Definisi Operasional Metode Pengujian Hipotesis

c. Sebaran Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Mata pencaharian warga desa Jatiluwih sebagian besar adalah sebagai petani yakni sebanyak 84.15 1 444 jiwa dari angkatan kerja. Tabel 6. Sebaran penduduk Desa Jatiluwih menurut mata pencaharian Mata Pencaharian Jumlah jiwa Persentase Petani 1 444 84.15 PNSTNIPOLRI 52 3.03 Pensiunan 12 0.70 Karyawan Swasta 40 2.33 Pedagang 28 1.63 Lainnya 140 8.16 Total 1 716 100.00 Sumber : Monografi Desa Jatiluwih 2011 PNSTNIPOLRI merupakan mata pencaharian terbesar kedua, yaitu sebanyak 3.03, disusul oleh karyawan swasta sebanyak 2.33. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai pedagang sebanyak 1.63 dan pensiunan sebanyak 0.7.

1.1.3. Kelembagaan Subak

Usahatani padi di Desa Jatiluwih memiliki sistem Subak. Ketua Subak disebut Pekaseh. Subak di Desa Jatiluwih dibagi menjadi 7 Tempek, yaitu : Tempek Telabah Gede, Besi Kalung, Kedamian, Uma Dwi, Kesambi, Gunung Sari, Uma Kayu. Pembagian Tempek tersebut hanya berdasarkan wilayah lahan garapan dan masing- masing Tempek memiliki aturan atau awig-awig yang sama. Masing-masing Tempek diketuai oleh Ketua Tempek. Musyawarah dilakukan rutin sesuai dengan kondisi usahatani petani Subak dan jika terdapat permasalahan yang ingin dibahas. Petani yang berani mengambil air irigasi melebihi bagiannya akan ditutup saluran irigasinya. Menurut Sirtha 2008, sistem irigasi Subak mempunyai kegiatan utama dalam aspek pengairan, pola tanam, dan upacara yang merupakan manifestasi karakteristik Subak yang bersifat sosial, agraris, dan religius. Kegiatan Subak Desa Jatiluwih akan diuraikan sebagai berikut : 1. Aspek pengairan Tugas utama organisasi Subak adalah menyediakan air dan mengatur pembagian air secara adil kepada seluruh warga Subak. Pembagian air dilaksanakan atas dasar musyawarah mufakat dengan cara membagi air berdasarkan luas lahan maupun kesepakatan lainnya. Satuan pembagian air disebut bit atau wit. Satu bit air memadai untuk mengairi sawah yang luasnya kurang lebih 25 are. 2. Aspek pola tanam Sistem pola tanam dibedakan menjadi dua, yaitu sistem tulak sumur dan kerta masa. Sistem pola tanam tulak sumur adalah pelaksanaan pola tanam yang tidak beraturan, dimana warga Subak secara bebas melakukan kegiatan usahataninya. Sistem pola tanam kerta masa adalah pelaksanaan pola tanam secara serempak, dimulai dari mengolah lahan hingga panen. Jika persediaan air tidak memadai, maka masyarakat tidak dapat melaksanakan pola tanam padi. Hal tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan pola tanam tergantung pada persediaan air. 3. Aspek upacara Kegiatan upacara dapat dibedakan pada upacara yang dilakukan secara perseorangan dan upacara yang dilakukan bersama oleh seluruh warga Subak. Pelaksanaan upacara yang dilakukan perseorangan, antara lain : upacara ngendag pada saat mulai membajak, upacara ngurit saat menabur bibit atau menyemai, upacara nandur saat menanam padi, upacara biyukukung saat padi mulai berbuah, upacara ngulapin saat mulai menuai, dan upacara mantenin setelah padi disimpan di lumbung. Jenis-jenis upacara bersama yang dilakukan oleh seluruh warga Subak, antara lain : upacara mendak toya atau menyongsong air yang dilakukan pada saat mulai memasukkan air ke sawah sebagai persiapan pengolahan lahan. Upacara tersebut dilakukan di Pura Besakih, Pura Batur, dan pura Ulun Danu Danau Batur pada setiap sasih keenam Bulan Desember. Upacara nampeh rare, yakni upacara yang dilakukan pada saat padi baru berumur 14 hari, dimana para warga Subak secara simbolis memercikkan air suci di sawah masing-masing, yang mengandung makna agar padi tumbuh subur. Upacara nampeh nyungsung pada saat padi berumur 42 hari, yaitu ketika padi bunting atau sudah ada yang berbunga, dimana warga Subak memercikkan air suci tirtha di sawah masing-masing. Upacara neduh atau nangluk nerana yaitu upacara pemberantasan hama yang dilakukan apabila padi terserang hama penyakit. Upacara odalan di Pura Subak yang dilakukan setiap 210 hari sekali. Jenis pura Subak, antara lain : Pura Empelan yang terletak di areal bendungan merupakan tempat persembahyangan bagi seluruh warga Subak; Pura Ulun Suwi yang terletak di hulu Subak masing-masing merupakan tempat persembahyangan bagi warga Subak yang bersangkutan; Sanggah Catu yang terletak di hulu sawah setiap masing-masing warga Subak merupakan tempat persembahyangan bagi warga Subak bersangkutan. Uraian tersebut menunjukkan bahwa kegiatan bersama warga Subak sebagian besar bertumpu pada pengairan, pola tanam, dan upacara. Kegiatan pengairan bertujuan untuk mengadakan dan mengatur pembagian air. Keberhasilan pengairan untuk menyediakan dan mengelola air menentukan keberhasilan pelaksanaan pola tanam. Pelaksanaan kegiatan pengairan dan pola tanam itu diawali, diikuti, dan diakhiri dengan kegiatan upacara. Ketiga jenis kegiatan tersebut merupakan kegiatan utama yang satu sama lain berkaitan. Pelaksanaan kegiatan tersebut juga membutuhkan biaya yang disebut biaya transaksi, dimana biayanya didapat dari iuran anggota Subak dan bantuan Pemerintah.

1.1.4. Karakteristik Petani Responden

Petani responden dalam penelitian ini berjumlah 66 orang, yang menanam padi beras merah dalam satu musim tanam. Karakteristik petani responden antara lain, umur, pendidikan, dan pengalaman bertani padi sawah serta luas lahan garapan.

a. Umur Petani

Petani responden yang mengusahakan padi sawah dengan sistem subak di Desa Jatiluwih berusia antara 25-75 tahun. Rata-rata petani di Desa Jatiluwih berusia 51-55 tahun. Berdasarkan Tabel 7, petani responden tersebut dikelompokkan menjadi petani responden berumur 25-30 tahun, 31-35 tahun, 36-40 tahun, 41-45 tahun, 46-50 tahun, 51-55 tahun, 56-60 tahun, dan lebih dari 60 tahun. Petani pada usia 51-55 tahun, 46-