Labuhan atau Nglarung Nyadran Tedhak Siten Sekaten

abstrak yang dianggap baik dan bernilai tinggi dalam hidup serta menjadi pedoman tertinggi kelakuan dalam kehidupan suatu masyarakat. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa upacara adat Jawa merupakan suatu kebiasaan atau kebudayaan yang ada di Jawa yang dilakukan secara turun temurun agar generasi berikutnya dapat mengetahui warisan budaya leluhur dan dapat melestarikannya karena mengandung nilai-nilai yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.

2.1.1.1 Macam-macam tradisi Jawa 1. Ruwatan

Ruwatan merupakan suatu jalan dan usaha untuk membebaskan manusia dari aib dan dosa yang sekaligus menghindarkan diri dari malapetaka Bratawidjaja, 1988: 38. Ruwatan merupakan upaya untuk membebaskan seseorang yang dipercaya akan mengalami nasib buruk. Jika tidak diruwat maka ia akan mengalami nasib buruk selama hidupnya Bayuadhy, 2015: 104. Ruwatan adalah tradisi ritual Jawa sebagai sarana pembebasan dan penyucian atas kesalahan dan dosa manusia yang bisa membawa malapetaka, bahaya atau kesialan di dalam hidupnya Herawati, 2010: 3. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan ruwatan adalah salah satu upacara tradisional di Jawa yang dilakukan sebagai sarana untuk membebaskan manusia dari bahaya, dosa atau kesialan yang dapat menimpanya.

2. Labuhan atau Nglarung

Kata labuhan berasal dari kata labuh yang artinya sama dengan nglarung yaitu membuang sesuatu ke dalam air sungai atau laut. Dalam konteks ini, yang dimaksud upacara labuhan adalah memberi sesaji kepada roh halus yang berkuasa PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI di suatu tempat Suyami, 2008: 101. Tujuan pelaksanaan upacara tersebut adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas segala rahmat yang telah dilimpahkan berupa melimpahnya hasil tangkapan ikan Sunjata, 2013: 117.

3. Nyadran

Nyadran termasuk salah satu upacara tradisional masyarakat Jawa yang dilakukan setahun sekali dan dilaksanakan sebagai upaya untuk mendoakan para leluhur yang telah tiada agar mendapatkan tempat yang layak di sisi Tuhan Bayuadhy, 2015: 97. Kegiatan yang dilakukan saat nyadran adalah 1 menyelenggarakan kenduri dengan pembacaan ayat al-Qur’an, dzikir, tahlil, dan doa kemudian dilanjutkan dengan makan bersama, 2 melakukan bersih-bersih makam leluhur dari dedaunan kering dan rerumputan, 3 melakukan ziarah kubur disertai dengan doa untuk arwah para leluhur yang meninggal dunia. Nyadran dilestarikan sebagai sebuah upacara budaya yang bernuansa religius, moral, sosial, dan kemanusiaan Bayuadhy, 2015: 98.

4. Tedhak Siten

Tedhak siten turun tanah adalah upacara adat Jawa ketika anak pertama berumur pitung lapan 245 hari yang sedang belajar berjalan kaki. Tedhak artinya menapak, siten artinya tanah atau bumi. Jadi, tedhak siten bisa diartikan turun tanah atau menapakkan kaki di tanah Bayuadhy, 2015: 32.

5. Sekaten

Sekaten atau upacara sekaten berasal dari kata syahadatain atau dua kalimat syahadat. Sekaten adalah acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diadakan setiap tanggal 5 Mulud Rabiul awal tahun Hijrah di alun- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI alun utara Surakarta dan Yogyakarta Bayuadhy, 2015: 176. Upacara sekaten merupakan upacara ritual di Kraton Yogyakarta yang diselenggarakan setiap setahun sekali, yaitu pada saat menjelang peringatan Mulud Nabi Muhammad SAW. Upacara tersebut dilaksanakan selama satu minggu tujuh hari, yaitu sejak tanggal 5 Mulud Rabiulawal sore hari sampai dengan tanggal 11 Mulud Rabiulawal tengah malam Suyami, 2008: Sekaten diadakan sebagai salah satu upaya dalam menyiarkan agama Islam. Karena orang Jawa pada waktu itu menyukai gamelan, maka pada hari lahirnya Nabi Muhammad SAW di Masjid Agung dipukul gamelan sehingga orang berduyun-duyun datang di halaman masjid untuk mendengarkan pidato- pidato tentang agama Islam Poeger, 2002: 1. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sekaten adalah salah satu upacara yang dilakukan sebagai peringatan lahirnya Nabi Muhammad SAW dan dilakukan untuk menyebarkan agama Islam.

2.1.1.2 Ruwatan