Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pembelajaran contextual teaching and learning : CTL di MI Al Islamiyah 01 pagi Jakarta Barat
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS
MELALUI PEMBELAJARANCONTEXTUAL TEACHING
AND LEARNING(CTL) DI MI AL ISLAMIYAH 01 PAGI
JAKARTA BARAT
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan
Untuk Memenuhi Persyaratan Akademik Program Kualifikasi S1 Kependidikan Dan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
oleh:
N U R A I D A H
NIM 809018300520JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
(3)
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nuraidah
NIM : 809018300 520
Jurusan / Parodi : PGMI / Dual Mode
Alamat : Jalan Kemandoran I/75 Rt.001/04
Kelurahan Grogol Utara
Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta Selatan 12210 MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA
Bahwa skripsi yang berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di MI Al Islamiyah 01 Pagi Jakarta Barat adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
Nama Pembimbing : Dr. Iwan Purwanto, M. Pd.
NIP : 197304242008011012
Jurusan/Program Studi : FITK/IPS
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerim segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.
Jakarta, Juli 2013 Yang Menyatakan
Nuraidah
Materai 6000
(4)
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS
MELALUI PEMBELAJARANCONTEXTUAL TEACHING
AND LEARNING(CTL) DI MI AL ISLAMIYAH 01 PAGI
JAKARTA BARAT
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh,
Nuraidah
NIM 809018300520
Dosen Pembimbing,
Dr. Iwan Purwanto, M. Pd. NIP197304242008011012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013
(5)
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
Skripsi berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di MI Al Islamiyah 01 Pagi Jakarta Barat disusun oleh Nuraidah, NIM. 809018300520, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, Oktober 2013 Yang mengesahkan,
Pembimbing
Dr. Iwan Purwanto, M. Pd. NIP197304242008011012
(6)
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di MI Al Islamiyah 01 Pagi Jakarta Barat disusun oleh Nuraidah, Nomor Induk Mahasiswa 809018300520, diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 2 Oktober 2013 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.) dalam bidang pendidikan IPS.
Jakarta, 2 Oktober 2013 Panitia Ujian Munaqasah
Ketua Panitia (Ketua Jurusan KI) Tanggal Tanda Tangan
Tanda Tangan
Rusydi Zakaria, M. Ed., M. Phil --- ---
NIP.195605301985031002
Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Prodi)
Dr. Fauzan, MA. --- ---
NIP.19761107 200701 1 013 Penguji I
Dra. Eri Rossatria, M. Ag --- ---
NIP. Penguji II
Drs. Nurrochim, MM. --- ---
NIP.195907151984031003
Mengetahui: Dekan,
Dra. Nurlena, MA. Ph.D. NIP.19591020 198603 2 001
(7)
ABSTRAK
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di MI Al Islamiyah 01 Pagi Jakarta Barat
Kata Kunci: Pembelajaran Contextual Teaching & Learning,Hasil Belajar, IPS
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efektivitas
pembelajaran IPS dengan menggunakan metode pembelajaran Contextual
Teaching & Learning terhadap peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas IV di MI Al Islamiyah 01 Pagi Jakarta Barat. Adapun metode yang digunakan penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Kemudian instrumen yang
digunakan adalah instrument tes yang berupa pretest dan postest, serta instrumen
non tes berupa lembar observasi, catatan lapangan, dan lembar wawancara.
Hipotesis tindakannya adalah penerapan pembelajaran Contextual Teaching &
Learning ini diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran IPS di MI Al Islamiyah 01 Pagi Jakarta Barat. Adapun indicator keberhasilannya yang dicapai KKM >60. Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa penerapan
pembelajaran Contextual Teaching & Learning sangat efektif terhadap hasil
belajar siswa yang diterapkan dalam pembelajaran IPS.
Berdasarkan hasil pengujian instrument, maka perincian nilai rata-rata adalah sebagai berikut; adanya perbandingan peningkatan yaitu berkurangnya siswa yang N-Gainnya rendah yaitu pada siklus I dari 5 siswa dengan persentase 18,52% sedangkan pada siklus II menjadi 1 siswa dengan presentase 3,70%. Menurunnya siswa yang N-Gainnya sedang menjadi N-Gain tinggi yaitu pada siklus I dari 19 siswa dengan persentase 70,37% sedangkan pada siklus II menjadi menjadi 11 siswa dengan persentase 40,74%. Meningkatnya siswa yang N-Gainnya tinggi yaitu pada siklus I dari 3 siswa dengan persentase 11,11% sedangkan pada siklus II menjadi 15 siswa dengan persentase 55,56%. Selain itu
untuk rata-rata pretest siklus I dan postes siklus II yaitu tidak ada peningkatan
namun hasilnya tidak berbanding terlalu jauh disebabkan siswa rata-rata masih belum mempunyai wawasan yang luas mengenai materi yang akan diajarkan,
sehingga hasil pretest siklus I 34,93, sedangkan rata-rata pretest siklus II 34,37.
Lalu untuk rata-rata posttest mengalami peningkatan yaitu di siklus I 65,48
menjadi 76,89 di siklus II. Selain itu peningkatan juga terjadi pada rata-rata N-Gain siklus I yaitu 0,47 meningkat pada siklus II menjadi 0,67. Untuk keabsahan data, instrumen yang digunakan untuk menguji hasil belajar diujikan terlebih dahulu melalui validitas, reabilitas, dan tingkat kesukaran.Uji validitas siklus I dan II didapatkan r = 0.38, uji reabilitas siklus I didapatkan r = 0.82 (tinggi) dan siklus II didapatkan r = 0.96 (sangat tinggi)
Dari Dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran Contextual
Teaching & Learning sangat efektif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar
IPS siswa. Setelah belajar dengan menerapkan pembelajaran Contextual Teaching
(8)
& Learning siswa menjadi lebih aktif dan menyenangkan dalam proses pembelajaran.
NURAIDAH (PGMI)
(9)
ABSTRACT
Efforts Improving Learning Outputof Social Sciences at 4th Grade Through Contextual Teaching & Learning Methods in MI . Al Islamiyah 01 Pagi Jakarta Barat
Keywords :Contextual Teaching & Learning Methods, Learning Output , IPS The purpose of this study was to assess the effectiveness of social studies learning by using Contextual Teaching and Learning methods to improving learning
outputof Social Science at 4th grade students in MI . Al Islamiyah 01 PagiJakarta
Barat . The research method used the method of Classroom Action Research ( CAR). Then the instrument used a test instrument pretest and posttest , as well as non-test instruments such as observation, survey, and interview. The hypothesis is the application of Contextual Teaching & Learning Methods which expected to improve student learning output of social studies in MI .Al Islamiyah 01 PagiJakarta Barat. The minimum completeness criteria indicators of success achieved >60 . The results of research showed that the application of learning Contextual Teaching & Learning is very effective against the learning output of students who applied in Social Science .
Based on the results of the test instrument , the details of the value of the average is as follows: a comparative increase in the reduced N - Gain students who are low in the first cycle of 5 students with a percentage of 18.52 % , while in the second cycle to 1 student with a percentage of 3 , 70 % . The decline in students who are being NGainhigh as in the first cycle of 19 students with a percentage of 70.37 % , while in the second cycle to be 11 students with a percentage of 40.74 % . Increased N - Gain students who are high in the first cycle of 3 students with a percentage of 11.11 % , while in the second cycle to 15 students with a percentage of 55.56 % . In addition to the average pretest and posttest cycle I cycle II is nothing but the result is not directly increase too much due to the average student does not have extensive knowledge in the subject matter to be taught , so that the results of the first cycle pretest 34.93 , while average pretest cycle II 34.37 . Then for the average posttest has risen in the first cycle at 65.48 to 76.89 at second cycle . Besides the increase also occurred in the average N - Gain which increased first cycle is 0.47 to 0.67 in the second cycle . For the validity of the data , the instrument used to test the learning output tested remedy in advance by the validity , reliability , and level of difficulty . Validity test cycle I and II obtained r = 0.38 , reliability test cycle I got r = 0.82 ( high ) and cycle II obtained r = 0.96 ( very high).
It can be concluded that the application of Contextual Teaching & Learning Methods is very effective in order to improve student learning outputof Social Science. After learning to apply Contextual Teaching & Learning Methods, students become more active and fun in the learning process.
(NURAIDAH PGMI)
(10)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dan segala puji bagi Allah Swt Tuhan Semesta Alam, berkat rahmat, taufik dan inayah-Nyalah, skripsi ini dapat terwujud. Shalawat
serta salam semoga tetap terlimpah kepada Nabiyyina, Wasyafi‟ina, Wamaulana
Muhammad beserta keluarganya, sahabatnya dan kepada seluruh umat Islam yang shalih dan Shalihah.
Karya tulis yang sederhana ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, demi terselesainya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca umumnya.
Selama penyusunan skripsi ini dan selama penulis menimba ilmu di fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, penulis banyak mendapatkan bantuan, motivasi, serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada:
1. Dra. Nurlena, M.A. Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Fauzan M.A, Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
3. Dr.Iwan Purwanto, M. Pd. Selaku Dosen Pembimbing, terima kasih atas
segala waktu, tenaga dan ilmu serta kesabaran dalam membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi.
4. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu dan tuntunan kepada
penulis selama perkuliahan.
(11)
5. Usth. Hj. Sundus, S. Pd. I., selaku penasehat Yayasan Al Islamiyah
sekaligus ibunda tercinta yang terus memberikan semangat dan do‟a
kepada penulis. “Love you Mom”
6. Almarhum Ayahanda Tercinta H. A. Rodjali, betapa penulis sangat
merindukannya. “Terimakasih ayah atas do’amu selama ini”
7. Kepala Madrasah beserta staf guru yang telah membantu dan memberikan
kesempatan kepada saya untuk mengadakan penelitian di sekolah MI Al-Islamiyah 01 Pagi Jakarta Barat atas luang waktunya untuk wawancara.
8. Suamiku tercinta Muhamad Syarif, dengan kesabaran dan do‟a yang selalu
mengiringi setiap langkah penulis menjadi kekuatan yang tak terhingga. Kedua buah hati tercinta, Ghania Syakira dan Rania Kamila Ramadhani, yang selalu menjadi penghibur di kala suka dan duka, canda tawa mereka
menghilangkan kepenatan dalam menyusun skripsi ini. „Semoga Allah
menjadikan mereka anak-anak yang sholehah, berguna bagi agama nusa
dan bangsa‟. ~Love You So Much
9. Kawan-kawan PGMI Dual Mode System khususnya kelasO , yang selalu
menghiasi hari-hariku selama masih kuliah, khususnya Irma, Euis, Mansur, Yakub, dan yang lainnya yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, bahwa sebuah kenangan yang sangat indah bisa bertemu dan
berjuang bersama kalian untuk meraih cita-cita dan masa depan.
10.Semua pihak yang tiada dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kepada semuanya penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga, semoga Allah Swt, membalas kebaikan yang mereka berikan. Dan apabila penulis ada kesalahan, kekurangan, kekhilafan mohon dimaafkan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari sistematika, bahasa maupun dari segi materi. Atas dasar ini, komentar, saran, dan kritik, dari pembaca sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat membuka cakrawala yang lebih luas bagi pembaca sekalian dan semoga bermanfaat untuk kita semua. Amin
(12)
Pada akhirnya, hanya kepada Allahlah penulis berserah diri atas segala daya dan upaya yang telah dilakukan.
Jakarta, Juli 2013 Penulis,
Nuraidah
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH …………..………... i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ………... iii
LEMBAR PENGESAHAN ..………... iv
ABSTRAK ………... v
KATA PENGANTAR………... viii
DAFTAR ISI……….... xi
DAFTAR TABEL………..……….……… xiii
TABEL GAMBAR………..……… xiv
DAFTAR LAMPIRAN……… iv
BAB I PENDAHULUAN……… 1
A.Latar Belakang ……….……….. 1
B.Identifikasi Area dan Fokus Penelitian..……….... 5
C.Pembatasan Fokus Penelitian..………... 5
D.Perumusan Masalah Penelitian...……… 6
E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian………….……..…………... 6
BAB II KAJIAN TEORETIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL, INTERVENSI TINDAKAN …..………….………..………. 7
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti……… 7
B. Hasil Penelitian yang Relevan………... 41
C. Hipotesis Tindakan………. 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 43
A. Tempat dan Waktu Penelitian………. 43
B. Metode Penelitian dan Rancangan Siklus Penelitian………. 43
C. Subjek Penelitian……….………... 45
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian……..………... 45
E. Tahapan Intervensi Tindakan………...………... 45
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan…………...………….... 50 xi
(14)
G. Data dan Sumber Data……….... 50
H. Instrumen Pengumpulan Data……..………….………. 50
I. Teknik Pengumpulan Data……….. 51
J. Teknik Pemeriksaan Kepercayaan (trustworthiness)………... 52
K. Analisis Data dan Interprestasi Data………... 54
BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN…………... 57
A. Deskripsi Data………. 57
B. Pemeriksaan Keabsahan Data………..………...…... 66
C. Analisis Data………...……… 67
D. Interpretasi Hasil Analisis………... 74
E. Pembahasan Hasil Temuan Penelitian….………...… 84
BAB V PENUTUP………... 86
Kesimpulan………. 86
Saran ………... 86
DAFTAR PUSTAKA………... 87
LAMPIRAN……… 89
(15)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Terpadu Kelas IV….... 30
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian..……….... 32
Tabel 3.2. Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas………... 37
Tabel 4.1. Data Pendidik dan Tenaga Kependidikan MI Al Islamiyah 01 Pagi…... 61
Tabel 4.2. Data Siswa MI Al Islamiyah 01 Pagi………..……… 62
Tabel 4.3. Hasil Belajar Siklus I……….……...… 67
Tabel 4.4. Hasil Belajar Siklus II……….………..…... 69
Tabel 4.5. Hasil Wawancara Responden Siswa………..…….. 71
Tabel 4.6. Proses Belajar Mengajar Siklus I………. 75
Tabel 4.7. Aktivitas Guru Siklus I ….……….………. 76
Tabel 4.8. Hasil evaluasi siklus I……….……….…………... 77
Tabel 4.9. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus II..….……..………... 80
Tabel 4.10. Aktivitas Guru Siklus II……….………...………... 81
Tabel 4.11. Hasil observasi siswa siklus II……….…………...………….... 82
(16)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1. Tahapan Penelitian Tindakan Kelas……….... 44
(17)
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 4.1. N-Gain siklus I……….………. 68
Grafik 4.2. N-Gain siklus II………...…..…… 70
(18)
(19)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hasil belajar siswa akan diperoleh setelah siswa menempuh proses atau pengalaman belajarnya. Sedangkan pengalaman belajar merupakan proses dari kegiatan belajarnya yang tentunya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dan proses kegiatan belajar itu sangat dipengaruhi oleh alternative metode mengajar yang digunakan oleh pendidik atau guru.
Keberhasilan seseorang guru dari proses belajar mengajar adalah ketika siswanya mengerti dan memahami atas apa yang disampaikannya, di mana hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami peningkatan dalam hasil belajar.
Untuk mencapai hasil belajar yang ideal, dituntut kemampuan para guru untuk membimbing siswanya dalam proses belajar. Seorang guru harus selalu siap dengan berbagai kondisi dalam menghadapi siswa dan lingkungannya, juga harus memiliki kompetensi yang tinggi untuk dapat menjalankan kewajibannya sebagai guru teladan agar tercipta sumberdaya manusia yang berkualitas.
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sebagai bidang studi membutuhkan guru-guru yang professional baik dalam penguasaan bahan, memilih bahan yang tepat serta terampil dalam mengatur proses pembelajaran kepada siswa sehingga mampu membelajarkan siswa-siswanya yang akan dan sedang mengalami kehidupan bermasyarakat sehingga melalui pembelajaran IPS siswa dipersiapkan untuk menyongsong kehidupan sesuai dengan situasi dan zamannya.
Namun banyak pandangan yang muncul seputar permasalahan yang ada dalam pendidikan IPS itu sendiri, diantaranya ada pihak yang mengkritisi strategi/pendekatan yang diterapkan guru dalam proses pembelajaran; ada yang
mengkritisi dari sudut materi yang diajarkan yang seringkali missmacth dengan
realitas yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan yang demikian setidaknya memunculkan asumsi dalam diri siswa bahwa IPS merupakan bidang studi yang
(20)
menjemukan, kurang menantang minat belajar, bahkan ia dipandang sebagai ilmu pengetahuan kelas dua. Hal ini sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Syafruddin Nurdin mengutip pendapat Nu‟man Sumantri bahwa “Pelajaran IPS yang diberikan disekolah-sekolah sangat menjemukan, membosankan. Hal ini disebabkan penyajiannya bersifat monoton dan ekspositoris, sehingga siswa
kurang antusias yang dapat mengakibatkan pelajaran kurang menarik”.1
Permasalahan pembelajaran tersebut berdampak pada minat dan motivasi siswa untuk belajar menjadi berkurang, dan pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi siswa, bahkan tidak dirasakannya materi pelajaran IPS terkait dengan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut terjadi karena metode pembelajaran yang diimplementasikan di sekolah-sekolah saat ini pada umumnya masih bersifat konvensional, disebabkan karena sejauh ini pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai perangkat fakta-fakta yang harus dihafal. Kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar.
Permasalahan di atas menimbulkan pertanyaan bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran IPS, sehingga semua siswa dapat menggunakan dan mengingatnya lebih lama konsep tersebut. Bagaimana setiap individual mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengkaitkannya dengan kehidupan nyata. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Knowies dan Srinivasan sebagaimana
yang dikutip oleh H.D. Sudjana S.menyatakan bahwa “Pembelajaran yang efektif
akan terjadi apabila kesempatan belajar berkaitan erat dengan kepentingan kehidupan peserta didik sehari-hari. Disamping itu pembelajaran melibatkan
1
Syafruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), Cet. I, h. 7
(21)
peserta didik dalam upaya penemuan-penemuan baru secara berkesinambungan yang dilakukan oleh peserta didik sendiri”.2
IPS di MI Al Islamiyah 01 Pagi, khususnya di kelas IV (empat) mempunyai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk tahun pelajaran 2012/2013 sebesar 60 (enam puluh), namun target yang tercapai di semester ganjil kenyataannya hasil belajar siswa masihjauh di bawah nilai KKM.Jika metode pembelajaran yang dilaksanakan berikut dengan teknik-tekniknya sesuai dengan materi dan tujuan dan pembelajaran yang diharapkan tentunya KKM akan tercapai dan tentunya diharapkan lebih baik dari sebelumnya.
Atas dasar uraian di atas, salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diandalkan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah pembelajaran CTL dimana diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa sehingga proses pembelajaran akan berjalan efektif, sehingga KKM menjadi tuntas atau diharapkan nilai rerata kelas melebihi target yang telah ditetapkan (>60).
“Contextual Teaching & Learning (CTL), yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemuan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong sisw untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupannya”3
.
CTL dikembangkan oleh The Washington State Concortium for
Contextual Teachng and Learning, yang melibatkan 11 perguruan tinggi, 20 sekolah dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dunia pendidikan di AmerikaSerikat. Salah satu kegiataannya adalah melatih dan memberi kesempatan
2
H.D. Sudjana, Metode dan Teknik Pembelarajan Partisipatif, (Bandung: Falah Production, 2001), Cet. IV, h. 36
3
WinaSanjaya.
PembelajarandanImplementasidalamKurikulumBerbasisKompetensiJakarta:Kencana. 2005. Hal 109
(22)
kepada guru-guru dari enam propinsi di Indonesia untuk belajar pendekatan
kontekstual di Amerika Serikat, melalui Direktorat SLTP Depdiknas.4
“Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga dan masyarakat (US Department of Education, 2001)”5
CTL merupakan pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan yang dilakukan secara ramah, terbuka, negosiasi. Hal ini terkait
dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa
manfaat dari materi yang akan disajikan. Motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkrit dan suasana menjadi kondusif, nyaman dan menyenangkan. Sehingga prinsip pembelajaran CTL adalah aktivitas siswa, dimana siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat tetapi juga mengembangkan kemampuan bersosialisasi.
Tentunya CTL akan tercapai secara maksimal jika didukung oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu metode pembelajaran yang relevan dengan materi yang diajarkan. Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat bergantung pada cara guru menggunakan metode pembelajaran, karena suatu strategi pembelajaran hanya mungkin dapat diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran.
Dengan demikian, secara konseptual contextual teaching and learning
(CTL) dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran IPS melalui langkah-langkah yang kreatif dan efektif. Berpedoman pada masalah tentang rendahnya
kualitas pembelajaran IPS dan anjuran penerapan pendekatan contextual teaching
and learning (CTL) di sekolah-sekolah, maka masalah tersebut menjadi daya tarik
penulis untuk mengangkatnya dalam skripsi dengan judul “Upaya
4
Ayo BukaSaja. Pendekatan Kontekstualatau Contextual Teaching and Learning. Artikel diakses pada Kamis, 6 Juni 2013 dari ( http://www.ayobukasaja.com/2012/12/pendekatan-kontekstual-atau-contextual.html)
5
Ayo BukaSaja. Pendekatan Kontekstual atau Contextual Teaching and Learning. Artikel diakses pada Kamis, 6 Juni 2013 dari ( http://www.ayobukasaja.com/2012/12/pendekatan-kontekstual-atau-contextual.html
(23)
Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di MI. Al Islamiyah 01 Pagi Jakarta”
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka diantara masalah yang dapat diidentifikasikan berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Hasil belajar IPS siswakelasIV (empat) MI Al Islamiyah 01 Pagi masih rendah
atau masih di bawah KKM.
2. Metode Pembelajaran IPS masih bersifat konvensional.
3. Pelajaran IPS yang diberikan di sekolah-sekolah sangat menjemukan,
membosankan. Hal ini disebabkan penyajiannya bersifat monoton dan ekspositoris.
4. Hasilbelajar IPS siswakelas IV (empat) MI. Al Islamiyah 01 Pagi Jakarta
hanya terbatas pada ranah kognitif saja,yang seharusnya secara konprehensif yang mencakup kognitif, afektif, psikomotorik.
5. Kurang tepatnya metode yang digunakan guru dalam pembelajaran IPS.
6. Siswa kurang aktif dan kreatif dalam kegiatan pembelajarn IPS di kelas.
C. Pembatasan Fokus Penelitian
Banyakfaktor yang dapat mempengaruhi belajar siswa. Penerapan
pembelajaran Contextual Teaching & Learning yang didukung oleh metode yang
tepat akan memberikan dan membuat hasil belajar siswa menjadi lebih baik. Agar masalah di atas dapat dibahas secara jelas dan tidak meluas, maka masalah harus dibatasi.
Dari identifikasi masalah di atas, maka permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yaitu :
“Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPS Melalui Pembelajaran Contextual
Teaching and Learning (CTL) di MI. Al Islamiyah 01 Pagi Jakarta”
(24)
D. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapatlah disusun suatu rumusan masalah yang akan dicarikan jawabannya dalam penelitian ini, yaitu
“Apakah pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat meningkatkan hasil belajar IPS melalui di MI. Al Islamiyah 01 Pagi Jakarta?”
E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang penulis lakukan adalah untuk mengetahui apakah
pembelajaran contextual teaching and learning (CTL) dapat meningkatkan
hasil belajar IPS kelas IV (empat) MI. Al Islamiyah 01 Pagi Jakarta.
2. Kegunaan Hasil Penelitian
Adapun kegunaan yang diperoleh dari hasil pelaksanaan penelitian ini adalah:
1) Secara umum penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
pengembangan ilmu pengetahuan dan pada dunia pendidikan khususnya.
2) Mendukung teori yang telah ada dan memberikan sumbangsih
pengetahuan tentang contextual taeching and learning sebagai bahan
referensi dan sumber acuan untuk penelitian yang akan datang.
3) Memberikan informasi bagi pihak terkait tentang pembelajaran contextual
teaching and learning untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas pembelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS) bagi para siswa.
(25)
(26)
BAB II
KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL
INTERVENSI TINDAKAN
A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti
1. Contextual Teaching & Learning (CTL)
a. Hakikat Pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkan
dalam kehidupannya.6
Pengertian pembelajaran kontekstual seperti dikutip oleh Kunandar, yaitu
sebagai berikut:“Johnson mengartikan pembelajaran kontekstual adalah suatu
proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara menghubungkannya dengan konteks
lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya”.7
Johnson, mengungkapkan : “CTL memungkinkan siswa menghubungkan isi mata pelajaran akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari untuk menemukan makna. CTL memperluas konteks pribadi siswa lebih lanjut melalui pemberian pengalaman yang segar yang akan merangsang otak guna menjalin
hubungan baru untuk menemukan makna yang baru”.8
Sementara itu Howey R. Kenneth mendefenisikan CTL sebagai berikut: “CTL adalah pembelajaran yang memungkinkan terjadinya proses belajar dimana siswa menggunakan pemahaman dan kemampuan akademiknya dalam berbagai
6
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2010, Cet.7, h. 255
7
Kunandar, Guru Profesional Implikasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2007), Edisi Revisi, h. 295 - 296
8
Masitoh & Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2009, h. 280
(27)
konteks dalam dan luar sekolah untuk memecahkan masalah yang bersifat
simulatif atau pun nyata, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama”.9
Dengan merujuk beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kontekstual sebagai pembelajaran yang memfasilitasi kegiatan belajar siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat kongkrit (terkait dengan kehidupan nyata) melalui pelibatan aktivitas belajar
mencoba melakukan dan mengalami sendiri (learning by doing). Dengan
demikian pembelajaran tidak sekedar dilihat dari sisi produk, akan tetapi yag terpenting adalah proses. Oleh karena itu tugas seorang guru dalam mensiasati strategi, metode, ataupun teknik pembelajaran bagaimana yang dipandang lebih efektif dalam membimbing kegiatan belajar siswa agar dapat menemukan apa yang menjadi harapannya.
Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator tanpa henti yakni membantu
siswa menemukan makna (pengetahuan). Pada dasarnya siswa memiliki response
potensiality yang bersifat kodrati. Keinginan untuk menemukan makna adalah sangat mendasar bagimanusia. Tugas utama pendidik adalah memperdayakan potensi kodrati ini sehingga siswa terlatih menangkap makna dari materi yang diajarkan.
Berdasarkan pengertian-pengertian yang dikemukakan diatas, dapat
diperoleh beberapa makna esensial dari CTL, yaitu; pertama, CTL menekankan
kepada proses keterlibatan siswa untuk menemukan materi, artinya proses belajar
diorientasikan pada proses pengalamana secara langsung. Kedua, CTL mendorong
agar siswa dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan
antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL
mendorong siswa untuk dapat menerapkan kemampuannya dalam kehidupan, artinya CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya akan tetapi bagaimana materi pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa dipandang dari sudut pembelajaran (teoritik), CTL merupakan sebuah konsep (model) yang
9
ibid
(28)
berisikan sejumlah strategi pembelajaran yang efektif digunakan untuk dapat membelajarkan siswa.
b. Kompenen-komponen Contextual Teaching & Learning (CTL)
Komponen-komponen CTLmenurut Johnson B. Elaineseperti dikutip oleh Masitoh dan Laksmi Dewi, yaitu sebagai berikut: Komponen CTL meliputi: (1) making meaningful connections, (2) doing significant work, (3) self-regulated learning, (4) collaborating, (5) critical and creative, (6) reaching high standards, (7) reaching high standards, (8) using authentic assessment. 10
Yaitu (1) menjalin hubungan-hubungan yang bermakna, (2) mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang berarti, (3) melakukan proses belajar yang diatur sendiri, (4) mengadakan kolaborasi, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) memberikan layanan secara individual, (7) mengupayakan pencapaian standar yang tinggi, (8) menggunakan assesmen otentik.
c. Karakteristik Contextual Teaching & Learning (CTL)
CTL sebagai suatu pendekatan pembelajaran memiliki tujuh asas. Asas-asas ini yang melandasi pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL, asas-asas ini disebut juga sebagai komponen-komponen CTL. Ketujuh asas itu adalah sebagai berikut:
1) Konstruktivisme
Menurut Wina Sanjaya “Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menurut kontruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang”.11
Asas kontruktivisme pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL lebih menekankan pada kematangan siswa dalam menemukan, menciptakan dan mengkristalkan sebuah konsep keilmuan berdasarkan pengetahuan yang sebelumnya dimiliki oleh siswa dan proses olah pikir
10
Masitoh & Laksmi Dewi, h. 281 11
Wina Sanjaya., h. 118
(29)
terhadap pengetahuan baru sehingga siswa dapat lebih memahami tentang apa yang dipelajari berdasarkan pengalaman belajar yang dialaminya. Kontruktivisme merupakan starategi pemberdayaan kompetensi dan pemberian kesempatan yang luas kepada siswa untuk lebih berperan dalam menjadikan pembelajaran yang bermakna bagi perkembangan keilmuannya.
2) Inkuiri
Menurut Oemar Hamalik “Inkuiri disebut juga penemuan adalah proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atu prinsip, misalnya mengamati, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, dan membuat kesimpulan dan sebagainya”. 12
Menurut Nurhadi, menemukan merupakan “Bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan apapun materi yang diajarkannya”.13
Langkah-langkah dalam proses inkuiri menurut Sagala:
a. Menyadarkan peserta didik bahwa mereka memiliki keingintahuan
terhadap sesuatu.
b. Perumusan masalah yang harus dipecahkan peserta didik.
c. Menetapkan jawaban sementara atau hipotesis.
d. Mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab
permasalahan atau hipotesis.
e. Menarik kesimpulan atau generalisasi.
f. Mengaplikasikan kesimpulan atau generaliasasi dari situasi baru.14
12
http://www.kajianpustaka.com/2013/07/metode-inkuiri.html. Diakses pada Rabu, 2 Oktober 2013, pukul 23.00 WIB
13
Nurhadi., h. 43 14
http://www.kajianpustaka.com/2013/07/metode-inkuiri.html. ibid
(30)
3) Bertanya (Questioning)
Departemen Pendidikan Nasioanal, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
dan Menengah di jelaskan bahwa “Bertanya dalam pembelajaran
dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam pembelajaran yang berbasis inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang telah diketahui,
dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya”.15
Menurut Nurhadi “Guru dapat menggunakan teknik bertanya dengan cara memodelkan keingintahuan siswa dan mendorong siswa agar mengajukan pertanyaan. Siswa belajar mengajukan pertanyaan tentang gejala yang ada, belajar bagaimana merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diuji, dan belajar saling bertanya tentang bukti, interpretasi, dan penjelasan-penjelasan yang ada”.16
Uraian teori yang menjelaskan tentang hakikat bertanya (questioning)
yang terdapat pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan CTL, penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa penggunaan pertanyaan dalam pembelajaran memiliki makna dan kegunaan yang varian, tidak hanya alat untuk menggali informasi dan pemahaman siswa, malainkan melatih siswa mengekplor gejala/konsep dari materi yang dipelajari. Siswa belajar bagaimana merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diuji, dan belajar saling bertanya tentang bukti, interpretasi, dan penjelasan-penjelasan yang ada dalam pengalaman belajarnya. Hal yang perlu digarisbawahi bahwa bentuk pertanyaan yang dimaksud dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL tidak sekedar pertanyaan yang muncul atau keluar dari siswa, akan tetapi pertanyaan yang tentunya relevan berkaitan dengan fungsinya yang dijabarkan penulis di atas, karena jika pertanyaan yang tercipta tidak relevan atau hanya merupakan pertanyaan yang tidak berdasar dalam arti tidak sinkron dengan tema yang ingin diketahui, maka fungsi pertanyaan yang ada tidak dapat menjadi bagian proses berpikir dan refleksi dari apa yang dilakukan.
15
Depdiknas Dirjend Pendidikan Dasar dan Menengah, Pendekatan Kontekstual
(Kontextual Teaching and Learning), (Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, 3003), h. 11.
16
Nurhadi., h. 45
(31)
Dengan demikian kegiatan bertanya dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL merupakan bagian dari sistem dalam upaya mewujudkan sebuah pembelajaran yang produktif.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Wina Sanjaya mengemukakan bahwa “Suatu permasalah tidak mungkin dapat dipecahkan sendirian, akan tetapi membutuhkan bantuan orang lain.
Konsep masyarakat belajar (learning community) dalam CTL menyarankan
agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain. Hasil
belajar dapat diperoleh dari hasil sharing dengan orang lain, antar teman, antar
kelompok”.17
Selanjutnya Departemen Pendidikan Nasioanal, Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah menjelaskan bahwa “Dalam kelas CTL,
guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok-kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen, yang pandai mengajari yang lemah, yang tahu mengajari yang belum tahu, yang cepat menangkap mendorong temannya yang lambat, yang mempunyai gagasan segera memberi usul, dan seterusnya”.18
Menurut Nurhadi “Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu, semua pihak mau saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau ketampilan yang berbeda yang perlu dipelajari”.19
Hal-hal yang dapat dipahami penulis berkaitan dengan learning
community pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL adalah dilatarbelakangi oleh kondusifnya kelas dalam kegiatan belajar sehingga antara siswa baik secara individu maupun kelompok dapat menciptakan interaksi edukatif dan memiliki kesadaran untuk bersama-sama mencari, menemukan dan menginterpretasikan pengetahuan/informasi yang didapat selama proses pembelajaran berlangsung, karena pada substansinya setiap permasalahan tidak serta merta dapat dipecahkan/diselesaikan secara individu,
17
Wina Sanjaya., h. 120-121 18
Depdiknas Dirjend Pendidikan Dasar dan Menengah., h. 15 19
Nurhadi., h. 49
(32)
akan tetapi butuh kerja sama/kontribusi dari orang lain. Untuk itulah learning community begitu penting untuk diciptakan dalam pembelajaran. Learning community dapat tercipta ketika unsur yang ada dalam kelas saling terbuka dan saling berkontribusi satu sama lain, baik antar siswa maupun dengan guru sekalipun, sehingga yang terjadi adalah tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang menganggap paling tahu akan keilmuan atau informasi yang sedang digali, semua pihak mau saling mendengarkan dan menerima kritik atau masukan selama proses pembelajaran berlangsung. Pada substansinya setiap pihak harus berpandangan bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman, atau ketampilan yang berbeda yang perlu dipelajari
dan menjadikan hal tersebut sebagai khazanah keilmuan yang dapat
dimanfaatkan demi keberlangsungan pembelajaran yang produktif dan mencerdaskan.
5) Pemodelan (Modeling)
Komponen CTL selanjutnya adalah pemodelan. Yang dimaksud dengan asas modeling menurut Nurhadi adalah Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru menginginkan siswanya untuk belajar dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswinya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demontrasi, pemberian contoh tentang konsep
atau aktivitas belajar.20
Menurut Wina Sanjaya “Proses modeling, tidak terbatas dari guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya
verbalisme”.21
Dari beberapa uraian pandangan yang menjelaskan urgensi pemodelan (modeling) dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL,
penulis dapat menyimpulkan bahwa modeling yang dimaksud dalam
20
Nurhadi., h. 49 21
Wina Sanjaya., h. 121-122
(33)
pembelajaran CTL adalah salah satu bentuk usaha guru dalam menterjemahkan sebuah konsep keilmuan dalam arti membahasakan gagasan yang dipikirkan ke dalam bentuk atau skema yang mudah dipahami oleh siswa agar esensi keilmuan yang ditentukan dalam tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Modeling tidak hanya dilakukan oleh guru,
modeling juga dapat dilakukan oleh siswa ketika guru menganggap ada sebagian dari siswa mampu mendemontrasikan akan konsep yang
dipelajari bagi teman-temannya. Tentunya keberhasilan modeling dalam
pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL tidak serta merta datang begitu saja dan berhasil menjadi salah satu cara dalam memberikan pemahaman yang lebih kepada siswa tanpa adanya keterbukaan dan kesadaran akan pertingnya kerja sama dalam mewujudkan sebuah pembelajaran yang mencerdakan. Untuk itu, semestinya semua unsur kelas harus saling mendukung satu sama lain dan berusaha meminimalisir kecenderungan untuk mendominasi sebuah interaksi atau pembelajaran dalam skup yang lebih luas.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi juga bagian penting dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, menurut Wina Sanjaya refleksi adalah roses mengendapkan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan
menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.22
Nurhadi mengemukakan bahwa dalam proses pembelajaran kontekstual “Guru membantu siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru, dengan begitu siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna tentang apa yang baru dipelajarinya. Kunci dari itu semua adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan
merasakan ide-ide baru”.23
22
Wina Sanjaya., h. 122 23
Nurhadi., h. 51
(34)
Beberapa uraian teori berkaitan dengan refleksi yang ada pada pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL, penulis dapat mengambil sebuah kesimpulan bahwa refleksi merupakan salah satu bentuk usaha guru untuk mengarahkan siswa akan segala hal yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung dengan merenung, mengungkapkan kesan yang ada dalam pengalaman belajar siswa agar semua itu masuk ke dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Guru membantu siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan baru, dengan begitu siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna tentang apa yang baru dipelajarinya. Kunci dari itu semua adalah, bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan merasakan ide-ide baru.
7) Penilaian Nyata (Authentic Assessment)
Komponen CTL selanjutnya adalah penilaian nyata (Authentic
Assessment). Menurut Nurhadi Assessment adalah:
Proses pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil tindakan yang tepat agar siswa terbebas dari kemacetan
belajar.24
Wina Sanjaya mengemukakan bahwa “Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti
hasil tes akan tetapi juga proses belajar”.25
24
Nurhadi., h. 52 25
Wina Sanjaya., h. 122
(35)
Hal senada juga disampaikan dalam Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah., bahwa
“Assessment menekankan proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Data yang diambil dari kegiatan siswa saat melakukan kegiatan itulah yang disebut dengan data autentik. Penilai dalam penilaian autentik tidak hanya guru, tetapi bisa juga teman atau orang lain”.26
Beberapa penjelasan mengenai penilaian nyata (authentic assessment)
dalam pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL sebagaimana
diuraikan di atas, dapat penulis pahami bahwa authentic assessment
merupakan tahap akhir dari apa yang harus dilakukan oleh guru ketika
menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik. Authentic assessment yang
dilakukan guru merupakan bukti keseriusan guru dalam menciptakan sebuah
pembelajaran yang efektif dan tepat guna. Authentic assessment seyogyanya
dilakukan tidak hanya pada akhir setiap sesi pembelajaran, namun dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Tujuannya adalah untuk mengukur tingkat keberhasilan guru dalam mengajar serta mengetahui seberapa besar siswa dapat belajar dengan memberdayakan seluruh potensi yang dimilikinya berkaitan dengan keingintahuannya akan sesuatu, karena keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja (kognitif) akan tetapi perkembangan seluruh aspek yang semestinya tercapai ketika siswa memperoleh pengalaman belajar.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama sebagaimana yang telah disebutkan. Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya.
Pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) adalah
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat
26
Depdiknas Dirjend Pendidikan Dasar dan Menengah., h. 19
(36)
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama
pembelajaran efektif, yakni konstruktivisme (constructivism), bertanya
(questioning), menemukan (inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment)
d. Pelaksanaan pembelajaran Contextual Teaching & Learning (CTL)
1) Kegiatan Pendahuluan Pembelajaran
Departemen Pendidikan Nasional, dalam Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu, menjelaskan bahwa:
Kegiatan pendahuluan (introduction) pada dasarnya merupakan
kegiatan awal yang harus ditempuh guru dan peserta didik pada setiap kali pelaksanaan pembelajaran IPS. Fungsinya terutama untuk menciptakan suasana awal pembelajaran yang efektif yang memungkinkan peserta didik dapat mengikuti proses pembelajaran
dengan baik. Efisiensi waktu dalam kegiatan pendahuluan
pembelajaran IPS ini perlu diperhatikan, karena waktu yang tersedia untuk kegiatan tersebut relatif singkat, berkisar antara 5-10 menit. Dengan waktu yang relatif singkat tersebut diharapkan guru dapat menciptakan kondisi awal pembelajaran dengan baik, sehingga dalam kegiatan inti pembelajaran IPS peserta didik sudah siap untuk
mengikuti pelajaran dengan seksama.27
Berkaitan dengan penjelasan di atas mengenai langkah awal yang harus dilakukan oleh guru, Departemen Pendidikan Nasional, juga menjelaskan bahwa “Kegiatan utama yang dilaksanakan dalam pendahuluan pembelajaran ini di antaranya untuk menciptakan kondisi-kondisi awal
pembelajaran yang kondusif, melaksanakan kegiatan apersepsi
(apperception), dan penilaian awal (pre-test)”.28
Lebih lanjut Departemen Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa Penciptaan kondisi awal pembelajaran dilakukan dengan cara
mengecek atau memeriksa kehadiran peserta didik (presence,
attendance), menumbuhkan kesiapan belajar peserta didik (readiness),
27
Depdiknas Balitbang Pendidikan Nasional, Model Pembelajaran IPS Terpadu,(Jakarta: Pusat Kurikulum, 2006), h. 17
28
Depdiknas Dirjend Pendidikan Dasar dan Menengah., h. 17
(37)
menciptakan suasana belajar yang demokratis, membangkitkan motivasi belajar peserta didik, dan membangkitkan perhatian peserta
didik.29
Masih menurut Departemen Pendidikan Nasional yang menerangkan bahwa “Melaksanakan apersepsi (apperception) dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tentang bahan pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya dan memberikan komentar terhadap jawaban peserta didik,
dilanjutkan dengan mengulas materi pelajaran yang akan dibahas”.30
Departemen Pendidikan Nasional juga menjelaskan bahwa
“Melaksanakan penilaian awal dapat dilakukan dengan cara lisan pada beberapa peserta didik yang dianggap mewakili seluruh peserta didik, bisa juga penilaian awal ini dalam prosesnya dipadukan dengan kegiatan apersepsi”.31
Abdul Gafur menjelaskan bahwa pada pembelajaran berbasis CTL pada kegiatan pendahuluan meliputi:
Pemberitahuan tujuan, ruang lingkup materi, manfaat atau kegunaan mempelajari suatu topik baik untuk keperluan belajar sekarang maupun belajar di kemudian hari dan sebagainya. Untuk mengetahui kesiapan
siswa, dalam kegiatan pendahuluan dapat juga diadakan prerequisite
test atau pretes. Siswa yang sudah menguasai materi yang akan
diajarkan diperbolehkan mempelajari topik berikutnya, sedangkan siswa yang bekal pengetahuannya kurang diberi pembekalan atau matrikulasi. Untuk mendorong motivasi, diberitahukan kerugian atau
sanksi jika tidak mempelajari suatu topik32
Berangkat dari beberapa pengertian tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang guru pada tahap pendahuluan dalam pembelajaran, penulis dapat menarik benang merah bahwa kegiatan pendahuluan menjadi begitu penting dan sudah semestinya dilakukan oleh guru sebelum memasuki tahap pembelajaran inti karena dalam tahap ini guru dapat mengetahui apa
29
ibid
30
ibid
31
ibid
32
Abdul Gafur, “Penerapan Konsep dan Prinsip Pembelajaran Kontekstual dan Desain Pesan dalam Pengembangan Pembelajaran dan Bahan Ajar”, dalam Dewi Salma Prawiradilaga (eds.), Mozaik Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 21-22
(38)
yang harus dilakukan pada tahap berikutnya. Selain itu, pada tahap pendahuluan seorang guru juga dapat mengukur tingkat pemahaman siswanya akan materi yang dipelajari sehingga apa yang dilakukannya pada tahap pembelajaran inti dan evaluasi merupakan langkah penterjemahan dan aplikasi dari pengetahuan yang diperoleh guru dari tahap sebelumnya.
Senada dengan hal tersebut di atas, Syarifuddin Nurdin, juga menerangkan bahwa “Pada awal proses instruksional harus diadakan
assessment mengenai siswa untuk mengetahui tingkat perkembangan kognitif dan afektif, kesiapan mempelajari bahan baru, bahan yang telah
dipelajari sebelumnya, pengalaman berhubungan dengan bahan
pelajaran”.33
Dengan demikian dapat dipahami bahwa assessment
merupakan sarana bagi guru untuk mengetahui keadaan siswanya sebelum pembelajaran dimulai.
Selanjutnya Wina Sanjaya, menerangkan bahwa pada bagian pendahuluan guru melakukan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
Pertama guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai serta manfaat dari proses pembelajaran dan pentingnya materi yang akan
dipelajari. Kedua guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL
dengan cara siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa, tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi, kemudian melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai
hal yang ditemukan. Ketiga, guru melakukan tanya jawab sekitar tugas
yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.34
Berdasarkan pernyataan di atas dapat dipahami bahwa seorang guru yang menerapkan CTL, ada beberapa langkah yang harus dilalui oleh guru tersebut pada bagian pendahuluan, yaitu diantaranya ia menjelaskan kompetensi dasar, manfaat serta urgensinya mempelajari materi tersebut.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Nurhadi, yang menyatakan bahwa “Dalam pelaksanaan kegiatan CTL di kelas, pada awal
33
Syarifuddin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), Cet. I, h. 113
34
Sanjaya., h. 124
(39)
pembelajaran guru memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, kemudian untuk mencapai tujuan tersebut guru membagikan kelompok”.35
Terdapat beberapa hal yang dapat penulis pahami tentang apa yang harus dilakukan oleh guru terkait dengan uraian teori yang lebih mengkhususkan pada pembelajaran yang berbasis CTL bahwa seorang guru pada tahap pendahuluan ini dituntut untuk memaksimalkan kinerjanya dengan melakukan apa yang dianggap penting demi kelancaran pembelajaran dan ketercapaian atas tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan sebelumnya, termulai dari memberikan assessment,
menjelaskan tujuan pembelajaran, mengungkapkan
kompetensi-kompetensi yang harus tercapai pada pembelajaran serta urgensi mempelajari materi bagi siswa.
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa pada kegiatan pendahuluan guru dalam menerapkan pendekatan CTL pertama-tama guru memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan mengenai topik bahasan yang akan dipelajari, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan membagikan siswa kepada beberapa kelompok.
2) Kegiatan Inti Pembelajaran
Departemen Pendidikan Nasional, dalam Panduan Pengembangan
Pembelajaran IPS Terpadu, menjelaskan bahwa “Kegiatan inti dalam
pembelajaran IPS bersifat situasional dalam arti perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi tempat proses pembelajaran itu berlangsung. Terdapat beberapa kegiatan yang dapat dilakukan dalam kegiatan inti pembelajaran IPS”.36
Lebih lanjut Departemen Pendidikan Nasional, juga menjelaskan bahwa kegiatan paling awal yang perlu dilakukan guru adalah memberitahukan tujuan atau kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik beserta garis-garis besar materi/bahan pembelajaran yang
35
Nurhadi, Kurikulum 2004. Pertanyaan dan Jawaban, (Jakarta: Grasindo, 2005),Cet. ke-1, h. 106-107
36
Depdiknas Balitbang Pendidikan Nasional., h. 18
(40)
akan dipelajari. Hal ini perlu dilakukan agar peserta didik mengetahui sejak awal kemampuan-kemampuan apa saja yang akan diperolehnya
setelah proses pembelajaran berakhir.37
Selain dari itu Departemen Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa Cara yang cukup praktis untuk memberitahukan tujuan atau kompetensi tersebut kepada peserta didik bisa dilakukan dengan cara tertulis atau lisan, atau kedua-duanya. Guru menuliskan tujuan/kompetensi tersebut di papan tulis dilanjutkan dengan penjelasan secara lisan mengenai pentingnya tujuan/kompetensi tersebut dikuasai peserta didik”.38
Departemen Pendidikan Nasional, juga menjelaskan bahwa kegiatan lainnya di awal kegiatan inti pembelajaran IPS yaitu menjelaskan alternatif kegiatan belajar yang akan dialami peserta didiK, dalam tahapan ini guru perlu menyampaikan kepada peserta didik tentang kegiatan-kegiatan belajar yang harus ditempuh peserta didik dalam
mempelajari tema/topik, atau materi pembelajaran IPS.39
Departemen Pendidikan Nasional, juga dijelaskan bahwa kegiatan belajar yang ditempuh peserta didik lebih diutamakan pada terjadinya proses belajar yang berorientasi pada aktivitas peserta didik, sedangkan guru lebih banyak bertindak sebagai fasilitator yang memberikan kemudahan-kemudahan kepada peserta didik untuk belajar. Peserta didik diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri apa yang dipelajarinya”.40
Wina Sanjaya, mengatakan bahwa pada bagian inti pembelajaran siswa melakukan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
Pertama, di lapangan siswa melakukan observasi sesuai dengan pembagian tugas kelompok kemudian siswa mencatat hal-hal yang mereka temukan sesuai dengan alat observasi yang telah mereka
tentukan sebelumnya. Kedua, di dalam kelas siswa mendiskusikan
hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing, kemudian siswa melaporkan hasil diskusi, dan setiap kelompok
menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh kelompok lain.41
Demikian juga dengan Zahorik, yang menerangkan bahwa “Ketika berlangsungnya pembelajaran, siswa melakukan percobaan, diskusi
37
ibid
38
Depdiknas Dirjend Pendidikan Dasar dan Menengah., h. 18 39
ibid
40
ibid
41
Sanjaya., h. 125
(41)
kelompok, hasil diskusi dipresentasikan, kemudian guru menerangkan konsep yang dipelajari”.42
Abdul Gafur, juga menerangkan bahwa dalam penerapan CTL, sebanyak mungkin menggunakan teknik penyajian atau presentasi inquisitory, discovery, tanyak jawab, inventory, induktif. Mengupayakan agar siswa mengalami langsung, menemukan, menyimpulkan, dan menyusun sendiri konsep yang diperlajari. Kegiatan tersebut dapat dilakukan baik secara individual maupun
kolektif (kerja sama).43
Selain dari itu ia menambahkan bahwa “Agar penyajian menarik
perlu menggunakan alat pemusat perhatian berupa media yang menarik
seperti warna-warni, gambar, ilustrasi dan sebagainya”.44
Selama berlangsungnya proses belajar mengajar Syarifuddin Nurdin, mengungkapkan bahwa:
Siswa harus dipantau dan dinilai terus-menerus, untuk mengetahui sampai di mana bahan telah dikuasai, bahan manakah yang belum dipahami, apa sebab ada kegagalan memahami bahan tertentu, metode dan alat manakah yang paling besar atau paling kecil manfaatnya, dan bahan manakah yang harus diajarkan kembali, serta kepada siswa mana
bahantersebut harus diajarkan kembali.45
Berdasarkan beberapa uraian teori yang menjelaskan tentang apa yang harus dilakukan oleh seorang guru pada tahap pembelajaran inti, terlebih bagi guru yang mengajar dengan menggunakan pendekatan CTL dalam pembelajarannya, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pendekatan CTL cukup praktis yang menjabarkan ritme-ritme pembelajaran untuk mencapai hasil yang maksimal dan siswa dapat memperoleh pengalaman belajar yang berkesan sehingga apa yang dipelajari siswa dapat dipahami dengan baik. CTL dalam pembelajaran
sangat banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk
memberdayakan pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya sehingga pengalaman belajar yang dialami siswa adalah hasil belajarnya sendiri.
42
Nurhadi., h. 106-107 43
Gafur.,h. 22 44
ibid
45
Nurdin., h. 113
(42)
Siswa mencari, menemukan dan mengolah informasi yang diperolehnya dalam pembelajaran. Sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan mediator dalam pembelajaran. Selain itu, guru juga dituntut untuk lebih terampil dan brilian dalam menentukan metode/alat dan strategi yang diterapkan dalam pembelajaran sehingga hal tersebut dapat
membantu siswa dalam mencapai pengalaman belajar yang
membelajarkan siswa dan ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan pun dapat diraih tanpa banyak menemukan kendala dan hambatan.
3) Kegiatan Akhir (Penutup) dan Tindak Lanjut
Departemen Pendidikan Nasional, dalam Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu, menjelaskan bahwa:
Kegiatan akhir dalam pembelajaran IPS tidak hanya diartikan sebagai kegiatan untuk menutup pelajaran, tetapi juga sebagai kegiatan penilaian hasil belajar peserta didik dan kegiatan tindak lanjut. Kegiatan tindak lanjut harus ditempuh berdasarkan pada proses dan hasil belajar peserta didik. Waktu yang tersedia untuk kegiatan ini relatif singkat, oleh karena itu guru perlu mengatur dan memanfaatkan
waktu seefisien mungkin.46
Secara umum dalam Departemen Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa kegiatan akhir dan tindak lanjut dalam pembelajaran IPS di antaranya:
a) Melaksanakan dan mengkaji penilaian akhir
b) Melaksanakan tindak lanjut pembelajaran melalui kegiatan pemberian
tugas atau latihan yang harus dikerjakan di rumah, menjelaskan kembali bahan pelajaran yang dianggap sulit oleh peserta didik, membaca materi pelajaran tertentu, dan memberikan motivasi atau bimbingan belajar
c) Mengemukakan topik yang akan dibahas pada waktu yang akan
datang, dan menutup kegiatan pembelajaran.47
Wina Sanjaya, mengemukakan bahwa “Pada bagian akhir dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar masalah sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai, kemudian guru
46
Depdiknas Balitbang Pendidikan Nasional., h. 18 47
Depdiknas Dirjend Pendidikan Dasar dan Menengah., h. 18
(43)
menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka tentang tema yang dibahas”.48
Abdul Gafur, menjelaskan bahwa Pada bagian akhir dari pembelajaran siswa diberikan umpan balik, yaitu informasi yang diberikan kepada siswa mengenai kemajuan belajarnya, sebagai contoh siswa diberikan soal-soal latihan dan diberikan pula kunci jawabannya tetapi jawaban tersebut diberikan setelah mereka selesai mengerjakan soal-soal latihan tersebut, dengan mengetahui kunci jawaban mereka akan mengetahui
letak kebenaran dan kesalahan jawabannya.49
Selanjutnya sebelum pembelajaran diakhiri Abdul Gafur, menambahkan bahwa:
Siswa diberikan kegiatan tindak lanjut berupa transfer pengetahuan (transferring), pemberian pengayaan, dan remedial (remedial and enrichment). Dengan mampu mentransfer pengetahuan yang telah dipelajari, maka tingkat pencapaian belajar siswa akan sampai pada derajat yang tinggi (tingkat penemuan dan pencapaian strategi kognitif). Pengayaan diberikan kepada siswa yang telah mencapai prestasi sama atau melebihi dari yang ditargetkan. Remedial diberikan kepada siswa yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam
mencapai target pembelajaran yang telah ditentukan.50
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa sebelum pembelajaran diakhiri guru dengan memberikan kepada siswa kegiatan tindak lanjut seperti refleksi pembelajaran, pemberian pengayaan bagi siswa yang telah mencapai prestasi sama atau melebihi dari yang ditargetkan dan pemberian remedial bagi siswa yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam mencapai target pembelajaran yang telah ditentukan.
Syarifuddin Nurdin, mengemukakan bahwa “Pada akhir pelajaran
perlu lagi diadakan assessment untuk mengetahui apa yang telah mereka
kuasai dari seluruh pelajaran, apa yang tidak berhasil mereka kuasai,
apakah masih perlu diberi ulangan, latihan reinforcement bagi siswa
48
Sanjaya., h. 125 49
Gafur., h. 22-23 50
Gafur., h. 23
(44)
tertentu”.51
Dengan demikian dapat dipahami bahwa assessment atau
penilaian pada akhir pembelajaran dilakukan untuk mengetahui apakah para siswa menguasai seluruh topik bahasan atau tidak, bahasan mana yang tidak mereka pahami dan perlu diberi diberi pelajaran ulangan, siapa saja yang perlu diberikan rimedial dan siswa mana yang memperoleh pendalaman materi.
Suatu pembelajaran yang menggunakan CTL hendaknya di akhir pembelajarannya melakukan refleksi sebagaimana Wina Sanjaya, mengemukakan bahwa:
“Setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung atau mengingat kembali apa yang telah
dipelajarinya. Membiarkan siswa secara bebas menafsirkan
pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya”.52
Dari beberapa uraian teori yang menjelaskan tentang apa yang semestinya dilakukan guru pada tahap akhir pembelajaran, baik
pembelajaran secara umum maupun bagi pembelajaran yang
menggunakan CTL, penulis dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa kecenderungan yang harus dilakukan oleh guru sebelum pembelajaran berakhir adalah melakukan refleksi pembelajaran, pemberian pengayaan bagi siswa yang telah mencapai prestasi sama atau melebihi dari yang ditargetkan dan pemberian remedial bagi siswa yang mengalami hambatan atau keterlambatan dalam mencapai target pembelajaran yang telah ditentukan. Ketika semua hal itu sudah dilakukan oleh guru, maka kelemahan-kelamahan yang ada selama pembelajaran berlangsung dapat tertanggulangi dengan maksimal dan guru pun dapat menerapkan sebuah solusi yang benar-benar tepat bagi siswa.
51
Nurdin., h. 113 52
Sanjaya., h. 122
(45)
2. Hakekat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
a)
Pengertian IPSIlmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu dari mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar. Depdikbud menjelaskan “IPS adalah mata pelajaran yang mempelajari kehidupan social yang didasarkan bahan kajian geografi, ekonomi, sosiologi, antropologi, tata negara dan sejarah”53
“Menurut Abu Ahmadi, dkk. Social Studies atau Ilmu Pengetahuan Sosial adalah ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan-tujuan pendidikan dan
pengajaran di sekolah dasar dan menengah (elementary and secondary
school)”.54Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dan merupakan suatu mata pelajaran yang mengkaji kehidupan sosial yang bahannya didasarkan pada kajian sejarah, geografi, antropologi, dan tata Negara.
“Menurut Etin Solihatin dan Raharjo IPS membahas hubungan antarmanusia dengan lingkungannya.Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada
berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya”.55
IPS merupakan pelajaran yang membahas manusia dengan lingkungan sekitar.Banyaknya permasalahan yang terjadi dalam kehidupan mengharuskan seseorang memiliki kemampuan yang dapat menyesuaikan dan menyelesaikan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan.Dengan adanya pembelajaran IPS membuat seseorang memiliki kemampuan tersebut.
Dapat disimpulkan Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial dan merupakan suatu mata pelajaran yang mengkaji kehidupan sosial pelajaran yang membahas manusia dengan lingkungan sekitar.
53
http://penelitiantindakankelas71.blogspot.com/p/ptk-ips.html, diakses pada Rabu, 2 Oktober 2013 pukul 23.20 WIB
54
Abu Ahmadi, dkk. Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT. rineka Cipta, 2003), Cet. 4, h. 2 55
Etin Solihatin dan Rahrjo, Cooperative Learning: Analisis Model Pembelajaran IPS, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 14.
(46)
b)
Tujuan Pendidikan IPSPencapaian fungsi dan tujuan mata pelajaran IPS di Sekolah Dasar adalah menjadi penting untuk dapat dilaksanakan oleh guru dalam proses belajar mengajar dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran fungsi dan tujuan sebagaiman dijelaskan dalam GBPP IPS Sekolah Dasar Tahun 1999 sebagai berikut:
Bahan kajian IPS SD diorganisasikan mulai dari bagian pelajaran yang dekat dan sederhanadi sekitar anak ke yang lebih luas dan kompleks.Tujuan merupakan tolak ukur pengalaman belajar yang harus dicapai oleh siswa setelah mempelajari satu atau beberapa pokok bahasan.Dalam pelaksanaan kegiatan Belajar Mengajar (KBM) guru baik secara fisik, mental (pemikiran dan perasaan). Dan social sertasesuai dengan tingkat perkembangan sekolah dasar”56
Tujuan pendidikan merupakan hasil yang diharapkan setelah proses pembelajaran berlangsung, dengan adanya pembelajaran IPS diharapkan akan mempengaruhi hasil belajar siswa, semakin baik maka siswa akan semakin berprestasi. Tujuan ini juga tentu tidak secara langsung tercipta tanpa campur tangan seorang guru dalam membentuk karakter tersebut.
Guru sangat berpengaruh mengembangkan kemampuan berfikir siswa, sikap dan nilai diri siswa. Maka guru dituntut untuk dapat mengetahui perkembangan siswanya, sejauh mana hasil belajar tersebut dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari siswa.
“Menurut Etin Solihatin dan Rahrjo pada dasarnya tujuan dari pendidikan IPS adalah untuk mendidik dan memberi bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan bakat, minat, kemampuan dan lingkungannya, serta berbagai bekal bagi siswa untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi”.57
Dapat disimpulkan tujuan pendidikan IPS yaitu hasil yang diharapkan setelah proses pembelajaran, tentunya tujuan ini untuk mendidik dan memberi
bekal kepada siswa dalam menghadap permasalahan yang terjadi
dilingkungannya.
56
http://penelitiantindakankelas71.blogspot.com/p/ptk-ips.html, ibid
57
Etin Solihatin, op.cit.,
(47)
c)
Hasil Belajar IPSSesuai dengan tujuan dari penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh guru yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007, yakni “untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.”58
Melalui proses pembelajaran, diharapkan ada peningkatan kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik, yang dapat dilihat salah satunya adalah melalui penilaian hasil belajar. Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 tahun 2007,
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karyaberupa tugas, proyek dan atau produk, portofolio, dan penilaian diri.Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok
Mata Pelajaran.59
Dalam melakukan penilaian terhadap hasil belajar dilakukan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan, dengan menggunakan tes atau nontes.
Standar dalam penilaian pendidikan meliputi mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007;
“ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran,
untuk memantau kemajuan, melakukan perbaikanpembelajaran, dan
menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Ulangan dapat berupa ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah atau madrasah, dan ujian nasional.”60
Berdasarkan hal tersebut, pencapaian kompetensi peserta didik diukur melalui proses ulangan harian,ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah atau madrasah, dan ujian nasional.
58
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 59
Ibid.
60
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007
(48)
Hasil belajar IPS adalah hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran IPS berupa seperangkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan dasar yang berguna bagi peserta didik untuk kehidupan sosialnya baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang yang meliputi: sosialisasi,kelompok sosial, struktur sosial lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflikserta terciptanya integrasi sosial, serta keragaman tingkat kemampuan intelektualdan emosional. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil tes (formatif,
subsumatifdan sumatif), hasil kerja (performance), penugasan (proyek), hasil
kerja (produk),portofolio, sikap serta penilaian diri.
Untuk meningkatkan hasil belajar IPS, dalam proses pembelajaran harusmenggunakan metode yang menarik sehingga peserta didik termotivasi untukbelajar. Diperlukan metode pembelajaran interaktif yang dilakukan dengan, gurulebih banyak memberikan peran kepada peserta didik sebagai subjek belajar, danguru mengutamakan proses daripada hasil. Guru merancang proses belajarmengajar yang melibatkan peserta didik secara integratif dan komprehensif padaaspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga tercapai hasil belajar yangsesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditentukan. Agarhasil belajar IPS meningkat diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajaranyang tepat untuk melibatkan peserta didik secara aktif baik pikiran, pendengaran,penglihatan, dan psikomotor dalam proses belajar mengajar.
Keberhasilan hasil belajar IPS Terpadu adalah tercapainya
StandarKompetensi dan Kompetensi Dasar yang sudah ditentukan.Berikut ini adalahstandar kompetensi dan kompetensi dasar IPS Terpadu kelas IV empat) SD/MI., semester genap berdasarkan Standar Isi, Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 2006.
(49)
Tabel 2.1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar IPS Terpadu kelas IV
Kelas IV, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami sejarah,
kenampakan alam, dan keragaman suku bangsa di
lingkungan
kabupaten/kota dan provinsi
1.1Membaca peta lingkungan setempat
(kabupaten/kota, provinsi) dengan menggunakan skala sederhana
1.2Mendeskripsikan kenampakan alam di
lingkungan kabupaten/kota dan provinsi serta hubungannya dengan keragaman sosial dan budaya
1.3Menunjukkan jenis dan persebaran
sumber daya alam serta pemanfaatannya untuk kegiatan ekonomi di lingkungan setempat
1.4Menghargai keragaman suku bangsa dan
budaya setempat (kabupaten/kota, provinsi)
1.5Menghargai berbagai peninggalan
sejarah di lingkungan setempat
(kabupaten/kota, provinsi) dan menjaga kelestariannya
1.6Meneladani kepahlawanan dan
patriotisme tokoh-tokoh di lingkungannya
(50)
Kelas IV, Semester 2
3. Hakikat Hasil Belajar a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar yang merupakan produk dari suatu proses belajar dapat dilihat dari perubahan kondisi pribadi pelaku pelajar dari yang semula ia tidak tahu (berpengetahuan) menjadi tahu (berpengetahuan).
Gagne menyebutkan bahwa belajar sebagai suatu perubahan dalam disposisi atau kapabilitas manusia.Perubahan dalam menunjukkan kinerja (prilaku) berarti belajar itu menentukan semua keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai yang diperoleh individu (siswa).Dalam belajar dihasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan, seperti pengetahuan, sikap, keterampilan, kemampuan, informasi dan nilai.Berbagai macam tingkah laku yang berlainan inilah yang disebut kapabilitas sebagai hasil belajar.
Bloom dengan kawan-kawannya mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 3 domain atau kawasan, yaitu kawasan kognitif, efektif dan psikomotor.
“Kawasan kognitif menaruh perhatian pada pengembangan kapabilitas dan
keterampilan intelektual, kawasan efektif berkaitan dengan pengembangan
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mengenal sumber
daya alam,
kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang
berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya
2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2.3 Mengenal perkembangan teknologi
produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya
2.4 Mengenal permasalahan sosial di
daerahnya
(51)
perasaan sikap, nilai dan emosi yang dipelajari (baru), dan kawasan psikomotor
berkaitan dengan kegiatan-kegiatan manipulatif atau keterampilan motorik.”61
Dari sisi guru hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran, Tri Yogo Prabowo menyatakan bahwa hasil belajar merupakan suatu
“proses perubahan tingkah laku yang diharapkan dikuasai oleh individu melalui
proses belajar”.62
Secara umum Reigeluth mengatakan bahwa hasil pembelajaran secara umum umum dapat dikategorisasi menjadi tiga indikator, yaitu :
a. efektivitas pembelajaran, yang biasanya diukur dari tingkat keberhasilan
siswa dari berbagai sudut
b. efisiensi pembelajaran, yang biasanya diukur dari waktu belajar dan atau
biaya pembelajaran dan
c. daya tarik pembelajaran yang selalu diukur dari tendensi siswa ingin
belajar secara terus menerus.63
Hasil belajar adalah “kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”64
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata dalam buku landasan psikologi
proses pendidikan hasil belajar (achievement);
Merupakan realisasipemekaran dari kecakapan-kecakapan pontensial kapasitas
yang dimiliki seseorang”.Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat
dari pelakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan,
keterampilan berpikir maupun keterampilan motoric.Hampir sebagian terbesar
dari kegiatan perilaku yang diperlihatkan seseorang meruapakan hasil belajar.Disekolah hasil belajar ini dapat dilihat dari penguasaan siswa mata
pelajaran yang ditempuhnya.” Tingkat penguasaan siswa akan mata-mata
pelajaran dalam mata pelajaran tersebut disekolah dilambangkan dengan angka-angka atau huruf, seperti angka 0-10 pada pendidikan dasar dan
menengah dan huruf a,b,c,d pada pendidikan tinggi.65
Dalam kegiatan belajar yang terperogram dan terkontrol yang disebut dengan kegiatan pembelajaran, tujuan belajar telah ditetapkan terlebih dahulu oleh
61
Mulyono Abdurrahman,Pendidikan Bagi Anak Berkualitas Belajar,(Jakarta: Gaung Persada Press, 2004), cet. Ke-4, h. 27-30.
62
Ibid. 63
Nurdin Ibrahim, Op. Cit, h. 488. 64
Mulyono Abdurrahman, pendidikan………h.37.
65
Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Ros Dakarya, 2007), Cet.4, h. 102-103
(1)
(2)
(3)
Nomor : Un.01/F.1/KM.01.3/……../2013 Jakarta, 21 Mei 2013 Lamp. : Outline/Proposal
Hal : Permohonan Izin Penelitian Kepada Yth:
Kepala MI. Al Islamiyah 01 Pagi Jakarta Barat
di-
Tempat
Assalamu‟alaikum Wr.Wb.
Dengan hormat kami sampaikan bahwa:
Nama : NURAIDAH
NIM : 809018300520 Jurusan : PGMI Dual Mode Semester : VIII
Judul Skripsi : UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS
MELALUI PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING (CTL) DI MI AL ISLAMIYAH 01 PAGI JAKARTA BARAT
Adalah benar mahasiswa/I Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta yang sedang menyusun Skripsi, dan akan mengadakan penelitian (riset) di instansi/sekolah/madrasah yang Saudara pimpin.
Untuk itu kami mohon Saudara dapat mengizinkan Mahasiswa tersebut melaksanakan penelitian yang dimaksud.
Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
a.n. Dekan
Kaprodi PGMI,
FAUZAN, MA.
(4)
(5)
(6)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
NURAIDAH, anak keenam dari sembilan bersaudara. Lahir dari pasangan H. A. Rodjali (Alm) dan Hj. Sundus Hamid, S.Pd.I di Jakarta, 13 Oktober 1979. Bertempat tinggal di Jl. Raden Patah No. 6 Ciledug Tangerang. Menikah dengan Muhammad Syarif H. Di karunia dua orang puteri yang cantik GhaniaSyakira dan Rania Kamila Ramadhani.
Motivasi Hidup: “Hidup harus terus belajar, karena dengan belajar hidup jadi
berguna. Berguna pasti menjadi bisa. Kalau orang lain saja bisa apalagi diri kita”
Riwayat Pendidikan :
Mulai pendidikan di MI. Al Islamiyah 01 Pagi, lulus tahun 1992.Melanjutkan ke MTs.Negeri 3 Jakarta, lulus tahun 1995. Melanjutkan ke SMU Negeri 74 Jakarta, lulus tahun 1998.
Penulis kemudian melanjutkanke Universitas Mercu Buana Jakarta lulus tahun 2005 lalu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan PGMI Tahun 2013.
Pengalaman Organisasi :
Penulis pernah bekerja di Rakyat Merdeka Group dan sekarang bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di MI. Al Islamiyah 01 Pagi sejak tahun 2003.