Buku Guru Kelas VI
8
putus asa dan membenci gurunya; mereka dipahitkan oleh kesukaran dan tidak mengerti apa manfaatnya. Biarpun
mereka nampak tamat tugas-tugasnya, tetapi dengan cepat akan meninggalkannya. Kegagalan pendidikan,
bukankah karena hal itu?” Li ji. XVI: 10
2. Peserta Didik sebagai Pusat Pembelajaran
student center
Pada prinsip ini, menekankan bahwa peserta didik yang belajar, sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Sebagai makhluk individu, setiap peserta didik memiliki perbedaan dalam minat interest, kemampuan ability,
kesenangan preference, pengalaman experience, dan gaya belajar learning style. Sebagai makhluk sosial, setiap
peserta didik memilki kebutuhan berinteraksi dengan orang lain. Berkaitan dengan ini, kegiatan pembelajaran,
organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat ajar, dan cara penilaian perlu disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik.
3. Bukan apa yang dilakukan murid, Tetapi apa
yang dilakukan guru.
Melakukan aktivitas adalah bentuk pernyataan diri. Oleh karena itu, proses pembelajaran seyogyanya didesain
untuk meningkatkan keterlibatan peserta didik secara aktif. Dengan demikian, diharapkan peserta didik akan
memperoleh harga diri dan kegembiraan. Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa peserta
didik hanya belajar 10 dari yang dibaca, 20 dari yang didengar, 30 dari yang dilihat, 50 dari yang dilihat dan
didengar, 70 dari yang dikatakan, dan 90 dari yang dikatakan dan dilakukan. ”Kamu dengar kamu lupa, kamu
lihat kamu ingat, kamu lakukan kamu mengerti.”.
Selaras dengan prinsip tersebut, maka paradigma yang harus dimiliki guru ketika memasuki ruang kelas adalah:
“Apa yang akan dilakukan murid, bukan apa yang akan dilakukan guru.”
Pendidikan Agama Khonghucu dan Budi Pekerti
9
4. Pembelajaran Terpadu Bukan Parsial.
“Orang jaman dahulu itu, di dalam menuntut pelajaran, membandingkan berbagai benda yang berbeda-beda dan
melacak jenisnya. Tambur tidak mempunyai hubungan khusus dengan panca nada; tetapi panca nada tanpa
diiringinya tidak mendapatkan keharmonisannya. Air tidak mempunyai hubungan istimewa dengan panca warna;
tetapi tanpa air, panca warna tidak dapat dipertunjukkan. Belajar tidak mempunyai hubungan khusus dengan lima
jawatan; tetapi tanpa belajar, lima jawatan tidak dapat diatur. Guru tidak mempunyai hubungan istimewa dengan
ke lima macam pakaian duka, tetapi tanpa guru, kelima macam pakaian duka itu tidak dipahami bagaimana
memakainya.” Li ji. XVI: 21
5. Menerapkan Nilai-Nilai Keteladanan dan
Membangun Kemauan.
Ki Hajar Dewantara, “Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.”
6. Keseimbangan antara Keterampilan Fisikal dan
Keterampilan Mental.
Sebagaimana telah ditegaskan di atas tentang cara seorang bijaksana memberikan pendidikan: Di depan “…
Ia membimbing berjalan dan tidak menyeret; di tengah, “Ia menguatkan dan tidak menjerakan; Di belakang, “Ia
membuka jalan tetapi tidak menuntun sampai akhir pencapaian. Membimbing berjalan, tidak menyeret
menumbuhkan keharmonisan; menguatkan dan tidak menjerakan, itu memberi kemudahan; dan, membukakan
jalan tetapi tidak menuntun sampai akhir pencapaian, menjadikan orang berpikir. Menimbulkan keharmonisan,
memberi kemudahan dan menjadikan orang berpikir, itu pendidikan yang baik.”