Penyusunan Bahan Ajar Kajian Pustaka Mengenai Bahan Ajar

25 mengoptimalkan proses pembelajaran menjadi efektif serta dapat menghidupkan suasana belajar yang interaktif. Selain itu, dengan bahan ajar proses pembelajaran akan lebih terarah sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai. Kemampuan siswa yang beragam dalam memahami suatu materi dapat disiasati dengan adanya bahan ajar karena siswa dapat menyesuaikan diri dalam belajar. Terkadang guru dalam menjelaskan suatu materi terlalu cepat dan kurang jelas bagi sebagian siswa, dengan adanya bahan ajar siswa dapat belajar secara mandiri untuk memahami materi yang diajarkan guru. Sejumlah fungsi yang dimiliki oleh bahan ajar tersebut akan terasa kebermanfaatannya apabila bahan ajar yang digunakan memenuhi kriteria dan standar yang telah ditentukan. Dengan terpenuhinya kriteria buku pelajaran yang memenuhi standar, fungsi dan peran buku pelajaran sebagai bahan ajar akan benar-benar tampak dan dapat dirasakan kebermanfaatanya.

5. Penyusunan Bahan Ajar

Sama halnya dengan bentuk bahan ajar yang beragam, dalam penyusunan sebuah bahan ajar juga terdapat beberapa cara yang dapat ditempuh. Dapat melalui cara yang sederhana maupun yang rumit, dari yang hanya membutuhkan sedikit biaya sampai yang membutuhkan banyak biaya. Adapun menurut Paulina Pannen 2001: 11-16, secara umum penyusunan bahan ajar dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: a. Menulis sendiri starting from scratch, merupakan sebuah cara penyusunan bahan ajar dimana guru diasumsikan sebagai seorang pakar yang dapat dipercaya, mempunyai kemampuan menulis, serta 26 mengerti kebutuhan siswa. Dengan beberapa asumsi tersebut, guru dapat menulis sendiri bahan ajar yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Penulisan bahan ajar dengan cara ini dapat menekan biaya pembuatan bahan ajar sehingga merupakan cara yang paling ekonomis, namun beban guru menjadi cukup berat. Beratnya beban yang diemban guru ini akan setimpal dengan manfaat yang diperoleh guru, yaitu dapat menambah keterampilan guru dalam menulis bahan ajar secara mandiri. b. Pengemasan kembali informasi information repackaging atau text transformation, penyusunan bahan ajar yang tidak memposisikan guru sebagai penulis bahan ajar sendiri dari awal from nothing, akan tetapi guru memanfaatkan buku-buku teks dan informasi yang sudah ada untuk dikemas kembali berdasarkan kebutuhan dan strategi yang sesuai. Adanya proses penyesuaian atau penggubahan melalui penambahan dan pengurangan konten dalam buku sumber ini tentu membutuhkan ijin dari pengarang aslinya. Oleh karena itu, meskipun beban guru tidak terlalu berat namun membutuhkan biaya yang lebih mahal jika dibandingkan dengan penulisan dari awal. c. Penataan informasi compilation atau wrap around text, penyusunan bahan ajar cara ini hampir mirip dengan proses pengemasan kembali informasi. Perbedaannya adalah dalam proses penataan informasi ini tidak mengubah sama sekali bahan yang diambil dari sumber-sumber lain yang sudah ada. Dengan kata lain, bahan atau materi pelajaran yang diambil dari buku, jurnal, artikel, dan sebagainya dikompilasikan 27 atau dikumpulkan dengan pemilahan terlebih dahulu, selanjutnya disusun sesuai kompetensi yang akan dicapai. Selanjutnya, terdapat berbagai pertimbangan dalam penyusunan bahan ajar. Pada dasarnya pertimbangan dalam penyusunan bahan ajar adalah dapat terpenuhinya kebutuhan dan tercapainya tujuan atau kompetensi yang telah ditentukan dalam pembelajaran. Menurut Imas Kurniasih dan Berlin Sani 2014: 141-155 beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan bahan ajar adalah sebagai berikut. a. Sesuai dengan tahapan saintifik yang mengacu pada Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Dimana di dalamnya mengisyaratkan pembelajaran yang sesuai dengan kaidah pendekatan ilmiah atau saintifik. Oleh karena itu, bahan ajar disusun dengan memunculkan komponen-komponen tahapan saintifik, yaitu: mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan. b. Kompetensi-kompetensi yang akan dicapai diintegrasikan pada satu unit melalui pengorganisasian Kompetensi Dasar pada setiap mata pelajaran. Dengan demikian, konten setiap tema yang dibicarakan pada setiap mata pelajaran menjadi lebih padat dan lebih sederhana karena berada dalam satu unit. c. Konten yang ada dalam bahan ajar menumbuhkan sikap positif, baik berupa gambar, perkataan, atau kutipan yang bertujuan untuk menarik perhatian siswa.Akan tetapi, yang perlu diperhatikan adalah konten- 28 konten tersebut tidak menimbulkan interpretasi yang menyimpang, berbau SARA atau diskriminasi terhadap subjek tertentu. d. Menumbuhkan rasa ingin tahu dan keaktifan siswa, dapat dengan cara menghadirkan pertanyaan-pertanyaan yang memancing daya imajinasi ataupun dengan menunjukkan bahwa pengetahuan itu penting dan menarik. e. Keseimbangan antara tugas individu dan kelompok untuk membiasakan siswa memiliki sikap tanggung jawab dengan kewajiban masing-masing siswa. Selain itu, dapat mengajarkan siswa untuk saling bertukar pendapat, belajar berinteraksi dalam menuntaskan persoalan-persoalan yang tidak bisa diselesaikan sendiri. f. Memiliki keluasan materi untuk mencapai kompetensi yang dikehendaki, dapat dengan cara melibatkan orang tua, serta pemberian tugas pengayaan dari berbagai sumber. g. Reflektif dengan adanya penilaian diri oleh siswa. h. Rencana aksi untuk mengaplikasikan apa yang telah didapat di kelas melalui materi yang disampaikan. Selanjutnya dilaksanakan dalam bentuk kegiatan atau sikap di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Berdasarkan uraian tentang penyusunan bahan ajar tersebut, bahan ajar dapat disusun dengan beragam cara sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang dimiliki oleh guru. Bahan ajar disusun dengan mengacu pada pencapaian tujuan pembelajaran serta disesuaikan dengan kebutuhan. Selain itu, dalam penyusunan bahan ajar juga perlu memperhatikan 29 karakteristik siswa, baik dari segi tampilan, konten, serta cara penyajiannya. Dengan demikian, bahan ajar yang disusun akan akan berdampak positif bagi guru maupun siswa dalam proses pembelajaran.

6. Aspek Kelayakan Bahan Ajar