164
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan terhadap proses aktivitas proyek Ruko Graha Depok ini memiliki keterbatasan. Keterbatasan penelitian tersebut
yaitu pada saat pengambilan data ada hambatan yang didapat peneliti seperti proses kerja yang tidak dapat diambil videonya secara berulang dikarenkan
sedang tidak ada kegiatan pada proses itu atau terhambatnya melakukan proses kerja tersebut karena bahan
– bahan untuk melakukan proses tersebut belum tersedia dengan baik.
B. Analisis Tingkat Risiko Postur Kerja Pada Pekerja Kayu
Pada pekerja kayu di Proyek Ruko Graha Depok memiliki beberapa aktivitas kerja yang dilakukan seperti, mengambil kayu, memotong kayu,
membuat bekisting dan memasang bekisting. Dari setiap aktivitas tersebut diambil satu sampel yang dapat mewakili keseluruhan pekerja tiap aktivitas
tersebut, namun pada aktivitas memotong kayu diambil tambahan sampel dikarenakan adanya perbedaan tinggi badan pada pekerja. Di bawah ini akan
dijabarkan pembahasan mengenai penilaian dari keempat aktivitas tersebut dengan ketiga metode penilaian risiko REBA, OWAS dan QEC.
1. Mengambil Kayu
Hasil Perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko REBA pada aktivitas mengambil kayu,
didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor tiga. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan
oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang rendah. Sehingga menurut McAtamney dan Hignett 1995, jika suatu
aktivitas postur mendapatkan hasil penilaian tingkat risikonya rendah maka tidak perlu ada tindakan perbaikan yang dilakukan.
Hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko OWAS pada aktivitas mengambil kayu,
didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor satu. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan
oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang rendah atau Normal Posture. Sehingga menurut Karhu dkk 1977 jika suatu
aktivitas postur mendapatkan hasil penilaian tingkat risikonya rendah, maka tidak diperlukan tindakan perbaikan pada postur
tersebut. Sedangkan hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi
dengan metode penilaian risiko QEC pada aktivitas mengambil kayu, didapatkan bahwa tingkat risiko ergonomi berada pada level
exposure 40. Sehingga menurut Li dan Bukle 1999 jika suatu aktivitas postur mendapatkan hasil penilaian tingkat
risikonya rendah maka dikatakan aman.
Adanya persamaan hasil dari ketiga metode tersebut diakibatkan adanya hasil penilaian yang serupa pada beberapa
postur. Pada postur lengan metode REBA, OWAS, dan QEC sama
– sama mendapatkan nilai risiko yang rendah. Pada postur punggung hanya metode REBA dan OWAS yang mendapatkan
skor 1. Pada postur pergelangan tangan metode REBA mendapatkan skor 1 dan pada metode QEC postur pergelangan
tangan mendapatkan skor yang berada dalam kategori rendah. Adanya persamaan penilaian ini yang mengakibatkan ketiga
metode tersebut memiliki skor akhir yang sama yaitu memiliki tingkat risiko yang rendah.
Penilaian tingkat risiko postur mengambil kayu ini ketiga metode menunjukkan tingkat risiko yang sama, yaitu tingkat
risikonya rendah. Sehingga tidak diperlukan lagi tindakan perbaikan pada postur aktivitas tersebut.
2. Memotong Kayu
Hasil Perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko REBA pada aktivitas memotong kayu, didapatkan
penilaian tingkat risiko dengan total skor delapan untuk sampel I dan total skor sembilan untuk sampel II. Hal ini menunjukkan
bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang tinggi. Sehingga menurut
McAtamney dan Hignett 1995 jika suatu aktivitas postur
mendapatkan tingkat risiko yang tinggi, maka perlu segera dilakukan tindakan perbaikan postur pada aktivitas tersebut.
Hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko OWAS pada aktivitas memotong kayu, didapatkan
penilaian tingkat risiko dengan total skor tiga untuk sampel I dan II. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang
dilakukan oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang tinggi atau Distincly Harmful. Sehingga menurut Karhu dkk 1977
jika suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang tinggi, maka tindakan korektif diperlukan segera pada postur tersebut.
Sedangkan hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko QEC pada aktivitas memotong
kayu, didapatkan bahwa tingkat risiko ergonomi berada pada level exposure 69 untuk sampel I dan II, sehingga menurut Li dan
Bukle 1999 aktivitas tersebut dikatakan perlu penelitian lebih lanjut dan tindakan perbaikan.
Pada sampel I dan II hasil penilaian metode OWAS hanya postur kaki yang mendapatkan skor tinggi, dan pada metode
QEC kedua sampel mendapatkan hasil penilaian dan tingkat risiko yang sama akan tetapi terdapat perbedaan skor yang didapat
pada bagian pergelangan tangan. Pada sampel I skor yang didapatkan yaitu dalam katagori sedang, sedangkan pada sampel
II skor yang didapat yaitu dalam kategori tinggi.
Pada sampel I dan II terdapat perbedaan skor akhir yang dinilai berdasarkan metode REBA, yaitu sampel I mendapatkan
skor akhir delapan dan sampel II mendapatkan skor akhir sembilan. Adanya perbedaan tersebut dikarenakan terdapat
penilaian yang berbeda pada postur pergelangan tangan, yaitu sampel I mendapatkan skor satu dan sampel II mendapatkan skor
dua. Perbedaan skor penilaian pada pergelangan tangan ini diakibatkan dari adanya perbedaan sudut ekstensi postur yang
berbeda. Adanya perbedaan penilaian sudut ekstensi postur
pergelangan tangan ini yang menyebabkan terjadinya perbedaan skor. Karena semakin ekstensi 15
o
pergelangan tangan semakin tinggi nilai yang didapat. Jika dilihat dari observasi,
pergelangan tangan yang menekuk ini diakibatkan karena tubuh yang membungkuk ke depan. Pekerja kayu dalam menjalankan
aktivitas memotong kayu ini, dilakukan dengan berjongkok dari awal kerja sampai akhir kerja. Landasan kerja yang tidak sesuai
membuat pekerja harus berjongkok dan membungkukan badannya.
Sehingga saran dari peneliti yaitu dengan menstabilkan kayu supaya tidak bergerak dan memotong kayu dengan
menggunakan alat bantu gergaji kayu listrik yang dapat mempermudah dan lebih efisien dibandingkan dengan gergaji
kayu manual. Karena penggunaan alat bantu mekanik dapat
mempermudah pekerjaan dan lebih mempercepat pengerjaan pekerjaan pekerja Tarwaka, 2011.
3. Membuat Bekisting
Hasil Perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko REBA pada aktivitas membuat bekisting,
didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor sembilan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan
oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang tinggi. Sehingga menurut McAtamney dan Hignett 1995 jika suatu
aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang tinggi, maka perlu segera dilakukan tindakan perbaikan postur pada aktivitas
tersebut. Hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode
penilaian risiko OWAS pada aktivitas membuat bekisting, didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor tiga. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang tinggi atau
Distincly Harmful. Sehingga menurut Karhu dkk 1977 jika suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang tinggi, maka
tindakan korektif diperlukan segera pada postur tersebut. Sedangkan hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi
dengan metode penilaian risiko QEC pada aktivitas membuat bekisting, didapatkan bahwa tingkat risiko ergonomi berada pada
level exposure 66 , sehingga menurut Li dan Bukle 1999 postur
tersebut dikatakan perlu penelitian lebih lanjut dan tindakan perbaikan.
Persamaan hasil skor akhir pada ketiga metode tersebut diakibatkan karena adanya penilaian yang sama diantara ketiga
metode pada beberapa postur bagian tubuh. Seperti postur punggung yang ketiga metode tersebut sama
– sama memiliki nilai skor yang tinggi. Pada postur lengan hanya metode REBA dan
QEC saja yang mendapatkan skor tinggi, karena pengukuran metode OWAS pada postur lengan hanya terpaut pada posisi
lengan berada di bawah atau diatas serta jumlah yang berada diposisi tersebut salah satu atau keduanya. Pada postur kaki hanya
metode REBA dan OWAS saja yang mendapatkan skor tinggi, dikarenakan pada metode QEC tidak melihat postur kaki.
Aktivitas membuat bekisting ini dilakukan dengan berjongkok lalu membungkuk selama bekerja, menurut Tarwaka
2011 aktivitas membungkukkan badan sambil memegang objek akan dapat meningkatkan stress pada pinggang. Untuk itu menurut
peneliti merubah desain stasiun kerja, dengan meninggikan landasan kerja pekerjaan dengan menggunakan meja yang
tingginya 10 – 15 cm di bawah tinggi siku pada saat berdiri
sehingga terhindar dari postur janggal. Karena menurut Grandjean 1993 untuk pekerjaan yang
memerlukan penekanan dengan kuat, tinggi landasan kerja adalah 10 -15 cm di bawah tinggi siku berdiri. Sehingga dengan
melakukan perubahan cara bekerja ini dihrapkan akan terhindar dari postur janggal membungkuk dan berjongkok.
4. Memasang Bekisting
Hasil Perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko REBA pada aktivitas memasang bekisting,
didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor 11. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan
oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang sangat tinggi. Sehingga menurut McAtamney dan Hignett 1995 jika
suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang sangat tinggi, maka perlu saat ini juga dilakukan tindakan perbaikan
postur pada aktivitas tersebut. Hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode
penilaian risiko OWAS pada aktivitas memasang bekisting, didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor tiga. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang tinggi atau
Distincly Harmful. Sehingga menurut Karhu dkk 1977 jika suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang tinggi, maka
tindakan korektif diperlukan segera pada postur tersebut. Sedangkan hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi
dengan metode penilaian risiko QEC pada aktivitas mengambil bekisting, didapatkan bahwa tingkat risiko ergonomi berada pada
level exposure 41 , sehingga menurut Li dan Bukle 1999 postur tersebut dikatakan perlu penelitian lebih lanjut.
Pada metode QEC, metode tersebut memiliki skor yang paling kecil dibanding dengan metode yang lain. Hal ini
dikarenakan hasil penilaian beberapa postur tubuh metode QEC memiliki nilai yang kecil seperti pada postur lengan dan
pergelangan tangan yang seharusnya kedua bagian tersebut memiliki andil yang besar dalam mempengaruhi nilai skor akhir.
Pada metode REBA dan OWAS postur kaki memiliki nilai skor yang sangat tinggi, sehingga memiliki andil yang besar
dalam mempengaruhi skor akhir kedua metode tersebut. Tetapi pada metode penilaian risiko QEC, metode tersebut tidak
melihatmenilai postur kaki yang pada metode lainnya memiliki risiko yang tinggi. Namun pada Metode REBA punggung, lengan,
leher dan pergelangan tangan memiliki nilai skor yang cukup mempenggaruhi nilai skor akhir. Diantara bagian tubuh tersebut
hanya leher dan pergelangan tangan yang tidak dilihat oleh metode OWAS yang seharusnya kedua bagian itu memiliki andil
yang besar dalam mempengaruhi nilai skor akhir REBA. Metode REBA pada dasarnya memiliki kelebihan dalam
menilai postur lengan secara spesifik, dan hal tersebut tidak dimiliki oleh metode OWAS dan QEC. Pada tahapan memasang
bekisting postur lengan sangat mempengaruhi pekerjaannya,
sehingga hanya metode REBA yang sangat sensitif dapat melihat postur lengan dengan baik.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ketiga metode ini memiliki karakteristik penilaian bagian tubuh
yang berbeda pada umumnya dan bagian tersebut memiliki potensi tersendiri dalam mempengaruhi nilai skor akhir. Sehingga
apabila bagian tubuh tertentu memiliki potensi tinggi mempengaruhi nilai skor akhir suatu metode dan bagian tersebut
tidak ada pada salah satu atau kedua metode lainnya, hal tersebut akan menyebabkan nilai skor akhir yang berbeda.
Aktivitas memasang bekisting ini dilakukan dengan postur janggal berjongkok dengan membungkukkan badan.
Semua sikap tubuh yang tidak alami seharusnya dihindarkan, biasanya dilakukan perubahan pada postur tubuh untuk
menghindari sikap tubuh yang tidak alami. Karena menurut Anies 2005 semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap
duduk atau sikap berdiri secara bergantian. Namun untuk tindakan perbaikan pada aktivitas kali ini tidak dapat merubah
desain kerja karena tempat dan objek yang tidak dapat dipindahkan.
Oleh karena itu saran dari peneliti adalah dengan menyeimbangkan pengaturan waktu kerja dan istirahat yang
seimbang. Karena menurut Grandjean 1993 pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang serta disesuaikan dengan
kondisi pekerjaan dan lingkungan akan dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya.
C. Analisis Tingkat Risiko Postur Kerja Pada Pekerja Besi
Pada pekerja besi di Proyek Ruko Graha Depok memiliki beberapa aktivitas kerja yang dilakukan seperti mengambil besi, membawa besi,
memotong besi, membentuk rangka besi, merangkai besi dan membetulkan rangkaian besi. Berikut ini akan dijelaskan analisis tingkat risiko dari masing
– masing aktivitas pekerja besi, penjelasan mengenai analisis tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mengambil Besi
Hasil Perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko REBA pada aktivitas mengambil besi,
didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor 10. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan
oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang tinggi. Sehingga menurut McAtamney dan Hignett 1995 jika suatu
aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang tinggi, maka perlu segera dilakukan tindakan perbaikan pada postur tersebut.
Hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko OWAS pada aktivitas mengambil besi,
didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor tiga. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan
oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang tinggi atau
Distincly Harmful. Sehingga menurut Karhu dkk 1977 jika suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang tinggi,
maka tindakan korektif diperlukan segera pada postur tersebut. Sedangkan hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi
dengan metode penilaian risiko QEC pada aktivitas mengambil besi, didapatkan bahwa tingkat risiko ergonomi berada pada level
exposure 44, sehingga menurut Li dan Bukle 1999 postur tersebut dikatakan perlu penelitian lebih lanjut.
Pada aktivitas kali ini, metode QEC yang memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan dua metode lainnya, hal
ini dikarenakan pada metode QEC hanya pada postur punggung saja yang memiliki nilai skor yang tidak tinggi namun cukup
mempengaruhi nilai skor akhir QEC. Pada metode REBA postur punggung, lengan dan kaki memiliki nilai yang tinggi sehingga
memiliki potensi yang cukup besar mempengaruhi skor akhir. Sedangkan pada metode OWAS postur lengan dan kaki yang
memiliki nilai yang tinggi, postur punggung walaupun tidak mendapatkan skor yang begitu tinggi namun skor tersebut cukup
mempengaruhi nilai skor akhir OWAS sehingga metode OWAS dan REBA sama
– sama mendapatkan nilai tingkat risiko yang sama, yaitu tinggi.
Untuk aktivitas mengambil besi, pekerja melakukan aktivitas tersebut dengan adanya pergerakan dan bagian
punggung yang menjadi tumpuan titik beban. Saran dari peneliti
untuk tindakan perbaikannya adalah merubah tindakan dan pergerakan pekerja, yaitu cara mengambil besi yang sebelumnya
membungkuk menggunakan tulang belakang sebagai tumpuan menjadi berjongkok menggunakan tumpuan pada kaki.
Hal tersebut dilakukan dengan berjongkok di dekat objek lalu ambil objek dan gunakan kaki untuk mendorong ke atas.
Karena menurut Tarwaka 2011 jika terus menerus melakukan pengambilan besi dengan menggunakan tulang belakang sebagai
tumpuan maka akan mengalami gangguan berupa kenyerian pada tulang belakang.
2. Membawa Besi
Hasil Perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko REBA pada aktivitas membawa besi, didapatkan
penilaian tingkat risiko dengan total skor lima. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan
oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang sedang. Sehingga menurut McAtamney dan Hignett 1995 jika suatu
aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang sedang, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan pada postur tersebut.
Hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko OWAS pada aktivitas membawa besi didapatkan
penilaian tingkat risiko dengan total skor satu. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan
oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang rendah
atau Normal Posture. Sehingga menurut Karhu dkk 1977 jika suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang rendah,
maka tidak diperlukan tindakan korektif pada postur tersebut. Sedangkan hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi
dengan metode penilaian risiko QEC pada aktivitas membawa besi, didapatkan bahwa tingkat risiko ergonomi berada pada level
exposure 38, sehingga menurut Li dan Bukle 1999 postur tersebut dikatakan aman
Pada aktivitas ini metode QEC dan OWAS mempunyai nilai tingkat risiko yang sama, yaitu rendah. Hal ini dapat terjadi
karena pada metode QEC rata – rata variabel yang dinilai
sebagian besar mendapatkan nilai yang rendah sehingga menyebabkan nilai skor akhir rendah. Sedangkan pada metode
OWAS punggung, lengan dan beban mendapatkan nilai yang rendah sehingga kedua metode mendapatkan nilai skor akhir
yang sama. Pada metode REBA punggung, kaki, lengan mendapatkan
nilai skor dua, nilai tersebut cukup mempengaruhi nilai skor akhir memiliki tingkat risiko yang sedang. Untuk tindakan
perbaikan, saran dari peneliti adalah dengan menggunakan alat bantu trolley untuk mempermudah mengangkut besi.
Karena Menurut Tarwaka 2011 beban maksimal yang dapat diangkat oleh laki
– laki diatas bahu adalah 10 Kg, lebih dari itu akan menyebabkan kelelahan dan penekanan yang
berlebihan pada tulang belakang dan ditambah stress pada pinggang akibat membungkukkan badan sambal memegang
objek.
3. Memotong Besi
Hasil Perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko REBA pada aktivitas memotong kayu,
didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor 11. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan
oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang sangat tinggi. Sehingga menurut McAtamney dan Hignett 1995 jika
suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang sangat tinggi, maka perlu saat ini juga dilakukan tindakan perbaikan
pada postur tersebut. Hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode
penilaian risiko OWAS pada aktivitas memotong kayu, didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor empat. Hal
ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang
sangat tinggi atau Extremely Harmful. Sehingga menurut Karhu dkk 1977 jika suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat
risiko yang sangat tinggi, maka tindakan korektif diperlukan segera pada postur tersebut.
Sedangkan hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko QEC pada aktivitas mengambil
kayu, didapatkan bahwa tingkat risiko ergonomi berada pada level exposure 58 , sehingga menurut Li dan Bukle 1999
postur tersebut dikatakan perlu penelitian lebih lanjut dan tindakan perbaikan.
Pada metode REBA postur punggung, kaki dan lengan yang mendapatkan skor yang tinggi, sehingga mempengaruhi
hasil penilaian skor akhir metode REBA. Sedangkan pada metode OWAS postur punggung dan kaki mendapatkan nilai
skor yang tinggi sehingga dapat mempengaruhi hasil penilaian skor akhir metode OWAS.
Pada aktivitas kali ini, metode QEC yang memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan dua metode lainnya, hal
ini dikarenakan hanya postur punggung saja yang mendapatkan nilai tinggi, postur lengan dan leher mendapatkan nilai skor yang
rendah. Pada metode QEC postur kaki tidak dilihatdinilai, namun bagian kaki ini pada dua metode lainnya mempunyai skor
yang tinggi dan mempengaruhi nilai akhir skor kedua metode tersebut.
Untuk tindakan perbaikan yang dapat dilakukan, saran dari peneliti adalah dengan menggunakan alat mesin gergaji besi,
karena menggunakan alat bantu mesin gergajji besi ini dapat mempermudah pekerjaan pekerja dan lebih mempercepat proses
pekerjaan. Karena penggunaan alat bantu mekanik dapat
mempermudah pekerjaan dan lebih mempercepat pengerjaan pekerjaan pekerja Tarwaka, 2011.
4. Membentuk Rangka Besi
Hasil Perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko REBA pada aktivitas memotong kayu,
didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor enam. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang
dilakukan oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang sedang Sehingga menurut McAtamney dan Hignett 1995 jika
suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang sedang, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan pada postur tersebut.
Hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko OWAS pada aktivitas memotong kayu,
didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor dua. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan
oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang sedang atau Slightly Harmful. Sehingga menurut Karhu dkk 1977 jika
suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang sedang, maka tindakan korektif mungkin diperlukan pada postur tersebut.
Sedangkan hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko QEC pada aktivitas mengambil
kayu, didapatkan bahwa tingkat risiko ergonomi berada pada level exposure 41 , sehingga menurut Li dan Bukle 1999
postur tersebut dikatakan perlu penelitian lebih lanjut.
Pada aktivitas kali ini ketiga metode mendapatkan penilaian tingkat risiko yang sama, yaitu sedang. Pada metode
REBA postur punggung dan lengan yang memiliki nilai skor yang tinggi. Pada metode OWAS hanya postur punggung yang
memiliki nilai risiko yang tinggi. Sedangkan pada metode QEC penilaian postur tubuh hanya mendapatkan nilai yang rendah
tetapi pada variabel kecepatan bekerja dan stress memiliki nilai yang tinggi sehingga membuat nilai skor akhir dari metode QEC
menjadi tingkat risiko sedang. Pada aktivitas membentuk rangka besi ini terdapat postur
janggal membungkuk dalam pengerjaannya. Menurut Anies 2005 semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap
duduk atau sikap berdiri secara bergantian, semua sikap yang tidak alami seharusnya dihindarkan. Sehingga saran dari peneliti
adalah dengan meninggikan landasan kerja menjadi 10 – 15 cm di
bawah di bawah tinggi siku pada saat berdiri, sehingga terhindar dari postur janggal membungkuk. Karena menurut Grandjean
1993 untuk pekerjaan yang memerlukan penekanan dengan kuat, tinggi landasan kerja adalah 10 -15 cm di bawah tinggi siku
berdiri.
5. Merangkai Besi
Hasil Perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko REBA pada aktivitas memotong kayu,
didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor delapan.
Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang
tinggi. Sehingga menurut McAtamney dan Hignett 1995 jika suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang tinggi,
maka perlu segera dilakukan tindakan perbaikan pada postur tersebut.
Hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko OWAS pada aktivitas memotong kayu,
didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor tiga. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan
oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang tinggi atau Distincly Harmful. Sehingga menurut Karhu dkk 1977 jika
suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang tinggi, maka tindakan korektif diperlukan segera pada postur tersebut.
Sedangkan hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko QEC pada aktivitas mengambil
kayu, didapatkan bahwa tingkat risiko ergonomi berada pada level exposure 51 , sehingga menurut Li dan Bukle 1999
postur tersebut dikatakan perlu penelitian lebih lanjut dan tindakan perbaikan.
Pada aktivitas merangkai besi ini, jika dibandingkan analisis tingkat risiko dari ketiga metode yang dipakai
menunjukkan tingkat risiko yang sama, yaitu aktivitas merangkai besi memiliki tingkat risiko yang tinggi.
Pada metode REBA postur punggung, kaki dan lengan yang
mendapatkan skor
tiga. Skor
tersebut cukup
mempengaruhi nilai skor akhir REBA menjadi tingkat risiko tinggi. Pada metode OWAS postur kaki dan punggung yang
memiliki skor yang tinggi. Walaupun skor lengan pada metode OWAS tidak tinggi namun tidak terlalu mempengaruhi nilai
skor akhir OWAS. Sedangkan Pada metode QEC postur leher dan variabel stress yang mendapatkan skor yang tinggi serta
postur punggung dan lengan mendapatkan skor yang sedang. Walaupun skor punggung dan kaki di metode QEC tidak
mendapatkan skor yang tinggi dan di dua metode lainnya medapatkan skor yang tinggi, hal tersebut tidak mempengaruhi
nilai skor akhir metode QEC. Aktivitas merangkai besi ini dilakukan dengan berjongkok
dan membungkukan badan, menurut Anies 2005 semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau
sikap berdiri secara bergantian. Semua sikap yang tidak alami seharusnya dihindarkan, sehingga saran dari peneliti adalah
adalah merubah stasiun kerja yang sebelumnya dilakukan dengan berjongkok dirubah menjadi berdiri. Hal tersebut dilakukan
dengan menurunkan pijakan kaki sampai landasan kerja sedikit lebih rendah dari tinggi siku berdiri sehingga pekerjaan dapat
dikerjakan secara leluasa dan nyaman. Karena menurut Grandjean 1993 selama kerja manual dengan tidak ada
penekanan dan ketelitian tinggi landasan kerja sedikit lebih rendah dari tinggi siku berdiri.
6. Membetulkan Rangkaian Besi
Hasil Perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko REBA pada aktivitas memotong kayu,
didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor sembilan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas membetulkan rangkaian
besi yang dilakukan oleh pekerja besi ini memiliki bahaya ergonomi yang tinggi. Sehingga menurut McAtamney dan
Hignett 1995 jika suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang tinggi, maka perlu segera dilakukan tindakan
perbaikan postur pada aktivitas tersebut. Hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode
penilaian risiko OWAS pada aktivitas membetulkan rangkaian besi didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor tiga.
Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas membetulkan rangkaian besi yang dilakukan oleh pekerja besi ini memiliki bahaya
ergonomi yang tinggi atau Distincly Harmful. Sehingga menurut Karhu dkk 1977 jika suatu aktivitas postur mendapatkan
tingkat risiko yang tinggi, maka tindakan korektif diperlukan segera pada postur tersebut.
Sedangkan hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko QEC pada aktivitas membetulkan
rangkaian besi, didapatkan bahwa tingkat risiko ergonomi berada
pada level exposure 49, sehingga menurut Li dan Bukle 1999 postur tersebut dikatakan perlu penelitian lebih lanjut dan
tindakan perbaikan. Pada aktivitas membetulkan rangkaian besi ini, jika
dibandingkan analisis tingkat risiko dari ketiga metode yang dipakai menunjukkan tingkat risiko yang berbeda, yaitu pada
metode REBA dan QEC menunjukkan tingkat risiko sedang, sedangkan metode OWAS menunjukkan tingkat risiko tinggi.
Adanya perbedaan ini dikarenakan hasil skor yang didapatkan oleh metode QEC dan REBA tidak dapat melihat dan
menilai secara sensitif bagian postur yang menurut metode OWAS memiliki nilai yang tinggi sehingga mempengaruhi nilai
skor akhir OWAS. Postur itu adalah bagian kaki, karena pada metode REBA bagian kaki memiliki nilai skor dua dan pada
metode QEC postur kaki tidak dilihat. Sedangkan menurut metode OWAS postur kaki mendapatkan nilai yang tinggi, hal
tersebut dapat terjadi karena metode OWAS dapat secara sensitif menilai postur kaki. Adanya perbedaan dalam penilaian skor
postur kaki ini berakibat pada hasil skor yang didapatkan masing – masing metode.
Pada aktivitas ini dapat disimpulkan bahwa diperlukan tindakan perbaikan dengan segera, tindakan perbaikan yang
dilakukan adalah tidak melakukan postur janggal seperti membungkuk dan menekukan kaki yang dilakukan pekerja serta
menyeimbangkan pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang. Karena menurut Grandjean 1993 pengaturan waktu
kerja dan istirahat yang seimbang serta disesuaikan dengan kondisi pekerjaan dan lingkungan akan dapat mencegah paparan
yang berlebihan terhadap sumber bahaya.
D. Analisis Tingkat Risiko Postur Kerja Pada Pekerja Pengecoran
Pekerja pengecoran di Proyek Ruko Graha Depok hanya melakukan satu aktivitas, yaitu meratakan semen cor yang daliri oleh mesin cor. Hasil
Perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko REBA pada aktivitas pengecoran, didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total
skor 10. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang tinggi.
Sehingga menurut McAtamney dan Hignett 1995, jika suatu aktivitas postur mendapatkan hasil penilaian tingkat risikonya tinggi maka perlu
segera ada tindakan perbaikan yang dilakukan. Hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian
risiko OWAS pada aktivitas mengambil kayu, didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor dua. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas
pengecoran yang dilakukan oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang sedang atau Slightly Harmful. Sehingga menurut Karhu dkk 1977 jika
suatu aktivitas postur mendapatkan hasil penilaian tingkat risikonya sedang, maka mungkin diperlukan tindakan perbaikan pada postur tersebut.
Sedangkan hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko QEC pada aktivitas pengecoran, didapatkan bahwa tingkat
risiko ergonomi berada pada level exposure 61. Sehingga menurut Li dan Bukle 1999 jika suatu aktivitas postur mendapatkan hasil penilaian tingkat
risikonya tinggi maka perlu penelitian lebih lanjut dan tindakan perbaikan. Pada aktivitas meratakan semen cor ini, jika dibandingkan analisis
tingkat risiko dari ketiga metode yang dipakai menunjukkan tingkat risiko yang berbeda, yaitu pada metode REBA dan QEC menunjukkan tingkat risiko
tinggi, sedangkan metode OWAS menunjukkan tingkat risiko sedang. Adanya perbedaan ini dikarenakan pada metode OWAS postur
punggung yang dinilai mempunyai skor yang kecil, padahal pada kedua metode lain bagian punggung mendapatkan skor yang tinggi. Perbedaan
penilaian ini dikarenakan adanya pandangan yang berbeda dalam menilai risiko dari masing - masing metode. Pada metode OWAS tidak melihat
semakin membungkuk maka risiko yang diterima semakin besar, sehingga membuat penilaian yang berbeda yang berujung pada hasil skor yang
berbeda. Sedangkan pada metode REBA dan QEC keduanya mempunyai prinsip yang serupa, semakin membungkuk postur punggung maka akan
semakin berisiko dan semakin besar mendapatkan nilai skor pada postur. Jika dilihat dari aktivitas pada tahapan meratakan semen cor ini postur punggung
memiliki sikap janggal yang terlalu jauh dari postur tubuh normal, sehingga metode REBA dan QEC yang memang lebih sensitif menilai postur
punggung dibandingkan metode OWAS akan memberikan nilai skor yang berbeda.
Oleh karena itu dapat disimpulkan jika dilihat dari ketiga metode yang dipakai, seluruh metode memberikan saran tindakan untuk melakukan
tindakan perbaikan terhadap postur tersebut. Maka pada aktivitas ini tindakan perbaikan yang dilakukan adalah merubah tindakan atau pergerakan pekerja
yang tadinya melakukan pekerjaan sampai membungkuk dirubah sehingga menjadi tidak membungkuk. Karena menurut Anies 2005 semua sikap
tubuh yang tidak alami seharusnya dihindarkan. Sehingga sosialisasi training dan pelatihan mengenai bahaya ergonomi di tempat kerja diperlukan agar
dapat menghindari postur janggal tersebut. Karena menurut Cascio 2006 training adalah program terencana yang didesain untuk meningkatkan
kemampuan individu, grup, maupun suatu lingkaran organisasi. Training dapat memungkinkan perusahaan untuk dapat memberikan pembelajaran
terhadap pekerja. Rekomendasi training diharapkan agar pekerja dapat meningkatkan
pengetahuan, kemampuan dan perilaku yang dapat membantu pekerja dalam melakukan aktivitasnya. Rekomendasi ini akan diberikan kepada tim manajer
dan tim pengawas yang ada di Proyek Ruko Graha Depok.
189
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Gambaran tingkat risiko ergonomi berdasarkan tiga metode yang
dilakukan pada tahapan mengambil kayu memiliki tingkat risiko yang rendah.
2. Gambaran tingkat risiko ergonomi berdasarkan tiga metode yang
dilakukan pada tahapan memotong kayu memiliki tingkat risiko yang tinggi.
3. Gambaran tingkat risiko ergonomi berdasarkan tiga metode yang
dilakukan pada tahapan membuat bekisting memiliki tingkat risiko yang tinggi.
4. Gambaran tingkat risiko ergonomi yang dilakukan pada tahapan
memasang bekisting berdasarkan metode REBA memiliki tingkat risiko yang sangat tinggi, berdasarkan metode OWAS memiliki risiko yang
tinggi dan berdasarkan metode QEC memiliki risiko yang sedang. Pada tahapan ini, intervensi yang dilakukan berdasarkan risiko sangat tinggi.
5. Gambaran tingkat risiko ergonomi yang dilakukan pada tahapan
mengambil besi berdasarkan metode REBA memiliki tingkat risiko yang tinggi, berdasarkan metode OWAS memiliki tingkat risiko yang
tinggi dan berdasarkan metode QEC memiliki tingkat risiko yang