melakukan perubahan cara bekerja ini dihrapkan akan terhindar dari postur janggal membungkuk dan berjongkok.
4. Memasang Bekisting
Hasil Perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode penilaian risiko REBA pada aktivitas memasang bekisting,
didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor 11. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan
oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang sangat tinggi. Sehingga menurut McAtamney dan Hignett 1995 jika
suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang sangat tinggi, maka perlu saat ini juga dilakukan tindakan perbaikan
postur pada aktivitas tersebut. Hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi dengan metode
penilaian risiko OWAS pada aktivitas memasang bekisting, didapatkan penilaian tingkat risiko dengan total skor tiga. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas mengambil kayu yang dilakukan oleh pekerja kayu ini memiliki bahaya ergonomi yang tinggi atau
Distincly Harmful. Sehingga menurut Karhu dkk 1977 jika suatu aktivitas postur mendapatkan tingkat risiko yang tinggi, maka
tindakan korektif diperlukan segera pada postur tersebut. Sedangkan hasil perhitungan tingkat risiko ergonomi
dengan metode penilaian risiko QEC pada aktivitas mengambil bekisting, didapatkan bahwa tingkat risiko ergonomi berada pada
level exposure 41 , sehingga menurut Li dan Bukle 1999 postur tersebut dikatakan perlu penelitian lebih lanjut.
Pada metode QEC, metode tersebut memiliki skor yang paling kecil dibanding dengan metode yang lain. Hal ini
dikarenakan hasil penilaian beberapa postur tubuh metode QEC memiliki nilai yang kecil seperti pada postur lengan dan
pergelangan tangan yang seharusnya kedua bagian tersebut memiliki andil yang besar dalam mempengaruhi nilai skor akhir.
Pada metode REBA dan OWAS postur kaki memiliki nilai skor yang sangat tinggi, sehingga memiliki andil yang besar
dalam mempengaruhi skor akhir kedua metode tersebut. Tetapi pada metode penilaian risiko QEC, metode tersebut tidak
melihatmenilai postur kaki yang pada metode lainnya memiliki risiko yang tinggi. Namun pada Metode REBA punggung, lengan,
leher dan pergelangan tangan memiliki nilai skor yang cukup mempenggaruhi nilai skor akhir. Diantara bagian tubuh tersebut
hanya leher dan pergelangan tangan yang tidak dilihat oleh metode OWAS yang seharusnya kedua bagian itu memiliki andil
yang besar dalam mempengaruhi nilai skor akhir REBA. Metode REBA pada dasarnya memiliki kelebihan dalam
menilai postur lengan secara spesifik, dan hal tersebut tidak dimiliki oleh metode OWAS dan QEC. Pada tahapan memasang
bekisting postur lengan sangat mempengaruhi pekerjaannya,
sehingga hanya metode REBA yang sangat sensitif dapat melihat postur lengan dengan baik.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ketiga metode ini memiliki karakteristik penilaian bagian tubuh
yang berbeda pada umumnya dan bagian tersebut memiliki potensi tersendiri dalam mempengaruhi nilai skor akhir. Sehingga
apabila bagian tubuh tertentu memiliki potensi tinggi mempengaruhi nilai skor akhir suatu metode dan bagian tersebut
tidak ada pada salah satu atau kedua metode lainnya, hal tersebut akan menyebabkan nilai skor akhir yang berbeda.
Aktivitas memasang bekisting ini dilakukan dengan postur janggal berjongkok dengan membungkukkan badan.
Semua sikap tubuh yang tidak alami seharusnya dihindarkan, biasanya dilakukan perubahan pada postur tubuh untuk
menghindari sikap tubuh yang tidak alami. Karena menurut Anies 2005 semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap
duduk atau sikap berdiri secara bergantian. Namun untuk tindakan perbaikan pada aktivitas kali ini tidak dapat merubah
desain kerja karena tempat dan objek yang tidak dapat dipindahkan.
Oleh karena itu saran dari peneliti adalah dengan menyeimbangkan pengaturan waktu kerja dan istirahat yang
seimbang. Karena menurut Grandjean 1993 pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang serta disesuaikan dengan
kondisi pekerjaan dan lingkungan akan dapat mencegah paparan yang berlebihan terhadap sumber bahaya.
C. Analisis Tingkat Risiko Postur Kerja Pada Pekerja Besi