36
c. Karakteristik Butir Soal
1 Daya Beda
Widoyoko 2014: 136 mengemukakan daya beda butir soal adalah indeks yang menunjukkan tingkat kemampuan butir soal
membedakan antara peserta tes yang pandai kelompok atas dengan peserta tes yang kurang pandai kelompok bawah diantara
peserta tes. Suatu soal dikatakan tidak memiliki daya pembeda jika soal tersebut dapat dijawab benar oleh siswa yang pandai dan siswa
yang kurang pandai serta soal yang tidak dapat dijawab benar oleh siswa yang pandai dan siswa yang kurang pandai. Anzwar 2016:
123 mengungkapkan secara prinsip daya beda
item
dicerminkan oleh perbedaan jawaban terhadap
item
diantara kelompok subjek yang cerdas, atau kelompok subjek yang berbakat dan tidak
berbakat, atau antara kelompok yang sudah berhasil dan yang belum
berhasil dalam
belajar. Waridjan
1991: 385
mengungkapkan bahwa suatu soal tes hasil belajar dinyatakan mempunyai jenjang daya pembeda yang maksimum positif apabila
soal tes itu tidak dapat dikerjakan oleh seluruh peserta tes dari kelompok berprestasi belajar rendah tetapi dapat dikerjakan secara
benar oleh seluruh peserta tes dari kelompok berprestasi belajar tinggi. Waridjan 1991: 386 menambahkan bahwa daya pembeda
soal tes hasil belajar dapat direntang ke dalam jenjang-jenjang daya pembeda, mulai dari jenjang berdaya pembeda maksimum negatif
37 -1 dimana soal dapat dikerjakan dengan benar oleh seluruh
peserta tes berprestasi belajar rendah namun tidak dapat dikerjakan dengan benar oleh seluruh peserta tes berprestasi belajar tinggi;
jenjang tidak berdaya pembeda 0 dimana suatu soal dapat dikerjakan dengan benar baik semua peserta tes berprestasi rendah
maupun semua peserta berprestasi tinggi; sampai dengan jenjang berdaya pembeda maksimum positif +1. Berdasarkan pendapat
para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa daya pembeda adalah kemampuan butir soal tes untuk membedakan antara siswa
yang berprestasi tinggi dengan siswa yang berprestasi rendah. 2
Tingkat kesukaran Widoyoko 2015: 132 mengungkapkan bahwa tingkat kesulitan
adalah proporsi peserta tes menjawab dengan benar terhadap suatu butir soal. Arikunto 2012: 222 mengungkapkan bahwa soal yang
baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk
mempertinggi usaha memecahkannya, sedangkan bila soal dibuat terlalu sukar maka akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan
tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya Arikunto 2012: 222. Sulistyorini 2009: 173-174
menekankan bahwa kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawabnya bukan dilihat dari
sudut pandang guru sebagai pembuat soal. Waridjan 1991: 383 menambahkan bahwa kesukaran soal-soal tes hasil belajar dapat
38 direntang mulai dari soal-soal yang mudah, soal-soal yang sedang
sampai dengan soal-soal yang sukar. Sebuah soal masuk ke dalam kategori soal mudah jika dapat dikerjakan oleh hampir sebagian
besar peserta tes. Sementara itu, soal masuk ke dalam kategori sukar jika dapat dikerjakan secara benar hanya sebagian kecil dari
peserta tes. Penentuan proporsi dan kategori soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar merupakan suatu hal yang penting dalam
analisis tingkat kesukaran. Perbandingan antara soal mudah- sedang-sukar dapat dibuat 3-4-3 yang artinya 30 soal berkategori
mudah, 40 soal berkategori sedang dan 30 soal berkategori sukar. Perbandingan juga dapat dibuat 3-5-2 yang artinya 30 soal
berkategori mudah, 50 soal berkategori sedang , dan 20 berkategori sukar. Selain itu, perbandingan dapat juga dibuat 25-
50-25 yang artinya 25 soal berkategori mudah, 50 soal berkategori sedang, dan 25 soal berkategori sukar. Widoyoko
2014: 165 mengungkapkan bahwa tingkat kesukaran yang baik pada suatu tes adalah 25 mudah, 50 sedang, dan 25 sukar.
Berdasarkan pemaparan para ahli tesebut maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaran adalah kemampuan atau kesanggupan
peserta tes dalam memberikan jawaban benar dalam tes. 3
Efektivitas Pengecoh
Item
yang baik tidak saja memiliki daya diskriminasi yang tinggi dan tingkat kesukaran yang sesuai tapi juga memiliki distraktor-
39 distraktor yang efektif Anzwar 2016: 140. Pengecoh yang efektif
ditunjukkan dengan banyaknya peserta tes berprestasi rendah yang terjebak oleh pengecoh atau distraktor dibandingkan dengan
banyaknya peserta tes berprestasi tinggi. Purwanto 2009: 108 mengemukakan bahwa pengecoh adalah pilihan jawaban yang
bukan merupakan kunci jawaban. Pengecoh diadakan untuk menyesatkan siswa agar tidak memilih kunci jawaban. Hal yang
perlu diperhatikan agar pengecoh lebih efektif adalah jawaban pengecoh
harus dirumuskan
sedemikian rupa
sehingga menimbulkan kesan seakan-akan jawaban pengecoh itu merupakan
jawaban atau jawaban benar Waridjan 1991: 387-388. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh peserta tes menandakan bahwa
pengecoh itu jelek, sebaliknya jika pengecoh mempunyai daya tarik yang besar bagi peserta tes yang kurang memahami konsep
atau kurang menguasai bahan maka pengecoh tersebut dikatakan berfungsi dengan baik Arikunto 2012: 233-234.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa pengecoh adalah pilihan jawaban selain kunci jawaban.
Pengecoh dikatakan berfungsi dengan baik jika peserta tes berprestasi rendah banyak yang terjebak dan memilih pengecoh
dibandingkan dengan banyaknya peserta tes berprestasi tinggi.
3. Pengembangan Tes Hasil Belajar