Pengaruh pendekatan pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) terhadap hasil belajar fisika siswa (quasi eksperimen di SMP al-Fath Cirendeu)

(1)

i

Physics Education, Departement of Natural Science Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

This research was done at Al-Fath junior high school of school years periode 2010/2011. The data that was gotten from test instrument was analyzed by comparison statistical test (t-test), whereas the data of non-test instrument result was analyzed by using descriptive anlysis, which having purpose to describe student activity in a group which used Contextual Teaching and Learning (group of experiment). Based on result of analysis t-test at the level of significant 95% (Į

= 0,05), can be seen that tvalues greater than ttable were 1,78 > 1,66, with the result that zero hypothesis (Ho) was refused and alternative hypothesis (Ha) was accepted, so could be concluded that there was influence of Contextual Teaching and Learning (CTL) to the result of study in physics, whereas analysis result of non-test instrument that used description analysis could be showed that the result of observational student activity in every aspect of CTL got in average 73,78%, was included good category.


(2)

ii

Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Penelitian ini dilakukan di SMP Al-Fath Cirendeu tahun pelajaran 2010/2011. Data hasil istrumen tes dianalisis menggunakan analisis statistik berupa uji perbandingan nilai posttest kedua kelompok yaitu uji-t, sedangkan data hasil instrumen nontes dianalisis menggunakan analisis deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan aktivitas siswa pada kelompok yang diberi perlakuan dengan penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) (kelompok eksperimen). Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan uji-t pada taraf signifikansi Į = 0,05), didapatkan thitung lebih besar dari ttabel yaitu 1,78 > 1,66, sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima, maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar fisika, sedangkan hasil perhitungan instrumen non tes menggunakan analisis deskriptif, diperoleh hasil observasi aktivitas siswa pada setiap aspek CTL mencapai rata-rata 73,78%, yaitu memiliki kategori baik.


(3)

(Quasi Eksperimen di SMP Al-Fath Cirendeu)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun oleh : AOS USWADI

106016300642

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(4)

(Quasi Eksperimen di SMP Al-Fath Cirendeu)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh: Aos Uswadi NIM 106016300642

Di Bawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd. Erina Hertanti, M.Si. NIP. 19650115.198703.1.020 NIP. 19720419.199903.2.002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1432 H / 2011 M


(5)

Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan dinyatakan lulus dalam ujian munaqasah pada tanggal 20 September 2011 dihadapan dewan penguji. Oleh karena itu, penulis berhak memperoleh gelar sarjana strata I (S.Pd) dalam bidang pendidikan Fisika.

Jakarta, 20 September 2011

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (ketua Jurusan P.IPA) Baiq Hana Susanti, M.Sc

NIP. 19700209200003 2 001

Sekretaris (Sekretaris Jurusan P.IPA) Nengsih Juanengsih, M.Pd

NIP. 19790510200604 2 001 Penguji I

Iwan Permana S, M.Pd NIP. 19780504200901 1 013 Penguji II

Hasian Pohan, M.Si

NIP. 195207071197903 1 009

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, M. A NIP . 19571005198703 1 003


(6)

(7)

i

Physics Education, Departement of Natural Science Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, State Islamic University of Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

This research was done at Al-Fath junior high school of school years periode 2010/2011. The data that was gotten from test instrument was analyzed by comparison statistical test (t-test), whereas the data of non-test instrument result was analyzed by using descriptive anlysis, which having purpose to describe student activity in a group which used Contextual Teaching and Learning (group of experiment). Based on result of analysis t-test at the level of significant 95% (α = 0,05), can be seen that tvalues greater than ttable were 1,78 > 1,66, with the result

that zero hypothesis (Ho) was refused and alternative hypothesis (Ha) was

accepted, so could be concluded that there was influence of Contextual Teaching and Learning (CTL) to the result of study in physics, whereas analysis result of non-test instrument that used description analysis could be showed that the result of observational student activity in every aspect of CTL got in average 73,78%, was included good category.


(8)

ii

Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.

Penelitian ini dilakukan di SMP Al-Fath Cirendeu tahun pelajaran 2010/2011. Data hasil istrumen tes dianalisis menggunakan analisis statistik berupa uji perbandingan nilai posttest kedua kelompok yaitu uji-t, sedangkan data hasil instrumen nontes dianalisis menggunakan analisis deskriptif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan aktivitas siswa pada kelompok yang diberi perlakuan dengan penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) (kelompok eksperimen). Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan uji-t pada taraf signifikansi 95% (α = 0,05), didapatkan thitung lebih besar dari ttabel yaitu 1,78

> 1,66, sehingga hipotesis nol (Ho) ditolak dan hipotesis alternatif (Ha) diterima,

maka dapat disimpulkan terdapat pengaruh penerapan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar fisika, sedangkan hasil perhitungan instrumen non tes menggunakan analisis deskriptif, diperoleh hasil observasi aktivitas siswa pada setiap aspek CTL mencapai rata-rata 73,78%, yaitu memiliki kategori baik.


(9)

iii

Segala puji milik Allah SWT yang selalu melimpahkan kasih sayang-Nya kepada peneliti selama menjalani proses penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW yang dijadikan sebagai teladan terbaik bagi segenap manusia, juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya yang selalu menjaga kemurnian teladan-Nya.

Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar fisika, sehingga pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat diaplikasikan oleh guru dalam pembelajaran khususnya pembelajaran fisika. Apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya, disampaikan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini. Secara khusus, apresiasi dan terima kasih tersebut disampaikain kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc., Ketua Jurusan Pendidikan IPA FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Iwan Permana S, M.Pd., Sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Fisika.

4. Bapak Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd., Dosen Pembimbing I dan Ibu Erina Hertanti, M.Si., Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing peneliti selama proses penyusunan skripsi. 5. Ayahanda Enung dan Ibunda Saanah, yang selalu mencurahkan kasih sayang,

do’a, dan motivasi yang tak terbatas kepada peneliti. Yunda dan Kanda tercinta Emah Suryati dan Endang Darmawan beserta keluarga yang selalu mengiringi peneliti dengan do’a dan nasihat. adinda Indri Alvionita yang selalu mencurahkan cinta dan kasihnya.


(10)

iv Semoga ilmunya bermanfaat.

7. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Pendidikan IPA khusunya program studi pendidikan fisika angkatan 2006 (Physics Brother) terima kasih atas kebersamaan, kerja sama, dan bantuan selama masa-masa kuliah maupun selama penyusunan skripsi.

8. Teman-teman yang telah menjadi keluarga bagi peneliti, Welly CS., Muhib Rosyidi, M Iqbal, Izul yang telah menemani peneliti dengan keceriaan dan kebersamaan. Teman-teman Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Ciputat khususnya angkatan 2006, yang telah berbagi ilmu dan waktu diskusi. Serta ka Ima nurmila yang telah banyak sekali memberikan bantuan baik dari sumber referensi maupun tata cara penulisan, mudah-mudahan allah selalu memberikan keberkahan dalam ilmunya.

Semoga menjadi amal baik dan dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang lebih baik.

Billahifisabililhaq Fastabiqul Khairat Wassalaualaikum Wr.Wb

Ciputat, Mei 2011 M


(11)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR TABEL ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah... 4

E. Tujuan ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS ... 6

A. LANDASAN TEORI ... 6

1. Pendekatan Pembelajaran CTL ... 6

a. Strategi, Metode, dan Pendekatan Pembelajaran ... 6

1) Strategi Pembelajaran ... 6

2) Model Pembelajaran ... 6

3) Pendekatan Pembelajaran ... 6

b. Pengertian Pembelajaran ... 7

c. Prinsip-prinsip Pembelajaran ... 9

2. Pembelajaran Kontekstual atau Pembelajaran CTL ... 11

a. Latar Belakang Pembelajaran kontekstual ... 11

b. Hakikat Pendekatan Pembelajaran kontekstual ... 11

c. Pengertian Pendekatan Pembelajaran kontekstual ... 14

d. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual ... 17


(12)

vi

i. Lima Elemen Belajar Kontekstual ... 24

j. Asas-Asas Dalam Pembelajaran Kontekstual ... 25

1) Kontruktivisme (konstruktivism), ... 25

2) Menemukan (inquiry) ... 27

3)Bertanya (questioning) ... 28

4) Masyarakat Belajar (learning community) ... 29

5)Pendekatan(pendekataning) ... 30

6) Refleksi (reflecting) ... 30

7) Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment) ... 31

3. Aplikasi Pendekatan Pembelajaran Kontekstual ... 31

a. Langkah- Langkah Pembelajaran Kontekstual ... 33

b. Strategi Pembelajaran Kontekstual ... 34

4. Hasil Belajar Fisika Siswa ... 38

a. Pengertian Belajar ... 38

1) Teori-Teori Belajar ... 40

a) Teori belajar psikologi behavioristik ... 40

b) Teori belajar psikologi kognitif ... 40

c)Teori belajar psikologi humanistic ... 41

d) Teori belajar gagne ... 41

b. Hasil Belajar Fisika Siswa ... 41

1) Ranah kognitif ... 42

2) Ranah afektif ... 42

3) Ranah Psikomotorik ... 43

5. Hasil Penelitian yang Relevan ... 44

B. KERANGKA BERPIKIR ... 46


(13)

vii

C. Variabel Penelitian ... 49

D. Populasi dan Sampel ... 49

E. Prosedur Penelitian ... 50

F. Teknik Pengumpulan Data ... 51

G. Instrumen Penelitian ... 51

1. Instrumen Tes ... 52

a. Uji Validitas Instrumen ... 53

b. Uji Reliabilitas Instrumen ... 54

c. Taraf Kesukaran ... 55

d. Daya Pembeda ... 56

2. Instrumen Non Tes ... 57

H. Teknik Analisis Data ... 57

1. Teknik Analisis Data Tes Hasil Belajar ... 57

a. Uji persyaratan Analisis Data ... 57

1) Uji Normalitas... 57

2) Uji Homogenitas ... 58

3) Uji Hipotesis ... 58

b. Teknik Analisis Data Nontes ... 60

BAB VI. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

A. Hasil Penelitian ... 61

1. Hasil Pretes kelompok eksperimen dan control ... 62

2. Hasil Posttes kelompok eksperimen dan control ... 63

3. Hasil pengujian prasyarat analisis data tes ... 66

a. Uji Normalitas ... 66

b. Uji Homogenitas ... 66

4. Hasil pengujian analisis data ... 67


(14)

viii

A.Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 78


(15)

ix

Gambar 2.2 : Kerangka Berpikir ... 45 Gambar 3.1 : Alaur rosedur Penelitian ... 48 Gambar 4.1 : Hasil Pretest kelompok eksperimen dan kontrol ... 60 Gambar 4.2 : Pemusatan data hasil pretest kelompok eksperimen dan kontrol.... 61 Gambar 4.3 : Hasil Postest kelompok eksperimen dan kontrol ... 62 Gambar 4.4 : Pemusatan data hasil posttest kelompok eksperimen dan kontrol .. 63


(16)

x

Tabel 3.2 : Kisi-kisi Instrumen tes hasil belajar fisika ... 50

Tabel 3.3 : Rekapitulasi hasil validasi instrument tes ... 52

Tabel 4.1 : Rekapitulasi Distribusi Sebaran Nilai Siswa ... 63

Tabel 4.2 : Rekapitulasi hasil pretest-postest kelompok eksperimen dan kontrol 64 Tabel 4.3 : Hasil uji normalitas data pretest-postest ... 65

Tabel 4.4 : Hasil uji homogenitas data pretest-postest ... 66

Tabel 4.5 : Hasil uji hipotesis data pretest-postest ... 67


(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan mata pelajaran yang menarik karena objek yang dipelajarinya berkaitan erat dengan alam dan terus mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan teknologi. Dalam kenyataannya, fisika sebagai salah satu mata pelajaran yang menarik ternyata menjadi mata pelajaran yang banyak tidak disukai oleh siswa dengan berbagai macam alasan. Sebagian besar siswa menganggap bahwa mata pelajaran fisika merupakan mata pelajaran yang sulit. Kesulitan yang dihadapi siswa di antaranya adalah banyaknya rumus yang harus dihapal dan sulit memahami konsepnya, sehingga pembelajaran fisika tidak memberikan kesan dan cenderung membosankan. Akibatnya, berdampak terhadap hasil belajar siswa yang belum maksimal.

Proses pembelajaran masih terfokus pada guru sebagai sumber pengetahuan, dengan ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Siswa cenderung pasif dan hanya sebagai pendengar ceramah guru tanpa diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Proses belajar terkesan kaku, kurang fleksibel dan guru cenderung kurang demokratis. Tetapi yang harus dipahami bahwa “pengetahuan bukanlah sebagai perangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat tetapi siswa sendiri yang harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.”1

Dalam proses pembelajaran kebanyakan yang ada dilapangan guru tidak bisa meggunakan alat laboratorium untuk bahan praktikum sehingga proses pembelajaran tidak berjalan sesuai prosedur. Selain itu siswa tidak dibiasakan untuk memecahkan masalahnya sendiri, menemukan sesuatu yang berguna bagi

1

Munandar, Guru Professional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam Mempersiapkan Sertifikasi Guru. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal.284 dan 284


(18)

2

dirinya, dan bergelut dengan idenya masing-masing.“2 Siswa melimpahkan seluruh pengetahuannya kepada guru dan siswa hanya bisa mengingat fakta-fakta yang diberikan oleh guru tanpa hasil dari menemukannya sendiri. Selain itu siswa juga tidak dibiasakan untuk bertanya karena “belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.”3 Dengan bertanya siswa bisa menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui. Dalam pembelajaran pun siswa tidak dituntut untuk berpikir tentang apa yang baru dipelajari dan berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan atau dipelajari di masa lalu (reflection).

Jika keadaan seperti itu masih tetap saja terjadi dalam sebuah pembelajaran, maka akan berdampak siswa akan mengalami kesulitan memahami konsep, sehingga beresiko terjadinya miskonsepsi. Hal itu akan menyebabkan “siswa mengalami kesulitan memahami konsep lebih lanjut yang akan berakibat pada hasil belajar. Agar proses pembelajaran fisika tidak mengalami miskonsepsi, sebaiknya dalam pembelajarannya dilaksanakan dengan cara pemberian pengalaman belajar secara langsung.” 4

Dalam hal ini siswa diarahkan untuk belajar dengan mengalami sendiri, sehingga membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar dan pembelajaran. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Dengan adanya paradigma tersebut pembelajaran fisika diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangannya lebih lanjut dalam menerapkannya di kehidupan sehari-hari.

2

Ibid., hal.287 3

Udin Saepudin Sa‟ud,Inovasi Pendidikan., (Bandung:Alfabeta.2008) hal.170 4

I Made Sumadi. Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Terhadap Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Fisika Siswa,(Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Singaraja NO.1 TH.XXXVIII Januari 2005), hal.3.


(19)

3

Salah satu pembelajaran yang dianggap sesuai dengan permasalahan di atas adalah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pembelajaran kontekstual bukan sebuah model dalam pembelajaran. Pembelajaran kontekstual lebih dimaksudkan kepada suatu kemampuan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran yang lebih menitikberatkan pada upaya pemberdayaan siswa. Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang bisa membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan pembelajaran ini diduga dapat memberikan alternatif pemecahan masalah pembelajaran fisika siswa, khususnya dalam meningkatkan hasil belajar fisika siswa.

Pembelajaran kontekstual pada pembelajaran Fisika dimungkinkan akan berhasil karena topik-topik fisika yang diajarkan sebagian besar dapat dihubungkan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Contohnya pada konsep wujud zat dan perubahannya. Dalam fenomena sehari-hari konsep ini, siswa sering menemukan sendiri bagaimana terjadinya tiga perubahan wujud zat yaitu padat, cair, dan gas. Artinya dalam proses pembelajarannya tidak terlalu berpacu pada teori atau berpegang pada buku yang sudah disediakan, tetapi mengkonstruk dan menyimpulkan sendiri apa yang telah diajarkan oleh guru.

Dari uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian yang yang dalam kegiatannya berusaha mengembangkan atau mengaplikasikan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) serta pengaruhnya terhadap hasil belajar fisika siswa. Dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis menguraikan masalah yang diidentifikasikan sebagai berikut:

a. Guru tidak menguasai model pembelajaran dan alat praktikum yang akan digunakan dalam pembelajaran.


(20)

4

b. Siswa tidak dibiasakan menemukan pengetahuannya sendiri dalam kehidupan sehari-hari.

c. Masih rendahnya hasil belajar Fisika siswa.

d. Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) belum banyak diterapkan dalam proses pembelajaran Fisika.

C. Pembatasan Masalah

Dari penguraian identifikasi di atas, penulis membatasi ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas agar jelas dan tidak mengembang terlalu jauh. Adapun pembatasan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Hasil belajar Fisika yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi pada ranah kognitif berdasarkan taksonomi Bloom yang direvisi dengan tingkat C1 sampai C4.

2. Contextual Teaching and Learning mengacu pada Elaine B. Johnson, Ph.D. dalam bukunya CTL (Contextual Teaching & Learning) pada aspek komponen.

3. Konsep Fisika dalam penelitian ini adalah Wujud Zat dan Perubahanya. D. Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Apakah pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) berpengaruh terhadap hasil belajar Fisika siswa?”

E. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap hasil belajar Fisika.

F. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sejumlah manfaat, antara lain:

1. Memberikan informasi kepada guru terkait tentang pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran dan pengajaran.


(21)

5

2. Sebagai referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran dan pengajaran.


(22)

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. LANDASAN TEORI

1. Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) a. Strategi, Metode, dan Pendekatan Pembelajaran

1) Strategi Pembelajaran

Ada dua hal yang perlu dicermati dari pengertian strategi pembelajaran tersebut. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran. Ini berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan rencana kerja belum sampai pada tindakan.

Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, “sebelum menentukan strategi perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat di ukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi suatu strategi.” 1

2) Model Pembelajaran

“Upaya mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal disebut dengan metode.”2 Pengertian strategi berbeda dengan metode. Strategi menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi.

3) Pendekatan Pembelajaran

Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan (approach). Sebenarnya pendekatan berbeda baik dengan

1 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Pranada Media Group.2008), hal.124

2


(23)

strategi maupun metode. “Pendekatan ini mengasumsikan bahwa secara natural pikiran mencari makna konteks sesuai dengan situasi nyata lingkungan seseorang, dan itu dapat terjadi melalui pencarian yang masuk akal dan bermanfaat.”3“Pendekatan dapat diartikan juga sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran.”4 Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan tersebut.

Pendekatan pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat dominan untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun lulusan pendidikan dan memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan. Artinya pendidikan tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan agar mengemas proses pembelajaran yang dilaksanakan secara baik dan tepat akan memberikan konstribusi yang sangat dominan bagi siswa.5

Ada dua pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centred-approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centred-approaches). “Pendekatan yang berpusat pada guru menurunkan strategi pembelajaran langsung, pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery dan inquiry serta pembelajaran induktif.” 6

b. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran adalah “proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan perilaku yang lebih baik.”7 Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perilaku bagi peserta didik. Pembelajaran dalam KTSP adalah pembelajaran di mana

3

Trianto, Pendekatan-Pendekatan Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta: Press, 2007), hal. 104

4

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Pranada Media Group.2008), hal.125

5

M. Saekhan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, (Semarang: Rasail Media Group, 2008) , hal.1 6

Wina Sanjaya, Op.Cit., hal.125 7

Munandar, Guru Professional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam Mempersiapkan Sertifikasi Guru. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007);hal 265.


(24)

hasil belajar atau kompetensi yang diharapkan dicapai oleh siswa, sistem penyampaian dan indikator pencapaian hasil belajar dirumuskan secara tertulis sejak perencanaan dimulai.

Menurut Djahiri dalam proses pembelajaran prinsip utamanya adalah proses keterlibatan seluruh atau sebagian besar potensi diri siswa (fisik dan nonfisik) dan kebermaknaannya bagi diri dan kehidupannya saat ini dan di masa yang akan datang.

Secara khusus pembelajaran pada kuriulum ditujukan untuk: 1) Memperkenalkan kehidupan kepada peserta didik sesuai dengan konsep

yang dicanangkan oleh UNESCO yaitu learning to know (belajar mengetahui), learning to do (belajar melakukan), learning to be (belajar menjadi diri sendiri), dan learning to live together (belajar hidup) 2) Menumbuhkan kesadaran peserta didik tentang pentingnya belajar

dalam kehidupan yang harus direncanakan dan dikelola dengan sistematis.

3) Memerikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada peserta didik agar mereka dapat belajar dengan tenang dan menyenangkan. 4) Menumbuhkan proses pembelajaran yang kondusif bagi tumbuh

kembangnya potensi peserta didik melalui penanaman berbagai kompetensi dasar.

Pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut ini: 8

Pertama pembelajaran harus lebih menekankan pada praktik baik itu di laboratorium maupun dimasyarakat dan dunia kerja. Oleh karena itu, guru harus mampu memilih serta menggunakan strategi dan metode pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mempraktikan apa-apa yang dipelajarinya.

Kedua pembelajaran harus dapat menjalin hubungan sekolah dengan masyarakat. Oleh karena itu, setiap guru harus mampu dan jeli

8

Munandar, Guru Professional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam Mempersiapkan Sertifikasi Guru. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007);hal 266.


(25)

melihat berbagai potensi masyarakat yang bisa didaya gunakan sebagai sumber belajar dan menjadi penghubung dengan lingkungannya.

Ketiga perlu dikembangkan iklim pembelajaran yang demokratis dan terbuka melalui pembelajaran terpadu, partisipatif, dan sebagainya.

Keempat pembelajaran perlu lebih ditekankan pada masalah-masalah aktual yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada di masyarakat.

Kelima perlu dikembangkan suatu pendekatan pembelajaran “moving class” untuk setiap bidang studi dan kelas merupakan

laboratorium untuk masing-masing bidang studi sehingga dalam satu kelas dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan sumber belajar yang diperlukan dalam pembelajaran serta peserta didik dapat belajar sesuai dengan minat dan kemampuan.

c. Prinsisp-Prinsip Pembelajaran

Prinsip-prinsip pembelajaran meliputi beberapa hal berikut: 1) Kecakapan hidup (life skill)

Latar belakang diterapkannya konsep pendidikan berorientasi kecakapn hidup adalah sebagai sebuah tantangan globalisasi yang menuntut kualitas sumber daya manusia yang prima dan unggul dalam persaing pasar global, rendahnya kualitas pendidikan, tingginya data siswa yang tidak melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi, dan rendahnya daya tampung perguruan tinggi.

Life skill atau kecakapan hidup adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk berani menghadapi problem hidup dan kehidupan dengan wajar tanpa terasa tertekan kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga mampu mengatasinya.”9 Kemampuan tersebut diperlukan untuk menempuh kehidupan yang sukses, bermartabat seperti kemampuan berfikir kompleks dan kritis, berkomunikasi secara efektif, membangun

9


(26)

kerjasama, bertanggung jawab sehingga ada kesiapan untuk memasuki dunia kerja. Implementasinya tidak dikemas dalam bentuk mata pelajaran baru ataupun maeri tambahan.

“Tujuan diterapkannya konsep pendidikan berorientasi kecakapan hidup adalah Pertama, memfungsikan pendidikan sesuai dengan fitrahnya yaitu mengembangkan potensi peserta didik menghadapi perannya dimasa yang akan datang. Kedua,

memberikan peluang bagi intitusi pelaksana pendidikan untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel dan memanfaatkan potensi sumber daya yang ada. Ketiga, membekali siswa dengan kecakapan hidup agar kelak mampu menghadapi dan memecahkan masalah hidup dan kehidupan baik sebagai pribadi yang mandiri, masyarakat dan warga negara.”10

2) Aspek-aspek kecakapan hidup (Life Skill) Aspek-aspek kecakapan hidup meliputi : 11

Kecakapan dasar meliputi belajar mandiri, membaca menulis dan menghitung, kecakapan berkomunikasi, kecakapan berfikir, kecakapan kalbu, kecakapan mengelola raga, kecakapan merumuskan kepentingan dan cara pencapaiannya kecakapan berkeluara dan sosial. a) Kecakapan instrumental meliputi kecakapan memanfaatkan

teknologi, kecakapan mengelola sumber daya alam, kecakapan bekerja sama dengan orang lain, kecakapan memanfaatkan informasi, kecakapan menggunakan sistem, kecakapan berwirausaha, kejujuran, memilih dan mengembangkan karier, menjaga harmoni dengan lingkungan, dan menyatukan bangsa. b) General life skill meliputi kecakapan kesadaran diri yaitu sadar

sebagai mahluk tuhan, sadar pada potensi diri, sebagai mahluk sosial dan mahluk lingkungan. Kecakapan berfikir yaitu kecakapan menggali informasi, menyelesaikan masalah secara kreatif dan arif, kecakapan mengambil keputusan.

10

Munandar, Guru Professional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam Mempersiapkan Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal.268. 11


(27)

c) Spesifik life skill kecakapan yang terkait dengan pekerjaan yang ada dilingkungan dan ingin ditekuni yaitu kecakapan memelihara sukma dan memelihara raga.

d) Social skill meliputi memelihara hubungan dengan masyarakat umum, memelihara hubungan dengan masyarakat khusus.

e) Environmental skill meliputi memelihara lingkungan nyata, dan ghaib.

f) Occupational skill yaitu menguasai salah satu pekerjaan yang halal.

2. Pembelajaran Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL)

Bagaimana untuk mengetahui pembelajaran kontekstual berhasil diterapkan dalam kelas maka harus tahu terlebih dahulu apa itu pembelajaran kontekstual, di bawah ini penjabaran tentang pembelajaran kontekstual yaitu: 1) Latar Belakang Pembelajaran kontekstual

Pembelajaran kontekstual mempunyai dua latar belakang yang banyak dipengaruhi oleh filsafat kontruktivisme yaitu:

1) Latar belakang Filosofis, berangkat dari pemikiran epistemology giambatista vico yang mengemukaan tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari alam semesta yang artinya seseorang dikatakan mengetahui manakala ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. oleh karenanya pengetahuan itu tidak terlepas dari orang yang tahu karena pengetahuan merupakan struktur konsep dari subjek yang mengamati.

2) Latar belakang Psikologis, sesuai dengan filsafat yang mendasarinya bahwa pengetahuan terbentuk karena peran aktif subjek, maka dipandang dari sudut psikologis, pembelajaran kontekstual berpijak pada aliran psikologis kognitif. “Menurut aliran ini proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungan. Belajar bukanlah peristiwa mekanis seperti keterkaitan stimulus dan respon.”12

12

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Pranada Media Group.2008), hal.257.


(28)

2) Hakikat Pendekatan Pembelajaran kontekstual

Landasan filosofis pembelajaran kontekstual adalah “konstruktivisme yaitu filosofis belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal tetapi mengkonstruksian atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru lewat fakta-fakta atau proporsi yang mereka alami dalam kehidupannya.”13

Pembelajaran dan pengajaran kontekstual melibatkan para siswa dalam aktivitas penting yang membantu mereka mengaitkan peajaran akademis dengan konteks kehidupan nyata yang mereka hadapi. Dengan mengaitkan keduanya, para siswa menyusun proyek atau menemukan permasalahan yang menarik, ketika mereka membuat pilihan dan menerima tanggung jawab, mencari informasi dan menarik kesimpulan, ketika secara aktif memilih, menyusun, mengatur, menyentuh, merencanakan, menyelidiki, mempertanyakan, dan membuat keputusan, mereka mengaitkan isi akademis dengan konteks dalam situasi kehidupan dan dengan cara ini mereka menemukan makna.14

Lingkungan di luar diri memberikan informasi yang membentuk struktur fisik otak. Untuk memahami dan menghargai kekuatan lingkungan dengan mengubah struktur fisik otak, kita harus memiliki pengetahuan dasar tentang bagaimana sel-sel otak berfungsi. Lingkungan memutuskan hubungan seperti apa, jika ada, yang terjadi antar saraf. Indra kita, sudah barang tentu, memberikan informasi mengenai lingkungan ke otak. Ketika dunia luar merangsang salah satu indra itu, hal itu menyebabkan rangsangan saraf untuk berjalan kewilayah otak tertentu, setiap wilayah dapat dibandingkan dengan suatu Negara bagian yang terpisah yang setiap wilayah memiliki bentuk “ khusus, tekstur, dan batasan yang jelas dan setiap wilayah menjalankan fungsinya masing-masing.”15

Satu muatan lagi dalam implementasi Kuriulum Tingkat Satuan Pendidikan, bahwa KTSP memberikan sinyal dalam implementasinya

13

Mansur Muchlis, KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Panduan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah, (Jakarta: Sinar Garafika Ofset, 2008), Cet.4, hal 41 14

Elain B.Johnson, CTL Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan-Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Kaifa Learning.2010), hal.35

15


(29)

menggunakan strategi dengan menekankan pada aspek kinerja siswa. Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep yang membantu guru mengaitkan konten atau pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penenrapannya dalam kehidupan sehari-hari. (US. Departemen). of Education the National School-to-Work Office yang dikutip oleh Blanchard, 2001)16

Pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada “ masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai bagian dari warga negara dan yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman yang sesungguhnya.”17

Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. “ Hal ini karena pemahaman konsep akademik yang mereka peroleh hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan praktis kehidupan siswa baik di lingkungan kerja maupun di masyarakat.”18

Pembelajaran kontekstual menekankan pada berpikir tingkat lebih tinggi, transfer pengetahuan dan lintas disiplin serta pengumpulan, penganalisaan dan pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan. Pembelajaran kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. “Penerapan pembelajaran kontekstual di kelas yang telah diusungkan oleh John Dewey pada tahun 1916 mengusulkan suatu kuriulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengelaman siswa.”19

Perkembangan pemahaman yang diperoleh selama mengadakan telaah pustaka menjadi semakin jelas bahwa pembelajaran kontekstual merupakan

16

Trianto, Pendekatan-Pendekatan Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta: Press.2007), hal.101.

17

Ibid., hal.102. 18

Mansur Muchlis, KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Panduan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah, (Jakarta: Sinar Garafika Ofset, 2008), Cet.4, hal.40 19


(30)

suatu perpaduan dari banyak praktek yang baik dan bebebrapa pendekatan reformasi pendidikan yang dimaksudkan untuk memperkaya relevansi dan penggunaan fungsional pendidikan untuk semua siswa. Pembelajaran kontestual telah berkembang di negara-negara maju dengan nama beragam. Di negara Belanda disebut dengan istilah Realistic Teaching and Education

(RTE) yang menjelaskan bahwa pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Di Amerika disebut dengan istilah

Contextual Teaching and Learning (CTL) yang “intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata dan motivasi peserta didik untuk mengaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari mereka.”20

3) Pengertian Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Beberapa pengertian pembelajaran kontekstual menurut para ahli pendidikan adalah sebagai berikut:

CTL adalah system yang menyeluruh. Terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka akan dihasilkan pengaruh yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya yang terpisah. Memampukan para siswa membuat hubungan yang menghasilkan makna. Setiap bagian CTL yang berbeda-beda ini memberikan sumbangan dalam menolong siswa memahami tugas sekolah. “Secara bersama-sama mereka membentuk suatu system yang memungkinkan para siswa melihat makna di dalamnya dan mengingat materi akademik.”21

Pembelajaran kontekstual adalah “suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari yaitu dengan konteks lingkungan, sosial, dan budaya pribadinya.”22

20

Ibid., hal.103 21

Elain B.Johnson. CTL Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan-Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Kaifa Learning, 2010), hal.65

22

Munandar, Guru Professional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam Mempersiapkan Sertifikasi Guru. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal.273.


(31)

The Washington State Consortium for Contextual Teaching and Learning (2001) mengartikan pembelajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkunkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan penegetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai latar sekolah dan di luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalm dunia nyata. “Pembelajaran kontekstual terjadi ketika siswa menerapkan mengenai apa yang diajarkan dengan mengacu pada masalah-maslah riil yang berasosiasi dengan peranan dan tanggung jawab mereka dan sebagai anggota keluarga, masyarakat, siswa, dan selaku pekerja.”23

Center on Education and Work at the University of Wiscounsin Madison (2002) mengartikan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar mengajar yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa membeuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga, masyarakat, dan pekerja serta meminta ketekunan belajar.24

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang menguatkan siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademi mereka dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat memecahkan masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang disimulasikan.(University of Washington 2001)25

Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru menghubungkan antara materi pelajaran yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat.

23

Ibid., hal.273-274 24

Ibid., hal.274 25

Trianto, Pendekatan-Pendekatan Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik,(Jakarta Press.2007), hal.102


(32)

Dari asumsi dan latar belakang yang mendasarinya, maka terdapat beberapa hal yang harus dipahami dalam pembelajaran kontekstual yaitu: 26 1) Belajar bukanlah menghafal akan tetapi proses mengkonstruksi

pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki.

2) Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lalu, pengetahuan itu merupakan organisasi yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimilikinya.

3) Belajar adalah proses pemecahan masalah sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh yang bukan hanya perkembangan intelektual akan tetapi juga mental dan emosi.

4) Belajar adalah proses proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari yang sederhana menuju yang kompleks.

5) Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. 6) Konsep dasar dan karakteristik pembelajaran kontekstual.

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah “suatu pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupannya mereka.”27 Pembelajaran konpetensi ini merupakan suatu sistem atau pendekatan pembelajaran yang bersifat holistic (menyeluruh), terdiri dari berbagai komponen masing-masing memberikan dampak sesuai dengan peranannya.

Paparan pengertian pembelajaran kontekstual di atas dapat diperjelas sebagai berikut.28 Pertama, pembelajaran kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar berorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam konteks pembelajaran kontekstual tidak mengarapkan agar siswa hanya menerima pelajaran akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi

26

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta:Prenada media Group.2008) hal.258

27

Ibid., hal.253 28


(33)

pelajaran. Kedua, pembelajaran kontekstual mendorong agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yan dipelajari dengan situasi kehidupan yang nyat, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata di masyarakat. Hal ini akan memperkuat dugaan materi yang telah dipelajari akan tetap tertanam erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Ketiga,

pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya pembelajaran kontekstual tidak hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Materi pelajaran di sini bukan ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan akan tetapisebagai bekal mereka dalam mengarungi bahtera kehidupan nyata.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran CTL adalah sebuah system yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna, suatu system pengajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. Dengan memanfaatkan kenyataan bahwa lingkungan merangsang sel-sel otak untuk membentuk jalan. “Sebagai pendidik kita dapat yakin mendefinisikan isi sebagai sesuatu yang akan dipelajari berupa pengetahuan yang hampir tanpa batas.”29

4) Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Berdasarkan pengertian pembelajaran kontekstual, terdapat lima karakteristik penting dalam menggunakan proses pembelajaran kontekstual yaitu: 30

29

Elain B.Johnson. CTL Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan-Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Kaifa Learning.2010), hal.57-58

30


(34)

1) Dalam CTL pebelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama lain.

2) Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru yang diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan cara mempelajari dengan secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan, artinya penetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari yang laintentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan. 4) Mempraktekan pengetahuan dan pengalaman tersebut, artinya

pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

5) Melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan.

Trianto mengemukakan ada enam karakteristik atau kunci pembelajaran kontekstual yang dikutip dari Universiti of Washington yaitu: 31

1) Pembelajaran bermakna yaitu pembahaman, relevansi dan penghargaan pribadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari. Pembelajaran dipersepsi sebgai relevan dengan hidup mereka. 2) Penerapan pengetahuan yaitu penerapan kemampuan untuk melihat

bagaimana materi yang dipelajari ditetapkan dalam tahapan dan fungsi pada masa sekarang dan akan datang.

31

Trianto, Pendekatan-pendekatan Pembelajaran inovatif Berorientasi Kontruktivistik, (Jakarta Press.2007), hal.102


(35)

3) Berfikir tingkat lebih tinggi siswa dilatih untuk menggunakan fikiran kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu atau memecahkan suatu masalah.

4) Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar, konten pengajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar local, negara bagian, nasional, assosiasi dan industri.

5) Responsive terhadap budaya yaitu pendidikan harus memahami dan menghormati nilai, keyakinan dan kebiasaan siswa, sesame rekan dan masyarakat tempat mereka mendidik.

6) Penilaian autentik yaitupenggunaan bernagai macam strategi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa.

Berbeda dengan Elain dalam bukunya menyebutkan terdapat delapan komponen yang mencangkup system CTL yaitu: 32

1) Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna. 2) Melakukan pekerjaan yang berarti

3) Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri 4) Bekerja sama

5) Berpikir kritis dan kreatif

6) Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang 7) Mencapai standar yang tinggi

8) Menggunakan penilaian autentik.

5) Pendekatan Pembelajaran Kontekstual

Banyak pendekatan yang dikenal dan digunakan dalam pembelajaran dan tiap-tiap pendekatan memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik ini berhubungan dengan apa yang menjadi fokus dan mendapat tekanan dalam pembelajaan. Ada pendekatan pembelajaran yang berfokus pada siswa,

32


(36)

kemampuan berfikir, aktivitas, pengalaman siswa, berfokus pada guru, berfokus pada masalah (personal, lingkungan, sosial), berfokus pada teknologi seperti sistem instruksional, media dan sumber belajar.

Berkenaan dengan aspek kehidupan dan lingkungan, maka pendekatan pembelajaran ada keterlibatan pada siswa, makna, aktivitas, pengalaman, dan kemandirian serta konteks kehidupan dan ingkungan.

Siswa dalam pembelajaran kontekstual dipandang sebagai individu yang berkembang. Anak bukanlah orang dewasa kecil, melainkan organisme yang sedang berada pada tahap-tahap perkembangan. Kemampuan belajar akan sangat ditentukan oleh peran guru tidak lagi sebagai instruktur atau penguasa yang memaksakan kehendak, melainkan sebagai pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan kemampuannya.

Setiap anak memiliki kecenderungan untuk belajar hal-hal yang baru dan penuh tantangan. Kegemaran anak adalah mencoba hal-hal yang bersifat aneh dan baru. Oleh karena itu, belajar bagi mereka mencoba memecahkan persoalan yang menantang. Guru berperan sebagai pemilih bahan-bahan belajar yang dianggap penting untuk dipelajari oleh anak. Guru membantu agar setiap siswa mampu mengaitkan antara pengalaman baru dengan sebelumnya, memfasilitasi atau mempermudah agar siswa mampu melakukan proses asimilasi dan akomodasi.

Dengan demikian, pendekatan pembelajaran kontekstual menekankan pada aktivitas siswa secara penuh baik fisik maupun mental. Pembelajaran kontekstual memandang bahwa belajar bukanlah kegiatan menghafal, mengingat fakta-fakta, mendemonstrasikan latihan secara berulang-ulang akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata. Dalam pembelajaran kontekstual belajar di alam terbuka merupakan tempat untuk memperoleh informasi sehingga menguji data hasil temuannya dari lapangan tadi baru dikaji di kelas. Sebagai materi pelajaran siswa menemukan sendiri, bukan hasil pemberian apalagi dialas oleh guru.


(37)

6) Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kontekstual

Elaine B. Jhonson mengklaim bahwa dalam pembelajaran kontekstual minimal ada tiga prinsip utama yang sering digunakan yaitu “saling ketergantungan (interdependence), diferensiasi (differensiasi), dan pengorganisasian (self organization).”33

Pertama, prinsip saling ketergantungan (interdependence) menurut hasil kajian para ilmuwan segala yang ada di dunia ini aldalah saling berhubungan dan tergantung. Segala yang ada baik manusia maupun mahluk hidup lainnya selalu saling berhubungan satu sama lainnya membentuk pola dan jarring sistem hubungan yang kokoh dan teratur.

Begitu pula dalam pendidikan dan pembelajaran, sekolah merupakan suatu sistem kehidupan, yang terkait dalam kehidupan di rumah, tempat bekerja, dan masyarakat. Dalam kehidupan disekolah siswa saling berhubungan dan tergantung dengan guru, kepala sekolah tata usaha, orang tua siswa, dan nara sumber yang ada sisernya. Dala proses pembelajaran siswa, berhubungan dengan bahan ajar, sumber belajar, media, sarana prasarana belajar iklim sekolah dan lingkungan.

Saling berhubungan ini bukan berarti bukan hanya sebatas pada memberikan dukungan kemudahan, akan tetapi jga member makna tersendiri, sebab makna ada jika ada hubungan yang berarti. “Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan hubungan antara bahan pelajaran dengan bahan lainnya, antara teori dengan praktik, antara bahan yang bersifat konsep dengan penerapan dalam kehidupan nyata.”34

Kesaling ketergantungan mewujudkan diri, misalnya ketika para siswa bergabung untuk memecahkan masalah dan ketika para guru mengadakan pertemuan dengan rekannya. “Hal ini tampak jelas ketika subjek yang berbeda

33Udin Saepudin Sa‟ud,

Inovasi Pendidikan., (Bandung:Alfabeta.2008), hal.165 34


(38)

dihubungkan dan ketika kemitraan menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunikasi.”35

Kedua, prinsip diferensiasi (differensiasi) yang menunjukan kepada sifat alam yang secara terus menerus menimbulkanperbedaan, keseragaman, dan keunikan. Alam tidak pernah mengulang dirinya tetapi keberadaannya selalu berbeda. Prinsip diferensiasi menunjukan reativitas yang luar biasa dari alam semesta. Jika dari pandangan agama, kreativitas luar biasa tersebut bukan alam semestanya tetapi penciptanya. Diferensiasi bukan hanya menunjukan perubahan dan kemajuan tanpa batas, akan tetapi juga kesatuan-kesatuan yang berbeda tersebut berhubungan dan saling ketergantungan dalam keterpaduan yang bersifat simbiosis atau saling menguntungkan.

Apabila para pendidik memiliki keyakinan yang sama dengan para ilmuwan modern bahwa prinsip diferensiasi yang dinamis ini bukan hanya berlaku dan berpengaruh pada alam semestanya, tetapi juga pada sistem pendidikan. Para pendidik juga dituntut untuk mendidik engajar elatih, membimbing sejalan dengan prinsip diferensiasi dan harmoni alam semesta ini. proses pendidikan dan pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan menekankan pada kreativitas, keunikan, variasi dan kolaborasi.

Konsep-konsep tersebut bisa dilaksanakan dalam penbelajaran kontekstual. “Karena pembelajrana kontekstual berpusat pada siswa, menekankan aktivitas dan kreativitas siswa. Siswa berkolaborasi dengan teman-temannya untuk melakukan pengamatan, menghimpun dan mencatat fakta dan informasi, menemukan prinsip-prinsip dan pemecahan masalah.”36

Ketiga, prinsip pengorganisasian diri (self organization), setiap individu atau kesatuan dalam alam semesta mempunyai potensi yang melekat yaitu kesadaran sebagai kesatuan utuh yang berbeda dengan yang lain. Tiap hal memiliki organisasi diri sendiri, suatu energy atau kekuatan hidu yang

35

Elain B.Johnson. CTL Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan-Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Kaifa Learning.2010), hal.86

36


(39)

memungkinkan mempertahankan dirinya secara khas dan berbeda dengan yang lainnya.

“Berdasarkan teori tabula rasa John Locke mengatakan bahwa pikiran seseorang seperti kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya.”37 Prinsip organisasi diri, menuntut pada pendidik dan para pengajar di sekolah agar mendorong tiap siswanya untuk memahami dan merealisasikan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin. “Pembelajaran kontekstual diarahkan untuk membantu para siswa untuk mencapai keunggulan akademik penguasaan keterampilan sandar, pengembangan sikap dan moral sesuai dengan harapan masyarakat.”38

7) Ciri-Ciri Pembelajaran Kontekstual

Dibawah ini merupakan cirri-ciri dari pembelajaran kontekstual yaitu: 39 1) Adanya kerja sama antar semua pihak

2) Menekankan pentingnya pemecahan masalah atau problem

3) Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda

4) Saling menunjang

5) Menyenangkan, tidak membosankan 6) Belajar dengan bergairah

7) Pembelajaran terintegrasi 8) Menggunakan berbagai sumber 9) Siswa aktif

10)Sharing dengan teman 11)Siswa kritis dan guru kreatif

12)Dinding kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta peta, gambar, artikel, humor, dan sebagainya.

37

Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di dalam Kelas (Jakarta: Grasindo, 2009), Cet. 6, Hal. 2

38Udin Saepudin Sa‟ud,

Op.Cit., hal.166 39

Munandar, Guru Professional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam Mempersiapkan Sertifikasi Guru. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal.276.


(40)

13)Laporan kepada orang tua bukan hanya raport tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan sebagainya.

8) Kata Kunci Pembelajaran Kontekstual

Yang perlu diketahui dalam pembelajaran kontekstual adalah kata kunci untuk jalannya sebuah pembelajaran yaitu: 40

1)Real world learning

2)Mengutamakan pengalaman nyata (siswa belajar dari mengalami dan menemukan sendiri)

3)Berfikir tingkat tinggi 4)Berpusat pada siswa

5)Siswa aktif, kritis, dan kreatif.

6)Pengetahuan bermakna dalam kehidupan 7)Dekat dengan kehidupan nyata

8)Perubahan prilaku

9)Siswa praktik buan menghafal 10)Learning bukan teaching 11)Pendidikan bukan pengajaran 12)Pembentukan

13)Pemecahan masalah

14)Siswa aktif dan guru mengarahkan

15)Hasil belajar diukur dengan berbagai cara bukan hanya dengan tes.

9) Komponen Pembelajaran Kontekstual

Ada Tujuh komponen pembelajaran kontekstual yaitu : 41 1) Menjadikan siswa yang dapat mengatur diri sendiri dan aktif 2) Membangun keterkaitan

3) Melakukan pekerjaan yang berarti

40

Ibid., hal.277 41

Elain B.Johnson. CTL Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan-Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Kaifa Learning.2010), hal.93-95


(41)

4) Menggunakan pemikiran tingkat tinggi yang kreatif dan kritis 5) Bekerja sama

6) Mengembangkan setiap individu

7) Mengenali dan mencapai standar tinggi.

10)Lima Elemen Belajar Kontekstual

Ada lima elemen yang perlu diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual yaitu: 42

1) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge)

2) Perolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu kemudian memperhatikan detailnya

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) yaitu dengan cara menyusun konsep sementara, melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan dan konsep tersebut direvisi dan dikembangkan 4) Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman (applying knowledge) 5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge).

11)Asas-Asas Dalam Pembelajaran Kontekstual

Asas-asas sering juga disebut komponen pembelajaran kontekstual melandasi pelaksanaan proses pembelajaran kontekstual yang memiliki tujuh asas yaitu “konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pependekatanan, refleksi, dan penilaian nyata.”43

1) Kontruktivisme (konstruktivism),

Kontruktivisme merupakan landasan pendekatan kontekstual yaitu menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Komponen ini juga merupakan landasan filosofis berpikir, pembelajaran yang berciri kontruktivisme menekankan terbangunnya

42

Op.Cit., hal.278 43

Munandar, Guru Professional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dalam Mempersiapkan Sertifikasi Guru. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007);hal283-293


(42)

pemahaman sendiri secara “aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan pengalaman yang bermakna.”44

Jean piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata akan tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap objek yang diamatinya. Proses menambahnya pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong.

Pengetahuan adalah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi sendiri pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.oleh karena itu pengetahuan terbentuk oleh objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasikan obek tersebut.

Lebih jauh piaget menyatakan hakikat dari sebuah pengetahuan itu sendiri adalah pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia nyata, akan tetapi merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek, subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep dan struktur yang perlu untuk pengetahuan pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang.

Pendekatan kontrukstivisme merupakan salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses memperoleh pengetahuan diawali dengan terjadinya konflik kognitif, yang hanya dapat di atasi melalui pengetahuan diri. Pada proses belajar, pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak didik melalui pengalamannya dari hasil interaktif denganlingkungannya.

Konflik kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah dimliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan

44

Mansur Muchlis, KTSP: Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, Panduan Bagi Guru, Kepala Sekolah, dan Pengawas Sekolah, (Jakarta: Sinar Garafika Ofset, 2008), Cet.4, hal.44


(43)

begitu saja, sehingga diperlukan perubahan atau modifikasi struktur kognitif untuk mencapai keseimbangan. Peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan selama siswa menerima pengetahuan baru.

Landasan konstruktivisme berbeda dengan pandangan kaum objektivitas. Dalam pembelajaran di kelas penerapan prinsip konstruktivisme adalah sebagai berikut.

a) Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada pada siswa (activating knowledge) Struktur-struktur pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa akan menjadi dasar untuk mempelajari informasi baru. Struktur-struktur tersebut perlu dibangkitkan atau dibangun sebelum informasi baru diberikan.

b) Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) Pemerolehan pengetahuan baru perlu dilakukan secara keseluruhan tidak dalam paket-paket yang terpisah-pisah. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari sesuatu secara keseluruhan dulu, kemudian memperoleh detailnya.

c) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge) Dalam memahami pengetahuan siswa perlu menyelidiki dan menguji semua hal yang memungkinkan dari pengetahuan baru tersebut. Siswa harus membagi-bagi struktur (prior knowledge) kepada siswa-siswa lainnya untuk dikritik agar strukturnya semakin jelas.

d) Menerapkan pengetahuan dan pengalaman (apply knowledge) Siswa memerlukan waktu untuk memperluas dan memperhalus struktur pengetahuan dengan cara menggunakan secara otentik.

e) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) Jika pengetahuan harus sepenuhnya dipahami dan diterapkan secara luas maka pengetahuan itu harus dikontekstualkan dan hal ini memerlukan refleksi.

2)Menemukan (inquiry)

Menemukan merupakan bagian inti dari CTL (Contextual Teaching and Learning). Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan sekedar sebagai hasil mengingat seperangkat


(44)

fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus merancang kegiatan menuju pada kegiatan menemukan sendiri terhadap materi yang diajarkan.

Asas inkuiri merupakan proses pembelajaran berdasarkan pada pencarian dan menemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari proses menemukan sendiri tindakan guru bukanlah untuk mempersiapkan anak untuk menghafal sejumlah materi akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa menemikan sendiri materi yang harus dipahami. Belajar menemukan proses mental seseorang yang tidak terjadi secara mekanis akan tetapi perkembangan diarahkan pada intelektual, mental emosi dan kemampuan individual yang utuh.

Dalam pendekatan inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah sistematis yaitu merumuskan masalah, mengajukan hipitesis, mengumpulkan data, menguji hipotesis berdasarkan data yang dikumpulkan dan membuat kesimpulan. Penerapan pendekatan inkuiri juga dapat dilakuka dalam proses pembelajaran kontekstual yang dimulai dari kesadaran siswa akan masalah yang jelas yang ingin dipecahkan. Dengan demikian siswa didorong untuk menemukan masalah. Apabila masalah ini telah dipahami dengan jelas, selanjutnya siswa dapat engajukan jawaban sementara (hipotesis).

Hipotesis itulah yang menuntun siswa untuk melakukan observasi dalam mengumpulan data. Bila data terkumpul maka dituntut untuk menguji hipotesis sebagai dasar untuk merumuskan kesimpulan. Asas menemukan itulah merupakan asas penting dalam pembelajaran kontekstual.

3)Bertanya (questioning)

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berfikir. Pengetahuan yang dimiliki


(45)

seseorang selalu bermula dari bertanya (questioning) bertanya yang merupakan strategi utama dipandang sebagai kegiatan utama pembelajaran yaitu guru mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa.

Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inquari, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang telah diketahui dan mengarahkan pelatihan pada aspek yang belum diketahinya . Kegiatan bertanya berguna untuk mengkaji informasi, mengecek pemahaman siswa, membangkitkan respon siswa, mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru. Membangkitkan lebih banyak pertanyaan dari siswa, untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

Dalam proses pembelajaran kontekstual guru tidak banyak menyampaiakn informasi begitu saja, akan tetapi berusaha memancing agar siswa menemukan sendiri. Oleh karena itu, melalui pertanyaan guru dapatmembimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan setiap materi yang dipelajari.

Kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran, membangkitkan motivasi siswa untuk belajar, merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan dan membimbing siswa untuk menemukan dan menyimpulkan sendiri. 4) Masyarakat Belajar (learning community)

Konsep masyarakat belajar dalam pembelajaran kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain (team work). Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dalam kelompok belajara yang dibentuk secara formal maupun dalam lingkungan secara alamiah.

Masyarakat belajar dapat terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah, dua kelompok atau lebih yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran peserta didik, memberi informasi yang diperlukan oleh


(46)

teman belajarnya dan meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya.

Konsep masyarakat belajar menyadarkan bahwa hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharring antar teman, antar kelompok dan antara yang tahu dengan yang belum tahu. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman dan keterampilan berbeda yang perlu dipelajari.

Dalam kelas pembelajaran kontekstual, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam beberapa kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat kemampuannya maupun kecepatan belajar.

5)Pendekatan

Maksudnya dalam semua pembelajaran, keterampilan dan pengetahuan tertentu ada pendekatan yang bisa ditiru. Dalam pembelajaran CTL, guru bukan satu-satunya pendekatan. Pendekatan dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siswa bisa ditunjuk untuk menjadi contoh kepada siswa lain.

Proses pendekataning tidak terbatas dari guru saja tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang memiliki kemampuan, dengan demikian siswa dapat dianggap sebagai pendekatan. Di sini pendekataning merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran kontekstual, sebab melalui pendekataning siswa dapat terhindar dari pembalajaran yang teoritis-abstrak yang mengundang terjadinya verbalisme.

6)Refleksi (reflecting)

Refleksi juga bagian dari CTL, refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi pengalaman belajar itu akan dimasukan dalam struktur


(47)

kognitif siswa pada akhirnya akan menjadi bagian dari penegtahuan yang dimilikinya. Bisa terjadi melalui prosesrefleksi siswa akan memperbaharui pengetahuan yang telah dibentuknya atau menambah khazanah pengetahuannya.

Siswa mendapatkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian aktivitas atau pengetahuan yang baru diterimanya. Dalam proses pembelajaran kontekstual, setiap proses pembelajaran guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya.

7)Penilaian yang Sebenarnya (AuthenticAssesment)

Penilaian nyata adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahuiapakah siswa belajar atau tidak. Penilaian merupakan pengumpulan sebagai data siswa untuk memberikan gambaran perkembangan siswa. Gambaran perkembangan siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar.

Pengalaman yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajarannya. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung dan meliputi seluruh aspek domain penilaian. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

3. AplikasiPendekatan Pembelajaran Kontekstual

Guru mengajak siswa untuk memecahkan masalah bagaimana pencemaran sungai di lingkungan ser . Banyak pendududk masih membuang sampah ke sungai, sampah berserakan dimana-mana akibat membuangnya sembarangan di setiap tempat tinggal. Disini guru dapat membimbing siswa


(48)

untuk dapat memecahkan masalah, bagaimana agar sebagai generasi muda perlu menyadari cinta terhadap lingkungan.

Melalui pertanyaan yang terbimbing siswa diajak untuk berfikir apa akibatnya jika air sungai tercemar. Bagaimana cara mengatasi hal tersebut?siswa mengungkapkan dengan kata-kata mereka sendiri cara mengatasi masalah tersebut, kemungkinan siswa menemukan solusi alternative terbaik versi mereka, jangan sekali-kali guru mendominasi jawaban mereka, biarkan mereka mengemukakan argumentasinya sesuai dengan taraf berfikir siswa sekolah dasar.

Paparan di atas merupakan ilustrasi bagaimana siswa belajar cara mengatasi masalah yang dihadapinya. Selain itu dapat pula meningkatkan rasa kepedulian terhadap sesame dalam kehidupan sehari-hari. Bila telusuri terhadap isu yang terjadi, ada beberapa aspek yang dapat dipelajari seperti saat siswa mencari informasi atau teori yang berhubungan dengan masalah yang terjadi, proses saat siswa berfikir dan bekerja untuk mencoba mengetahui lebih jauh masalah yang terjadi, saat siswa mengaplikasikan antara konsep dengan masalah serta ide untuk memecahkan masalah tersebut serta sikap positif terhadap masalah yang dihadapi. Suatu ide yang baik apabila isu yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dijadikan topic dalam pembelajaran kontekstual.

“Tahapan pendekatan pembelajaran kontekstual meliputi empat tahapan yaitu invitasi, eksplorasi, penjelasan dan solusi, dan pengambilan tindakan. Tahapan pembelajaran tersebut dapat dilihat pada gambar diagram berikut.”45

45


(49)

Gambar 2.1 : Diagram Tahapan Pembelajaran Kontekstual

Tahapan invitasi, siswa didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya tentang konsep yang di bahas. Bila perlu guru memancing dengan memberikan pertanyaan yang problematic tentang fenomena kehidupan sehari-hari melalui kaitan konsep-konsep yang di bahas tadi dengan pendapat yang mereka miliki. Siswa diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan, mengikutsertakan pemahamannya tentang konsep tersebut.

Tahap eksplorasi, siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, penginterpretasian data dalam sebuah kegiatan yang telah dirancang guru. Secara berkelompok siswa melakukan kegiatan dan berdiskusitentang masalah yang ia bahas. Secara keseluruhan, tahap ini akan memenuhi rasa keingintahuan siswa tentang fenomena kehidupan lingkungan sekelilingnya.

Tahapan penjelasan dan solusi, saat siswa memberikan penjelasan-penjelasan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya ditambah dengan penguatan guru, maka siswa dapat menyampaikan gagasan, membuat pendekatan, membuat rangkuman, dan ringkasan.

Tahapan pengambilan tindakan, siswa dapat membuat kepurusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, berbagai informasi dan

INVITASI

EKSPLORASI

PENJELASAN DAN SOLUSI


(50)

gagasan, mengajukan pertanyaan lanjutan, mengajukan saran baik secara individu maupun kelompok yang berhubungan dengan pemecahan masalah.

a. Langkah- Langkah Pembelajaran Kontekstual

Berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran kontekstual tersebut, maka langkah-langkah pembelajaran kontekstual seperti dibawah ini.46

1) Pendahuluan

a) Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi yang akan dipelajari.

b) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual:

c) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa d) Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi misalkan

kelompok 1 dan 2 melakukan observasi ke TPS (lingkungan hidup) dan kelompok 3 dan 4 melakukan observasi ke TPS (pembuangan sampah) e) Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai hal yang

berhubungan dengan hasil temuan saat observasi tadi.

f) Guru melakukan tanya jawab semua tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.

2) Inti

a) di lapangan

i. Siswa melakukan observasi ke TPS sesuai dengan pembagian tugas kelompok

ii. Siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan tadi sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.

b) di dalam kelas

i. Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.

ii. Siswa mempresentasikan atau melaporkan hasil diskusi

iii. Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.

46


(51)

3) Penutup

a) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi ser masalah temuan sesuai dengan indicator hasil belajar yang harus dicapai.

b) Guru menugaskann siswa untuk membuat tugas tentang pengalaman belajar mereka.

b.Strategi Pembelajaran Kontekstual

Kontekstual adalah pembelajaran yang menghubungkan antara konten pelajaran dengan situasi kehidupan nyata, dan mendorong siswa mengaitkan antara pengetahuan dan pengalaman yang didapatnya di sekolah dengan kehidupannya sebagai anggota keluarga, warganegara, dan dunia kerja. Kontekstual merupakan respons dari ketidakpuasan praktek pembelajaran yang sangat menekankan pada pengetahuan abstrak atau konseptual semata-mata. Pembelajaran demikian memang cocok untuk melahirkan para akademisi, tetapi tidak menyiapkan siswa untuk menjadi seorang professional; dengan kata lain, pembelajaran yang terlampau abstrak telah mengabaikan aspek kontekstual atau terapan dari pengetahuan tersebut.

Bagi siswa, proses pembelajaran tradisional yang menekankan pada pengetahuan abstrak/konseptual lebih pasif daripada pembelajaran yang kontekstual. Pada proses pembelajaran tradisional tersebut, siswa diharapkan untuk memahami dan menyusun informasi dalam pikirannya melalui kegiatan mendengarkan guru dan membaca materi yang ditugaskan. Sesuai dengan itu, maka metode pengajaran lebih berpusat pada guru.

Tidak semua siswa memiliki kemampuan untuk menyerap nformasi secara abstrak, oleh karena itu banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar. Juga banyak yang lulus sekolah tetapi tidak mampu berada di masyarakat sebagai anggota yang bermutu.

Penguasaan terhadap pengetahuan faktual atau „a need-to-know basis

masih tetap diperlukan sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi pengetahuan itu lebih mudah untuk dipahami jika diperoleh dari pengalaman langsung, daripada siswa hanya menghafal dan menyimpan


(52)

informasi itu dalam pikirannya sampai suatu saat nanti diperlukan.

Apprenticeship (belajar untuk mencapai keahlian tertentu, magang) adalah suatu metode pembelajaran yang menghubungkan pembelajaran dengan dunia nyata. Dalam Kontekstual, pembelajaran konsep-konsep abstrak dilakukan dengan prinsip-prinsip apprenticeship tersebut. Karena yang dipelajari adalah konsep (yang lebih berkaitan dengan kognisi daripada keterampilan, maka pembelajarannya disebut dengan cognitive apprenticeship. Cognitive apprenticeship adalah suatu metode melatih siswa dalam menyelesaikan suatu tugas.

Ada tiga hal utama yang harus dilakukan guru sebelum pembelajaran dilakukan, yaitu:

1)terlebih dahulu menetapkan kompetensi yang harus dicapai siswa, 2) menunjukkan manfaat dari tugas yang diberikan, dan

3) memberi peluang untuk keberagaman cara belajar siswa.

Dalam cognitive apprenticeship, dilakukan visualisasi konsep-konsep abstrak, memahami konsep, dan menggunakannya untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Terkait dengan konsep keberagaman tersebut, dalam CTL perlu dilakukan diversified learning strategies, yaitu yaitu penggunaan strategi pembelajaran yang bervariasi namun kontekstual. Metode ceramah dalam beberapa hal masih diperlukan, tetapi metode-metode yang berpusat pada siswa (student-centered) seperti metode inkuiri dan metode kooperatif akan lebih membantu siswa mengembangkan kompetensi dengan baik. Begitu juga, perlu dilakukan differentiated teaching strategies, yaitu pembelajaran yang demokratis dimana siswa mendapat peluang yang luas untuk memahami informasi sesuai dengan kecenderungan yang dimiliki masing-masing.

Disini diingatkan dengan konsep multiple intelligence dari Gardner, yang menekankan bahwa setiap individu memiliki kecenderungan yang dominan dalam dirinya, dan keberhasilan individu tersebut (dalam belajar dan bekerja) besar dipengaruhi oleh apakah dia dapat memanfaatkan kecenderungannya tersebut untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi.


(53)

Pemberdayaan (empowerment) sangat diperlukan dalam CTL yaitu dapat dilakukan dengan cara: (1) Fading (menjauh secara pelahan), yaitu dukungan guru dikurangi sedikit demi sedikit hingga akhirnya siswa dapat menyelesaikan tugasnya secara mandiri; (2) Articulation ( penyampaian), yaitu kesempatan untuk siswa terlibat dalam percakapan atau diskusi mengenai pengetahuannya dalam rangka memecahkan masalah; (3)

Reflection (refleksi, melihat kediri-sendiri), yaitu kegiatan dimana siswa dapat membandingkan kemampuan dan keterampilannya dengan ahli di bidangnya; dan (4) Exploration (eksplorasi, berkarya), yaitu yaitu saat dimana guru mendorong siswa untuk mencoba menemukan dan memecahkan persoalan secara mandiri.

Texas Collaborative for Teaching Excellence mengajukan suatu strategi dalam melakukan pembelajaran kontekstual yang diakronimkan menjadi REACT, yaitu: relating, experiencing, applying, cooperating, dan

transferring.

1) Relating: yaitu belajar dalam konteks menghubungkan apa yang hendak dipelajari dengan pengalaman atau kehidupan nyata. Untuk itu, bawa perhatian siswa pada pengalaman, kejadian, dan kondisi sehari-hari. Lalu, hubungkan/kaitkan hal itu dengan pokok bahasan baru yang akan diajarkan.

2) Experiencing: yaitu belajar dalam konteks eksplorasi, mencari, dan menemukan sendiri. Memang, pengalaman itu dapat diganti dengan video, atau bacaan (dan bahkan kelihatannya dengan cara ini belajar bisa lebih cepat), tetapi strategi demikian merupakan strategi pasif, artinya, siswa tidak secara aktif/langsung mengalaminya.

3) Applying yaitu belajar mengaplikasikan konsep dan informasi dalam konteks yang bermakna. Belajar dalam konteks ini serupa dengan simulasi, yang seringkali dapat membuat siswa mencita-citakan sesuatu, atau membayangkan suatu tempat bekerja dimasa depan. Simulasi seperti bermain peran merupakan contoh yang sangat kontekstual dimana siswa mengaplikasikan pengetahuannya seperti dalam dunia nyata. Seringkali


(54)

juga dilakukan berupa pengalaman langsung (firsthand experience)

seperti magang.

4) Cooperating yaitu proses belajar dimana siswa belajar berbagi (sharing) dan berkomunikasi dengan siswa lain. Pembelajaran kooperatif merupakan salahsatu strategi utama dalam CTL, karena pada kenyataannya, karyawan berhasil adalah yang mampu berkomunikasi secara efektif dan bisa bekerja dengan baik dalam tim. Aktivitas belajar yang relevan dengan pembelajaran kooperatif adalah kerja kelompok; dan kesuksesan kelompok tergantung pada kinerja setiap anggotanya. Peer grouping juga suatu aktivitas pembelajaran kooperatif. Beberapa teknik pembelajaran kooperatif akan diulas pada bagian lain dari makalah ini. 5) Transferring : yaitu belajar dalam konteks pengetahuan yang sudah ada,

artinya adalah, siswa belajar menggunakan apa yang telah dipelajari untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Aktivitas dalam pembelajaran ini antara lain adalah pemecahan masalah (problem solving).

4. Hasil Belajar Fisika Siswa a. Pengertian Belajar

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu yakni mengalami,47 Belajar adalah kegiatan-kegiatn fisik atau badaniah.48 Belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu.49

Burton dalam sebuah bukunya The Guidance of Learning Activities

merumuskan pengertian “belajar sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antar individu dengan individu dan

47

Anggun Kusuma Wardani, Pelaksanaan Pembelajaran Kontekstual Oleh Guru PKn Di SMA Negeri I Banjarnegara. (Jurusan hukum dan kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang 2007), hal.17

48

Anonim, http://agungmaul.blogspot.com/2010/09/hubungan-prilaku-siswa-smp-dan-sma.htm. (18 September 2010: 20.35)

49

Anonim, http://ahmadefendy.blogspot.com/2010/08/pengertian-hasil-belajar.html (18 September 2010: 20.35)


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (Ctl) Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS

0 5 205

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (CTL) terhadap hasil belajar siswa: kuasi ekspereimen di SMP Al-Ikhlas Cipete Jakarta Selatan

0 11 152

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (CTL) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep bunyi

2 12 149

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (CTL) melalui metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa : quasi eksperimen di SMP Negeri 6 kota Tangerang Selatan

0 4 182

PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP ZAT DAN WUJUDNYA TERINTEGRASI NILAI KEAGAMAAN (Eksperimen di MTs Al-Khairiyah,Citeureup-Bogor)

1 33 61

Penagruh pendekatan contextual teaching laering (CTL) terhadap hasil bejaran biologi siswa kuasi Ekperimen di SMPN 1 Cisauk

0 7 208

Pengaruh pendekatan contextual teaching and learning (ctl) melalui metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa

0 14 195

“Pengaruh Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Terhadap Motivasi Belajar IPS Siswa (Quasi Eksperimen di SDN 01 Cirendeu)

0 7 213

Penerapan pendekatan pembelajaran contextual teaching and learnig/CTL untuk meningkatkan hasil belajar PKN pada siswa kelas IV MI Miftahussa’adah Kota Tangerang

0 10 158

Upaya meningkatkan hasil belajar IPA pada konsep perkembangbiakan tumbuhan melalui pendekatan kontekstual: penelitian tindakan kelas di MI Hidayatul Athfal Gunungsindur

0 19 141