Antioksidan Antimikroba Dan Antioksidan Dalam

oregano, cinnamon, clove bud, allspice, bay leaf, palmarosa dan marjoram Friedman et al., 2002.

2.4.2. Antioksidan

Spesi oksigen reaktif seperti hidrogen peroksida H 2 O 2 , anion radikal superoksida O 2 dan radikal hidroksil OH dapat terbentuk oleh karena adanya cahaya, logam, panas, radiasi ionisasi, beberapa reaksi kimia, proses metabolis dan penuaan. Spesi yang reaktif ini berperan dalam perubahan sitotoksitas dan metabolik tubuh seperti penyimpangan kromosom, oksidasi lipida dan protein, perubahan pada morfologi dan sistem jaringan otak pada hewan dan manusia, serta juga terlibat dalam perkembangan beberapa penyakit seperti kanker, jantung koroner, diabetes dan lain sebagainya Moskovitz et al., 2002. Antioksidan telah digunakan secara luas sebagai aditif bahan makanan untuk meningkatkan stabilitas oksidasi lipida dan protein serta untuk memperpanjang masa penyimpanan produk makanan kering atau yang sensitif terhadap oksigen. Oksidasi lipida yang terkandung dalam makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menurunkan kualitas dan masa simpan produk makanan. Reaksi oksidasi pada bahan makanan menyebabkan terjadinya degradasi pada lipida dan protein yang selanjutnya akan merusak flavour, tekstur dan warna dari produk makanan tersebut. Oleh karena itu diperlukan penambahan antioksidan untuk dapat mencegah terjadinya reaksi oksidasi pada bahan makanan. Antioksidan sintetis seperti butil hidroksitoluen BHT, butil hidroksianisol BHA, tersier butil hidroksi quinon TBHQ dan propil galat PG telah luas digunakan sebagai antioksidan pada industri makanan. Namun demikian, antioksidan sintetis ini masih dipertanyakan keamanannya bagi kesehatan tubuh manusia. BHA diketahui dapat menimbulkan kanker pada hewan percobaan. Pada dosis yang cukup tinggi, BHT bahkan dapat menimbulkan kematian pada hewan tikus dan guinea pigs Ito et al., 1985. Oleh karena itu telah banyak dilakukan penelitian untuk mendapatkan antioksidan alami yang dapat digunakan pada industri makanan menggantikan antioksidan sintetis. Universitas Sumatera Utara Minyak atsiri telah dikenal luas penggunaannya sebagai bahan pengawet pada industri makanan dan dapat diterima konsumen karena berasal dari alam. Namun demikian, aplikasi minyak atsiri masih terbatas mengingat pertimbangan flavour yang dibawanya dan efektifitasnya yang tidak terlalu tinggi oleh karena interaksinya dengan komponen-komponen yang terdapat dalam makanan Skandamis et al., 2001. Beberapa tumbuh-tumbuhan terutama yang biasa digunakan sebagai bumbu masakan merupakan sumber senyawa fenolik dan telah dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan yang sangat baik. Minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan tersebut umumnya diperoleh dari hasil hidrodestilasi sehingga tidak beracun karena tidak menggunakan bahan pelarut organik. Tabel 2.2. berikut memperlihatkan banyaknya minyak atsiri yang terdapat dalam beberapa tumbuh- tumbuhan serta kandungan senyawa fenol yang terdapat didalamnya. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian inkorporasi minyak atsiri yang bersifat antioksidan kedalam edible packaging Sanchez-Gonzalez et al., 2011. Permasalahan dalam inkorporasi antioksidan kedalam edible packaging sama dengan permasalahan penambahan antimikroba. Pelepasan bahan aktif dan pengaruh penambahannya terhadap sifat mekanis, daya penghambatan, dan sifat optis edible packaging yang terbentuk menjadi pertimbangan dalam pemilihan dan penentuan besaran konsentrasi minyak atsiri yang akan ditambahkan. Inkorporasi minyak atsiri kedalam matrik edible packaging memperbaiki sifat permeabilitas uap air filmnya oleh karena fraksi yang mengandung gugus hidrofobik semakin meningkat. Namun demikian terjadi sedikit penurunan pada daya penghambatan oksigen dan karbon dioksida Sanchez-Gonzalez et al., 2011. Hal yang sama juga terjadi pada sifat mekanis edible packaging yang diinkorporasi minyak atsiri, dimana penambahan minyak atsiri menurunkan sifat mekanisnya sehingga menjadi lebih mudah patah. Hal ini disebabkan adanya fase minyak yang terdispersi dalam matriks film tersebut menyebabkan struktur filmnya mengalami diskontinuitas. Sebagai contoh sifat perpanjangan film kitosan murni menjadi berkurang bila minyak atsiri dari kayu manis ditambahkan kedalam filmnya Ojagh et al., 2010. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2. Kandungan Fenol Dan Yield Ekstrak Dari Hasil Hidrodestilasi Beberapa Tumbuhan Nama Tumbuhan Famili Yield Ekstraksi mgg Total Fenol mg GAg Kemangi Ocimum basilicum Lamiaceae 246 147 ± 1,60a Parsley Petroselinum crispum Apiaceae 196 29,2 ± 0,44b,c Laurel Laurum nobilis Lauraceae 258 92,0 ± 2,45d Juniper Juniperus communis Cupressaceae 422 18,5 ± 0,62e Cardamom Elettaria cardamomum Zingiberaceae 88 24,2 ± 0,29b,f Jahe Zingiber officinalis Zingiberaceae 302 23,5 ± 1,26b,e Aniseed Pimpinella anisum Apiaceae 230 20,8 ± 0,62e,f Fennel Foeniculum vulgare Apiaceae 216 30,3 ± 0,76c Cumin Carum carvi Apiaceae 242 37,4 ± 0,32g Sumber: Hinneburg et al., 2006. Inkorporasi minyak atsiri kedalam edible packaging juga mempengaruhi transparansi, tingkat kecerahan dan warna dari film yang dihasilkan. Hal ini perlu dipertimbangkan mengingat penampilan produk yang dikemas menjadi salah satu aspek penilaian konsumen dalam memilih produk yang ingin dibelinya. Biasanya penambahan minyak atsiri menyebabkan tingkat kecerahan dan transparansi edible packaging menjadi menurun Sanchez-Gonzalez et al., 2010. Antioksidan alami lainnya yang juga telah mulai banyak diteliti adalah polisakarida. Beberapa peneliti telah menemukan bahwa ternyata polisakarida dari beberapa tumbuh-tumbuhan memiliki sifat antioksidan yang sangat kuat Wang and Luo, 2007; Jiang et al., 2008. Polisakarida yang diekstraksi dari buah pepaya telah diteliti memiliki sifat antoksidan yang cukup baik dalam menghambat radikal superoksida, hidroksil dan DPPH• Zhang et al., 2012. Peneliti lainnya juga telah meneliti aktivitas antioksidan dari polisakarida yang larut dalam air dari buah wolfberry Lycium barbarum L., sweet cherry Prunus avium L., kiwi Actinidia chinensis L. dan cranberry Vaccinium macrocarpon Aiton. Polisakarida dari keempat jenis buah-buahan tersebut diperoleh dari ekstraksi menggunakan air panas yang kemudian difraksinasi dengan menggunakan kromatografi kolom penukar ion dan dikarakterisasi berat molekulnya dengan High Performance Size Exclusion Chromatography HPSEC. Dari keempat jenis buah-buahan tersebut masing-masing diperoleh 4 fraksi polisakarida yang Universitas Sumatera Utara berbeda berat molekulnya dimana fraksi polisakarida dari buah sweet cherries diketahui memiliki berat molekul yang lebih tinggi dibandingkan lainnya. Hasil uji aktivitas antioksidan memperlihatkan polisakarida dari keempat jenis buah- buahan ini memiliki sifat antioksidan, dimana polisakarida dari buah sweet cherry yang paling tinggi sifat antioksidannya Fan et al., 2010. Tumbuhan Magnolia officinalis yang banyak digunakan dalam ramuan herbal pengobatan tradisional China juga telah diteliti memiliki sifat antioksidan dan antitumor. Hasil penelitian memperlihatkan ternyata berat molekul dari polisakarida mempengaruhi kemampuan penghambatan pembentukan radikal bebas dimana fraksi polisakarida tumbuhan Magnolia officinalis yang memiliki berat molekul paling rendah ternyata memiliki kemampuan penghambatan pembentukan radikal bebas yang lebih tinggi dibandingkan fraksi lainnya Lan et al., 2012. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian para peneliti lainnya yang menyatakan polisakarida dengan berat molekul kecil memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan polisakarida dengan berat molekul tinggi Sun et al., 2009; Zha et al., 2009. Mekanisme reaksi polisakarida dapat bertindak sebagai antioksidan memang sampai dengan saat ini belum dengan jelas ditetapkan. Namun demikian ada beberapa peneliti yang telah memberikan saran mekanisme yang mungkin terjadi dalam reaksi oksidasi tersebut. Beberapa peneliti menyatakan bahwa secara umum dalam teori radikal bebas ada 2 mekanisme kerja antioksidan yakni penangkapan radikal bebas yang dihasilkan dan peredaman pembentukan radikal bebas. Dalam mekanisme penangkapan radikal bebas, polisakarida bertindak sebagai donor atom hidrogen dimana hal ini terjadi oleh karena lemahnya energi disosiasi ikatan O-H. Radikal bebas akan menerima elektron tersebut membentuk produk yang lebih stabil sehingga radikal bebasnya menjadi hilang dan reaksi berantainya menjadi terhenti Yamashoji and Kajimoto, 1980; Yin et al., 2010; Lan et al., 2012, Jin et al., 2012. Oleh karena itu apabila semakin banyak gugus yang dapat menyumbangkan elektron seperti misalnya gugus hidroksil dan karboksil pada polisakarida serta energi disosiasi ikatan O-H semakin lemah maka aktivitas antioksidannya semakin tinggi Shimada et al., 1996; Yuan et al., 2005. Universitas Sumatera Utara Peneliti lainnya menyatakan bahwa atom H yang terikat pada C anomer mudah lepas oleh adanya radikal OH● Fray, 1998. Penelitian pada selubiosa memperlihatkan bahwa apabila terjadi abstraksi atom H pada atom C 1 , C 4 atau C 5 akan terjadi pemecahan ikatan glikosidik sedangkan bila abstraksi atom H terjadi pada atom C 2 , C 3 atau C 6 akan menghasilkan residu glikosulosa yang lebih stabil Schuchmann and von Sonntag, 1978; Kardosova and Machova, 2006. Qi et. al., 2006 telah meneliti aktivitas antioksidan polisakarida yang secara alami mengandung gugus sulfat dan asetil dari alga Ulva pertusa. Peneliti tersebut menemukan bahwa ternyata polisakarida terasetilasi memperlihatkan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan polisakarida yang mengandung gugus sulfat. Oleh karena itu beliau menyatakan bahwa aktivitas antioksidan polisakarida berasal dari kemampuannya memberikan atom hidrogen. Gugus asetil yang tersubstitusi pada atom C 2 atau C 3 dapat mengaktivasi atom hidrogen yang terikat pada atom karbon anomer. Wang et al., 2010 meneliti pengaruh adanya gugus sulfat yang disubstitusi pada senyawa galaktomanan dari guar gum terhadap sifat antioksidannya. Peneliti tersebut memperlihatkan bahwa ternyata gugus –OSO 3 H yang banyak terikat pada atom C 6 dan dapat mengaktivasi atom hidrogen pada anomer sehingga menjadi mudah lepas untuk kemudian dapat menetralkan radikal bebas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa galaktomanan tersulfasi memiliki aktivitas antioksidan yang jauh lebih baik dibandingkan galaktomanan. Beberapa polisakarida dari tumbuh-tumbuhan yang telah diuji aktivitas antioksidannya diperlihatkan pada tabel 2.3. dibawah ini. Aktivitas antioksidan polisakarida tersebut diuji dengan menggunakan metode DPPH• 1,1-Difenil-2- pikril-hidrazil. Metode DPPH• ini sangat umum dan telah luas dipergunakan untuk menentukan kemampuan penghilangan radikal bebas dari berbagai antioksidan Yuan et al., 2008. DPPH• merupakan senyawa yang memiliki radikal bebas yang stabil dan menunjukkan absorbansi maksimum pada 517 nm. DPPH• akan dengan segera berubah menjadi bentuk DPPH-H yang bersifat lebih stabil oleh adanya donor proton dari antioksidan. Konsentrasi antioksidan yang diperlukan untuk mengurangi 50 konsentrasi DPPH• IC 50 merupakan Universitas Sumatera Utara parameter yang digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan. Semakin rendah nilai IC 50 berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Aktivitas penghilangan radikal bebas Scavenging Activity dengan metode DPPH• juga dapat ditentukan dengan persamaan berikut: = Abs blanko - Abs sampel Abs blanko Dimana Abs blanko adalah absorbansi DPPH pada 517 nm sedangkan Abs sampel adalah absorbansi DPPH• dan sampel dengan variasi konsentrasi pada 517 nm Chen et al., 2012. Semakin besar persentase Scavenging Activity maka aktivitas antioksidannya juga semakin besar. N N NO 2 O 2 N O 2 N + R H N HN NO 2 O 2 N O 2 N + DPPH Ungu, 517 nm DPPH-H Tidak Berwarna R . Gambar 2.2. Struktur DPPH• Sebelum Dan Sesudah Bereaksi Dengan Antioksidan Universitas Sumatera Utara Tabel 2.3. Aktivitas Antioksidan Polisakarida Dari Beberapa Tumbuh- tumbuhan Nama Tumbuhan Latin Scavenging Activity Referensi Grifola frondosa 79,6 Chen et al., 2012 Agaricus bisporus 86,1 Tian et al, 2012 Lentinus edodes 90,6 Chen et al., 2012 Carica Papaya 78,5 Zhang et al., 2012 Saussurea involucrate 88,7 Yao et al., 2012 Houttuynia cordata 87,2 Tian et al., 2011 Zizyphus Jujuba cv. Jinsixiaozao 88,7 Li et al., 2011 Medicago sativa L. 74,5 Liu et al., 2010 Turbinaria ornata Marine Brown Alga 80,21 Ananthi et al., 2010 Turbinaria conoides 90 Chattopadhyay et al., 2010 Brevibacterium otitidis BTS 44 91,5 Asker and Shawky, 2010 Hyriopsis cumingii 81,28 Qiao et al., 2009 Salvia officinalis L. 90 Capek et al., 2009 Ecklonia cava 70,1 Athukorala et al., 2006 Litchi chinensis Sonn 54,1 Yang et al., 2006 2.5. Aren Arenga pinnata Aren Arenga pinnata merupakan tanaman serba guna yang dapat hidup didaerah tropis basah serta mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai agroklimat mulai dari dataran rendah hingga 1.400 meter diatas permukaan laut. Aren merupakan tumbuhan berbiji tertutup dimana biji buahnya terbungkus daging buah. Aren banyak ditanam di Indonesia termasuk di propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Tanaman aren belum dibudidayakan dan sebagian besar masih menerapakan teknologi yang minim Anonim, 2009. Adapun sistematika tanaman aren adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Ordo : Arecales Famili : Areacaceae Genus : Arenga Spesies : A. pinnata Universitas Sumatera Utara Hampir semua bagian dari pohon aren dapat dimanfaatkan atau menghasilkan produk yang mempunyai nilai ekonomi. Jenis produk yang dihasilkan dari pohon aren sebagai berikut : Ijuk sebagai bahan baku pembuatan peralatan keperluan rumah tangga. Nira sebagai bahan baku gula merah, tuak, dan cuka. Kolang-kaling yang dihasilkan dari buah pohon aren. Tepung aren sebagai bahan baku pembuatan sabun, mie, dawet cendol. Batang pohon sebagai bahan bangunan dan peralatan rumah tangga Setiap pohon dapat menghasilkan 15 liter nira per hari, ijuk sebanyak 2 kgpohontahun, kolang-kaling 100 kgpohontahun dan tepung 40 kgpohon bila tidak disadap nira-nya. Tinggi batang tanaman aren berkisar antara 8-20 m sehingga untuk menyadap nira diperlukan tangga.Tanaman berbunga setelah berumur7-12 tahun. Tandan bunga muncul dari setiap pelepah atau bekas pelepah daun, mulai dari atas kira-kira seperempat dari pucuk kearah bawah. Bunga pada tandan pertama hingga kelima atau enam adalah bunga betina, baru disusul bunga jantan yang muncul secara bertahap hingga ke pangkal batang, atau 2-3 m di atas tanah. Seluruh bunga betina akan masak dalam 1-3 tahun. Bunga betina yang masih muda dapat diolah menjadi buah aren atau kolang-kaling. Buah aren terbentuk setelah terjadinya proses penyerbukan dengan perantaraan angin atau serangga. Buah aren berbentuk bulat berdiameter 4 – 5 cm, di dalamnya berisi biji 3 buah, masing masing terbentuk seperti satu siung bawang putih. Bagian – bagian dari buah aren terdiri dari : 1. Kulit luar, halus berwarna hijau pada waktu masih muda, dan menjadi kuning setelah masak. 2. Daging buah, berwarna putih kekuning – kuningan. 3. Kulit biji, berwarna kuning dan tipis pada waktu masih muda, dan berwarna hitam yang keras setelah buah masak. 4. Endosperm, berbentuk lonjong agak pipih berwarna putih agak bening dan lunak pada waktu buah masih muda; dan berwarna putih, padat atau agak keras pada waktu buah sudah masak. Universitas Sumatera Utara

a. Pohon Aren b. Kolang-kaling

Dokumen yang terkait

Analisis Keragaman Genetik Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr) di Tapanuli Selatan dengan Menggunakan Marka RAPD (Random Amlpified Polymorphic DNA)

4 68 92

Respon perkecambahan biji aren (Arenga pinnata) terhadap lama perendaman dengan asam nitrat (HNO3)

9 53 76

Aren (Arenga Pinnata)

3 34 10

Isolasi Dan Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Bunga Kemangi (Ocimum basilicum L) Serta Uji Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri

13 98 105

EFEKTIVITAS KOMBINASI MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum L.) DENGAN TETRASIKLIN DAN Efektivitas Kombinasi Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Dengan Tetrasiklin Dan Sefalotin Terhadap Bakteri Salmonella Thypi.

0 2 12

PENGARUH KOMBINASI MINYAK ATSIRI KEMANGI (Ocimum basilicum L.) DENGAN AMPISILIN DAN Pengaruh Kombinasi Minyak Atsiri Kemangi (Ocimum Basilicum L.) Dengan Ampisilin Dan Amikasin Terhadap Bakteri Salmonella Typhi.

1 3 12

Pembuatan Edibel Film Yang Bersifat Antimikroba dan Antioksidan dari Galaktomanan Kolang-Kaling (Arenga pinnata) dan Ekstrak Rimpang Jahe (Zingiber officinalle)

0 3 95

Karakterisasi Edible Film Yang Bersifat Antioksidan Dan Antimikroba Dari Galaktomanan Biji Aren (Arenga pinnata) Yang Diinkorporasi Dengan Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.)

1 1 44

Karakterisasi Edible Film Yang Bersifat Antioksidan Dan Antimikroba Dari Galaktomanan Biji Aren (Arenga pinnata) Yang Diinkorporasi Dengan Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.)

0 1 18

Karakterisasi Edible Film Yang Bersifat Antioksidan Dan Antimikroba Dari Galaktomanan Biji Aren (Arenga pinnata) Yang Diinkorporasi Dengan Minyak Atsiri Daun Kemangi (Ocimum basilicum L.)

0 1 22