Belajar Konstruktivisme Kajian Teori

yang dilakuakan siswa sendiri dengan apa yang dapat dilakukan siswa dengan bantuan orang lain Sitepu, 2012. Teori konstruktivisme, Piget, dan Vygotsky tersebut mengembangkan adanya model- model dalam pembelajaran. Sitepu 2012 berpendapat bahwa model pembelajaran seperti discovery learning, problem based learning, experiential learning, contextual learning, cooperative learning, dan colaboratif learning dikembangkan atas dasar pemikiran dari teori konstruktivisme dan teori pendukung konstruktivisme teori Piaget dan Vygotsky. Peneliti menyimpulkan bahwa teori belajar Piaget adalah perkembangan anak yang lebih ditekankan pada kognitif anak melalui pengalaman lingkungannya, sedangkan teori belajar Vygotsky adalah perkembangan anak yang lebih ditekankan pada lingkungan sosial. Pendapat tersebut mendukung peneliti untuk memilih teori belajar konstruktivisme. Teori konstruksivisme dipilih karena sesuai dengan kurikulum 2013 yang dipakai oleh pendidikan saat ini. Konstruksivisme berasumsi bahwa guru sebaiknya tidak mengajar, dalam aratian guru dituntut untuk membangun situasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat terlibat aktif didalamnya. Siswa perlu diarahkan untuk dapat mengatur diri sendiri dan berperan aktif di dalam pelajaran dengan menentukan tujuan, perkembangan belajar siswa, dan mengevaluasi siswa Schunk, 2012, sehingga model- model pembelajaran yang dikembangkan oleh konstruktivisme merupakan bagian dari kurikulum 2013. Teori belajar konstruktivisme sangat mendukung produk penelitian yang dibuat oleh peneliti. Produk akan dikembangkan dengan menciptakan suatu metode yang tepat dan menggunakan benda- benda yang nyata, serta materi dalam produk lebih ditekankan dari kehidupan sehari- hari di lingkungan sosial mereka.

3. Prestasi Belajar

Prestasi belajar merupakan rangkaian hasil usaha yang telah dilatih dalam suatu rangkaian kegiatan pendidikan yang dinyatakan dengan nilai menurut Chosiyah dalam Nurcahya: 2013. Muhibbin 2003 juga berpendapat bahwa“aspek untuk menilai prestasi belajar ada 3 yaitu aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor”. Aspek kognitif merupakan aspek aspek yang berkaitan dengan tingkat intelegensi IQ, dapat dilihat dari kemampuan berpikir seseorang. Aspek kedua adalah afektif berkaitan dengan tingkat kecerdasan emosi seseorang, dapat dilihat dari ketelitian siswa, tanggung jawab siswa, kerjasama siswa dan lain-lain. Aspek yang terakhir merupakan aspek psikomotor yang lebih menekankan pada aktifitas atau gerak fisik yang dilakukan sesorang. Aspek ini ditunjukkan oleh siswa dengan keterampilan atau unjuk kerja siswa ketika proses pembelajaran berlangsung Azwar, 2013. Berdasarkan pendapat diatas diartikan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil yang dicapai oleh individu melalui serangkaian kegiatan dinyatakan dalam bentuk nilai yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

4. Kurikulum

Elemen terpenting dalam dunia pendidikan salah satunya adalah kurikulum. Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat berpengaruh bagi komponen- komponen lain Sitepu, 2012. Kurikulum merupakan sebuah dokumen yang tidak hanya berisi tujuan, isi materi, dan pengalaman belajar, melainkan juga berisi evaluasi untuk pencapapaian tujuan, dan implementasi dokumen yang nyata Sanjaya, 2008. Dokumen perencanaan dalam kurikulum merupakan usaha sekolah untuk memberikan konstribusi dalam mewujudkan berkembangnya potensi dari siswa Kemendikbud, 2014. Kegiatan- kegiatan dalam perencanaan kurikulum yang dilaksanakan baik di dalam kelas, di halaman, di luar sekolah atau semua kegiatan dapat mempengaruhi perkembangan kepribvadian siswa yang diharapkan oleh pendidikan Trianto, 2009. Adanya kurikulum akan membantu proses perkembangan pendidikan di Indonesia agar terwujud suatu kehidupan bangsa yang cerdas. Dari beberapa teori daitas, peneliti menyimpulkan bahwa kurikulum adalah komponen penting bagi dunia pendidikan yang berisi tujuan, materi, strategi, serta dokumen nyata untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang diharapkan. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut, pendidikan di Indonesia telah mengalami sepuluh kali perubahan kurikulum.

5. Sejarah Perkembangan Kurikulum

Pendidikan Sekolah Dasar di Indonesia telah mengalami sepuluh kali perubahan kurikulum dari tahun 1945 sampai tahun 2014. Pertama, Rencana Pelajaran 1947 merupakan kurikulum pertama di Indonesia dengan mengunakan istilah “Rencana Pelajaran”. Kurikulum hanya memuat 2 hal pokok yaitu daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya, serta garis- garis besar pengajarannya. Pembelajaran yang diajarkan lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan bermasyarakat daripada pendidikan pikiran. Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari- hari, namun perhatian lebih terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani Trianto, 2009. Produk yang peneliti kembangkan hampir sama muatannya dengan kurikulum 1947, bedanya produk ini lebih menekankan pada kebiasaan atu kejadian sehari-hari. Kesenian dan pendidikan jasmani hanyan sebaai tambahan pembelajaran. Produk yang dikembangkan juga mengutamakan pendidikan watak atau sekarang disebut dengan pendidikan karakter. Kedua , Rencana Pelajaran 1950. Kurikulum ini lahir karena adanya UU Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar- Dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah. Kurikulum ini masih relative sama dengan Rencana Pelajaran 1947. Kurikulum ini termasuk kurikulum dengan mata pelajaran yang terpisah-pisah separated curriculum Suparlan, 2011. Berbeda dari kurikulum ini, produk yang peneliti kembangkan menggunakan pembelajaran terpadu atau mata pelajaran yang tidak terpisah- pisah. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara bersama- sama terpadu dalam satu tema yang didalmnya berisi beberapa subtema dan didalam satu subtema berisi enam muatan pembelajaran yang dipadukan. Agama tidak termasuk dalam muatan pembelajaran yang dipadukan. Ketiga , kurikulum 1952 merupakan rencana pelajaran lebih rinci lagi pada setiap pelajarannya, yang dikenal dengan istilah “Rencana Pelajaran Terurai 1952” . Rencana Pelajaran 1958 merupakan penyempurnaan dari Rencana Pelajaran 1950. Kurikulum ini di setiap mata pelajaran diajarkan oleh satu orang guru dan silabus untuk mata pelajarannya sangat jelas sekali Trianto, 2009. Produk yang peneliti kembangkan juga akan memakai satu guru kelas, bedanya guru harus menguasai seluruh muatan pembelajaran kecuali Pendidikan Jasmani