73 larangan impor buah manggis segar dari Thailand karena terbukti mengandung
penyakit yang disebabkan oleh lalat buah Oriental fruits fly, B. Dorsalis. Oleh karena itu, pemerintah Thaliand berupaya keras mengembangkan teknologi
insektisida untuk mengatasinya. Hasilnya luar biasa, pada tahun 1999, dengan teknologi panas uap, berhasil mengatasi parasit tersebut bahkan beserta tiga jenis
lainnya B. Carambolae, B. Papayae dan B. Pyrifoliae. Setelah itu, pada tanggal 25 April 2003, larangan impor buah manggis segar dari Thailand dengan resmi
dicabut. Pada pasca pencabutannya, nilai ekspornya adalah 1,4 juta dollar Amerika Serikat. Untuk meningkatkan ekspor buah manggis segarnya,
Pemerintah Thailand mengantisipasi peluang ekspor ke berbagai negara dengan mendirikan beberapa kantor perwakilan dagangnya di negara tujuan ekspor tsb.
Pemasaran manggis Indonesia terkendala oleh masalah ketidaksinambungan pasokan buah oleh eksportir mengingat manggis dari
Indonesia hanya berproduksi pada bulan-bulan tertentu saja antara Januari hingga Mei, sementara Thailand mampu menjaga pasokan manggisnya dengan
melakukan pembelian dari berbagai negara untuk menjaga pasokan manggis di pasar yang sudah dikuasainya. Bahkan manggis dari Indonesia pada saat panen
raya seringkali dibeli oleh importir Thailand dengan melalukan labelisasi produknya di kebun petani di berbagai sentra manggis di Indonesia. Hal ini
terungkap pada saat dilakukan survey pemasaran manggis di tingkat petani pada saat musim panen raya. Dengan demikian sangat dimungkinkan terjadi produk
manggisnya dari Indonesia namun labelnya adalah produk Thailand. Manggis Indonesia khusus untuk pasar ekspor memiliki kualitas yang
tidak jauh berbeda dengan manggis Thailand dari segi fisik, karena permintaan importir di negara tujuan biasanya spesifik mengenai bentuk fisiknya. Namun,
jika dilihat dari segi mutu produksi manggis itu sendiri, manggis Indonesia masih kalah dari manggis Thailand. Sistem budidaya yang baik sudah diterapkan
Thailand untuk memproduksi manggis yang bebas dari pestisida, serta ketentuan- ketentuan tentang penggunaan lahan, teknologi pemanenan, dll.
2. Kebijakan Re-ekspor oleh Negara Tujuan
Kebijakan re-ekspor suatu komoditi di negara tujuan adalah perdagangan kembali komoditi yang sudah dibeli dari suatu negara untuk dijual kembali ke
74 negara lain. Beberapa negara tujuan ekspor manggis Indonesia melakukan
kegiatan re-ekspor manggis dari Indonesia ke negara lain. Negara-negara tersebut antara lain Hong Kong, Uni Emirat Arab, dan Singapura. Ketiganya merupakan
negara perdagangan bebas yang menerapkan tarif rendah untuk barang masuk dan memposisikan diri sebagai negara persinggahan dan salah satu pusat perdagangan
dunia. Negara-negara tujuan yang melaksanakan re-ekspor manggis tersebut
merupakan negara-negara di mana volume ekspor manggis Indonesia ke negara tersebut relatif tinggi. Salah satu penyebab tingginya ekspor manggis Indonesia ke
negara tersebut adalah tersedianya maskapai penerbangan yang relatif lebih banyak dan lebih murah. Hal tersebut dikarenakan negara transit merupakan
negara perdagangan yang dikunjungi oleh banyak negara lain untuk melakukan proses jual beli, sehingga persaingan dari maskapai-maskapai penerbangan yang
transit ke negara re-ekspor tersebut relatif ketat. Selain itu, kemudahan masuk barang impor di negara transit juga menjadi salah satu daya tarik ekspor ke negara
tersebut. Kemudahan itu dilihat dari rendahnya hambatan tarif maupun hambatan non tarif yang diberlakukan di negara transit.
Kebijakan re-ekspor manggis yang dilakukan oleh negara-negara tersebut, dalam jangka pendek memberikan keuntungan bagi ekspor manggis Indonesia itu
sendiri. Hal tersebut dikarenakan Indonesia dapat melakukan ekspor dengan volume yang besar ke negara-negara transit dengan biaya transportasi yang
rendah. Belum mampunya Indonesia untuk menjangkau negara-negara dengan jarak yang relatif jauh dan biaya transportasi yang tinggi dapat teratasi dengan
melakukan perdagangan melalui negara transit tersebut. Namun, untuk jangka panjang hal tersebut dinilai merugikan bagi Indonesia karena Indonesia dapat
kehilangan jati dirinya sebagai salah satu negara produsen manggis terbesar di dunia. Selain itu, Indonesia juga dapat kehilangan nilai tambah yang seharusnya
dapat diperoleh dengan langsung mengekspor manggis ke negara tujuan tanpa melalui negara transit.
Menanggapi kelebihan dan kekurangan adanya kebijakan re-ekspor di negara tujuan, Indonesia diharapkan dapat melakukan evaluasi terhadap kasus
tersebut. Dalam jangka pendek Indonesia masih dapat tertolong dengan
75 melakukan pemasaran melalui negara transit, namun tidak untuk jangka panjang.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah dengan meningkatkan kualitas produk ekspor agar dapat memasuki pasar yang lebih luas dan membutuhkan
persyaratan khusus. Selain itu infrastruktur transportasi juga perlu ditingkatkan mengingat masih mahalnya biaya transportasi yang menghubungkan Indonesia
dengan negara tujuan khususnya wilayah Eropa.
6.2.7 Prospek Pengembangan Ekspor Manggis Indonesia