ANALISIS KUALITAS LAYANAN JASA PENDIDIKAN DENGAN METODE SERVQUAL DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) SIDOARJO.

(1)

HIERARCHY PROCESS (AHP)

DI MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) SIDOARJO

SKRIPSI

OLEH :

AKHMAD NIDHOMUZ ZAMAN NPM : 0732010166

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN “

JAWA TIMUR


(2)

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah berkenan memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Analisis Kualitas Layanan Jasa

Pendidikan dengan Metode Serqual dan Analytical Hierarchy Process (AHP) di MAN (Madrasah Aliyah Negeri) Sidoarjo”, Penyusunan tugas akhir ini guna

memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Industri pada Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Terselesainya tugas akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan sumbangsih berbagai pihak. Sudah sepantasnya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP. Selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

2. Bapak Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Ir. M. Tutuk Safirin, MT, selaku Ketua Program Studi Tenik Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Ir. Joumil Aidil SZS, MT, selaku Dosen Pembimbing I. 5. Bapak Drs. Pailan, MPd, selaku Dosen Pembimbing II.


(3)

7. Bapak Drs. Shodiq, MPd, Selaku Waka. Kurikilum MAN Sidoarjo dan pembimbing lapangan.

8. Segenap Staff dan Karyawan MAN Sidoarjo yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas segala bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian.

9. Abah dan Umi, Mbah serta Saudara-saudaraku yang tercinta yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

10. Teman-teman TI angkatan 2007, khususnya pararel D yang ancor-ancor yang telah memberikan bantuan ketika penulis mengalami kesulitan.

11. Teman-teman Asslab. Prokom dan SSI: CP, Kotaks, Penyok, CK, Arip, Ratih, Vina, Shinta dan Saudara Farihul Ibad, ST selaku teman seperjuangan dan pembimbing yang baik.

12. Taufik Fahmi selaku teman seperjuangan dan yang selalu memberikan bantuan ketika penulis mengalami masalah software dan hardware.

13. Teman-teman Alumni MAN Sidoarjo yang selalu mengajak Reflesing.

Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan balasan atas amal perbuatan dan segala kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata penulis berharap semoga hasil penelitian yang tertuang dalam skripsi ini banyak bermanfaat bagi setiap pembaca pada umumnya.


(4)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii`

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAKSI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang masalah ... 1

1.2 Perumusan masalah ... 2

1.3 Batasan masalah ... 3

1.4 Asumsi ... 3

1.5 Tujuan penelitian ... 3

1.6 Manfaat penelitian ... 4

1.7 Sistematika penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Definisi jasa ... 6

2.1.1 Karakteristik jasa ... 8

2.1.2 Klasifikasi jasa ... 9

2.1.3 Sifat jasa ... 11

2.2 Kepuasan konsumen ... 11

2.2.1 Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan ... 13


(5)

2.2.3.2 Memilih bentuk jawaban ... 20

2.2.3.3 Pengenalan pada daftar pertanyaan kepuasan pelanggan ... 25

2.2.3.4 Penelitian butir-butir kepuasan pelanggan... 25

2.3 Kualitas jasa ... 26

2.3.1 Dimensi-dimensi kualitas layanan ... 27

2.3.2 Model kualitas layanan ... 30

2.3.3 Persepsi dan ekspektasi ... 34

2.3.3.1 Persepsi ... 35

2.3.3.2 Ekspektasi ... 36

2.4 Penarikan sampel ... 37

2.4.1 Sampel probabilitas ... 37

2.4.2 Sampel non probabilitas ... 38

2.5 Merancang kuesioner ... 39

2.5.1 Beberapa pemakaian kuesioner ... 42

2.5.2 Jenis pertanyaan ... 42

2.5.3 Skala likert ... 43

2.6 Analisa data ... 45

2.6.1 Analisa cluster ... 45

2.6.2 Analisa diskriminan ... 46

2.6.3 Analisa tabulasi silang ... 47


(6)

3.1 Tempat dan waktu penelitian ... 58

3.2 Identifikasi dan definisi operasional variabel ... 58

3.2.1 Identifikasi variabel ... 58

3.2.2 Definisi operasional variabel ... 60

3.3 Langkah-langkah pemesahan masalah ... 61

3.4 Teknik penentuan sampel ... 66

3.4.1 Populasi ... 66

3.4.2 Sampel ... 66

3.5 Metode pengumpulan data ... 66

3.6 Pengolahan data ... 67

3.6.1 Pengujian data ... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 76

4.1 Pembuatan Kuesioner ... 76

4.2 Penyebaran Kuesioner ... 76

4.3 Pengumpulan Data ... 77

4.4 Uji kecukupan Data ... 77

4.5 Uji Validitas Data ... 78

4.6 Uji Reliabilitas Data ... 80

4.7 Pengolahan Data Kuesioner ... 81

4.7.1 Analisa Cluster Data Harapan ... 81

4.7.2 Analisa Diskriminan Data Harapan ... 83


(7)

4.7.3.3 Hubungan Cluster dengan Tingkat Pendidikan . 88

4.7.4 Perhitungan Nilai Rata-Rata Persepsi Pelanggan ... 88

4.7.5 Perhitungan Nilai Rata-Rata Harapan Pelanggan ... 91

4.7.6 Perhitungan Nilai Servqual ... 93

4.7.7 Perhitungan Pembobotan dengan AHP ... 95

4.7.8 Uji Konsistensi ... 97

4.7.9 Perhitungan Nilai Servqual Terbobot ... 98

4.8 Analisa Hasil dan Pembahasan ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 104

5.1 Kesimpulan ... 104

5.2 Saran ... 105

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

Gambar 2.1 Jasa Sebagai Sebuah Sistem..………7

Gambar 2.1 Konsep Kepuasan Pelanggan………13

Gambar 2.2 The Extended Gaps Models Of Service Quality………32

Gambar 2.3 Conseptual Model Of Service Quality………...33


(9)

Tabel 2.1 Prosedur Untuk Membentuk Kebutuhan Pelanggan………...15

Tabel 2.2 Contoh Format Jawaban Check List………20

Tabel 2.3 Contoh Format Jawaban Tipe Likert...………22

Tabel 2.4 Contoh Format Jawaban Tipe Likert Dalam Daftar Pertanyaan…….23

Tabel 2.5 Contoh Format Jawaban Tipe Likert Dengan Menggunakan Kontinuum Kepuasan………...23

Tabel 2.6 Dimensi dan Atribut Metode Servqual………...…….29

Tabel 2.7 Dimensi yang disederhanakan menjadi 5 dimensi Servqual………...30

Tabel 2.8 Skala Perbandingan……….49

Tabel 2.9 Matriks Perbandingan Berpasangan………50

Tabel 2.10 Nilai Indeks Random………...51

Tabel 2.11 Nilai Pembangkit Random………...53

Tabel 3.1 Variabel-variabel Penelitian………...59

Tabel 3.2 Skala Perbandingan..………....73

Tabel 3.3 Skala Perbandingan Berpasangan………74

Tabel 3.4 Nilai Indeks Random………...68

Tabel 4.1 Jumlah Kuisioner yang digunakan Dalam Penggolahan Data……….78

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Kuesioner Penilaian Pelanggan………..71

Tabel 4.3 Hasil Analisis Cluster Dan Initial Cluster………...82

Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Dengan Metode Cluster Dan Diskriminan……….84

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Tabulasi Silang Cluster Dengan Jenis Kelamin….87 Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Tabulasi Silang Cluster Dengan Usia Responden..87


(10)

Tabel 4.10 Nilai Rata-Rata Harapan Pelanggan………91

Tabel 4.11 Nilai Servqual………..94

Tabel 4.12 Hasil Perhitungan Bobot Kriteria Utama………....96

Tabel 4.13 Hasil Perhitungan Sub Kriteria………96

Tabel 4.14 Hasil Perhitungan Uji Konsistensi………...97

Tabel 4.15 Hasil Perhitungan Servqual Terbobot……….98

Tabel 4.16 Hasil Rangking Servqual Terbobot……….99

Tabel 4.17 Hasil Pengurutan Berdasarkan Rangking Servqual Terbobot……….99


(11)

Lampiran : Gambaran Umum Madrasah Lampiran : Kuesioner Servqual

Lampiran : Kuesioner AHP Lampiran 1 : Data Persepsi Lampiran 2 : Data Harapan

Lampiran 3 : Data Identifikasi Pelanggan Lampiran A : Validitas Persepsi

Lampiran B : Validitas Harapan Lampiran C : Analisis Cluster Lampiran D : Analisis Diskriminan Lampiran E : Analisis Crosstabs

Lampiran F : Perhitungan Manual AHP Lampiran G : Expert Choice

Lampiran H : Tabel Distribusi t, x2, dan Harga r product Moment


(12)

Dalam perkembangan IPTEK di dunia sekarang ini, jasa pendidikan merupakan suatu yang sangat dibutuhkan untuk membentuk dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk memasuki persaingan global saat ini, ilmu sosial dan teknologi tidaklah cukup, perlu adanya dasar suatu ilmu agama yang kuat dan mapan agar terbentuk pribadi seseorang yang beriman dan bertaqwa. Kebutuhan akan kualitas pendidikan saat ini semakin diperhatikan oleh masyarakat. Saat ini sebagian besar masyarakat rela mengorbankan biaya yang tinggi asalkan mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan menjanjikan akan masa depan yang lebih baik. Pendidikan saat ini sangat menentukan ke arah mana seseorang akan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

Salah satu instansi pendidikan di kota Sidoarjo adalah MAN (Madrasah Aliyah Negeri) Sidoarjo. Sekolah ini merupakan lembaga pendidikan formal yang berada dibawah naungan Depag (Departemen Agama) yang sekarang menjadi Kementrian Agama RI. MAN Sidoarjo selalu berusaha memberikan pelayanan terbaik terhadap para siswa-siswinya. Selama ini banyak terjadi keluhan-keluhan dari siswa terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak MAN Sidoarjo, misalnya ketepatan waktu belajar mengajar dengan dengan jadwal, ketepatan tanggapan pihak manajemen dengan keluhan siswa-siswinya, kemampuan karyawan dalam hal menyampaikan informasi kepada siswa-siswi, kemudahan siswa menghubungi pihak manajemen dan karyawanya, dll. Disini perlu adanya kesesuaian antara persepsi dan harapan dari siswa-siswi yang menimbulkan kepuasan. Siswa akan merasa puas apabila layanan yang disediakan oleh pihak jasa sesuai apa yang di harapkanya sehingga tidak terjadi kesenjangan antara harapan siswa dengan layanan yang di perolehnya. Tujuan penelitian di MAN Sidoarjo adalah untuk mengetahui indikator kualitas layanan yang menjadi prioritas untuk ditingkatkan kualitas layanannya dan memberikan usulan perbaikan dengan menggunakan metode Servqual yang meliputi 5 dimensi utama yaitu Tangibles, Reliability,

Responsiveness, Assurance dan Emphaty dan AHP (AnalyticHierarchyProcess).

Dari hasil analisis Servqual terbobot diketahui indikator yang harus ditingkatkan kualitas layanannya adalah kecepat-tanggapan pihak manajemen dengan keluhan siswa-siswi (X3.1) dengan serqual terbobot -0.16007, kecepatan tanggapan karyawan dalam memberikan bantuan yang di minta oleh siswa-siswi (X3.2) dengan serqual terbobot -0.10858, luas area parkir (X1.5) dengan serqual terbobot -0.10281, kesesuaian materi pelajaran yang di ajarkan dengan yang di program (X2.2) dengan serqual terbobot -0.08799, ketepatan waktu belajar mengajar dengan jadwal (X2.1) dengan serqual terbobot -0.08084, kecepatan tanggapan pengajaran dalam hal pertanyaan kritikan dan keluhan dari siswa-siswi (X3.3) dengan serqual terbobot -0.0748, desain ruang belajar mengajar (X1.2) dengan serqual terbobot -0.05993, kebersihan dan kenyamanan ruangan belajar mengajar dan fasilitasnya (X1.3) dengan serqual terbobot -0.05545.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam perkembangan IPTEK di dunia sekarang ini, jasa pendidikan merupakan suatu yang sangat dibutuhkan untuk membentuk dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk memasuki persaingan global saat ini, ilmu sosial dan teknologi tidaklah cukup, perlu adanya dasar suatu ilmu agama yang kuat dan mapan agar terbentuk pribadi seseorang yang beriman dan bertaqwa. Kebutuhan akan kualitas pendidikan saat ini semakin diperhatikan oleh masyarakat. Saat ini sebagian besar masyarakat rela mengorbankan biaya yang tinggi asalkan mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan menjanjikan akan masa depan yang lebih baik. Pendidikan saat ini sangat menentukan ke arah mana seseorang akan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

Salah satu instansi pendidikan di kota Sidoarjo adalah MAN (Madrasah Aliyah Negeri) Sidoarjo. Sekolah ini merupakan lembaga pendidikan formal yang berada dibawah naungan Depag (Departemen Agama) yang sekarang menjadi Kementrian Agama RI. MAN Sidoarjo selalu berusaha memberikan pelayanan terbaik terhadap para siswa-siswinya. Selama ini banyak terjadi keluhan-keluhan dari siswa terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak MAN Sidoarjo, misalnya ketepatan waktu belajar mengajar dengan dengan jadwal, ketepatan tanggapan pihak manajemen dengan keluhan siswa-siswinya, kemampuan karyawan dalam hal menyampaikan informasi kepada siswa-siswi, kemudahan siswa menghubungi pihak manajemen dan karyawanya, dll. Disini perlu adanya kesesuaian antara


(14)

persepsi dan harapan dari siswa-siswi yang menimbulkan kepuasan. Siswa akan merasa puas apabila layanan yang disediakan oleh pihak jasa sesuai apa yang di harapkanya sehingga tidak terjadi kesenjangan antara harapan siswa dengan layanan yang di perolehnya.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan fasilitas dan pelayananya, sehingga diharapkan oleh MAN Sidoarjo mampu memberikan kepuasan terhadap para siswa-siswi (pengguna jasa). Dalam penelitian ini metode servqual digunakan untuk menentukan atribut serta mengukur kesenjangan (gap) antara harapan dengan persepsi pelanggan terhadap suatu layanan yang dapat menimbulkan kepuasan. Kemudian AHP digunakan untuk memberi nilai bobot pada masing-masing atribut yang nantinya akan diketahui atribut mana yang perlu adanya peningkatan dan atribut mana yang harus tetap dipertahankan dari hasil kuisioner tersebut. Sehingga dengan penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan / rekomendasi kepada pihak MA (Madrasah Aliyah) untuk dapat meningkatkan kualitas jasa pelayanan.

1.2Perumusan Masalah

Permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana mengukur tingkat kualitas layanan jasa pendidikan terhadap siswa-siswi MAN Sidoarjo dengan menggunakan metode Servqual dan Analytical Hierarchy Process (AHP)?”


(15)

1.3Batasan Masalah

Batasan-batasan permasalahan yang dihadapi adalah sebagai berikut : 1. Pihak penyedia / pengurus jasa yang dilibatkan dalam penelitian adalah pihak

manajemen, pengajaran dan karyawan MAN Sidoarjo.

2. Penelitian ini tidak melakukan pembahasan mengenai hal-hal yang menyangkut aspek keuangan.

3. Uji validitas dan reliabilitas data harapan dan persepsi pelanggan dilakukan dengan menggunakan software SPSS 15.00.

1.4Asumsi

Asumsi dari penelitian Tugas Akhir ini adalah :

1. Responden adalah pengguna jasa yaitu siswa-siswi yang sedang bersekolah di MAN Sidoarjo.

2 Responden pada saat mengisi kuesioner dianggap berperilaku rasional dan konsisten, serta mengetahui benar mengenai pelayanan pendidikan yang diberikan oleh MAN Sidoarjo.

3 Terdapat pihak yang expert (pihak yang benar-benar mengetahui permasalahan yang diajukan oleh peneliti) dalam penentuan bobot dari atribut kualitas pelayanan pendidikan di MAN Sidoarjo.

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk Mengetahui atribut-atribut dominan yang menjadi prioritas utama untuk ditingkatkan kualitas layanannya


(16)

2. Untuk memberikan rekomendasi perbaikan, guna memenuhi tingkat kepuasan konsumen jasa pendidikan di MAN Sidoarjo.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Bagi Peneliti :

- Meningkatkan kemampuan dalam mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh dalam dunia akademis.

- Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dunia industri secara nyata.

2. Bagi Siswa-siswi / Pengguna :

Memperoleh kepuasan terhadap layanan yang diberikan oleh MA (Madrasah Aliyah).

3. Bagi Dunia Pendidikan :

- MA (Madrasah Aliyah) mengetahui kualitas layanan yang telah mereka berikan selama ini.

- MA (Madrasah Aliyah) dapat segera memperbaiki hal-hal yang sekiranya dapat menimbulkan rendahnya kualitas layanan dengan menggunakan model konseptual kesenjangan persepsi-harapan pelanggan.


(17)

1.7 Sistematika Penulisan

Penulisan Laporan Penelitian ini disusun sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, asumsi, tujuan penelitian, manfaat dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi studi kepustakaan yang digunakan sebagai acuan teori dan dasar dari pemecahan permasalahan yang dilakukan. Pada bab ini juga dituliskan penelitian atau artikel lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dimulai dari tempat dan waktu penelitian, identifikasi dan definisi variabel, langkah-langkah pemecahan masalah, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi pengumpulan data yang diperlukan untuk menunjang tercapainya tujuan penelitian ini. Kemudian data tersebut diolah selanjutnya diadakan pembahasan terhadap hasil yang diperoleh.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang berkaitan dengan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Jasa

Apabila kita menggunakan database seperti ABI Inform atau proquest untuk mencari artikel yang mengandung kata kunci ”service”, maka akan muncul ratusan ribu entri. Di suatu sisi, hal ini mengambarkan dinamika dan signifikansi peran service, khususnya dalam beberapa dekade terakhir. Di sisi lain, apabila kita telusuri satu per satu entri bersangkutan, definisi atas konsep service yang diacu pada masing-masing artikel bisa berbeda-beda. Dalam bahasa indonesia saja, service bisa diterjemahkan sebagai jasa, layanan, dan servis; tergantung pada konteksnya (Tjiptono dan Chandra, 2004).

Affif (1994) mengemukakan bahwa “ Berbagai tindakan / kinerja yang ditawarkan suatu produk kepada orang lain yang pada dasarnya tidak dapat dilihat dan tidak menghasilkan hak milik terhadap sesuatu produksinya , dapat berkenaan dengan produk fisik atau tidak”.

(Lovelock dkk, 2004) mengemukan bahwa perspektif ”service” sebagai sebuah sistem. Dalam perspektif ini, setiap bisinis jasa dipandang sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua komponen utama: (1) operasi jasa (service operation), dimana input di porses dan elemen-elemen produk jasa diciptakan; dan (2) menyampaikan jasa (service delivery), dimana elemen-elemen produk tersebut di rakit, dirampungkan dan disampaiakan kepada pelanggan. Sebagian dari sistem ini tampak (visible) atau diketahui pelanggan (sering disebut pula front office atau


(19)

frontstage), sementara sebagian lainya tidak tampak atau bahkan tidak dikehaui keberadaanya oleh pelanggan (back office atai backstage).

Gambar 2.1 Jasa Sebagai Sebuah sistem (Lovelock dkk, 2004)

Jasa / pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki serta pelanggan lebih dapat berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut. Dalam strategi pemasaran, definisi jasa harus diamati dengan baik, karena pengertiannya sangat berbeda dengan produk berupa barang. Kondisi dan cepat lambatnya pertumbuhan jasa akan sangat tergantung pada penilaian pelanggan terhadap kinerja yang ditawarkan oleh pihak produsen.

(Lovelock dkk, 2004) mengemukan bahwa Ada tiga keputusan yang harus diambil pemasar dalam kaitannya dengan layanan kepada pelanggan antara lain : 1. Pelayanan/ Jasa-jasa apakah yang harus diberikan dalam melayani pelanggan

Pemasar perlu melakukan survei atas konsumen untuk mengidentifikasikan pelayanan utama yang mungkin ditawarkan dan arti penting relatifnya,

Fasilitas Fisik

Personil Kontak

Pelanggan A

Jasa A

Jasa B

Pelanggan B

Sistem Operasi Jasa

Sistem Penyampaian Jasa

Technical Core

Tidak Bisa dilihat pelanggan

Bisa dilihat pelanggan Interaksi langsung


(20)

2. Tingkat pelayanan yang bagaimana yang ditawarkan

Pelanggan tidak hanya menginginkan pelayanan tertentu tetapi juga pelayanan dalam jumlah yang cukup dan mutu yang memadai. Badan usaha perlu membandingkan pelayanannya dengan pelayanan yang diberikan oleh pesaingnya dan kaitannya yang diharapkan oleh pelanggan contoh adanya kotak saran dan sistem pelayanan keluhan .

3. Dalam bentuk apakah pelayanan itu harus diberikan

Pemasar juga harus mengambil keputusan mengenai bentuk dari berbagai pelayanan yang akan ditawarkan.

2.1.1 Karakteristik Jasa

Menurut Kotler (2000) karakteristik jasa dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Intangible (tidak berwujud)

Jasa mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan dan dinikmati sebelum dibeli oleh konsumen, karena tidak dapat dirasakan langsung oleh indera manusia maka orang akan mengambil kesimpulan mengenai mutu jasa tersebut dari tempat, orang, peralatan, alat komunikasi, simbol-simbol dan harga dari jasa tersebut sehingga penyedia jasa memberikan pelayanan sebaik mungkin agar konsumen merasa puas.

2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan)

Pada umumnya jasa yang diproduksi (dihasilkan) dan dirasakan pada waktu bersamaan, apabila dikehendaki oleh seorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya maka dia akan tetap merupakan bagian dari jasa tersebut. Untuk mengatasi keterbatasan ini maka penyedia jasa harus lebih terlatih bekerja lebih baik sehingga dapat melayani lebih banyak pemakai jasa.


(21)

3. Variability (beraneka ragam)

Jasa senantiasa mengalami perubahan tergantung dari siapa penyedia jasa tersebut diberikan dari keanekaragaman, seseorang pemakai jasa akan lebih selektif terhadap pilihannya. Pada umumnya konsumen akan memilih jasa yang mutu / kualitasnya baik. Untuk mengendalikan kualitas layanan perusahaan jasa perlu melakukan investasi dalam seleksi dan latihan pribadi yang baik, menstandarisasikan proses kinerja diseluruh oragnisasi serta memonitor kepuasan konsumen melalui sistem pesan dan kesan, survei konsumen dan perbandingan belanja, dengan tujuan agar dapat mendeteksi dan memperbaiki pelayanan yang kurang baik

4. Perishability (tidak tahan lama)

Jasa tidak dapat disimpan dalam bentuk fisik karena nilai jasa hanya ada pada saat jasa diberikan. Keadaan ini akan menyulitkan penyedia jasa apabila permintaan akan jasa tersebut tidak stabil dari waktu ke waktu, untuk mengantisipasinya maka perlu beberapa strategi seperti memberikan pelayanan perorangan pada waktu-waktu sepi dan menambah tenaga atau dengan bekerja lebih cepat pada saat-saat ramai dan sebagainya.

2.1.2 Klasifikasi Jasa

Menurut Kotler (2000) membagi jasa menjadi beberapa macam yaitu : 1. Barang berwujud murni

Yang dimaksud disini adalah penawaran perusahaan yang berwujud fisik yang dapat dilihat oleh mata contoh perusahaan menghasilkan produk sanitary menawarkan produk sabun, pasta gigi, shampo dan bedak perusahaan tidak menawarkan jasa apapun selain produk sanitary tersebut .


(22)

2. Barang berwujud yang disertai jasa

Disini penawaran terdiri dari barang yang berwujud yang disertai dengan satu atau lebih bentuk penawaran jasa dimana penawaran ini bertujuan untuk mempertinggi daya tarik konsumennya. Contoh produsen mobil tidak hanya menjual mobil saja melainkan juga kualitas pelayanan kepada pelanggannya (reparasi, pelayanan pasca jual) .

3. Campuran

Penawaran terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama. Contoh restoran yang harus didukung oleh makanan dan pelayanannya .

4. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan

Disini terdiri dari jasa utama dengan jasa tambahan atau barang pelengkap. Contoh penumpang pesawat terbang membeli jasa transportasi. Mereka sampai ke tempat tujuan tanpa sesuatu hal berwujud yang memperlihatkan pengeluaran mereka namun perjalanan tersebut meliputi barang-barang berwujud seperti makanan dan minuman, potongan tiket dan majalah penerbangan. Jasa tersebut membutuhkan barang padat modal (pesawat terbang) agar terealisasi, tapi komponen utamanya adalah jasa .

5. Jasa Murni

Penawaran yang diberikan hanya berupa jasa tanpa adanya produk pendukung lain Contoh perusahaan taksi yang hanya menawarkan jasa untuk mengantarkan pelanggan dari satu tempat ke tempat tujuannya, penjahit yang hanya memberikan jasanya untuk membuat baju dan lain-lain .


(23)

2.1.3 Sifat Jasa

Menurut (Tjiptono dan Chandra, 2004) sifat-sifat jasa dapat dibedakan menjadi :

1. Jasa yang berbasis peralatan atau basis orang

Contoh : pencuci mobil otomatis, mesin berjalan , jasa akuntansi dan lain-lain. 2. Jasa yang membutuhkan kehadiran klien

Contoh : salon kecantikan.

3. Jasa yang dapat memenuhi kebutuhan personel dan kebutuhan bisnis yang berbeda-beda

Contoh : dokter yang menetapkan harga yang berbeda untuk pasien perorangan dan kelompok karyawan perusahaan.

4. Penyedia jasa yang berbeda dalam sasarannya (laba/ nirlaba) dan kepemilikan (swasta/ publik)

2.2 Kepuasan Pelanggan

Konsep kepuasan pelanggan sebenarnya masih bersifat abstrak. Pencapaian kepuasan dapat merupakan proses yang sederhana maupun kompleks dan rumit, dalam hal ini peranan individu dalam service encounter sangat penting dan berpengaruh terhadap kepuasan yang dibentuk, untuk dapat mengetahui tingkat kepuasan pelanggan secara lebih baik maka perlu dipahami pula sebab-sebab kepuasan. Pelanggan tidak cuma lebih banyak kecewa pada jasa daripada barang, tetapi mereka juga jarang mengeluh. Salah satu alasannya adalah karena mereka juga ikut terlibat dalam proses pembuatan atau penciptaan jasa. Bila saran dari perusahaan konsultan menyebabkan semakin buruknya kinerja perusahaan


(24)

kliennya, tidak bisa kita langsung meletakkan segala kesalahan pada pihak konsultan. Mungkin saja itu dikarenakan kliennya tidak memberitahukan dengan jelas dan lengkap segala aspek perusahaannya yang bisa mempengaruhi pengambilan keputusan dan hasil pencapaian. (Tjiptono, 1994 hal 146)

Banyak pakar yang memberikan definisi mengenai kepuasan pelanggan. Menurut (Tse dan Wilton, 1998) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja actual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Menurut Engel (1990) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli dimana alternative yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Menurut Kotler (2000) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya .

Adanya kesamaan diantara beberapa definisi diatas, yaitu menyangkut kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan), umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau mengkonsumsi suatu produk (barang/ jasa). Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadapa apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Secara konseptual pelanggan dapat digambarkan sebagai berikut :


(25)

Gambar 2.2 Konsep Kepuasan Pelanggan. (Tjiptono, 1994)

Menurut Tjiptono (1994) Kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat diantaranya :

1. Hubungan antara perusahaan dengan para pelanggannya menjadi harmonis 2. Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang

3. Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan

4. Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (mouth of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan

5. Reputasi perusahaan menjadi baik dimata pelanggan 6. Laba yang diperoleh dapat meningkat

2.2.1 Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan

Ada beberapa metode yang bias dipergunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelangganya dan pelanggan pesaing. Kotler, et al (2004) mengidentefikasi empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan:

Tujuan Perusahaan Kebutuhan dan keinginan

konsumen

Produk

Nilai produk bagi konsumen

Harapan konsumen terhadap produk

Tingkat kepuasan konsumen


(26)

system keluhan dan saran, ghost shopping, lost customer analysis, dan survey kepuasan pelanggan (Tjiptono dan Chandra, 2004).

1. Sistem Keluhan dan Saran

Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer-oriented) perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah yang bagi para pelangganya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka.

2. Ghost Shopping (Mystery Shopping)

Salah satu cara memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang Ghost Shoppers untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. 3. Lost customer Analysis

Sedapat mungkin perusahaan seyogyanya menhubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya mengambil kebijakan perbaikan / penyempurnaan selanjutnya.

4. Survei Kepuasan pelanggan

Sebagian besar riset kepuasan pelanggan dilakukan dengan mengunakan metode survey (McNeal & Lamb, dikutib dalam Peterson & Wilson, 1992), baik survey melalui pos, telepon, e-mail, websites, walaupun wawancara langsung (Tjiptono dan Chandra, 2004).

2.2.2 Menentukan Kebutuhan Pelanggan

2 teknik didalam menentukan kebutuhan pelanggan (customer


(27)

1. Teknik pertama, proses pengembangan dimensi mutu, melibatkan orang (pelanggan) yang benar-benar berhubungan dekat dengan orang atau jasa yang digunakan (dibeli) oleh pelanggan. Orang ini harus mampu berpengetahuan didalam memahami kebutuhan pelanggan dan fungsi serta tujuan dari barang/ jasa. Misalnya lemari es untuk menyimpan daging dan sayur agar tetap segar. Orang-orang ini bertanggung jawab menentukan dimensi mutu dan contoh spesifik setiap dimensi.

2. Teknik kedua, disebut juga teknik insiden kritis caranya dengan

memperoleh informasi dari pelanggan tentang insiden atau kejadian sebenarnya (actual incidents) yang mereka anggap jelek dan baik dari produk/ jasa.

Aspek baik : mobil irit bahan bakar, aspek buruk : mobil sering mogok

Aspek baik : penentuan kredit bank disetujui cepat, aspek buruk : pelayanan teller lamban. Insiden-insiden ini mendefinisikan butir-butir kepuasan pelanggan yang pada gilirannya butir kepuasan dijadikan kebutuhan pelanggan/ dimensi mutu. Beberapa contoh mendemonstrasikan keefektifan pendekatan insiden kritis didalam membentuk kebutuhan pelanggan baik untuk organisasi penghasil barang (manufacturing) atau jasa (non manufacturing) dan kelompok pendukung pelanggan internal.

Tabel 2.1 Prosedur Untuk Membentuk Kebutuhan Pelanggan

 Pengembangan Dimensi Mutu

Langkah Butir-butir yang penting

1.Butir daftar dimensi mutu - baca jurnal professional dan perdagangan untuk memperoleh daftar dimensi mutu - buat daftar dari pengalaman pribadi


(28)

2.Tulis definisi setiap dimensi - definisi bisa bersifat umum 3.Kembangkan contoh spesifik

untuk setiap.dimensi mutu

- contoh harus mencakup adjectiva spesifik mencerminkan barang atau jasa

- contoh harus mencakup perilaku spesifik dari pembeli produk

- contoh harus menggunakan pernyataan deklaratif

 Pendekatan Insiden Kritis

Langkah Butir-butir yang penting

1.Hasilkan insiden kritis - mewawancarai pelanggan

- insiden kritis harus mencontoh yang spesifik dari mutu barang/ jasa - insiden kritis hanya mencerminkan

satu contoh

- kategori didasarkan pada kemiripan didalam isi insiden

2.Kategori insiden kritis kedalam kelompok (klaster)

- kategori didasarkan pada kemiripan didalam isi insiden

3.Tulis butir kepuasan untuk setiap klaster insiden kritis

- setiap butir kepuasan harus berupa suatu pernyataan deklaratif

- setiap butir kepuasan harus spesifik 4.Kategorikan butir-butir kepuasan

kedalam klaster atau kelompok setiap klaster mewakili suatu kebutuhan pelanggan

- kategorisasi harus didasarkan pada kemiripan butir-butir kepuasan dan kebutuhan pelanggan harus mencerminkan isi butir-butir kepuasan

5.Tentukan mutu proses kategorisasi - 2 penilai harus melakukan langkah-langkah kategorisasi

6.Tentukan ke komprehensifan kebutuhan

- hitung persetujuan antar nilai dan singkirkan 10% insiden kritis sebelum membentuk kebutuhan pelanggan

Sumber : Supranto (1997 hal 40)

2.2.3 Cara Pembentukan Kepuasan Pelanggan

Mengukur tingkat kepuasan pelanggan sangat perlu walaupun tidak semudah mengukur berat atau tinggi badan pelanggan tersebut, Alat yang


(29)

dipergunakan untuk mengukur tingkat kepuasan adalah daftar pertanyaan (quisioner). Data yang diperoleh berupa jawaban dari pelanggan terhadap pertanyaan yang diajukan seperti saya sangat puas (5), puas (4), netral (3), tidak puas (2), atau sangat tidak puas (1) terhadap pelayanan teller dari bank “A” sewaktu saya meminjam kredit bank. Dengan memberikan jawaban berupa angka bisa menghitung rata-rata tingkat kepuasan terhadap ciri produk tertentu untuk seluruh nasabah misalnya pimpinan bank akan merasa sedih kalau nilai rata-rata yang diperoleh antara 1,5 sampai 2,5. Pimpinan harus berusaha sekuat tenaga agar rata-rata tingkat kepuasan pelanggan mendekati angka 5 dan pelanggan yang puas diatas 90%. Pembentukan daftar pertanyaan kepuasan pelanggan ditempuh dalam 4 tahap yaitu (Supranto 1997, hal 42) :

1. Menentukan pertanyaan (butir) yang akan dipergunakan dalam daftar pertanyaan

2. Memilih bentuk jawaban (response format)

3. Menulis introduksi/ pengenalan pada daftar pertanyaan

4. Menentukan isi akhir (final) daftar pertanyaan (memilih beberapa butir yang pokok diantara sekian banyak butir kepuasan yang akan dijadikan ukuran tingkat kepuasan)

2.2.3.1 Menentukan Pertanyaan/ Butir-Butir

Kita mulai dengan contoh suatu organisasi yang akan mengembangkan suatu daftar pertanyaan kepuasan pelanggan. Misalkan bahwa suatu organisasi dalam upaya mengukur bagaimana baiknya pelayanan yang diberikan kepada para pelanggannya, mencakup 3 permintaan dalam daftar pertanyaan yaitu :


(30)

1. Silakan memberikan penilaian tentang keberadaan pelayanan (rate the availability of service)

2. Silakan memberikan penilaian tentang ketanggapan para staf ( rate the responsiveness of the staff)

3. Silakan memberikan penilaian tentang ke profesionalismean para staf ( ratethe professionalism of the staff)

Ketiga jenis permintaan diatas sebetulnya dirancang untuk mengukur 3 hal yang dibutuhkan pelanggan yaitu keberadaan pelayanan, ketanggapan pelayanan, dan profesionalisme dalam pelayanan. Meskipun ketiga hal yang dibutuhkan pelanggan tersebut mungkin sangat berguna dan valid sebagai karakteristik pelayanan sebetulnya ada persoalan dalam permintaan tersebut !!! Ada hal yang membingungkan atau tak jelas (ambiquity) dalam frase keberadaan (availability) dan ketanggapan (responsiveness) mungkin bisa diartikan lain bagi para pelanggan yang berlainan, sehingga jawaban yang diberikan berbeda menurut versi masing-masing pelanggan. Untuk mencegah jawaban yang berlainan karena adanya perbedaan dalam interpretasi suatu istilah maka perlu dipilih suatu pertanyaan yang sifatnya sangat spesifik. Misalnya sebagai contoh untuk membuat lebih jelas istilah keberadaan (availability), bisa dipergunakan pernyataan berikut :

1. Karyawan yang telah ditunjuk untuk melayani saya akan berada pada tempat dan waktu sesuai jadwal yang telah disetujui bersama

2. Saya bisa mendapatkan perjanjian tentang waktu (appointment) dengan karyawan yang ditugasi sesuai dengan waktu yang saya inginkan.


(31)

3. Perjanjian waktu (appointment) saya dilaksanakan pada waktu yang sangat menyenangkan.

Keberadaan telah didefinisikan lebih tepat setelah dinyatakan dalam penjadwalan (scheduling) dan perjanjian tentang waktu (appointment) jawaban untuk setiap 3 jenis pertanyaan terakhir menjadi lebih definitif (tidak membingungkan) apabila dibandingkan dengan jawaban pertanyaan sebelumnya yang sifatnya masih umum. Selain dari itu, 3 pertanyaan yang terakhir masih mencerminkan kebutuhan pelanggan tentang keberadaan pelayanan (availability of service).

Ketika kita menggunakan pernyataan yang lebih spesifik daftar pertanyaan menyediakan umpan balik yang spesifik mengenai orgianisasi dan kinerja staf (staff performance) sebagai contoh pertanyaan pada contoh pertama yang masih bersifat umum dengan menggunakan istilah keberadaan (availability) mungkin menunjukkan bahwa pelanggan tidak puas akan tetapi tidak banyak membantu pimpinan, sifat apa dari produk yang membuat pelanggan tidak puas. Kalau organisasi menggunakan butir yang lebih spesifik/ khusus seperti contoh yang terakhir akan diketahui dengan tepat bagaimana meningkatkan tingkat kepuasan, hal-hal yang dibutuhkan yaitu keberadaan pelayanan.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam mengembangkan daftar pertanyaan untuk menilai tingkat kepuasan pelanggan yang terkait dengan barang atau jasa tertentu kita harus yakin bahwa daftar pertanyaan tidak membingungkan. Dengan menggunakan pernyataan yang spesifik dalam daftar pertanyaan akan meningkatkan mutu informasi yang diperoleh sebab setiap pelanggan akan memberikan jawaban yang sama hal ini didasarkan pada interpretasi yang sama


(32)

sekaligus memudahkan untuk memperbaiki mutu barang atau jasa sesuai dengan yang dikehendaki para pelanggan. Supranto (1997)

2.2.3.2 Memilih Bentuk Jawaban (Respon)

Langkah kedua pembentukan skala akan memilih suatu format jawaban untuk daftar pertanyaan. Suatu format jawaban menentukan bagaimana pelanggan dapat menjawab butir-butir dalam pertanyaan. Banyak sekali format jawaban atau metode pengskalaan untuk daftar pertanyaan, salah satu contoh adalah format check list dan format likert.

Format Check List

Mutu suatu jasa atau produk dapat dikuantitatifkan dengan banyak hal-hal positif yang dikatakan mengenai jasa atau produk tersebut. Semakin banyak hal-hal positif dikatakan/ disebutkan mengenai suatu jasa atau produk maka semakin baik jasa/ produk tersebut. Untuk setiap butir dalam daftar pertanyaan pelanggan diperbolehkan untuk menjawab ya kalau butir keputusan mencerminkan jasa/ produk yang mereka terima dan menjawab tidak kalau butir tidak mencerminkan jasa/ produk yang diterima. Berikut ini adalah contoh format check list dengan petunjuk cara menjawab. Contoh 1: daftar pertanyaan menggunakan format jawaban check list. Silakan tunjukkan apakah setiap pertanyaan berikut ini menguraikan atau mencerminkan pelayanan yang anda terima. Jawab ya kalau mencerminkan dan jawab tidak kalau tidak mencerminkan pelayanan yang anda terima.

Tabel 2.2 Contoh Format Jawaban Check List

1. Saya dapat memperoleh janji dengan petugas pemberi pelayanan sesuai dengan waktu yang saya inginkan


(33)

2. Petugas pemberi pelayanan sudah berada di tempat sesuai dengan janji saya tiba

Ya Tidak 3. Janji waktu saya dengan petugas pemberi

pelayanan benar-benar sesuai dengan waktu senggang saya

Ya Tidak

4. Petugas pemberi pelayanan sangat cepat tanggap ketika saya tiba sesuai dengan janji

Ya Tidak 5. Petugas pemberi pelayanan secepatnya menolong

saya ketika saya tiba sesuai dengan janji

Ya Tidak 6. Janji saya benar-benar ditepati sesuai dengan

jadwal

Ya Tidak

Sumber : Supranto (1997)

Format Tipe Likert

Mutu jasa/ produk dapat juga diindeks dengan kekuatan jawaban menuju ke setiap butir kepuasan. Format tipe likert dirancang untuk memungkinkan pelanggan menjawab dalam berbagai tingkatan bagi setiap butir yang menguraikan jasa/ produk, sebagai contoh meskipun 2 pelanggan mungkin ingin menunjukkan butir secara khusus dalam menguraikan jasa/ pelayanan secara

berlebihan dibandingkan dengan pelanggan lainnya. Seorang pelanggan mengatakan bahwa suatu pelayanan sangat memuaskan tetapi pelanggan lain mengatakan cukup puas saja.

Untuk memungkinkan para pelanggan menjawab dalam berbagai tingkatan bagi setiap butir kepuasan, format tipe likert bisa dipergunakan. R,S. Likert (1932) mengembangkan prosedur penskalaan dimana skala mewakili suatu kontinuum bipolar. Pada ujung sebelah kiri (dengan angka rendah) menggambarkan suatu jawaban yang negatif sedangkan ujung kanan (dengan angka besar) menggambarkan yang positif lihat tabel berikut :


(34)

Tabel 2.3 Contoh Format Jawaban Tipe Likert

Sangat tidak setuju

Tidak setuju Netral Setuju Sangat setuju

STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) Sangat tidak puas

Tidak puas Netral Puas Sangat puas

STP (1) TP (2) N (3) P (4) SP (5)

Sumber : Supranto (1997)

Kita bisa menggunakan format jawaban pertama pada tabel 2.3 (kontinuum) setuju sampai dengan tidak setuju dipergunakan dengan butir-butir kepuasan. Ingat bahwa butir-butir kepuasan merupakan butir-butir yang bersifat menjelaskan/ menerangkan (declarative items) yang mencerminkan aspek khusus tentang kebaikan/ kejelekan pelayanan atau produk, maka dari itu skala jawaban harus mencerminkan apakah butir-butir kepuasan benar-benar menguraikan pelayanan. Pelanggan menjawab setiap butir berdasarkan betapa baiknya suatu butir tertentu menggambarkan pelayanan yang dia terima.

Berikut ini contoh daftar pertanyaan yang menggunakan format tipe likert . Contoh 1 : Penggunaan format jawaban tipe likert dalam daftar pertanyaan

Silakan tunjukkan pernyataan mana yang anda merasa setuju atau tidak setuju tentang pelayanan yang anda terima dari perusahaan “X”. Beri lingkaran pada nomer/ angka yang sesuai dengan pilihan jawaban anda dengan menggunakan skala berikut :

1. Sangat tidak setuju dengan pernyataan ini (STS) 2. Tidak setuju dengan pernyataan ini (TS)


(35)

4. Setuju dengan pernyataan ini (S)

5. Sangat setuju dengan pernyataan ini (SS)

Tabel 2.4 Contoh Format Jawaban Tipe Likert Dalam Daftar Pertanyaan

Pernyataan STS TS N S SS

1.Saya dapat memperoleh janji dengan petugas pemberi pelayanan yang saya inginkan

1 2 3 4 5 2.Petugas pemberi pelayanan dapat

menjadwalkan pertemuan pada waktu yang cocok dengan waktu senggang saya

1 2 3 4 5

3.Janji pertemuan saya dengan petugas pemberi pelayanan sangat cocok dengan waktu yang saya inginkan

1 2 3 4 5

4.Petugas pemberi pelayanan sangat cepat memberikan pelayanan yang saya butuhkan

1 2 3 4 5 5.Petugas pemberi pelayanan secepatnya

menolong saya begitu tiba ditempat pertemuan yang telah disetujui

1 2 3 4 5

6.Janji pertemuan saya dengan petugas pemberi pelayanan dimulai dengan secepatnya sesuai dengan jadwal yang telah dibuat

1 2 3 4 5

Sumber : Supranto (1997)

Contoh 2 : Daftar pertanyaan dengan menggunakan suatu format jawaban likert berdasarkan kontinuum kepuasan

1. Sangat tidak puas dengan aspek ini (STP) 2. Tidak puas dengan aspek ini (TP)

3. Netral terhadap aspek ini (N) 4. Puas dengan aspek ini (P)

5. Sangat puas dengan aspek ini (SP)

Tabel 2.5 Contoh Format Jawaban Tipe Likert Dengan Menggunakan Kontinuum Kepuasan

Pernyataan STP TP N P SP

1.Waktu perjanjian dengan petugas pemberi pelayanan

1 2 3 4 5 2.Keberadaan petugas pemberi pelayanan 1 2 3 4 5


(36)

sesuai dengan keinginan saya

3.Pelaksanaan janji pertemuan sangat menyenangkan

1 2 3 4 5 4.Ketanggapan petugas pemberi pelayanan

saya tiba sesuai dengan janji

1 2 3 4 5 5.Kecepatan dimulainya pelaksanaan janji 1 2 3 4 5

Sumber : Supranto (1997)

Kebaikan penggunaan format ini (tipe likert) dibandingkan dengan format check list yang hanya memberikan jawaban ya atau tidak, ialah bahwa tipe likert tercermin dalam keragaman skor (variability of scorer) sebagai akibat penggunaan dalam daftar pertanyaan memungkinkan pelanggan mengekspresikan tingkat pendapat mereka dalam pelayanan yang mereka terima, lebih mendekati kenyataan sebenarnya. Dari segi pandangan statistic, skala dengan lima tingkatan (dari 1 sampai 5) lebih tinggi keandalannya dari skala dengan dua tingkatan yaitu ya atau tidak. Selain itu, penggunaan format tipe ini masih memberikan kemungkinan untuk mendapatkan angka presentase jawaban yang positif atau negatif untuk butir tertentu, caranya dengan menggabungkan jawaban-jawaban pada akhir skala seperti jawaban tidak setuju adalah gabungan dari sangat tidak setuju dan tidak setuju (1&2) sedangkan jawaban setuju adalah gabungan dari sangat setuju dan setuju (4&5). Dengan demikian jawaban 1 terdiri dari jawaban 1 dan 2, jawaban 3 terdiri jawaban 3, sedangkan jawaban 3 terdiri dari jawaban 4 dan 5. Dari 5 tingkat yang merupakan skala 5 titik diringkas menjadi skala 3 titik, skor 1 untuk jawaban negatif (tidak setuju) skor 2 untuk jawaban netral skor 3 untuk jawaban positif (setuju). Ini berarti dari skala 5 titik (format tipe likert) dapat diubah menjadi format check list (skala 2 titik, netral tidak termasuk) .


(37)

2.2.3.3 Pengenalan Pada Daftar Pertanyaan Kepuasan Pelanggan

Menurut Supranto (1997) langkah berikutnya adalah menulis pengenalan (introduksi) daftar pertanyaan kepuasan pelanggan. Pengenalan ini harus singkat dan harus menjelaskan maksud daftar pertanyaan serta instruksi/ petunjuk cara mengisi daftar pertanyaan.

Pengenalan (introduksi) harus menjelaskan bagaimana menjawab butir-butir kepuasan dan menerangkan cara menggunakan skala (memilih angka yang sesuai). Penting sekali untuk diperhatikan bahwa instruksi harus sesuai dengan tipe format jawaban dalam daftar pertanyaan. Apabila digunakan kontinuum setuju dan tidak setuju sebagai format jawaban, instruksi hanya menanyakan responden untuk menunjukkan seberapa jauh mereka setuju atau tidak setuju dengan pernyataan dalam daftar pertanyaan, sebaliknya kalau digunakan kontinuum puas-tidak puas sebagai format jawaban, instruksi juga harus menanyakan responden seberapa jauh mereka merasa puas.

2.2.3.4 Penilaian Butir-Butir Kepuasan Pelanggan

Langkah ke empat didalam proses pembuatan daftar pertanyaan memerlukan pemilihan/ penyelesaian butir-butir yang akan dipergunakan dalam daftar pertanyaan bentuk final. Pemlihan butir-butir ini dianggap penting kalau teknik insiden kritis (critical incident technique) menghasilkan banyak sekali butir-butir kepuasan. Sebagai contoh kalau teknik insiden kritis menghasilkan kualitas berdimensi 4 masing-masing terdiri dari 10 butir menjadi sangat tidak praktis untuk menggunakan semuanya, sebab sulit sekali bagi pelanggan sebagai responden untuk menjawab 40 pertanyaan. Maka dari itu dalam situasi seperti ini kita harus memilih butir-butir terbaik aslinya untuk mendapatkan sedikit jumlah


(38)

pertanyaan, akan tetapi masih tetap efektif untuk menggambarkan tingkat kepuasan para pelanggan. Apabila rasio/ perbandingan antara butir-butir kepuasan dengan dimensi mutu cukup kecil, pemilihan butir-butir tidak diperlukan lagi. Tidak memasukkan butir kepuasan dari jumlah yang memang sudah kecil akan berakibat diperolehnya suatu daftar pertanyaan kepuasan pelanggan yang keandalannya rendah (low reliability).

2.3 Kualitas Layanan

Kualitas layanan atau Service Quality menurut Parasuraman (1997) dapat didefinisikan sebagai “ Seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka peroleh atau terima “. Sedangkan menurut (love lock, 1998) kualitas layanan dapat didefinisikan sebagai “ Tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan “.

Dari dua difinisi diatas maka kualitas layanan dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang memfokuskan pada usaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen yang disertai dengan ketepatan dalam menyampaikannya, sehingga tercipta kesesuaian yang seimbang dengan harapan konsumen. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa 2 faktor utama yang mempengaruhi kualitas layanan antara lain, layanan yang diharapkan dan layanan yang diterima. Kualitas layanan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu : kualitas layanan yang memuaskan (layanan yang diterima sesuai dengan yang diharapkan), kualitas layanan buruk (bila kualitas layanan yang diterima lebih rendah dari yang


(39)

diharapkan) dan kualitas layanan ideal (kualitas layanan yang diterima lebih tinggi dibandingkan dengan yang diharapkan) .

2.3.1 Dimensi-Dimensi Kualitas Layanan

Dari penelitian Parasuraman (1990) ada 10 dimensi umum yang mewakili kriteria penilaian yang digunakan pengguna jasa untuk kualitas pelayanan yaitu :

1. Tangibles

Tangibles didefinisikan sebagai penampilan dari fisik, peralatan, personil dan alat-alat komunikasi.

2. Reliability

Reliability didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberikan pelayanan yang telah diajanjikan dengan tepat.

3. Responsiveness

Responsiveness didefinisikan sebagai kemauan untuk membantu pengguna jasa dengan memberikan pelayanan yang tepat.

4. Competence

Competence didefinisikan sebagai pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan dalam memberikan pelayanan.

5. Courtesy

Courtesy didefinisikan sebagai sikap hormat, sopan santun dan ramah tamah yang diberikan dalam melakukan pelayanan.

6. Credibility

Credibility didefinisikan sebagai kepercayaan yang diberikan kepada pemberi jasa.


(40)

7. Security

Security didefinisikan sebagai rasa bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

8. Access

Access didefinisikan sebagai kemudahan dijangkau dan dihubungi.

9. Communication

Communication didefinisikan sebagai kemudahan berkomunikasi dengan pengguna jasa, termasuk kesediaan mendengarkan keluhan dan keinginan pengguna jasa.

10.Understanding the customer

Understanding the customer didefinisikan sebagai usaha untuk mengerti kebutuhan dan keinginan pengguna jasa.

Berdasarkan konsep kualitas pelayanan dan 10 dimensi penilaian diatas, maka Parasuraman (1990) mengembangkan alat ukur untuk mengukur kualitas pelayanan yang disebut sebagai “servqual”. Pada tool servqual, 7 dimensi yang terakhir digolongkan ke dalam 2 dimensi yang lebih luas yaitu assurance dan empathy, sehingga dimensi-dimensi dalam servqual disederhanakan menjadi :

1. Tangibles : penampilan fisik, peralatan, personil, material-material komunikasi

2. Reliability : kemampuan untuk melaksanakan service yang telah dijanjikan secara akurat dan dapat diandalkan

3. Responsiveness : kemampuan untuk membantu pengguna jasa dan penyediaan service yang cepat


(41)

4. Assurance : pengetahuan dan kesopanan dari karyawan dan kemampuan mereka untuk mendapatkan kepercayaan pengguna jasa

5. Empathy : sikap perduli, perhatian secara individu yang diberikan oleh perusahaan kepada pengguna jasa

Tabel 2.6 Dimensi dan Atribut model SERQUAL

No Dimensi Atribut

-Menyediakan jasa sesuai yang disajikan

-Dapat diandalkan dalam menangani masalah jasa pelanggan -Menyampaikan jasa secara benar semenjak pertama kali -Menyampaikan jasa sesuai dengan waktu yang disajikan 1. Reliabilitas

-Menyimpan dokumen tanpa kesalahan

-Menginformasikan pelanggan tentang kepastian waktu penyampaikan jasa

-Layanan yang cepat bagi pelanggan -Kesedian untuk membantu pelanggan 2. Daya Tanggap

-Kesiapan untuk merespon permintaan pelanggan

-Karyawan yang menumbuhkan rasa percaya para pelanggan -Membuat pelanggan merasa aman sewaktu melakukan transaksi

-Karyawan yang secara konsisten bersikap sopan 3. Jaminan

-Karyawan yang mampu menjawab pertanyaan pelanggan -Memberikan perhatian individual kepada para pelanggan -Karyawan yang memperlakukan pelanggan secara penuh perhatian

-Sungguh-sungguh mengutamakan kepentingan pelanggan -Karyawan yang memahami kebutuhan pelanggan

4. Empati

-Waktu beroperasi (jam kantor) yang nyaman -Peralatan modern

-Fasilitas yang berdaya tarik visual

-Karyawan yang berpenampilan menarik dan professional 5. Buti Fisik

-Materi-materi berkaiatan dengan jasa yang berdaya tarik visual


(42)

Tabel 2. 7 Dimensi yang disederhanakan menjadi 5 dimensi Servqual

Original Ten Dimension for

Evaluation Service Quality

Tangibles Reliability Responsiveness Assurance Emphaty

Tangibles Reliability Responsiveness

Competence Courtecy Credibility

Security Access Communication

Understanding the Customer

2.3.2 Model Kualitas Layanan

Ada banyak yang dapat dipergunakan untuk menganalisa kualitas jasa salah satunya gap model yang dikembangkan oleh Parasuraman, et al. Model ini selanjutnya dikenal dengan SERVQUAL. Berdasarkan penelitian (Parasuraman dkk, 1994) mengidentifikasi 5 gap yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu :

1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen.

Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain, dan jasa-jasa pendukung / sekunder apa saja yang diinginkan oleh konsumen.

2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa.

Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun standart kinerja tertentu yang


(43)

jelas. Hal ini bisa dikarenakan tiga faktor, yaitu tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas jasa, kekurangan sumber daya, atau karena adanya kelebihan permintaan.

3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa.

Ada beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang terlatih beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standart kinerja, atau bahkan tidak mau memenuhi standart kinerja yang ditetapkan.

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal.

Seringkali harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan atau janji yang dibuat oleh perusahaan. Resiko yang dihadapi perusahaan adalah apabila janji yang diberikan tidak dapat dipenuhi.

5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan oleh konsumen. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja / prestasi perusahaan dengan cara yang berlainan, atau bisa juga keliru mempersepsikan kualitas jasa tersebut. (Tjiptono, 1996 :80)

Model kualitas layanan yang terdiri dari 5 gap diatas dapat dilihat pada gambar berikut ini :


(44)

Gambar 2.3 The Extended Gaps Models of Service Quality

Sumber : (Tjiptono dan Chandra, 2004 hal. 150) Marketing Research

Orientation

Upward Communication

Levels of Management

Gap 1

Propensity to Over Promise Horizontal Communication

Gap 4

Gap 5 (Service Quality)

Tangibles

Reliability

Responsiveness

Assurance

Empathy Task Standarization

Goal Setting

Management Commitment to

S Q l

Perception of Feasibility

Gap 2

Team Work

Supervisory Control System Employee – Job Fit

Technology – Job Fit

Perceived Control

Role Conflic

Role Ambiguity


(45)

Gambar 2.4 Conceptual Model of Service Quality

Sumber : (Tjiptono dan Candra, 2004 hal. 146)

Komunikasi dari mulut ke mulut

Kebutuhan Personal

Pengalaman yang lalu

Jasa yang diharapkan

Jasa yang dirasakan Gap 5

Konsumen

Penyampaian Jasa

Spesifikasi kualitas layanan

Presepsi manajemen akan ekspektasi

konsumen

Komunikasi eksternal

dengan konsumen Gap 3

Gap 4

Gap 2 Pemasar


(46)

Model Servqual terdiri dari dua bagian, yaitu :

a. Bagian harapan yang berisi pernyataan untuk mengetahui harapan umum dari konsumen yang berkaitan dengan jasa.

b. Bagian persepsi yang berisi pernyataan untuk mengukur penilaian konsumen terhadap perusahaan yang diteliti.

Langkah selanjutnya adalah memberikan penilaian pada masing-masing bagian harapan maupun bagian persepsi yang dilakukan melalui pembagian kuesioner kepada responden. Setiap pertanyaan yang diajukan baik pada bagian ekspektasi maupun persepsi dapat dinyatakan melalui pengukuran sikap, yaitu skala likert. Hasil penilaian responden kemudian dihitung selisihnya, untuk mengetahui nilai servqualnya.

Dari hasil perhitungan ada 3 kemungkinan, yaitu :

a) Jika positif, berarti harapan konsumen terlampaui yang menunjukkan semakin baik kualitas perusahaan tersebut di mata konsumen.

b) Jika nol, berarti harapan konsumen terpenuhi.

c) Jika negatif, berarti perusahaan tersebut masih belum mampu memenuhi harapan konsumen.

2.3.3 Persepsi dan Ekspektasi

Servqual terdiri dari 2 bagian yaitu bagian harapan yang berisi tentang pernyataan untuk mengetahui harapan umum dari pengguna jasa yang berhubungan dengan pelayanan (jasa) dan bagian persepsi yang berisi pernyataan yang sesuai dengan bagian harapan, untuk mengukur penilaian pengguna jasa terhadap perusahaan yang ingin diteliti dalam kategori pelayanan jasa.


(47)

2.3.3.1 Persepsi

Definisi persepsi menurut (Schiffman dan Kanuk, 1991) adalah “Process by which an individual select, organizes, and interprets stimuli into a meaningful and coherent picture of the world”. Artinya persepsi dapat didefinisikan sebagai proses diamana seseorang memilih, mengorganisasi dan menginterpretasikan rangsangan (stimuli) dari luar, yang diterimanya ke dalam suatu gambaran yang berarti dan lengkap tentang dunianya.

Dalam keadaan yang sama persepsi seseorang terhadap sesuatu rangsangan dapat berbeda terhadap persepsi orang lain, karena setiap orang tidak sama dalam kebutuhan, nilai, harapan dan kesukaannya .

Perbedaan persepsi terhadap obyek-obyek rangsangan tiap orang menurut (Assael,1993) disebabkan karena 4 proses yang berhubungan dengan persepsi : a. Selective exposure

Selective exposure adalah suatu kondisi dimana kepercayaan konsumen dipengaruhi oleh pilihan dari apa yang didengar dan dibaca.

b. Selective attention

Selective attention adalah suatu kondisi dimana persepsi timbul karena adanya kesadaran yang tinggi terhadap dukungan informasi yang berlawanan.

c. Selective comprehension

Selective comprehension adalah suatu keadaan dimana persepsi dipengaruhi oleh adanya penafsiran informasi, karena itu harus konsisten dengan kepercayaan dan sikapnya.


(48)

d. Selective retention

Selective retention adalah suatu proses dimana seseorang akan mengikat pada informasi yang relevan dengan keputusan dan atau yang sesuai dengan kepercayaan dan sikap yang ada.

2.3.3.2 Ekspektasi

Kunci utama dari kualitas layanan adalah menyesuaikan atau melebihi kualitas layanan yang diharapkan pelanggan. (Schiffman & Kanuk, 1991) berpendapat “In the marketing context, people tends to perceived product and product attributes according to their own expectation” . Ini berarti sebelum membeli suatu produk/ jasa, konsumen tentunya mempunyai harapan dalam dirinya dan inilah harapan yang dijadikan sebagai standard untuk menilai kualitas layanan dari perusahaan.

Tingkat kepuasan konsumen satu akan berbeda dengan konsumen yang lain, karena harapan setiap konsumen terhadap kualitas layanan juga berbeda-beda Beberapa faktor yang mempengaruhi harapan meliputi : pengalaman masa lalu, kata-kata orang lain, komunikasi eksternal dan kebutuhan pribadi. Dari ke 4 faktor tersebut yang paling sulit dikontrol oleh perusahaan adalah kebutuhan pribadi (Parasuraman, 1990).

Konsumen yang memiliki harapan yang terlalu tinggi akan lebih sulit untuk merasa puas, dibandingkan dengan konsumen yang memiliki harapan akan suatu kualitas layanan lebih rendah. Expectation (harapan) merupakan keinginan atau kebutuhan dari konsumen (Parasuraman, 1990), service expectation tidak menggambarkan layanan yang akan ditawarkan, tetapi layanan yang seharusnya ditawarkan.


(49)

2.4 Penarikan Sampel

Menurut Sudjana (1996) penarikan sampel dapat didefinisikan sebagai suatu usaha pengambilan data statistik dari anggota populasi. Berbagai alasan dilakukannya penarikan sampel adalah ukuran populasi yang terlalu besar sehingga dengan penarikan lebih sederhana untuk menghemat biaya, waktu, menghindari percobaan yang bersifat merusak untuk meningkatkan ketelitian.

Berdasarkan jenis sampel yang diambil, metode penarikan sampel dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

- Penarikan sampel probabilitas - Penarikan sampel non probabilitas 2.4.1 Sampel Probabilitas

Pada penarikan sampel probabilitas setiap populasi memiliki peluang sendiri-sendiri untuk terpilih menjadi sampel. Jenis penarikan sampel probabilitas ini sangat sesuai apabila populasi yang diamati bersifat homogen. Yang dimaksud dengan homogen adalah serupa secara kuantitatif. Macam-macam probabilitas disini antara lain :

a. Pengambilan sampel acak sederhana

Pengambilan sampel acak pada metode sampel acak sederhana dilakukan sedemikian rupa sehingga setiap satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Apabila besar populasi adalah P sedangkan unsur dalam sampel/ sample size adalah p, besar kesempatan bagi tiap satuan elementer untuk dapat dipilih dalam sampel adalah P/p.


(50)

b. Pengambilan sampel sistimatis

Pengambilan sampel sistimatis adalah metode pengambilan sampel dimana hanya unsur pertama saja dari sampel yang dipilih secara acak, sedangkan unsur- unsur yang selanjutnya dipilih secara sistimatis menurut pola tertentu. c. Pengambilan sampel acak distratifikasi

Pada pengambilan sampel ini penarikan sampel dilakukan dengan membagi-bagi populasi yang diteliti ke dalam strata-strata yang seragam dan dari setiap strata dilakukan pengambilan sampel secara acaks

d. Pengambilan sampel gugus sederhana

Pada pengambilan sampel ini populasi digolongkan dalam gugus-gugus yang disebut “cluster” dan dari cluster ini akan dilakukan pengambilan sampel. Jumlah gugus yang diambil harus acak, kemudian unsur-unsur penelitian dalam gugus tersebut harus diteliti semua.

e. Pengambilan sampel gugus bertahap

Pada pengambilan sampel ini populasi dibagi-bagi dalam gugus-gugus yang merupakan satuan dimana sampel akan diambil. Pengambilan sampel dilakukan melewati tahap-tahap tertentu. Pada aplikasi populasi dibagi dalam gugus tingkat pertama, kemudian dari gugus tingkat pertama ini dibagi dalam gugus-gugus tingkat ke 2 dan dari gugus tingkat kedua ini kemudian masih dibagi dalam gugus-gugus tingkat selanjutnya Sudjana (1996).

2.4.2 Sampel Non Probabilitas

Pada penarikan jenis sampel ini unsur dari suatu populasi memiliki peluang yang berbeda-beda untuk terpilih menjadi sampel. Salah satu jenis sampel ini adalah purposive sampling/ penarikan sampel pertimbangan. Penarikan sampel


(51)

ini terjadi apabila pengambilan sampel dilakukan berdasarkan pertimbangan perorangan/ pertimbangan peneliti. Hanya mereka yang dianggap ahli yang patut memberikan jawaban-jawaban dipertimbangkan untuk diambil menjadi sampel. Penarikan sampel purposive ini akan berhasil bila peneliti mengenal populasi, karena itu penarikan sampel ini sangat sesuai untuk studi kasus Sudjana (1996).

2.5 Merancang Kuesioner

Sesuai dengan salah satu tujuan penelitian yaitu mengukur kualitas layanan UD. Subur Jaya dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan, salah satu tool yang dapat digunakan adalah kuesioner. Perancangan kuesioner merupakan suatu bagian yang sangat penting dalam penelitian ini. Dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu penelitian ditentukan dari rancangan kuesioner yang dibuat. Kuesioner terdiri dari tiga tipe: (Kinnear,1997), yaitu:

 Terstruktur

Kuesioner yang memuat secara tepat semua pertanyaan dan urut-urutan penyampaian pertanyaan serta semua alternatif jawaban yang telah ditentukan. Kuesioner ini tepat digunakan jika waktu yang dibutuhkan sedikit dan membutuhkan responden yang banyak.

 Semi Terstruktur.

Kuesioner yang memuat pertanyaan yang sudah ditentukan jawaban dan pertanyaan dimana responden bebas memberikan jawabannya, misalnya memberikan saran dan kritik. Kuesioner ini tepat untuk digunakan jika waktu yang tersedia cukup banyak.


(52)

 Tidak terstruktur.

Kuesioner yang mempunyai cara penyajian pertanyaan yang bebas dan pertanyaan dapat dikembangkan untuk memperoleh informasi yang lebih dalam.

Untuk penelitian ini, kuesioner yang dipakai adalah tipe kuesioner terstruktur. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian, dengan validitas dan reliabilitas setinggi mungkin. Sebaiknya pertanyaan dalam kuesioner harus langsung berkaitan dengan hipotesis dan tujuan penelitian.

Untuk pengisian kuesioner tentu diperlukan responden. Responden sendiri diambil dari target populasi atau lebih sering disebut sampel.

Skala pengukuran data dalam kuesioner pun terdiri dari berbagai macam (Umar, 2002), yaitu :

 Skala nominal yaitu skala yang hanya menggambarkan label yang diberikan kepada suatu kategori.

 Skala ordinal yaitu skala yang bertujuan mengurutkan data dari tingkat tertinggi ke tingkat terendah atau sebaliknya.

 Skala interval. Skala ini mengurutkan objek berdasarkan suatu atribut yang memberikan informasi tentang interval antara suatu objek dengan objek lainya adalah sama.

 Skala rasio. Skala ini merupakan gabungan dari penjelasan skala-skala sebelumnya dan mempunyai ukuran nol yang sama dan dapat diperbandingkan.


(53)

Sedangkan skala untuk menjelaskan dari data yang bersifat kualitatif ada 8 macam skala yaitu:

 Skala likert. Penggunaan skala likert didasarkan pada pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu. Sedangkan nilai yang digunakan pada dasarnya tidak ada ketentuan (Burns, 2006).

 Skala Guttman. Skala ini hanya mengukur satu dimensi dari suatu variabel yang memiliki beberapa dimensi. Selain itu skala ini pun berbentuk skala yang kumulatif.

 Skala Semantic differential. Skala ini mengukur arti objek/konsep bagi responden. Dan skala yang digunakan terdiri dari 2 ajektif yang saling bertentangan. Skala ini pun dapat mengandung unsur evaluasi.

 Skala Bogardus

 Skala Thurstone. Skala ini dirancang oleh peneliti dan diisi oleh peneliti sesuai dengan jawaban responden. Jadi peneliti berwawancara secara langsung dengan responden. Oleh karena itu penggunaan skala ini memerlukan banyak biaya dan waktu.

 Skala Stipel. Skala ini digunakan untuk mengukur intensitas suatu tindakan. Skala yang sering digunakan mulai +3 hingga -3.

 Skala Paired Comparison. Skala ini digunakan untuk membandingkan antar 2 item atau lebih. Jika semakin besar item yang dibandingkan maka banyaknya perbandingan mengikuti persamaan geometri.

 Skala Rank order. Penggunaan skala ini bertujuan untuk mengurutkan beberapa hal sesuai pendapat responden.

Dalam penelitian ini digunakan skala likert yang digunakan adalah mulai angka 1 hingga 5.


(54)

Sedangkan untuk analisis hasil kuesioner maka digunakan range mean score dari nilai skala likert pada masing-masing variabel sebagai berikut:

 1-2, berarti sangat tidak penting

 2-3, berarti tidak penting

 3-4, berarti penting

 4-5, berarti sangat penting

Range tersebut diperoleh melalui rumus sebagai berikut:

(Tugas Akhir - Teknik Industri Universitas Surabaya)

2.5.1 Beberapa Pemakaian Kuesioner

Menurut (Tjiptono dan Chandra, 2004) beberapa pemakaian kuesioner diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kuesioner digunakan dalam wawancara tatap muka langsung dengan

masing-masing responden (lazim digunakan)

2. Kuesioner diisi oleh sekelompok responden secara serempak

3. Wawancara melalui telepon, prosedur ini lebih mudah daripada

wawancara langsung/ tatap muka dan ada kalanya orang tidak bersedia didatangi, tapi bersedia di wawancarai melalui telepon

4. Kuesioner malalui pos dilampiri amplop yang dibubuhi perangko balasan untuk dikembalikan oleh responden setelah selesai diisi

2.5.2 Jenis Pertanyaan

Menurut (Tjiptono dan Chandra, 2004) ada empat jenis pertanyaan antara lain :


(55)

1) Pertanyaan tertutup

Pilihan jawaban sudah ditentukan dan responden tidak diberi kesempatan untuk memberi jawaban lain.

2) Pertanyaan terbuka

Pilihan jawaban tidak diketahui lebih dulu dan responden bebas memberi jawaban.

3) Kombinasi tertutup dan terbuka

Jawaban sudah ditentukan pilihannya lalu disusul dengan pertanyaan terbuka.

4) Pertanyaan semi terbuka

Jawaban sudah tersusun rapi tapi masih ada kemungkinan tambahan jawaban.

2.5.3 Skala Likert

Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei. Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia (id.wikipedia.org/wiki/Skala_Likert)

Menurut Rensis Likert, skala likert adalah “A measurement scale with response categories ranging from strongly disagree to strongly agree that requires respondents to indicate a degree of agreement or disagreement with each of a series of statements related to the stimulus objects” yaitu penskalaan yang


(56)

pada ujung sebelah kiri (dengan skala rendah) menggambarkan suatu jawaban negatif, sedangkan ujung sebelah kanan (dengan angka besar) menggambarkan yang positif.

Kategori yang dipergunakan oleh skala likert berupa analisis tingkat kepentingan dan kinerja (performance and importence analysis) dengan 5 kategori sebagai berikut (Supranto,1997) :

Sangat penting/ sangat puas 5 Penting/ Puas 4 Netral 3 Tidak penting/ tidak puas 2 Sangat tidak penting/ sangat tidak puas 1

Prosedur dalam membuat skala likert:

1) Peneliti mengumpulkan item-item yang cukup banyak, relevant dengan masalah yang sedang diteliti, dan terdiri dari item yang cukup jelas disukai dan tidak disukai.

2) Kemudian item-item itu dicoba kepada sekelompok responden yang cukup representatif dari populasi yang ingin diteliti.

3) Responden di atas diminta untuk mengecek tiap item, apakah ia

menyenangi (+) atau tidak menyukainya (-). Respons tersebut dikumpulkan dan jawaban yang memberikan indikasi menyenangi diberi skor tertinggi. Tidak ada masalah untuk memberikan angka 5 untuk yang tertinggi dan skor 1 untuk yang terendah atau sebaliknya. Yang penting adalah konsistensi dari arah sikap yang diperlihatkan. Demikian juga


(57)

apakah jawaban “setuju” atau “tidak setuju” disebut yang disenangi, tergantung dari isi pertanyaan dan isi dari item-item yang disusun.

4) Total skor dari masing-masing individu adalah penjumlahan dari skor masing-masing item dari individu tersebut.

5) Respon dianalisis untuk mengetahui item-item mana yang sangat nyata batasan antara skor tinggi dan skor rendah dalam skala total. Misalnya, responden pada upper 25% dan lower 25% dianalisis untuk melihat sampai berapa jauh tiap item dalam kelompok ini berbeda. Item-item yang tidak menunjukkan beda yang nyata, apakah masuk dalam skortinggi atau rendah juga dibuang untuk mempertahankan konsistensi internal dari pertanyaan (id.wikipedia.org/wiki/Skala_Likert).

2.6 Analisa Data

Setelah semua data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisa terhadap data tersebut, yang disesuaikan dengan tujuan dari penelitian yang dilakukan. Beberapa analisa yang akan digunakan adalah :

2.6.1 Analisa Cluster

Tujuan utama Analisis Cluster adalah mengelompokkan obyek-obyek berdasarkan kesamaan karakteristik di antara obyek-obyek tersebut. Obyek bisa berupa produk (barang dan jasa), benda (tumbuhan atau lainnya) serta orang (responden, konsumen atau yang lain). Obyek tersebut akan diklasifikasikan kedalam satu atau lebih klaster (kelompok) sehingga obyek-obyek yang berada dalam satu klaster akan mempunyai kemiripan satu dengan yang lain. (Singgih Santoso, 2002:47)


(58)

Analisa cluster dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu Hierarchical Cluster dan K-Means Cluster. Pengelompokkan klaster secara hierarki didasari konsep ‘treelike structure’ yang dimulai dengan menggabungkan 2 obyek yang paling mirip kemudian obyek tersebut akan bergabung lagi dengan 1 atau lebih obyek yang paling mirip lainnya, sehingga ada semacam hierarki (urutan) yang terbentuk dan biasa dianalogikan seperti pohon (treelike) yang dimulai dari akar, batang, dahan, daun dan seterusnya, yang bercabang-cabang. Sedangkan pada K-Means Cluster dilakukan dengan memproses semua obyek secara sekaligus dan dimulai dengan penetuan jumlah klaster terlebih dahulu, misal ditentukan akan ada 2 klaster, 3 klaster atau angka lainnya. Perbedaan antara Hierarchical dan K-Means adalah pada tipe hierarki digunakan untuk jumlah sampel (data) yang relatif sedikit sedang untuk data yang banyak (diatas 200 sampel) dapat digunakan K-Means.

2.6.2 Analisa Diskriminan

Analisa Diskriminan memiliki tujuan untuk mengelompokkan setiap obyek kedalam dua atau lebih kelompok berdasar pada kriteria sejumlah variabel bebas. Pengelompokkan ini sifatnya Mutually Exclusive, yang artinya jika obyek X sudah masuk kelompok 1, maka ia tidak mungkin dapat menjadi anggota kelompok 2. Analisis kemudian dapat dikembangkan pada variabel mana saja yang membuat kelompok 1 berbeda dengan kelompok 2, berapa prosentase yang masuk dalam kelompok 1 maupun kelompok 2 dan seterusnya. (Singgih Santoso, 2002: 210). Oleh karena ada sejumlah variabel independen, maka akan terdapat satu variabel dependen (tergantung). Ciri khusus dari analisa diskriminan adalah


(59)

data variabel dependen yang harus berupa data kategori (nominal) sedangkan data variabel independen justru berupa data non kategori.

2.6.3 Analisa Tabulasi Silang

Tabulasi Silang merupakan metode penyusunan data yang paling sederhana untuk melihat hubungan antara 2 variabel dalam suatu tabel. Variabel yang dianalisa dengan metode ini merupakan variabel yang kualitatif atau katagorikal, yang memiliki skala nominal. Untuk menginterpretasikan data pada tabulasi silang, ada 2 hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti, yaitu

1. Signifikansi dari tingkat asosiasi yang diukur antar variabel tersebut. 2. Kekuatan tingkat asosiasi tersebut.

Untuk menjawab pertanyaan pertama dapat digunakan analisa Chi-Square. Jika Chi-Square hitung < Chi-Square tabel maka Ho diterima dan jika Chi-Square

hitung > Chi-Square tabel maka Ho ditolak. Chi-Square hitung dapat dilihat pada

output SPSS dan Chi-Square tabel dapat dilihat pada tabel dengan nilai df yang terdapat pada output SPSS. Sedangkan untuk menjawab pertanyaan kedua digunakan Indexes of Agreement. Hipotesis yang digunakan pada analisa Chi-Square yaitu :

Ho : Tidak ada hubungan antara baris dan kolom

H1 : Ada hubungan antara baris dan kolom

2.7 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Proses pengambialn keputusan pada dasarnya adalah memilih sesuatu alternative. Peralatan utama Analitycal Hierarchy process (AHP) adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya pesepsi manusia. Dengan hirarki, suatu


(60)

masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan kedalam kelompok-kelompoknya. Kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hirarki (Suryadi dan Ramdani, 2002)

AHP yang dikembangkan oleh Prof. Thomas L. Saaty. Perbedaan yang mencolok antara model AHP dengan model pengambilan keputusan lainnya terletak pada jenis inputnya. Model-model yang sudah ada umumnya memakai input yang kuantitatif atau berasal dari data sekunder. Otomatis model tersebut hanya dapat mengolah hal-hal yang kuantitatif pula. Model AHP memakai input persepsi manusia yang dianggap expert. Kriteria expert disini bukan berarti bahwa orang tersebut harus lebih jenius, pintar, bergelar dan sebagainya tetapi lebih mengacu pada orang yang benar-benar mengerti tentang permasalahan yang diajukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. Karena menggunakan input yang kualitatif (persepsi manusia) maka model ini juga dapat mengolah hal-hal yang kualitatif disamping hal-hal yang kuantitatif (Yahya, 1995).

(Suryadi dan Ramdani, 2002) mengemukakan bahwa kelebihan dari model AHP dibandingkan dengan yang lainnya :

1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuensi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam.

2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan. 3. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas

pengambil keputusan.


(61)

Disamping itu, model AHP juga memiliki kelemahan yang dapat berakibat fatal, misalnya ketergantungan model ini pada input berupa persepsi seorang expert akan membuat hasil akhir dari model ini menjadi tidak ada artinya apabila orang expert tersebut memberikan penilaian yang keliru.

Menurut Ramdhani (2000) Analisa Pembobotan ini dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Hal ini dengan pertimbangan bahwa AHP memiliki suatu keuntungan yang membedakan dengan model pengambilan keputusan lainnya yaitu tidak ada syarat konsistensi mutlak. Skala perbandingan yang digunakan dalam AHP adalah sebagai berikut :

Tabel 2.8 Skala Perbandingan

Intensitas

Kepentingan Keterangan Penjelasan

1 Kedua elemen sama

pentingnya

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu sedikit

lebih penting daripada elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya

5 Elemen yang satu lebih

penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih

mutlak penting daripada elemen lainnya

Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak

penting daripada elemen lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan

2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang

berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara dua pilihan

Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j mempunyai nilai kebalikannya disbanding dengan i


(62)

Pada dasarnya langkah-langkah dalam metode AHP meliputi :

1. Membandingkan antar kriteria dengan skala perbandingan yang telah

ditentukan.

2. Membuat matriks kriteria berpasangan.

Tabel matriks perbandingan berpasangan adalah sebagai berikut : Tabel 2.9 Matriks Perbandingan Berpasangan

Kriteria A1 A2 A3 … An

A1 A11 A12 A13 … A1n

A2 A21 A22 A23 … A2n

A3 … … …

… … …

An An1 … … … Ann

Total An1 An2 An3 … Ann

Sumber : (Ramdhani, 2000, Hal. 138)

3. Membuat matriks normalisasi.

Matriks Normalisasi diperoleh dengan membagi nilai masing-masing sel matriks berpasangan kriteria dengan total masing-masing kolom. Dan bobot kriteria diperoleh dengan membagi total nilai normalisasi tiap kriteria dengan total nilai normalisasi seluruh kriteria.

Nilai Normalisasi =

n 1 i

ij ij

a a

Dimana aij nilai skala perbandingan antara kriteria ke-i dan ke-j.

4. Membuat matriks perbandingan berpasangan dikalikan dengan bobot masing-masing kriteria.

5. Menentukan eigen vektor.


(63)

max =

n or eigen vact

, n = 1,2,3,…..= ordomatriks

7. Mencari Nilai Consistensy Index ( CI )

CI = 1 max  n n

8. Mencari Nilai Consistency Ratio ( CR )

CR = RI CI

dimana RI = nilai konsistensi acak

Untuk model AHP, matrik perbandingan dapat diterima jika nilai Rasio Konsistensi CR ≤ 0.1 (Suryadi dan Ramdhani, 2002).

Dimana tabel random index adalah sebagai berikut : Tabel 2.10 Nilai Indeks Random

Ordo Matriks IR Ordo Matriks IR Ordo Matriks IR 1 0.00 6 1.24 11 1.51 2 0.00 7 1.32 12 1.54 3 0.58 8 1.41 13 1.56 4 0.90 9 1.45 14 1.57 5 1.12 10 1.49 15 1.59

Sumber : (Ramdhani, 2000, Hal. 138)

Konsistensi AHP: Jika aij mewakili derajat kepentingan faktor I terhadap faktor j dan ajk menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap faktor k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan dari faktor i terhadap faktor k harus sama dengan aij.ajk atau jika aij.ajk = aik untuk semua i,j,k maka matrix tersebut konsisten. Permasalahan didalam pengukuran pendapat manusia, konsistensi tidak dapat dipaksakan. Jika A>B (misalnya 2 > 1) dan C>B (misalnya 3>1), tidak dapat dipaksakan bahwa C>A dengan angka 6>1 meskipun hal itu konsisten. Pengumpulan pendapat antara satu factor dengan yang lain adalah bebas satu


(64)

diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistensi juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistennya besar.

Saaty [4] telah membuktikan bahwa indek konsistensi dari matrik berordo n dapat diperoleh dengan rumus

CI = Alfa maksimum -n / n -1

dimana :

C.I = Indek konsistensi

λmaksimum = Nilai eigen terbesar dari matrik berordo n

Nilai eigen terbesar didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan eigen vektor utama. Sebagai contoh, menggunakan tabel 2 dan tabel 3, nilai eigen terbesar yang

diperoleh: CI = 4.16810 -4 / 4-1 = 0.05603

λmaksimum = 8.2 x 0.14732 + 21 x 0.04494 + 3.47619 x 0.31338 + 1.875 x 0.49436 = 4.16810

Karena matrix berordo 4 (yakni terdiri dari 4 faktor) , nilai indek konsistensi yang diperoleh:

Apabila C.I bernilai nol, berarti matrik konsisten. batas ketidakkonsistensi yang ditetapkan Saaty, diukur dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR),


(65)

ditabelkan dalam tabel 4. Nilai ini bergantung pada ordo matrik n. Dengan demikian, Rasio konsistensi dapat dirumuskan:

CR = CI/RI

Nilai Pembangkit Random (R.I.)

Sebagai contoh, melanjutkan nilai-nilai dari responden yang tertera dalam tabel 2, nilai CR :

CR = 0.05603/0.90 = 0.06226

Bila matrik bernilai CR lebih kecil dari 10%, ketidakkonsistenan pendapat masih dianggap dapat diterima. Perhitungan diatas dilanjutkan untuk level 3, sehingga diperoleh nilai eigenvektor utama dan C.R. pada setiap level dapat diperoleh. Bobot komposit dipergunakan untuk menetapkan bobot dan konsistensi keseluruhan. Rata-rata geometri digunakan untuk merata-rata hasil akhir dari beberapa responden.

AHP pertama kali diperkenalkan oleh Saaty (Winston, 1993). Teknik AHP telah diimplementasi pada berbagai bidang persoalan perusahaan seperti; perencanaan sistem transportasi, penyusunan portofolio bisnis, penyusunan corporate planning and marketing, dan lain sebagainya (Canada and Sulivan, 1989). Tahapan alur proses AHP mencakup; (a) menyusun tingkat kepentingan relatif di antara atribut/elemen/dimensi keputusan dengan meminta pendapat pihak-pihak yang berkepentingan, berkompeten, memiliki pengalaman praktis dalam area bisnis perusahaan, dan memiliki kewenangan di dalam organisasi perusahaan, mereka bisa terdiri dari para karyawan dan pimpinan perusahaan


(66)

sebagai pengambil keputusan, pendapat mereka tersebut kemudian dianalisis dengan metode analisis perbandingan, (b) tahap selanjutnya adalah melakukan pembobotan secara algoritmik untuk masing-masing atribut/elemen/dimensi, (c) kemudian menentukan alternatif solusi untuk masing-masing atribut, (d) menentukan skor akhir yang ingin dicapai dari masing-masing alternatif solusi yang telah disusun, (e) terakhir menyusun rating nilai/skor masing-masing alternatif solusi tersebut dan pilih yang mempunyai nilai atau skor tertinggi/terbaik.

Argumentasi yang harus disepakati adalah bahwa dengan melakukan modifikasi teknik/prosedur AHP, maka teknik ini dimanfaatkan untuk menilai service quality yang diberikan oleh perusahaan yang bergerak di bidang jasa/pelayanan. Modifikasi teknik/prosedur AHP didasari oleh kenyataan bahwa industri pelayanan sangatlah variatif dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda satu dengan lainnya, misalnya industri transportasi berberbeda-beda dengan industri perbankan, dan berbeda pula dengan industri pelayanan kesehatan.

2.8 Peneliti Terdahulu Sebagai Acuan

Penelitian ini dilakukan dengan mempertimbangkan hasil-hasil penelitian dari beberapa peneliti yang akhirnya dijadikan sebagai acuan dalam penyusunan tugas akhir peneliti, antara lain :

- Rekha Oktaviana (2005) “ Analisa Kualitas Layanan dengan Metode Servqual dan Analytic Hierarchy Process (AHP) Dibidang Pencatatan Akta Kelahiran Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jalan Manyar Kertoajo No. 11 Surabaya.


(1)

Lampir an B

Validit as Har apan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(2)

Lampir an C

Analisis Clust er

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(3)

Lampir an D

Analisis Diskr iminan

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(4)

Lampir an E

Analisis

Cr osst abs

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(5)

Lampir an F

Per hit ungan Manual AHP

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


(6)

Lampir an G

Exper t Choice

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :


Dokumen yang terkait

Analisis Metode Fuzzy Analytic Hierarchy Process (Fahp) Dalam Menentukan Posisi Jabatan

12 131 82

Perbandingan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Metode Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation (PROMETHEE) untuk Pemilihan Hardisk Eksternal

19 131 147

Implementasi Metode Profile Matching dan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) pada Perekrutan Tenaga Kurir (Studi Kasus PT. JNE Cabang Medan)

16 91 137

Analisis Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) Berdasarkan Nilai Consistency Ratio

2 46 123

Penentuan Komoditas Unggulan Pertanian Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) (Studi Kasus: Pertanian Kecamatan Parbuluan, Kabupaten Dairi)

18 117 72

Implementasi Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (Fuzzy MADM) dalam Penentuan Prioritas Pengerjaan Order di PT. Sumatera Wood Industry

6 138 175

Analisis Pemilihan Supplier Dengan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) di PT. Indo CafCo

12 57 78

Implementasi Metode K- Means Clustering Dan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dalam Penilaian Kedisiplinan Siswa (Studi Kasus : SMP Negeri 21 Medan)

20 99 166

Studi Penerapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) Dan Metode Technique For Order Preference By Similarity To Ideal Solution (TOPSIS) Untuk Peningkatan Kualitas Layanan Di Rumah Sakit Bina Kasih Medan-Sunggal

4 41 149

ANALISIS KUALITAS LAYANAN JASA PENDIDIKAN DENGAN METODE SERVQUAL DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) SIDOARJO SKRIPSI

0 2 17