guru atau anak yang mempunyai kemampuan lebih tinggi memberikan sejumlah bimbingan untuk menyesuaikan tingkatan keterampilan pada saat itu. Ketika tugas yang diberikan kepada siswa yang sedang belajar merupakan tugas baru, orang yang mempunyai keterampilan yang lebih tinggi ini menggunakan pengajaran langsung direct instruction. Setelah kompetensi siswa tersebut bertambah, maka pemberian bimbingan mulai dikurangi. 18 Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikemukakan beberapa perbedaan antara teori konstruktivisme kognitif Piaget dan konstruktivisme sosial Vygotsky. Pada tabel berikut ini, disajikan perbandingan antara konstruktivisme kognitif Piaget di satu sisi dan konstruktivisme sosial Vygotsky di sisi lain. 16 Ibid., hal. 53. 17 John W Santrock, Op. Cit., hal. 52. 18 Ibid. Tabel 2.1 Perbandingan Konstruktivisme Kognitif Piaget dan Konstruktivisme Sosial Vygotsky Topik yang dibandingkan Piaget Vygotsky Konteks sosiokultural Penekanan yang lebih sedikit Penekanan yang lebih kuat Konstruktivisme Konstruktivisme kognitif Konstruktivisme sosial Tahapan Penekanan yang kuat pada tahapan-tahapan sensorimotor, praopera- sional, kongkrit operasio-nal, dan formal operasional Tidak ada tahapan perkembangan yang diusulkan. Proses kunci Skema, asimilasi, akomodasi, operasi, konservasi, klasifikasi, pemikiran deduktif-hipotetik ZPD, bahasa, diskusi, alat-alat kebudayaan tools of the culture Pandangan terhadap pendidikan Pendidikan hanya merupakan perkembangan keterampilan kognitif anak yang telah ada. Pendidikan memainkan peranan sentral, membantu anak mempelajari alat-alat kebudayaan. Implikasi pengajaran Guru merupakan fasilitator dan pemandu, bukan pengarah director, menyediakan bimbingan bagi anak untuk mengeksplorasi dunianya dan menemukan pengetahuan Guru merupakan fasilitator dan pemandu, bukan pengarah director; memberikan banyak kesempatan kepada anak untuk belajar bersama dengan guru atau teman sejawat yang mempunyai kemampuan lebih tinggi Di antara pendekatan pembelajaran yang menggunakan konstruktivisme kognitif Piaget dan konstruktivisme sosial Vygotsky sebagai landasan teorinya adalah Contextual Teaching and Learning CTL. Berikut ini adalah penjelasan rinci tentang pendekatan pembelajaran tersebut.

2. Pengertian Pendekatan CTL

Dokumen yang terkait

Pengaruh pendekatan pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) terhadap hasil belajar fisika siswa (quasi eksperimen di SMP al-Fath Cirendeu)

0 22 234

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (CTL) melalui metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa : quasi eksperimen di SMP Negeri 6 kota Tangerang Selatan

0 4 182

PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP ZAT DAN WUJUDNYA TERINTEGRASI NILAI KEAGAMAAN (Eksperimen di MTs Al-Khairiyah,Citeureup-Bogor)

1 33 61

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Pada Konsep Sumber Energi Gerak melalui Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) ( Penelitian Tindakan Kelas di MI Muhammadiyah 2 Kukusan Depok)

0 14 135

Peningkatan hasil belajar siswa pada konsep sumber energi gerak melalui pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL): penelitian tindakan kelas di MI Muhammadiyah 2 Kukusan Depok

2 3 135

Penagruh pendekatan contextual teaching laering (CTL) terhadap hasil bejaran biologi siswa kuasi Ekperimen di SMPN 1 Cisauk

0 7 208

Peningkatan Hasil Belajar PKn dalam Materi Peranan Globalisasi Melalui Pendekatan Contekstual Teaching Learning (CTL) di kelas IV MI. Masyirotul Islamiyah Tambora Jakarta Barat Tahun Pelajaran 2013/2014.

0 4 180

Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pembelajaran contextual teaching and learning : CTL di MI Al Islamiyah 01 pagi Jakarta Barat

0 4 167

Penerapan pendekatan pembelajaran contextual teaching and learnig/CTL untuk meningkatkan hasil belajar PKN pada siswa kelas IV MI Miftahussa’adah Kota Tangerang

0 10 158

Upaya meningkatkan hasil belajar IPA pada konsep perkembangbiakan tumbuhan melalui pendekatan kontekstual: penelitian tindakan kelas di MI Hidayatul Athfal Gunungsindur

0 19 141