2.3 Penjaminan Pangan Organik
6. Produsen memperhatikan Undang-Undang UU Pangan, UU Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah PP Label dan Iklan, PP
Keamanan, Mutu dan Gizi, serta PP Ketahanan Pangan.
2. Second-Party Certification Penjamin dilakukan oleh pihak kedua, misalnya perusahaan perdagangan
melakukan perjanjian dengan petani organik untuk memasarkan produk yang dihasilkannya dan menyatakan bahwa produk yang
diperdagangkannya adalah produk organik. Pola second-party certification pihak penjamin biasanya menerbitkan surat pernyataan atau klaim bahwa
produk tersebut organik. Produk dikemas dengan menggunakan suatu merek tertentu dan dicantumkan kata “organik”.
1. Self-Claim Penjamin yang dilakukan oleh produsen produk organik mengenai status
organik produk yang dihasilkannya. Penjamin seperti ini memiliki keterbatasan dalam menumbuhkan tingkat kepercayaan konsumen dan
keluasan distribusi produk. Produk yang dijamin dengan pola self-claim ini tidak dapat mencantumkan logo organik Indonesia. Biasanya hanya
menuliskan kata “organik” pada kemasan produk tersebut. 5. Jalur distribusi dan pemasaran yang tepat.
4. Label dan sertifikat sesuai peraturan produk organik, untuk tahap awal sebutkan apabila produk belum 100 persen organik, maka produk masuk
kategori bebas pupuk dan pestisida kimia sintetik. 3. Kemasan dan desain : tidak mudah rusak, sesuai dengan produk, dan
menarik. 2. Daya tahan produk lebih lama : pengolahan, penyimpanan dan kemasan.
1. Mutu terjamin, mulai dari teknik budidaya sampai produk sampai pada konsumen tidak tercemar secara fisik, kimia dan biologi.
Terdapat 5 lima cara yang dapat dilakukan oleh produsen pangan organik untuk memberikan jaminan terhadap produk organik yang
dihasilkannya Sulaeman 2009, yaitu :
2.4 Sistem Produksi Pertanian Organik
Produk pertanian dikatakan organik jika produk tersebut berasal dari sistem pertanian organik yang menerapkan praktek manajemen yang
berupaya untuk memelihara ekosistem yang mencapai produktivitas berkelanjutan dan menyediakan pengendalian gulam, hama dan penyakit
melalui berbagai bentuk seperti pendaurulangan residu tanaman dan hewan, 5. Participatory Certification atau Participatory Guarantee System PGS
Sistem jaminan partisipatif adalah sistem serifikasi yang menekankan partisipasi para pemangku kepentingan. Pada pola PGS keseluruhan
pemangku kepentingan yang dapat terdiri dari produsen, poktan, konsumen, pendamping, lembaga swadaya LSM, danatau distributor
terlibat secara aktif untuk membangun dan memberdaya diri dalam proses produksi, pemasaran, dan distribusi sesuai sistem pangan organik.
4. Group certification dan Internal Control System Group certification
merupakan pola sertifikasi yang telah dikembangkan 10-15 tahun yang lalu didunia. Pola ini ditujukan untuk mensertifikasi
kelompok petani organik yang menjalankan pola bertani, atau menghasilkan pangan organik yang tersistematis mengikuti aturan ICS
yang ada. ICS ini dijadikan sistem standar yang dibuat oleh kelompok petani organik untuk dijadikan rujukan dalam memproduksi pangan
organik. Dalam ICS dimuat tata cara mengenai aspek teknis, manajerial, dokumentasi, pelaporan, dan lain-lain.
3. Third-Party Certification Pola sertifikasi yang dilakukan oleh pihak ketiga berupa lembaga yang
memiliki kewenangan untuk melakukan sertifikasi pangan organik. Proses sertifikasi yang dilakukan sudah terstandarisasi dan pihak produsen harus
menyiapkan sejumlah dokumen pendukung untuk proses tersebut. Sertifikat yang dikeluarkan tidak berlaku selamanya, namun perlu perlu
diperbaharui dalam kurun waktu tertentu. Produk yang telah tersertifikasi berhak mencantumkan logo “organik” sesuai dengan lembaga sertifikasi
atau afiliasi lembega sertifikasi tersebut.
Persyaratan teknis yang harus dipenuhi dan dilakukan dalam memproduksi sayuran organik terdiri dari enam 6 teknis OKPO 2008 yaitu
: rotasi dan seleksi pertanaman, manajemen air dan pengolahan tanah Winarno
2002.
5. Pengelolaan Hama, Penyakit, Gulma dan Pemeliharaan Tanaman Hal-hal yang harus diperhatikan adalah tidak menggunakan pestiida yang
sifatnya sintesis, tidak melakukan proses pembakaran, hama penyakit dan gulma dikendalikan dengan cara kombinai seperti pemilihan varietas yang
sesuai, program rotasi, pengolahan tanah, penggunaan serasah sebagai mulsa dan lain-lain.
4. Manajemen Kesuburan Tanah Hal-hal yang dapat dilakukan dan harus diperhatikan seperti penanaman
kacang-kacangan, penggunaan pupuk kandang yang sesuai dengan persyaratan SNI, penambahan mikroorganisme yang berbasis tanaman,
tidak menggunakan pupuk kimia sintesis, tidak menggunakan kotoran hewan secara langsung, tidak menggunakan kotoran manusia sebagai
pupuk. 3. Sumber Air dan Irigasi
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah air yang digunakan berasal dari sumber mata air langsung dan memenuhi syarat yang ditentukan, jika tidak
berasal dari mata air langsung harus telah mengalami perlakuan, tidak diizinkan mengekploitasi secara berlebihan.
2. Benih dan Bibit Hal-hal yang harus diperhatikan adalah tidak menggunakan benih atau
bibit dari hasil rekayasa genetika, benih dan bibit berasal dari tumbuhan yang ditumbuhkan dengan cara-cara SNI, dapat menggunakan benih, atau
bibit tanpa perlakuan jika benih yang disyaratkan tidak tersedia. 1. Lahan dan Penyiapan Lahan.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah catatan riwayat penggunaan lahan, periode konversi lahan, tidak menyiapkan lahan dengan cara pembakaran,
termasuk pembakaran sampah.
2.5 Rantai Pasok Pertanian