18
3.3.6.2. Elastisitas Yung, 1995
Pengukuran  elastisitas  menggukan  alat  Rheoner  RE-3305  dengan  model operasi yang digunakan adalah pengukuran tekstur. Bahan yang akan diukur terlebih
dahulu  dipotong  dengan  ukuran  1  cm  x  1  cm  x  1  cm.  Sampel  kemudian  ditekan sebanyak  dua  kali  derngan  mengatur  tombol  pengatur  jumlah  penekanan.
Parameter-parameter yang digunakan adalah sebagai berikiut : 1 Kecepatan meja sampel  sebesar  1  mmdetik,  2  tekanan  pada  sampel  diatur  samapai  kedalaman
mencapai 2 mm, 3 plunger yang digunakan adalah nomor 2 untuk bagian atas dan nomor  112  untuk  meja  sampel.  Kemudian  elastisitas  sampel  dinyatakan  dengan
rumus :
3.3.7. Uji Organoleptik Watts, 1989
Analisis  sensori  adalah  suatu  multidisiplin  ilmu  yang  menggunakan  panelis  manusia sebagai  alat  ukur  yaitu  berupa  alat  indera  manusia  seperti  penglihatan,  penciuman,  rasa,
sentuhan  dan  pendengaran  untuk  mengukur  karakter  sensori  dan  penerimaan  dari  produk makanan.  Metode  uji  sensori  yang  digunakan  adalah  uji  afektif  hedonik.  Uji  ini  bertujuan
untuk  memberi    penilaian  subyektif  dalam  hal  kesukaan  terhadap  suatu  produk  pangan. Penilaian  terdiri  dari  rasa,  aroma,  warna,  tekstur  dan  overall    keseluruhan.  Skala  yang
digunakan  adalah  skala  kategori  7-point  dengan  jumlah  panelis  tidak  terlatih  minimal  30 orang.
Uji  sensori  dilakukan  sebanyak  dua  tahap  pada  produk  bakso,  yaitu  tahap  pertama adalah  penentuan  formula  terbaik  dari  tiap  jenis  THP  pada  bakso  dengan  metode  rating
hedonik  terdiri  dari  parameter  rasa,  aroma,  warna,  tekstur  dan  keseluruhasn  overall, kemudian tahap kedua yaitu formula terbaik dari dua jenis THP dibandingkan dengan kontrol
berupa bakso subtitusi TSP dan bakso daging sapi tanpa subtitusi dengan metode rating seperti tahap pertama ditambah dengan metode rangking hedonik secara keseluruhan overall untuk
melihat  sejauh  mana  konsumen  membandingkan  bakso  subtitusi  dengan  bakso  yang  biasa dikonsumsi  bakso  daging  sapi.  Selanjutnya  data  diolah  dengan  metode  statistik  untuk
melihat tingkat perbedaannya.
3.3.8. Analisis  Profil  Tekstur  dengan  Texture  Profile  Analyzer  Modifikasi
Riyanti, 2008
Pengukuran tekstur dengan Teture Profile Analyzer TPA disebut metode pengukuran imitative,  yaitu  metode  pengukuran  yang  didesain  untuk  dengan  mengimitasi  proses
pengunyahan makanan dalam mulut. Penggunaan texture profile analyzer TPA adalah untuk mengetahui tingkat kekenyalan bakso karena pengaruh subtitusi sebagian daging oleh THP.
Alat  yang digunakan  dalam  penelitian  ini adalah TA  XT2i Texture  Analyser.  Alat  ini dilengkapi  dengan  program  computer  yang  berguna  untuk  memaksimumkan  fleksibilitas
dalam proses manipulasi interpertasi hasil analisis. Prinsip pengukuran tekstur dengan alat ini adalah  mengukur  besarnya  gaya  yang  dibutuhkan  untuk  menekan  sampel  pada  jarak  yang
ditentukan. Instrumen gaya yang digunakan meliputi probing, crushing, sawing dan snaping. Instrumen gaya yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah probing yaitu sampel ditekan
oleh  probe  pada  jarak  yang  ditentukan.  Probe  yang  digunakan  untuk  produk  bakso  adalah jenis  P35.  Probe  ini  digunakan  untuk  mengukur  kekenyalan  bakso  dengan  prinsip
memanipulasi  gaya  mulut  dalam  mengigit  bakso.  Sebelum  melakukan  pengukuran  perlu dilakukan  setting  pengukuran  pada  alat.  Setting  pengukuran  dapat  dilihat  pada  tabel  10  di
bawah ini. Elastisitas  =   Pengukuran pada penekanan kedua   x 100
Pengukuran pada penekanan pertama
19 Tabel 10. Setting alat TPA untuk produk bakso
Test Mode Measure Force in Compression
Option Return to start
Parameters Pre-test speed
2,0 mms Test speed
2,0 mms Post-test speed
10,0 mms Distance
30 Force
100 gram Time
5 sekon Trigger
Type Auto
Force 20 gram
Unit Force
Gram Distance
strain
20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. PEMBUATAN TEXTURIZED HYACINTH PROTEIN THP
Optimalisasi  proses  perkecambahan  telah  dilakukan  oleh  penelitian-penelitian sebelumnya,  penelitian  terbaru  mengenai  proses  optimal  germinasi  kecambah  dilakukan  oleh
Anita  2009.  Optimasi  meliputi  lama  waktu  perendaman,  suhu  air  perendaman,  media germinasi, dan waktu germinasi. Hasil optimasi tersebut adalah perendaman 12 jam dengan suhu
air hangat ± 50 C. Media germinasi berupa keranjang diselimuti daun pisang dan ditutup kertas
koran  dan  waktu  germinasi  selama  42  jam.  Visualisasi  media  germinasi  dapat  dilihat  pada gambar 5.
Gambar 5. Media tempat perkecambahan Hasil  perkecambahan  kemudian  disortasi  untuk  memisahkan  kacang  yang  berkecambah
dengan  kacang  yang  tidak  berkecambah,  setelah  itu  dilakukan  pencucian  dengan  air  mengalir untuk menghilangkan bau asam. Kacang yang telah dicuci lalu dikukus selama ± 15 menit. Hal
tersebut  juga  dilakukan  pada  kacang  komak  sebagai  kontrol.  Visualisasi  hasil  perkecambahan dapat dilihat pada gambar 6.
Gambar 6. Kecambah komak Kecambah  dan  kacang  yang  telah  dikukus  lalu  dikeringkan  dengan  oven  pengering
bersuhu  ±  70 C  selama  6  jam  hingga  dapat  dipatahkan  sudah  kering.  Pengeringan  ini
menggunakan  prinsip  menghilangkan  sebagian  besar  air  bebas  suatu  bahan  pangan menggunakan  energi  panas  sampai  batas  tertentu  dimana  mikroba  sulit  untuk  tumbuh  pada
produk tersebut Therik, 2000. Kecambah dan kacang yang telah dikeringkan lalu digiling dengan menggunakan alat pin
disc  mill  dengan  ukuran  ayakan  60  mesh.  Hasil  dari  penggilingan  adalah  berupa  tepung,  baik tepung  kecambah maupun  tepung  kacang  komak.  Dilihat  dari  segi  penampakan  warna,  tepung
kecambah  lebih  gelap  daripada  tepung  kacang  komak  gambar  7.  Hal  ini  disebabkan  karena selama  proses  perkecambahan  terjadi  peningkatan  gula  pereduksi  sehingga  terjadi  reaksi
karamelisasi ketika proses pengukusan.