Gejala stereotype Gejala stereotype dan strategi pembinaan di TK Bhineka I Klembon

33 Gambar 10. Lukisan Yovi, TK Bhineka I Klembon, gejala Rabatemen Lukisan Yovi pada Gambar 10 di atas, merupakan lukisan yang dibuat pada saat penelitian masih berjalan, saat peneliti datang kedua kalinya. Dalam lukisan tersebut tampak adanya gejala rabatemen rebahan, yaitu pada objek empat pohon yang tumbuh pada lereng gunung sebelah kiri. Hal ini memang sesuai dengan tingkat kejiwaan anak, bahwa semua benda termasuk tumbuhan tersebut berdiri tegak pada dasarnya. Karena dasar gunung miring, maka pepohonan tersebut menjadi rebah, tidak vertikal sebagaiman tumbuhan pada umumnya. Strategi pembinaannya adalah dengan motivasi cerita dan ditunjukkan keadaan alam. Gejala yang lain adalah ” terikat sudut” , terlihat matahari dilukis 34 seperempat bagian di sudut kanan atas, begitu juga tampak adanya bentuk burung angka tiga telungkup. Namun, lukisan Yovi tersebut cukup kreatif bila dibanding dengan teman-temannya. Tampak penyusunan objek yang sangat berani, dengan jalan yang menuju rumah lewat di atas dua gunung biru, sangat fantastis, hal ini sangat jarang ditemui dalam dunia seni lukis anak-anak. Anak-anak TK ternyata sudah dapat melukiskan jalan yang berada di sebelah belakang gunung. Dengan demikian ia telah berusaha melukiskan ruang, secara tidak langsung telah mengenal perspektif. Sebagaimana yang diungkapkan Affandi dan Dewobroto 2006 bahwa tujuan pembinaan seni lukis anak –anak adalah membina dan mengembangkan fantasi, sensitifitas, kreatifitas dan ekspresi agar menjadi harmonis lahir dan bathin. Demikian juga halnya bahwa pembinaan seni lukis anak-anak di TK Bhineka I Klembon, anak-anak diharapkan peka perasaannya terhadap lingkungan alam ciptaan Tuhan yang penuh dengan keindahan alam. Dengan diberikan motivasi cerita oleh guru kelas sebelum melukis, maka anak-anak akan terbina fantasinya sesuai dengan alur cerita guru. Dengan demikian anak-anak telah mendapat suatu bayangan hal-hal yang akan dilukis. Pemberian motivasi-stimulasi dengan cerita tersebut dipadukan dengan motivasi-stimulasi ditunjukkan kepada kenyataan di alam, mengasilkan suatu lukisan yang fantastis sebagaimana lukisan Yovi tersebut. Lukisan Yovi tersebut menggunakan media pastel, memang belum optimal jika ditinjau dari tingkat penguasaan teknik. Guna peningkatan teknik, maka perlu diadakan pembinaan dengan pemaduan teknik basah aquarel cat air. 35 Jika pengadaan cat air merupakan salah satu kendala ekonomis, maka alternatif pemecahannya adalah menggunakan teres pewarna makanan, relatif murah.

2. Gejala Yuxta position

Gambar 11. Lukisan Rendra, Tk Bhineka I Klembon, gejala yuxta position, teknik kering- pensil Gambar 12. Lukisan Rofik, TK Bhineka I Klembon, gejala Yuxta position, teknik kering -pastel 36 Jika diperhatikan pada kedua lukisan pada Gambar 11 dan 12, keduanya menggunakan teknik kering, lukisan Rendra Gambar 11 menggunakan pensil, sedangkan lukisan Rofik Gambar 12 menggunakan pastel. Gejala yang muncul pada lukisan Rendra adalah yuxta position, tampak susunan objek berjajar ke atas terdiri dari rumah, di atasnya terdapat awan, bintang. Sedangkan di sebelah kanan rumah terdapat tiga gunduk dengan sekuntum bunga yang merekah. Diatas bunga terdapat seekor kupu-kupu dan burung. Bila ditinjau dari sisi semiotika, objek- objek tersebut merupakan unsur-unsur yang bersifat alamiah, sesuai dengan letak maupun kedudukannya. Rumah terletak di atas tanah, dulukis pada bagian tengah kertas. Demikian juga tiga gundukan dan sekuntum bunga. Sedangkan awan, bintang kupu dan burung telah lazim berada di atas. Hal ini berarti bahwa anak- anak sudah faham akan letak-letak benda, baik benda susunan manusia, muupun ciptaan Allah SWT. Lukisan Rendra ini dibuat sebelum adanya penelitian ini. Belum tampak adanya pengembangan teknik, sangat naif, dan sederhana. Sedangkan lukisan Rofik pada Gambar 12, gejala yang muncul juga yuxtaposition, dengan objek berjajara keatas, sangat kompleks, hebat dan sangat fantastis. Cerita guru, atau pengalaman anak sangat menentukan hasil lukisan anak. Jika dilacak susunan objeknya adalah di sebelah kiri bawah terdapat dua pohon yang tumbuh di atas tanah yang berwarna coklat. Di sebelah kanan dua pohon terdapat samudra biru luas dengan sebuah perahu berlayar lengkap dengan bendera merah putih. Dua buah gunung biru berbentuk dua segitiga di sisi kanan bawah, dengan iringan lima ekor burung terbang di atasnya. Berikut dua buah rumah di atas samudra yang disatukan dengan jalan melengkung berwarna hitam. Rumah 37 yang di tengah beratap coklat, lebih kecil bila dibandingkan dengan rumah yang berada di sebelah kiri atas, beratap putih. Bahkan terdapat jembatan layang arah atas melintasi jalan melengkung di bawahnya. Di atas rumah biru yang berada di atas terdapat tiga awan yang simetris. Gejala Yuxtaposition , sebagaiman yang diungkapkan oleh Hajar Pamadhi 2008: 1.46, suatu ketika anak melukis objek- objek seperti rumah, pohon, orang, mobil dan lain-lain selalu bertumpuk berjajar ke atas, seperti pengamatan burung terbang dari atas. Artinya anak tersebut ingin melukiskan seluruh objek yang menjadi sasaran pandangnya. Dari dua buah lukisan tadi yang tergolong lukisan dengan gejala pandangan mata burung, berarti bahwa telah ada usaha dari anak-anak untuk memecahkan masalah ruang atau demensi, sesuai dengan tingkat pemahaman dan kejiwaan anak. Gejala yang demikian, bagi anak bila ditinjau dari strategi pembinaan seni lukis, sebenarnya tidak harus selalu ditunjukkan pada kenyataan di alam. Namun hal ini merupakan gejala lukisan anak-anak yang lazim dan para pembina tidak perlu khawatir. Lambat laun anak-anak akan berkembang seiring dengan perkembangan kejiwaannya menuju tingkat kedewasaannya. Biarkan demikian adanya, namun diperlukan peningkatan teknik. Lukisan Rendra dengan pensil, masih diperlukan pengembangan teknik, dengan pastel senenuhnya, atau dipadu dengan cat air agar lebih artistik. Sedangkan lukisan Rofik, telah menggunakan pastel, pengembangan teknik dapat dilakukan dengan pemaduan aquarel cat air, maka akan terjadi suatu lukisan yang sempurna, artistik. Jika terbatas pada kendala ekonomis orang tua, karena harga cat air relatif mahal, maka dapat dipadukan dengan teres pewarna makanan relatif murah. Warna teres adalah kuning, merah, 38 hijau. Bila kuning dengan merah dioplos maka akan menjadi warna orange. Hijau dengan merah , bila dioplos, maka akan menjadi warna coklat. Bila menginginkan warna hitam atau biru, dapat menggunakan tinta, dengan demikian masalah kendala ekonomis, pemaduan dengan teknik basah sebenarnya dapat di atasi , sehingga lukisan anak akan kaya warna, dan lebih menarik. Di TK Bhineka I Klembon, sebenarnya telah ada usaha pengembangan teknik seni lukis, “kolas”, teknik melukis dengan tempel menempel, perhatikan pada gambar berikut. Gambar 13. Lukisan teknik kolas, TK Bhineka I Klembon Pada Gambar 13 ini, terdapat objek sebuah telapak tangan kiri biru sangat besar, pada sisi sebelah kiri. Sedangkan sepasang mata berwarna kuning, 39 juga besar di sisi tengah atas. Pada sisi kanan bawah terdapat dua anak laki-laki, bergandengan dengan tangan berwarna ungu. Usaha pengembangan teknik kolas ini masih tampak analitis sekali. Hal ini merupakan usaha pengenalan bentuk dan unsur-unsur manusia, seperti telapak tangan, mata, dan tubuh lengkap. Telapak tangan yang besar ternyata bukan gejala finanitas pembesaran bagian anggota badan yang penting, tetapi merupakan unsur-unsur yang terpisah. Hal ini dibuktikan dengan adanya nilai C pada masing-masing bentuk, dan tertera tanggal yang berbeda. Pada telapak tangan tertera tanggal 24-7-2007, pada tubuh manusia lengkap tetera tanggal 27 -7-2007. Hal ini merupakan usaha guru untuk berhemat kertas, karena dalam satu lembar kertas gambar berukuran 20 Cm x 30 Cm dapat dimanfaatkan untuk membuat beberapa lukisan. Prinsip kesatuan belum tercapai.

3. Gejala X Ray

Temuan gejala X Ray, pada lukisan Dhito, perhatikan gamabr berikut. Gambar 14. Lukisan Dhito, TK Bhineka I Klembon, gejala X Ray