Perbandingan pembeljaaran bahasa Indonesia dengan metode diskusi ceramah terhadap hasil belajar siswa kelas XI SMK Grafika yayasan Lektur Lebak Bulus

(1)

YAYASAN LEKTUR LEBAK BULUS Skrpisi

Diajukan untuk memenuhi syarat mencapai gelar sarjana pendidikan (S.Pd.) Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh

HENDRI PRADIYANTO NIM: 107013000864

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2011


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

PERBANDINGAN PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN METODE DISKUSI DAN CERAMAH TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS XI SMK GRAFIKA YAYASAN LEKTUR LEBAK BULUS

Nama : Hendri Pradiyanto NIM : 107013000864

Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Skripsi ini bertujuan mengetahui apakah terdapat tingkat perbedaaan hasil belajar bahasa Indonesia siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan ceramah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi-eksperimen. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI SMK Grafika Yayasan Lektur Lebak Bulus. Teknik penentuan sampel mengikuti pola cluster random sampling dengan jumlah 57 siswa yang terbagi dalam kelompok eksperimen (yang dalam pembelajarannya menggunakan metode diskusi) dan kelompok kontrol (yang dalam pembelajarannya menggunakan metode diskusi). Instrument penelitian berupa tes tertulis berbentuk pilihan ganda sebanyak 20 soal yang sudah diuji validitas, homogenitas, daya beda soal, dan indeks kesukarnnya.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t, dan berdasarkan perhitungan uji-t diperoleh thitung 0,54 dan ttabel 1,67 pada taraf signifikansi 5% yang berarti thitung < ttabel (0,54 < 1,67).

Berdasarkan hasil analisis data, temuan, dan pembahasan diperoleh nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen adalah 84, 66, median 85, 925, modus 87, dan standar deviasi 7,85. Sedangkan pada kelas control rata-rata 81,259, median sebesar 81, 0625, modus 80, 75, dan standar deviasi 6, 892. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaaan hasil belajar yang signifkan antara siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan ceramah.


(6)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahi Robbil Alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam atas rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang meniti jalan perjuangannya hingga akhir.

Penulis menyadari sepenuhnya banyak sekali kesulitan dan hambatan yang dihadapi baik dari faktor materi, pengumpulan bahan-bahan, motivasi dalam diri penulis, serta hambatan-hambatan lainnya. Namun berkat izin dan pertolongan Allah, kesungguhan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak akhirnya penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dra. Nurlena Rifa’I, M.A, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dra Mahmudah Fitriyah, M.Pd. dan Hindun, M.Pd. selaku Ketua dan Sekretaris Jurusan, serta seluruh dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. H. Cecep Suhendi, M.Pd. selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dan teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam membuat skripsi ini.

4. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Drs. Turyono, M.Pd. selaku kepala SMK Grafika Yayasan Lektur serta segenap guru dan karyawan sekolah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian.


(7)

6. Paling istimewa untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta yang kasih sayangnya terus mengalir penuh keihlasan dalam membesarkan, mendidik, serta tak bosan-bosannya memberikan dukungan moril, materil, semangat dan doa untuk penulis.

7. Kakaku tercinta Masruri, Nursoleh, Rokhiman, Siti Nur Elis, dan Nunung sulastri, yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk terus berusaha dan berdoa. Adik dan ponakanku tercinta. Marzuki Rahmat dan Bima Bagusan Jaya, Fatih Faiz Binasrillah, Rafi Nizar Adicandra, Refka Azmi Imtihana, serta Haidar Aji Pratama. Karena merekalah penulis terpacu untuk terus semangat dan berusaha menyelesaikan skripsi ini. 8. Imam Syafi’i, M.Eng., Masroni, M.Ag.,Anang Rachmad, S.Pd., dan

Zamroni, S.Pd.I. (Guru MAN Babakan Lebaksiu Tegal) yang dengan sabar dan ikhlas membuka hatinya untuk penulis mengadu semua permasalahan (share) dalam hidup penulis.

9. Sahabat-sahabat Ikatan Mahasiswa Tegal (IMT) Ciputat. M.Z. Dhofier, S. Pd. Fatkhul Muin, Kamal Fuadi, S.Pd. Zaenal Muttaqin, M. Aqib Malik, M S. Rizqi, Abdul Latif, Ikbal Kaukabuddin, Atfiyanah, Tatu Mulyanah, Aenul Yaqin, dan seluruh sahabat-sahabat IMT Ciputat yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu. Karena kalianlah penulis merasa berada dalam satu keluarga selama di Ciputat.

10.Teman-teman seperjuangan angkatan 2007, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu memberikan canda dan tawa dalam setiap langkah penulis selama di kampus.

Penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT, agar seluruh pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis, akan mendapatkan balasan yang setimpal disisiNya, jazakumullah akhsanal jaza.

Jakarta, November 2011 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

G. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KAJIAN TEORI A. METODE DISKUSI ... 10

1. Pengertian Metode Diskusi ... 10

2. Jenis-jenis Metode diskusi ... 11

a. Whole Group ... 12

b. Diskusi Kelompok ... 12

c. Buzz Group ... 12

d. Panel ... 13

e. Syndicate Group ... 13

f. Simposium ... 14

g. Informal Debate ... 14

h. Fish Bowl ... 14

i. The open Discussion Group ... 15

j. Brainstorming ... 15


(9)

a. Kebaikan ... 17

b. Kelemahan... 17

B. METODE CERAMAH ... 35

1. Pengertian Metode Ceramah ... 18

2. Kelebihan dan Kelemahan Metode Ceramah ... 20

a. Kelebihan ... 20

b. Kelemahan... 21

C. HASIL BELAJAR ... 23

1. Pengertian Hasil Belajar ... 23

2. Sasaran Evaluasi Hasil Belajar... 25

a. Segi Kognitif ... 26

b. Segi Afektif ... 28

c. Segi Psikomotorik ... 29

3. Faktor yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar ... 31

a. Faktor Internal Siswa ... 33

b. Faktor Eksternal Siswa ... 33

c. Faktor Pendekatan Belajar ... 34

D. PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA ... 35

1. Hakikat dan Ciri pembelajaran... 35

2. Prinsip-prinsip Pembelajarn ... 36

3. Karakteristik Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 39

4. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 43

5. Fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia ... 44

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 46

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

B. Metode dan Desain Penelitian ... 46

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 47

D. Instrumen Penelitian... 47

1. Uji Validitas ... 47

2. Uji Reliabilitas ... 48


(10)

4. Daya Pembeda Soal... 50

E. Teknik pengumpulan data ... 52

F. Teknik Analisa Data ... 52

1. Uji Normalitas ... 52

2. Uji Homogenitas ... 54

G. Uji Hipotesis ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 56

A. Gambaram Umum SMK Grafika ... 56

1. Latar belakang sekolah ... 56

2. Visi, Misi, dan Tujuan SMK Grafika ... 60

3. Struktur Organisasi ... 62

4. Kurikulum ... 62

5. Keadaan Guru, siswa, dan Karyawan ... 63

6. Keadaan Sarana dan Prasarana... 64

7. Kegiatan Ekstrakulikuler ... 65

B. Deskripsi Data ... 66

1.Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 67

2.Hasil Belajar Kelas kontrol ... 71

C. Teknik Analisis Data ... 76

1.Uji Normalitas ... 76

2.Uji Homogenitas ... 77

D. Analisis Data Uji Hipotesis ... 78

E. Hopotesis Penelitian ... 79

F. Pembahasan Hasil Penelitian ... 81

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. Simpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(11)

A. Latar Belakang Masalah

Belajar pada intinya adalah proses memeroleh berbagai pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotrik), dan sikap (afektif). Proses belajar ini dapat terjadi di sekolah maupun di luar sekolah. Sebagai salah satu lembaga yang menyelenggarakan pendidikan formal, sekolah mempunyai peranan penting dalam mendewasakan peserta didik agar menjadi masyarakat yang berguna. Untuk tujuan tersebut, sekolah menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar dan kurikulum sebagai wadah dan bahan mentahnya.

Dalam proses belajar mengajar, guru memegang peranan yang sangat penting, tetapi tidak bisa dipisahkan peranan siswa dalam pencapaian tujuan pendidikan, khususnya dalam hal penerimaan materi pelajaran. Agar pembelajaran lebih efektif guru dituntut untuk menguasai manajemen kelas atau sering juga disebut pengelolaan kelas. Di dalam kelas guru tidak hanya bertugas menyampaikan materi saja, tetapi juga harus mampu mewujudkan suasana belajar yang menyenangkan. Oleh karena itu, beban yang diemban sekolah, dalam hal ini guru sangat berat. Karena guru yang berada pada baris depan dalam membentuk pribadi siswa. Guru juga yang menentukan berhasil atau tidaknya siswa dilihat dari hasil belajar.

Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada semua jenjang pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar (SD/MI), Sekolah


(12)

Menengah Pertama (SMP/MTS), Sekolah Menengah Atas (SMA/MA) bahkan sampai Perguruan Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pelajaran Bahasa Indonesia itu memang penting kedudukannya. Diajarkannya Bahasa Indonesia dalam semua jenjang pendidikan ternyata tidak membuat prestasi siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan data dari Kemendiknas, sebagian besar kasus ketidaklulusan siswa dalam Ujian Nasional (UN) SMA, SMK, dan MA tahun 2010 disebabkan rendahnya nilai pelajaran Bahasa Indonesia. Kemendiknas menemukan, rata-rata mata pelajaran bahasa Indonesia menjadi masalah bagi siswa SMA, SMK, dan MA di semua jurusan. “Banyak siswa yang tidak lulus UN dan harus mengulang karena salah satu mata pelajaran tidak memenuhi syarat, terutama bahasa Indonesia,” kata Nuh (26/4).

Rendahnya nilai (angka) bahasa Indonesia sesungguhnya bukan hanya terjadi pada UN tahun 2010. UN tahun 2009 yang lalu, nilai bahasa Indonesia juga rendah. Suyatno, Rektor Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) menegaskan hal itu dalam orasi ilmiahnya saat dikukuhkan sebagai guru besar bidang Ilmu Pendidikan Bahasa, Kamis (20/8/09).

Dalam orasinya yang berjudul “Bahasa Indonesia sebagai Sarana Pengembangan Guru Profesional”, Suyatno menampilkan data yang ironis itu. Data laporan hasil Ujian Nasional SMP Negeri dan Swasta tahun 2008/2009 secara nasional menunjukkan, dari 3.441.815 peserta UN, peserta yang rentang nilainya 7,00 sampai 7,99 hanya 32,86 persen atau 1.131.121 orang. Adapun yang mendapat nilai 10 hanya 834 orang(0,02 persen).


(13)

Untuk tingkat SMA/MA, hasil UN tahun 2008/2009 menunjukkan, dari 621.840 peserta jurusan IPA, tidak ada satu pun yang mendapat nilai 10. Peserta yang rentang nilainya 7,00 hingga 7,99 ada 252.460 orang (40,6 persen). Di jurusan IPS, dari 854.206 peserta UN, tidak seorang pun yang mendapat nilai 10. Siswa yang mendapat nilai antara 7,00 hingga 7,99 justru lebih kecil lagi, yaitu hanya 240.815 peserta atau sekitar 28,2 persen. Di jurusan bahasa (yang mestinya nilai bahasa Indonesia harus lebih baik), dari 43.688 peserta UN, peserta yang mendapat nilai antara 7,00 hingga 7,99 hanya 13.445orang atau sekitar 30,7 persen. Yang agak menyenangkan, di jurusan bahasa ini, ada 6 orang siswa (atau sekitar 0,01 persen) yang mendapat nilai sempurna (nilai 10). 1

Seolah mengulang hasil Ujian Nasional Sekolah Menengah Atas atau Madrasah Aliyah (UN SMA atau MA), UN Sekolah Menengah Pertama atau Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS) Tahun ajaran 2010-2011 kembali menjadi masalah siswa, terutama pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Data Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) memperlihatkan nilai akhir mata pelajaran (mapel) itu memiliki nilai minumum 0,8. Hasil ini sebanding dengan mapel Matematika. Sementara untuk nilai bahasa Inggris dan ilmu pengetahun alam (IPA) masing-masing bernilai minimum 0,9 dan 1,0.

"Memang Bahasa Indonesia termasuk yang rendah. Ini akan menjadi

1 Y. Priyono.

Menyoal hasil UN Bahasa Indonesia. http://www.borneotribune.com/citizen-jurnalism/menyoal-hasil-un-bahasa-indonesia.html. Kamis, 12 Mei 2011. pukul 20.30.


(14)

pokok bahasan berikutnya," ujar Menteri pendidikan nasional (mendiknas) Mohammad Nuh kepada para wartawan, di Jakarta, Rabu (1/6). Sebelumnya, untuk tingkat SMA atau MA, ada kurang lebih 1.786 siswa ketidaklulusan Ujian Nasional (UN) 2011, akibat mata pelajaran (mapel) bahasa dan sastra Indonesia kurang dari 4. Jumlah itu merupakan jumlah yang terbanyak kedua setelah mata pelajaran (mapel) Matematika2. Dari data di atas menunjukkan rendahnya kemampuan bahasa Indonesia siswa. Rendahnya nilai kemampuan bahasa Indonesia siswa setidaknya disebabkan karena dua faktor. Pertama, faktor siswa, yang cenderung lebih menyepelekan pelajaran bahasa Indonesia karena kebanyakan siswa menganggap bahwa bahasa Indonesia adalah mata pelajaran yang mudah berbeda dengan Matematika, Fisika, Kimia, dan pelajaran lainnya. Kedua faktor guru, sistem pengelolaan kelas termasuk di dalamnya strategi pembelajaran yang kurang tepat menjadi salah satu faktor rendahnya nilai bahasa Indonesia.

Strategi merupakan suatu rencana tentang cara-cara penggunaan dan pemanfaatan potensi dan sarana yang ada untuk meningkatkan aktivitas dan efesiensi dalam pembelajaran. Pada umumnya kegiatan belajar mengajar di Indonesia selama ini masih bercorak tradisonal, pengajaran yang dimaksud

2

Arif Hulwan, UN Bahasa Indonesia Kembali Jadi Momok.

http://www.mediaindonesia.com/read/2011/06/01/230703/293/14/UN-Bahasa-Indonesia-Kembali-Jadi-Momok. Kamis, 28 Juli 2011.


(15)

adalah bentuk pengajaran klasikal yang umumnya masih berpusat pada guru yakni dengan menggunakan metode ceramah.

Metode ceramah merupakan bentuk penyajian informasi secara lisan, baik yang formal dan berlangsung selama 45 menit, maupun yang informal hanya berlangsung selama lima menit. Walaupun terdapat kelemahan-kelemahan yang mencolok dalam metode ceramah seperti tidak memberi siswa kesempatan untuk mempraktikkan perilaku yang relevan (selain mencatat), ceramah masih dapat bermanfaat bagi siswa berapapun usianya. Ceramah memungkinkan si guru untuk menyampaikan topik dengan perasaan; dapat lewat cara penyampaiannya, dapat dengan intonasi tertentu, dengan tekanan suaranya, ataupun dengan gerak-gerik tangannya. Topik yang sederhana dapat dibuat menarik, atau sebaliknya, yang menarik dapat membosankan.

Berbeda dengan metode ceramah, metode diskusi tidak lagi diarahkan oleh guru, siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan ide-ide mereka sendiri. Melalui metode diskusi pula dapat mengubah pola perilaku afektif siswa secara konkret. Dalam hal sikap atau nilai, perubahan sukar sekali dilakukan jika siswa tidak diberi kesempatan untuk menyatakan perasaannya. terlepas dari kelebihannya, metode diskusi membutuhkan banyak waktu, dalam membahas suatu topik atau pokok permasalahan. 3

Dengan memperhatikan kelebihan dan kelemahan metode ceramah dan metode diskusi di atas, penulis tertarik untuk mengetahui manakah di antara

3 W. James Popham dan Eva L. Baker,

Bagaimana Mengajar secara Sistematis, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), Cet. VI. h. 96.


(16)

kedua metode tersebut yang lebih efektif untuk dipergunakan dalam pengajaran Bahasa Indonesia terhadap siswa menengah kejuruan.

Dalam presentasi menyampaikan makalah, penulis bersama teman-teman pada saat perkuliahan Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia disimpulkan bahwa metode diskusi lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah dalam pengajaran bahasa Indonesia khususnya siswa Sekolah Menengah Atas baik SMA/MA/SMK, pertimbangannya adalah karena siswa SMA/MA/SMK telah dapat berfikir dewasa dan kritis dalam menyikapi berbagai masalalah.

Akan tetapi bagi penulis jawaban tersebut kurang memuaskan, karena belum ada pembuktian sendiri, sehingga penulis berminat untuk mencari jawabannya secara langsung dengan melakukan penelitian pada salah satu Sekolah Menengah Kejuruan yang ada di Jakarta. Akhirnya penulis memutuskan memilih SMK Grafika Yayasan Lektur Lebak Bulus Jakarta Selatan sebagai objek penelitian.

Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis merumuskan dalam sebuah judul skripsi yaitu: “Perbandingan pembelajaran bahasa Indonesia dengan metode diskusi dan ceramah terhadap hasil belajar siswa kelas XI SMK Grafika Yayasan Lektur Lebak Bulus ”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah yang dapat teridentifikasi sebagai berikut:

1. Proses Pembelajaran bahasa Indonesia kelas XI yang menggunakan metode diskusi dan ceramah


(17)

2. Hasil belajar mata pelajaran bahasa Indonesia siswa yang menggunakan metode diskusi dan ceramah

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa

4. Perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan metode diskusi dan ceramah

5. Tingkat perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan metode diskusi dan ceramah

C. Pembatasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini lebi terarah dan operasional, penulis membatasi masalah kepada:

1. Perbandingan hasil belajar siswa yang menggunakan metode diskusi dengan metode ceramah pada kelas XI SMK Grafika Yayasan Lektur. 2. Seberapa besar tingkat perbedaan hasil belajar bahasa Indonesia siswa

yang diajarkan dengan metode diskusi dan ceramah D. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan ceramah?

2. Seberapa besar tingkat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajarkan dengan metode dan ceramah?


(18)

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini mempunyai beberapa tujuan antara lain:

1. mengetahui hasil belajar siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan ceramah

2. mengetahui seberapa besar tingkat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajarkan dengan metode diskusi dan ceramah

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis maupun praktis kepada berbagai pihak, sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis untuk khazanah intelektual, diharapkan penelitian ini menjadi sumbangan gagasan dan tawaran solusi terhadap pelaksanaan metode pembelajaran di sekolah.

2. Manfaat praktis kepada berbagai pihak antara lain a. Guru,

sebagai bahan rujukan dan pedoman dalam pelaksanaan metode diskusi

b. Siswa,

mengambangkan cara berfikir ilmiah dan sifat demokratis dalam belajar

c. Penulis,

pengalaman langsung dalam menerapkan metode diskusi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia


(19)

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penyusunan skripsi ini, maka dibuatlah sistematika penulisan yang terdiri dari beberapa bab, dan bab-bab tersebut memiliki beberapa sub-bab yaitu:

Bab I. Pendahuluan, terdiri dari: Latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II. Landasan Teori, terdiri atas: Diskusi (pengertian, jenis, serta kebaikan dan kelemahan), Ceramah (Pengertian serta kebaikan dan kelemahan), Hasil belajar (pengertian, sasaran evaluasi hasil belajar, dan faktor yang mempengaruhi belajar), dan pembelajaran Bahasa Indonesia Bab III. Metodelogi penelitian, terdiri atas: tempat dan waktu penelitian, metode penelitian, populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan pengajuan hipotesis.

Bab IV. Hasil dan pembahasan, terdiri dari atas: latar belakang sekolah, deskripsi data, teknik analisis data (uji normalitas dan uji homogenitas), analisis data uji hipotesis, hipotesis penelitian, dan pembahasan hasil penelitianan.


(20)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. METODE DISKUSI

1. Pengertian Metode Diskusi

Teknik diskusi adalah salah satu teknik belajar-mengajar yang dilakukan oleh seorang guru di sekolah. Di dalam diskusi ini proses interaksi antara dua atau lebih individu yang terlibat, saling tukar pengalaman, informasi, memecahkan masalah, dapat juga terjadi semuanya aktif tidak ada yang pasif sebagai pendengar saja.4

Menurut E. Mulyasa dalam bukunya menjadi guru yang professional berpendapat bahwa diskusi dapat diartikan sebagai percakapan responsif yang dijalin oleh pertanyaan-pertanyaan problematis yang diarahkan untuk memecahkan masalah. Hal tersebut sejalan dengan pengertian yang dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa diskusi adalah pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah. Dalam diskusi selalu ada pokok permasalahan yang perlu dipecahkan.5

berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa diskusi adalah salah satu bentuk komunikasi dua arah, di mana terjadi proses tukar pikiran atau ide, baik antara siswa dan siswa ataupun siswa dan guru untuk memecahakan suatu masalah.

4

. Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta. 2008), Cet. Ketujuh, h. 5 5 E. Mulyasa,

Menjadi Guru Profesional ; Menciptakan Pembelajaran Aktif dan Menyenangkan, (Bandung: Rosda Karya, 2006), h. 116.


(21)

Metode diskusi merupakan metode yang biasanya dipergunakan dalam pembelajaran orang dewasa, karena mereka dapat berpartisipasi aktif untuk menyumbangkan pemikiran, gagasan dalam kegiatan diskusi. Kalau dalam metode ceramah hanya terjadi komunikasi satu arah, maka metode diskusi terjadi banyak arah. Dengan demikian, metode diskusi adalah mengemukakan pendapat dan gagasan dalam musyawarah untuk mencapai mufakat. Bisanya siswa dihadapkan pada suatu atau sejumlah persoalan atau masalah yang mungkin disodorkan guru. Mahasiswa dapat pula menentukan sendiri topik yang perlu dipecahkan bersama. Tujuan diskusi pada umunnya adalah mencari pemecahan masalah, dari sinilah muncul bermacam-macam jawaban yang perlu dipilih satu atau dua jawaban yang logis dan tepat guna dari bermacam-macam jawaban yang lain untuk mencapai mufakat atau persetujuan.6

2. Jenis-jenis Metode Diskusi

Selama ini, dalam pembelajaran orang dewasa, dikenal banyak macam metode diskusi dan seorang guru atau fasilitator dapat memilih salah satu atau gabungan dari berbagi teknik ini sehingga mampu memberikan berbagai variasi bagi siswa dalam belajar sehingga tidak menimbulkan kebosanan. Adapun macam-macam diskusi adalah sebagai berikut:

6

Sudiyono, Triyo Supriyanto, dan Moh Padli, Strategi Pembelajaran Partisipatori di Perguruan Tinggi, (Malang: UIN Malang Press,2006), h. 125.


(22)

a. Whole group

Whole group merupakan bentuk diskusi kelas di mana para pesertanya duduk setengah lingkaran. Dalam diskusi ini guru bertindak sebagai pemimpin, dan topik yang akan dibahas telah direncanakan sebelumnya.7 b. Diskusi kelompok

Diskusi kelompok biasanya dapat berupa diskusi kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam orang peserta, dan diskusi kelompok besar yang terdiri dari tujuh sampai lima belas orang. Dalam diskusi tersebut dibahas tentang suatu topik tertentu dan dipimpin oleh seorang ketua dan seorang sekretaris. Para anggota diskusi diberi kesempatan berbicara atau mengemukakan pendapat dalam pemecahan masalah. Sementara itu, Kang dan Song mendefinisikan diskusi kelompok sebagai pertemuan atau percakapan antara dua orang atau lebih yang membahas topik tertentu yang menjadi pusat perhatian bersama.8

c. Buzz grup

Bentuk diskusi ini terdiri dari kelas yang dibagi-bagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri tiga sampai empat orang peserta. Tempat duduk diatur sedemikian rupa agar para siswa dapat bertukar pikiran dan bertatap muka dengan mudah. Diskusi ini biasanya diadakan di tengah-tengah pelajaran atau diakhir pelajaran dengan maksud

7

M, Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam,(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 40

8 Suprijanto.

Pendidikan Orang Dewasa; dari Teori Hingga Aplikasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. Kedua, h. 97.


(23)

memperjelas dan mempertajam kerangka bahan pelajaran atau sebagai jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul.

d. Panel

Yang dimaksud panel di sini adalah suatu bentuk diskusi yang terdiri dari tiga sampai enam orang peserta untuk mendiskusikan suatu topik tertentu dan duduk dalam semi melingkar yang dipimpin oleh moderator. Panel ini secara fisik dapat berhadapan langsung dengan audien atau dapat juga secara tidak langsung. Sebagai contoh diskusi panel yang terdiri dari para ahli ini para audien tidak turut bicara, namun dalam forum tertentu para audien diperkenankan untuk memberikan tanggapannya.9

e. Syndicate group

Adalah suatu kelompok besar dibagi menjadi kelompok kecil dengan anggota tidak lebih dari lima orang. Masing-masing kelompok kecil tersebut melakukan diskusi tertentu, dan tugas ini bersifat sementara. Fasilitator dalam hal ini guru memberikan penjelasan secara umum dan garis besar permasalahan, kemudian tiap-tiap kelompok kecil (syndicate) diberi tugas mempelajari suatu parkrik tertentu yang berbeda dengan kelompok kecil lainya. Jika memungkinkan seorang guru menyediakan referensi. Setelah kelompok bekerja sendiri-sendiri, kemudian masing-masing kelompok menyajikan hasil diskusinya dalam sidang pleno untuk dibahas lebih lanjut.10

9 M, Basyirudin Usman,

Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Opcit,h. 41. 10 Sudiyono, Triyo Supriyatno, dan Moh. Padli,

Strategi Pembelajaran Partisipatori di Perguruan Tinggi, Opcit, h. 128.


(24)

f. Simposium

Dalam simposium biasanya terdiri dari pembawa makalah, moderator, dan notulis, serta beberapa peserta symposium. Pembawa makalah diberi kesempatan untuk menyampaikan makalahnya di muka peserta secara singkat (antara sepuluh sampai lima belas menit). Selanjutnya diikuti oleh penyanggah dan tanggapan para audien. Bahasan diskusi kemudian disimpulkan dalam bentuk rumusan hasil simposium.

g. Informal debate

Biasanya bentuk diskusi ini kelas dibagi menjadi dua tim yang agak seimbang besarnya dan mendiskusikan subjek yang cocok untuk diperdebatkan. Fasilitator memberikan persoalan yang sama kepada kedua kelompok tersebut, dan memberikan tugas yang bertentangan, yaitu satu kelompok yang “pro” dan satu kelompok yang kontra.

h. Fish bowl

Bentuk diskusi ini terdiri dari beberapa orang peserta dan dipimpin oleh seorang ketua untuk mencari suatu keputusan. Tempat duduk diatur setengah melingkar dengan dua atau tiga kursi yang kosong menghadap peserta diskusi. Kelompok pendengar duduk mengelilingi kelompok diskusi yang seolah-olah melihat ikan yang berada dalam sebuah mangkok. Selama diskusi, kelompok pendengar yang ingin menyumbangkan pendapatnya dapat duduk di kursi yang kosong yang telah disediakan. Apabila ketua diskusi mempersilahkannya bicara, maka


(25)

dia boleh bicara dan kemudian meninggalkan kursi tersebut setalah selesai bicara.

i. The open discussion group

Kegiatan dalam bentuk diskusi ini akan dapat mendorong siswa agar lebih tertarik untuk berdiskusi dan belajar keterampilan dasar dalam mengemukakan pendapat, mendengarkan dengan baik, dan memperhatikan suatu pokok pembicaraan dengan tekun. Jumlah kelompok yang baik terdiri antara tiga sampai sembilan orang peserta. Dengan diskusi ini dapat membantu para siswa belajar mengemukakan pendapat secara jelas, memecahkan masalah, memahami apa yang dikemukakan oleh orang lain dan dapat menilai kembali pendapatnya.

j. Brainstorming

Bentuk diskusi ini akan menjadi baik bila jumlah anggotanya terdiri delapan samapi dua belas orang peserta. Setiap anggota kelompok diharapkan dapat menyumbangkan ide dalam pemecahan masalah. Hasil belajar yang diinginkan adalah menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan rasa percaya diri dalam upaya mengembangkan ide-ide yang ditemukan atau dianggap benar.11

Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan di atas, Engkoswara, Dalam bukunya Dasar-dasar Metodologi Pengajaran hanya membagi jenis diskusi menjadi lima, tiga di antaranya telah disebutkan sebelumnya yakni

11 M, Basyirudin Usman,


(26)

simposium, diskusi panel, dan buzz group. Adapun yang belum dijelaskan yaitu:

a. Diskusi kelas

Guru mengajukan persoalan kepada seluruh kelas, kemudian ditanggapi oleh anak-anak. Buru berfungsi sebagai pengatur, pendorong, dan pengarah pembicaraan. Pimpinan diskusi dapat juga dilakukan oleh anak. Diskusi semacam ini tampaknya agak formal karena itu ada kalanya disebut juga sebagai diskusi formal. Pembicaraan diatur oleh ketua diskusi. Siapa saja yang mau berbicara kadang-kadang harus mencatatkan diri, baru kemudian diperkenakan bicara. Segala pembicaraan dicatat oleh penulis dan pada akhir diskusi diajukan beberapa kesimpulan untuk ditanggapi anggotanya.

b. Diskusi Kuliah

Seorang pembicara, guru atau seorang anak berbicara di muka kelas mengemukakan persoalannya sekitar 20 atau 30 menit. Setelah itu diadakan pertanyaan-pertanyaan. Diskusi terbatas pada satu persoalan yang dikemukakan pembicara, sehingga melalui diskusi semacam itu persoalan diharapkan dibicarakan dan dipelajari secara mendalam.

Pembagian jenis-jenis diskusi itu pada dasarnya sama, yang membedakan dari kedua penjelasan itu adalah teknik penyajian materi dan jumlah pembagaian siswa dalam setiap kelompok diskusi.12

12

Engkoswara, Dasar-dasar Metodologi Pengajaran, (Jakarta: Bina Aksara. 1988), Cet. Kedua. h. 52


(27)

3. Kebaikan dan Kekurangan Metode Diskusi

Diskusi sebagai salah satu metode yang dapat digunakan untuk mecapai tujuan pendidikan tentunya tidak terlepas dari kelemhahan dan kelebihannnya.

a. Kebaikan

1) Suasana kelas hidup dan dinamis

2) Mempertinggi partisipasi siswa untuk mengeluarkan pendapatnya baik secara individu atau kelompok

3) Merangsang siswa untuk mencari jalan pemecahan masalah yang dihadapi bersama, dengan jalan bermusayawarah dan urun rembuk bersama-sama.

4) Melatih sikap kretaif dan dinamis dalam berpikir

5) Menumbuhkan sikap toleransi dalam berpendapat maupun bersikap 6) Hasil diskusi dapat disimpulkan dan mudah dipahami

7) Memperluas cakrawala dan wawasan berpikir peserta diskusi b. Kelemahan

1) Kemungkinan siswa yang tidak ikut aktif dijadikan kesempatan untuk bermain-main, dan menggangu temannya yang lain

2) Apabila suasana kelas tidak dapat dikuasai, kemungkinan penggunaam waktu tidak efektif, dan dapat berakibat tujuan pengajaran tidak tercapai


(28)

3) Sulit memprediksi arah penyelesaian diskusi. Hal ini terjadi jika proses jalannya diskusi hanya merupakan ajang perbedaan pendapat yang tidak ada ujung penyelesainnya.

4) Siswa mengalami kesulitan untuk mengeluarkan pendapat secara sistematis. Terutama bagi siswa yang memeiliki sifat pemalu dan rasa takut mengeluarkan pendapat

5) Kesulitan mencari tema diskusi yang aktual, hangat, dan menarik untuk didiskusikan. 13

B. METODE CERAMAH

1. Pengertian Metode Ceramah

Metode ceramah yang berasal dari kata lecture, memiliki arti dosen atau metode dosen, metode ini lebih banyak dipergunakan di kalangan dosen, karena dosen memberikan kuliah mimbar dan disampaikan dengan ceramah dengan pertimbangan dosen berhadapan dengan banyak mahasiswa yang mengikuti perkuliahan. Metode ini berbentuk penjelasan konsep, prinsip, dan fakta. 14

Yang dimaksud dengan metode ceramah yaitu cara menyampaikan suatu pelajaran tertentu dengan jalan penuturan secara lisan kepada anak didik atau khalayak ramai. 15 Adapun menurut Slameto ceramah ialah pidato yang

13 Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar,

Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 45.

14 Martinis Yamin,

Strategi Pembelajarn Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Gaung Persada Press, 2005) , Cet. Ketiga, h. 65.

15


(29)

disampaikan oleh seorang guru di depan sekelompok siswa atau kelas. 16 Pengertian senada disampaikan oleh H. Sudiyono dkk., bahwa metode ceramah merupakan metode yang memberikan penjelasan atau memberi deskripsi lisan secara sepihak (oleh seorang fasilitator) tentang suatu materi pembelajaran tertentu.17

Dari beberapa pengertian di atas dapat penulis ambil kesimpulan bahwa diskusi adalah metode penyampaian informasi atau pengetahuan (bahan pelajaran) yang dilakukan oleh guru secara lisan di hadapan murid atau peserta didik.

Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisonal, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan anatara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar . meski metode ini banyak menuntut keaktifan guru daripada anak didik, tetapi metode ini tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran. Apalagi dalam pendidikan dan pengajaran tradisonal, seperti dipedesaan yang kekurangan fasilitas.

Cara mengajar dengan ceramah dapat dikatakan juga sebagai teknik kuliah, merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara lisan.18

16 Slameto,

Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 100.

17 Sudiyono, dkk.,

Strategi Pembelajaran Partisipatori di Perguruan Tinggi , Opcit, h. 120. 18 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan zain,

Strategi Belajar Mengajar , (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 97.


(30)

Teknik ceramah memang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi, terutama kepada mereka yang termotivasi. Artinya, seseorang yang termotivasi untuk mendapatkan informasi tertentu. Di dalam pembelajaran bahasa Indonesia, teknik ceramah ini dapat digunakan untuk melatih keterampilan mendengar (menyimak). Siswa dilatih untuk membuat intisari dari ceramah yang didengarnya, kemudian mencertikan kembali dengan bahasanya ssendiri. Teknik ceramah dapat juga dirangkaikan dengan teknik yang lain, misalnya teknik tanya jawab, jika memang telah direncanakan setelah ceramah selesai siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan ceramah yang baru didengarnya.19

2. Kelebihan dan Kelamahan Metode Ceramah

Sebagaimana metode-metode pengajaran yang lain, metode ceramah pun tidak terlepas dari kelebihan dan kelemahan.

a. Kelebihan

1) Dalam waktu yang singkat guru dapat menyampaikan bahan sebanyak-banyaknya.

2) Organisasi kelas lebih sederhana tidak perlu mengadakan pengelompokan murid seperti pada metode yang lain.

3) Guru dapat menguasai seluruh kelas dengan mudah, walaupun jumlah murid cukup banyak.

19 Solchan, dkk,

Pendidikan Bahasa Indonesia di SD.,(Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 3.17


(31)

4) Guru sebagai penceramah berhasil baik, maka dapat menimbulkan semangat, dan kreasi yang konstruktif.

5) Fleksibel, dalam arti bahwa jika waktu sedikit bahan dapat dipersingkat, diambil yang penting-penting saja, jika waktu banyak dapat disampaikan sebanyak-banyaknya dan mendalam.

b. Kelamahan

1) Guru sulit mengetahui pemahaman anak didik terhadap bahan-bahan yang diberikan

2) Kadang-kadang guru cenderung ingin menyampaikan bahan yang sebanyak-banyaknya hingga menjadi bersifat pemompaan.

3) Anak didik cenderung menjadi lebih pasif dan ada kemungkinan kurang tepat dalam mengambil kesimpulan, berhubung guru dalam menyampaikan bahan pelajaran dengan lisan

4) Jika guru tidak memperhatikan segi psikologis dari anak didik, ceramah dapat bersifat melantur dan membosankan. Sebaliknya kalau guru berlebih-lebihan berusaha untuk menimbulkan inti dan isi ceramah menjadi kabur.20

Mengingat adanya berbagai kelemahan yang ada dalam metode ceramah, maka perencanaan yang matang sangat diperlukan. Untuk itu hal-hal yang dapat membantu daya ingat peserta didik dalam belajar perlu mendapat perhatian yang cukup dari seorang guru. Dalam hal ini, Bligh memberikan beberapa saran yang cukup baik untuk di simak dan dipertimbangkan yang

20 Abu Ahmad dan Joko Tri Prasetya,

Strategi Belajar Mengajar, (Bandung : Pustaka Setia, 2005) Cet. II. h. 56.


(32)

berupa faktor-faktor yang dapat membantu daya ingat peserta didik dalam belajar, yaitu:

1. Membuat pembelajaran bermakna

Pembelajaran yang bermakna mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi peserta didik dalam belajar. Kata bermakna di sini dapat berarti sejauh mana informasi yang disampaikan oleh guru atau dosen sesuai dengan informasi yang dimiliki peserta didik, atau sejauh mana informasi tersebut memenuhi harapan mereka.

2. Keseluruhan atau parsial

Pembicaraan tentang keseluruhan atau parsial ini terus menjadi bahan diskusi bagi para pendidik dan ahli psikologi. Yang dimaksud dengan keseluruhan semua topik materi dalam satu waktu tertentu diberikan dalam satu waktu. Sementara parsial adalah materi diberikan sepotong-potong. Jadi sejumlah materi yang akan diberikan dalam jangka waktu tertentu, seperti jam pelajaran, diberikan sedikit demi sedikit dan disellingi dengan waktu jeda.

3. Pengaturan materi dengan baik

Materi atau pelajaran yang disampaikan dengan urutan yang logis, akan lebih mudah dipahami oleh peserta didik dibandingkan dengan materi yang tidak teratur. Beberapa bentuk penyusunan materi dengan metode ceramah anatara lain adalah bentuk hirarki dan mata rantai.


(33)

4. Reharsing the material (mengingat-ingat materi)

Para ahli psikologi percaya bahwa mengingat kembali materi yang baru saja diberikan oleh pengajar adalah faktor penting dalam membantu daya ingat peserta didik. Cara seperti ini dalam dilakukan dengan menyatakan kembali dalam hati atau mengulang materi dengan teman-teman.

5. Pengulangan oleh guru atau dosen

Mengulang-ulang penjelasan terhadap suatu materi dapat membantu peserta didik dalam mengingat pelajaran. Pengulangan ini dilakukan dengan porsi yang tidak berlebihan dengan maksud memberi penekanan terhadap materi yang dianggap materi.21

C. HASIL BELAJAR

1. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar” . pengertian hasil (product) menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkannya berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah bahan (raw material) menjadi barang jadi (finished good). Hal yang sama berlaku untuk memberikan batasan bagi istilah hasil panen, hasil penjualan, hasil pembangunan, termasuk hasil belajar. Dalam siklus input-proses-hasil, hasil dapat dengan jelas dibedakan dengan input akibat

21

Zaini Hisyam, bermawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008) , h. 94-96.


(34)

perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegaiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar, peserta didik berubah perilakunya disbanding sebelumnya. Hubungan itu digambarkan oleh Grounlound sebagai berikut: Belajar adalah proses dalam individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Perubahan ini diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman.

Belajar merupakan proses yang unik dan kompleks. Keunikan tersebut disebabkan karena hasil belajar hanya terjadi pada individu yang belajar, tidak pada orang laindan setiap individu menampilkan perilaku belajar yang berbeda. Perbedaan penampilan itu disebabkan karena setiap individu mempunyai karakteristik individual yang khas, seperti minat, intelegensi, perhatian, bakat, dan sebagainya.

Proses pengajaran merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat peserta didik belajar. Proses sadar mengandung implikasi bahwa pengajaran merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran (goal directed). Dalam konteks demikian maka hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar peserta didik sesuai dengan tujuan pengajaran (ends are being attained).22

22 Ahmad Qurtubi,

Pengantar teori evaluasi pendidikan, (Tanggerang: Bintang Harapan Sejahtera. 2009), h. 49.


(35)

2. Sasaran Evaluasi Hasil Belajar

Dalam sejarah pengukuran dan penilaian pendidikan tercatat, bahwa pada kurun waktu tahun empat puluhan, beberapa orang pakar pendidikan di Amerika Serikat yaitu Benjamin S. Bloom, M. D. Englehart, E. Furst, W. H. Hill, Daniel R. Kratwohl dan didukung pula oleh Ralph A. Tylor, mengembangkan suatu metode pengklasifikasian tujuan pendidikan yang disebut taxonomy. Ide untuk membuat taksonomi itu muncul setelah lebih kurang lima tahun mereka berkumpul dan mendiskusikan pengelompokan tujuan pendidikan, yang pada akhirnya melahirkan sebuah karya Bloom dan kawan-kawannya itu, dengan judul Taxonomy of educational objectives.

Benjamin S. Bloom dan kawan-kawan berpendapat bahwa taksonomi (pengelompokan) tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu pada tiga jenis domain (daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik yaitu; ranah proses berfikir (cognitive domain), ranah nilai atau sikap (affective domain), dan ranah keterampilan (psychomotor domain).23

Mengingat ranah-ranah yang terkandung dalam suatu tujuan pendidikan merupakan sasaran evaluasi hasil belajar, maka kita perlu mengenal secara terperinci. Pengenalan terhadap ranah tersebut akan sangat membantu pada saat memilih dan menyusun instrumen evaluasi hasil belajar. Adapun ranah-ranah tersebut sebagai berikut:

23 Anas Sudijono,


(36)

a. Segi Kognitif

Tujuan ranah kognitif berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan informasi, serta pengembanagan keterampilan intelektual (Jaralinek dan Foster). Taksonomi atau penggolongan tujuan ranah kognitif oleh Bloom, mengemukakan adanya 6 (enam) kelas atau tingkat yaitu:

1) Pengetahuan (knowledge)

Merupakan tingkat terendah tujuan ranah kognitif berupa pengenalan dan pengingatan kembali terhadap pengetahuan tentang fakta, istilah, dan prinsip-prinsip dalam bentuk seperti mempelajari. Dalam pengenalan siswa diminta untuk memilih salah satu dari dua atau lebih jawaban.

2) Pemahaman (comprehension)

Merupakan tingkat berikutnya dari tujuan ranah kognitif berupa kemampuan memahami atau mengerti tentang pelajaran yang dipelajari tanpa perlu menghubungkan dengan isi pelajaran lainnya. Dalam pemahaman siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep.

3) Penerepan (aplikasi)

Penerapan merupakan kemamapuan menggunakan generalisasi atau abstraksi lainnya yang sesuai dalam situasi konkret atau situasi baru. Dalam penerapan, siswa dituntut untuk memiliki


(37)

kemampuan untuk menyeleksi generalisasi atau abstraksi tertentu (konsep, dalil, hukum, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar.

4) Analisis

Analisis merupakan kemampuan menjabarkan isi pelajaran ke bagaian-bagian yang menjadi dasar unsur pokok. Untuk analisis, siswa diminta untuk menganalisis hubungan atau situasi yang kompleks atau konsep-konsep dasar.

5) Sintesis

Sintesis merupakan kemampuan menggabungkan unsur-unsur pokok ke dalam struktur yang baru. Dalam sintesis, siswa diminta untuk melakukan generalisasi.

6) Evaluasi

Evaluasi merupakan kemampuan meniliai isi pelajaran untuk suatu maksud atau tujuan tertentu. Dalam evaluasi siswa diminta untuk menerapkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk menilai suatu kasus 24

24 Dimyati dan Mudjiono,

Belajar dan Pembelajaran , (Jakarta: Rineka Cipta, 2006) , Cet. Ketiga, h. 203-205


(38)

b. Segi Afektif

Segi afektif dapat diuraikan menjadi lima taraf, yaitu: 1) Memperhatikan (Receiving/attending)

Taraf pertama ini berkaitan dengan kepekaan pelajar terhadap rangsangan fenomena yang datang dari luar. Taraf ini dibagi lagi ke dalam tiga kategori, yaitu kesadaran akan fenomena, kesedian menerima fenomena, dan perhatian yang terkontrol atau terseleksi terhadap fenomena.

2) Merespons (Responding)

Pada taraf ini pelajar tidak lagi sekedar memperhatikan fenomena. Ia sudah memiliki motivasi yang yang cukup, sehingga tidak saja mau memperhatikan, tetapi juga bereaksi terhadap rangsangan. Dalam hal ini termasuk ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang kepada dirinya. 3) Menghayati nilai (Valuing)

Pada taraf ini tampak bahwa pelajar sudah menghayati dan menerima nilai. Perilakunya dalam situasi tertentu sudah cukup konsisten, sehingga sudah dipandang sebagai orang yang sudah mengahayati nilai.

4) Mengorganisasikan

Pada taraf ini pelajar mengembangkan nilai-nilai ke dalam satu sistem organisasi, dan menentukan hubungan satu nilai dengan nilai yang lain, sehingga menjadi satu sistem nilai. Termasuk


(39)

dalam proses organisasi ini adalah memantapkan dan memprioritaskan nilai-nilai yang telah dimilikinya. Nilai itu terdapat dalam berbagai situasi dan pelajaran, terutama sejarah dan agama.

5) Menginternalisasikan nilai

Pada taksonomi afektif tertinggi ini, nilai-nilai yang dimiliki pelajar telah mendarah daging serta memengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku. Dengan demikian, ia sudah dapat digolongkan sebagai orang yang memegang nilai.

c. Segi Psikomotorik

Segi psikomotorik dapat diuraikan ke dalam taraf-taraf di bawah ini: 1) Persepsi

Taraf pertama dalam melakukan kegiatan yang bersifat motorik ialah menyadri objek, sifat, atau hubungan melalui alat indra. Taraf ini mencakup kemampuan menafsirkan rangsangan, peka terhadap rangsangan, dan mendiskriminasikan rangsangan. Taraf ini merupakan bagian utama dalam rangkaian situasi yang menimbulkan kegiatan motorik.

2) Kesiapan (set)

Pada taraf ini terdapat kesiapan untuk melakukan tindakan atau untuk beraksi terhadap sesuatu kejadian menurut cara tertentu. Kesiapan mencakup tiga aspek, yaitu intelektual, fisis, dan emosional. Karena pada taraf ini terlihat tindakan seseorang


(40)

bahwa ia sedang berkonsentrasi dan menyiapkan diri secara fisis maupun mental.

3) Gerakan terbimbing (respon terbimbing)

Taraf ini merupakan permulaan pengembangan keterampilan motorik. Yang ditekankan ialah kemampuan yang merupakan bagian dari keterampilan yang lebih kompleks. Respon terbimbing adalah perbuatan individu yang dapat diamati, yang terjadi dengan bimbingan individu lain yang memberi contoh.

4) Gerakan terbiasa (respon mekanistis)

Pada taraf ini pelajar sudah yakin akan kemampuannya dan sedikit banyak terampil melakukan suatu perbuatan. Di dalamnya sudah terbentuk kebiasaan untuk memberi respon sesuai dengan jenis-jenis perangsang dan situasi yang dihadapi. Jadi pelajar sudah berpegang pada pola.

5) Gerakan (respon) kompleks

Pada taraf ini pelajar dapat melakukan perbuatan motorik yang kompleks, karena pola gerakan yang dituntut memang sudah kompleks. Perbuatan itu dapat dilakukan secara lancar, luwes, supel, gesit, atau lincah, dengan menggunakan tenaga dan waktu yang sedikit.

Taraf yang disebut terakhir ini masih bias dikembangkan dengan keterampilan menyesuaikan diri dan bervariasi. Lebih tinggi dari itu


(41)

muncul kreativitas untuk berinisiatif dan mencipatakan sesuatu yang baru.25

3. Faktor yang Memengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Belajar sebagai suatu proses sudah barang tentu harus ada yang diproses (masukan atau input) dan hasil dari pemrosesan (keluaran atau output). Jadi dalam hal ini kita dapat menganalisis kegiatan belajar itu dengan pendekatan analisis system. Dengan pendekatan sistem ini sekaligus kita dapat melihat adanya berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Dengan pendekatan sistem, kegiatan belajar dapat digambarkan sebagai berikut:

25 Munzier Suparta dan Hery Noer Aly,

Metodologi Pengajaran Agama Islam, Opcit, h. 52.

TEACHING – LEARNING PROCESS

INSTRUMENTAL INPUT

ENVIRONMENTAL INPUT

OUTPUT RAW INPUT


(42)

Gambar di atas menunjukkan bahwa masukan mentah (raw input) merupakan bahan baku yang perlu diolah, dalam hal ini diberi pengalaman belajar tertentu dalam proses belajar-mengajar (teaching-learning process). Di dalam proses bejaja-mengajar itu turut berpengaruh pula sejumlah faktor lingkungan (environmental input), dan berfungsi sejumlah faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasikan (instrumental input) guna menunjang tercapainya keluaran yang dikehendaki (output). Berbagai faktor tersebut berinteraksi satu sama lain dalam menghasilkan keluaran tertentu.

Di dalam proses belajar-mengajar di sekolah, maka yang dimaksud masukan mentah atau raw input adalah siswa, sebagai raw input siswa memiliki karakteristik tertentu , baik fisiolgis maupun psikologis. Mengenai faktor fisiologis ialah bagaimana kondisi fisik, panca indera, dan sebagainya. Sedangkan yang menyangkut psikologis adalah: minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan kognitif, dan sebagainya.

Sedangkan yang termasuk instrumental input atau faktor-faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasikan adalah; kurikulum atau bahan pelajaran, guru yang memberikan pengajaran, sarana dan fasilitas, serta manajemen yang berlaku di sekolah yang bersangkutan. Di dalam keseluruhan sistem, maka instrumental input merupakan faktor yang sangat penting pula dan paling menentukan dalam pencapaian hasil atau output yang dikehendaki, karena instrumental input inilah yang menentukan


(43)

bagaimana proses belajar-mengajar itu akan terjadi di dalam dan diri si pelajar.26

Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni; faktor internal (faktor dari dalam siswa), faktor eksternal (faktor dari luar siswa), dan faktor pendekatan belajar (approach to learning).

a). Faktor internal siswa

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendri meliputi dua aspek, yakni: 1) aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah); 2) aspek psikologis (yang bersifat rahaniah)

Pertama, Aspek fisiologis. Aspek fisiologis meliputi Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otat) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendi, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.

Kedua, Aspek psikologis. Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniah siswa pada umumnya dipandang esensial itu adalah sebagai berikut; tingkat kecerdasan atau intelegensi, sikap, bakat, minat, dan motivasi siswa.

b) Faktor Eksternal Siswa

Seperti faktor internal siswa, fator eksternal siswa juga terdiri atas dua macam yakni faktor lingkungan sosial dan lingkungan nonsosial.

26 M. Ngalim Purwanto,

Psikologi Pendidikan. (Bandung: Rosda Karya, 2010), Cet. Keduapuluh Empat, h. 106.


(44)

Faktor lingkungan sosial meliputi para guru, para staf administrasi, teman-teman sekelas, masyarakat dan tetangga, serta teman-teman sepermainan. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.

Faktor lingkungan nonsosial meliputi gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yanag digunakan siswa.

c) Faktor pendekatan belajar

Pendekatan belajar dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa untuk menunjang keefektifan dan efesiensi dalam proses pembelajaran materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikan rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. 27

Sedangkan menurut Wasty Soemanto, banyak sekali faktor yang mempengaruhi belajar. Namun, dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi belajar, dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu, faktor stimulasi belajar, faktor metode belajar, dan faktor-faktor individual.

Pertama, faktor stimulasi belajar. Yang dimaksud dengan stimulasi belajar di sini yaitu segala hal di luar individu yang merangsang individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Yang termasuk faktor-faktor stimulasi belajar yaitu panjangnya bahan pelajaran, kesulitan bahan

27 Muhibbin Syah,


(45)

pelajaran, berartinya bahan pelajaran, berat ringanya tugas, dan suasana lingkungan eksternal.

Kedua, faktor metode belajar. Metode mengajar yang dilakukan oleh guru sangat mempengaruhi metode balajar yang dipakai oleh si pelajar. Dengan perkataan lain, metode yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti bagi proses belajar. Faktor metode belajar menyangkut hal berikut: kegiatan berlatih atau praktik, overlearning dan drill, resitasi selama belajar, pengenalan tentang hasil belajar, belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian, penggunaan modalitas indra, bimbingan dalam belajar, dan kondisi insentif.

Ketiga, Faktor individual. Faktor individual sangat besar pengaruhnya terhadap belajar seseorang. Adapun yang termasuk faktor individual yaitu: kematangan, faktor usia kronologis, faktor perbedaan jenis kelamin, pengalaman sebelumnya, kapasitas mental, kondisi kesehatan jasmani, kondisi kesehatan rohani, dan motivasi.28

D. PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA

1. Hakikat dan Ciri Pembelajaran

Pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian ekstrim yang berperan terhadap rangkaian kejadian intern yang berlangsung dialami siswa. Sementara Gagne, mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan

28 Wasty Soemanto.


(46)

peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuatnya berhasil guna. Dalam pengertian lainnya, Winkel mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan dan penciptaan kondisi-kondisi ekstrem sedemikian rupa, sehingga menunjang proses belajar siswa dan tidak menghambatnya.

Pengertian pembelajaran yang lain dikemukakan oleh Miarso, menyatakan bahwa pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali. Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut:

a. Merupakan upaya sadar dan disengaja. b. Pembelajaran harus membuat siswa belajar.

c. Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan d. Pelaksanaannya terkendali, baik isi, waktu , proses, maupun hasilnya.29 2. Prinsip-prinsip Pembelajaran

Sesuai dengan hakikat pembelajaran yang telah disebutkan di atas, ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan ketika mengelola kegiatan pembelajaran, di antaranya sebagai berikut.

a. Berpusat pada siswa

Prinsip ini mengandung makna bahwa dalam proses pembelajaran siswa menempati posisi sentral sebagai subjek belajar. Keberhasilan proses

29 Evaline Siregara dan Hartini Nara,

Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 14.


(47)

pembalajaran tidak diukur dari sejauh mana materi pembelajaran telah disampaikan guru akan tetapi sejuah mana siswa telah berhasil menguasai materi pembelajaran.

b. Belajar dengan melakukan

Prinsip ini mengandung makna bahwa belajar adalah berbuat (learning by doing) dan bukan hanya mendengarkan, mencatat sambil duduk di bangku. Dengan kata lain, belajar adalah proses beraktivitas. Siswa bukan hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi dengan cara menghafal, akan tetapi memperoleh informasi secara mandiri dan kreatif melalui aktivitas mencari dan menemukan.

c. Mengembangkan kemampuan sosial

Manusia adalah makhluk sosial. Sejak lahir sampai akhir hayat tidak mungkin hidup sendiri. Ia membutuhkan komunikasi dan bantuan orang lain. Berdasarkan kenyataan tersebut maka proses pembelajaran bukan hanya mengembangkan kemampuan intelektual akan tetapi kemampuan sosial.

d. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah manusia.

Rasa keingintahuan adalah fitrah yang dimiliki manusia dan tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Perkembangan kebudayaan manusia yang menakjubkan seperti sekarang ini, didorong oleh fitrah dan keingintahuan manusia. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus mampu melatih kepekaan dan keingintahuan setiap individu terhadap segala sesuatu yang terjadi.


(48)

e. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah

Kehidupan manusia tidak terlepas dari masalah yang harus diselesaikan. Pengetahuan yang diperoleh siswa dari proses pembelajaran harus dapat dijadikan sebagai alat untuk memecahkan masalah.

f. Mengembangkan kreativiitas siswa

Salah satu tujuan kurikulum adalah untuk membentuk manusia yang kreatif dan inovatif. Selain untuk mengembangkan kemampuan sisi akademik, proses pembelajaran juga dapat mendorong kreativitas siswa. g. Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi

Dalam kehidupan globalisasi sekarang ini teknologi sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Ketergantungan manusia terhadap hasil-hasil teknologi begitu tinggi, dari mulai teknologi sederhana sampai penggunaan alat-alat transportasi dan komunikasi yang modern. Semua ini harus menjadi pertimbangan dalam pengelolaan pendidikan. Pendidikan dituntut membekali setiap individu agar mampu memanfaatkan hasil-hasil teknologi. Pengenalan dan kemampuan memanfaatkan hasil-hasil teknologi harus menjadi bagian dalam proses pembelajaran.

h. Menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik

Salah satu kelemahan pendidikan saat ini adalah kelemahan dalam menciptakan lulusan yang memiliki kesadaran terhadap aturan dan norma kemasyarakatan. Kurikulum pada zaman sekarang setiap guru


(49)

mata pelajaran memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan manusia yang sadar dan penuh tanggung jawab sebagai warga negara. i. Belajar sepanjang hidup

Kehidupan manusia selalu berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Apa yang dipelajari dewasa ini belum tentu relevan dengan keadaan pada masa yang akan datang. Maka dari itu, proses belajar mestinya tidak terbatas pada pendidikan formal waktu sekolah saja. Akan tetapi, setiap manusia harus terus belajar untuk mengikuti perkembangan zaman, agar mampu beradaptasi dalam setiap perubahan. Oleh karena itu, proses belajar sepanjang hayat harus terus diciptakan.30

3. Karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia

Menurut Mulyana Istilah karakteristik dalam terminologi dapat ditafsirkan sebagai ciri-ciri atau kekhasan yang tampak dalam cara kerja atau aturan tentang bagaimana ilmu itu dioperasikan. Ciri-ciri itu kemudian mewujud menjadi kekhasan sebuah kajian yang pada akhirnya kita pahami sebagai sifat.

Sebagai sebuah ilmu, pengajaran bahasa Indonesia memiliki kekhasan sendiri. Pengajaran bahasa Indonesia memiliki dua dimensi, yaitu dimensi kebahasaan sebagai objek kajian dan dimensi pengajaran sebagai cara atau alat untuk menerapkan teori. Adapun karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia sebagai berikut.

30 Yusi Rosdiana dan Lis setiawati,

Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Bahasa Indonesia , (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 1.27.


(50)

a. Bersifat komunikatif

Salah satu doktrin yang selalu didengung-dengungkan dalam pengajaran bahasa, yaitu belajar berkomunikasi. Pembelajaran bahasa dirancang untuk menciptakan kompetensi komunikatif bagi para pembelajar. Kompetensi komunikatif merupakan bekal utama bagi para siswa untuk menjalankan aktivitas komunikasinya di lingkungan sosial masyarakat. Selain itu, kompetensi kominikatif pun merupakan landasan bagi siswa untuk beroleh ilmu pengetahuan, memaknai pengalaman dan mengembangkan norma kedewasaan yang berlaku di lingkungan sosialnya.

b. Bersifat kontekstual

Pembelajaran bahasa Indonesia bersifat kontekstual artinya pembelajaran harus berhubungan dengan kebutuhan pembelajar dan kebermaknaan bagi anak. Tujuan kehidupan mereka berangkat dari pengalaman awal mereka. Dengan demikian, konteks sangat penting dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Penyampaian materi pembelajaran bahasa Indonesia harus menciptakan kondisi lingkungan belajar yang realistik. Hal ini penting agar relevansi antara materi yang dipelajari siswa di kelas dan kenyataan yang mereka hadapi di lingkungan masyarakat tidak bias. Seyogianya, materi yang mereka pelajari di kelas harus dapat memberikan manfaat terhadap lingkungan kehidupannya di masyarakat.


(51)

Salah satu sifat bahasa adalah sistematis, yaitu bahasa tersusun atas beberapa sistem satuan terkecil (bunyi) hingga sistem satuan yang terbesar (kalimat). Sistem tersebut berurutan dan berewujud dalam suatu pola. Hal ini memberikan implikasi bahwa dalam pengajaran bahasa, materi yang diberikan harus berurutan. Dalam menyampaikan materi bahasa mengenal adanya prinsip dasar, yaitu dari dekat ke jauh, mudah ke sukar, dan konkret ke abstrak.

d. Menantang pembelajar memecahkan masalah nyata

Pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan mampu menerapkan prinsip kebermaknaan kepada para pembelajar. Karena dengan kebermaknaan para pembelajar akan mampu memahami konsep materi dengan sempurna. Dengan demikian, pembelajaran bahasa Indonesia diharapkan mampu memfasilitasi para pembelajar untuk berlatih memecahkan masalah-masalah nyata dalam kehidupan. Untuk mencapai hal tersebut sudah seyogianya para pembelajar dibawa pada konflik pengetahuan dan penyusunan konsep baru untuk menafsirkan hal yang belum pasti sehingga mereka dapat memaknai setiap peristiwa yang terjadi.

e. Membawa pembelajar kepada pembelajaran aktif

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu merangsang minat dan motivasi siswa untuk giat berlatih dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan proses belajar. Guru harus mampu merangsang sikap siswa agar terlibat secara penuh terhadap aktivitas belajar, melalui


(52)

kegiatan belajar yang aktif. Pembelajar dapat berpikir kritis dan menyusun makna dari sesuatu yang dipelajari untuk merefleksikan secara kritis pula dalam kehidupannya.

f. Penyusunan bahan dilakukan guru sesuai dengan minat dan keperluan pembelajar

Dalam konteks belajar mengajar, guru merupakan sosok penting yang turut serta menentukan ketercapaian tujuan belajar. Guru adalah kreator yang harus mampu menangkap dan memahami kebutuhan pembelajar. Aktivitas yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar harus didasarkan pada analisis kebutuhan pembelajar. Bahan-bahan yang diberikan dalam pembelajatran harus benar-benar didasarkan pada kebutuhan dan minat pembelajar. Hal ini dapat dilakukan dengan mengaitkan antar pengembangan dan pengetahuan pembelajar.31

4. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia

Bahasa Indonesia memiliki peran sentral dalam perkembangan sosial dan intelektual peserta didik dan merupakan penunjang dalam mempelajari semua pelajaran. Pembelajaran bahasa dapat diharapakan membantu peserta didik mengenal diri budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat, menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.

31Ma’mur Saadie, dkk,

Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 7.3.


(53)

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan pada peningkatan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, secara lisan dan tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya sastra.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang standar isi, kedudukan, dan fungsi bahasa pelajaran bahasa Indonesia Pendidikan Menengah Umum (PMU) ke dalam tiga kelompok mata pelajaran yaitu: a. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian bertujuan :

membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaaan dan cinta tanah air. Tujuan ini dicapai melalui muatan atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni, dan budaya.

b. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan: mengembangkan logika, kemampuan berfikir, dan analisis peserta didik. Tujuan ini dicapai melalui muatan atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam (IPA), ilmu pengetahuan sosial (IPS), keterampilan atau kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi (TIK), serta muatan lokal yang relevan

c. Kelompok mata pelajaran estetika bertujuan: membentuk karakter peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya. Tujuan ini dicapai melalui muatan atau kegiatan bahasa, seni, dan budaya, keterampilan, dan mutan lokal yang relevan.


(54)

Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk membakali PMU dengan kemampuan minimal dalam hal: penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Secara spesifik, tujuan pembelajaran bahasa Indonesia tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Berkomunikasi secara efektif dan efesien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan.

2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa Persatuan dan bahasa Negara

3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan

4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.

5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa

6. Mengahargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.32

5. Fungsi Pembelajaran Bahasa Indonesia

Sebagai mata pelajaran yang wajib dipelajari pada jenjang pendidikan, bahasa Indonesia memiliki beraneka ragam fungsi. Secara umum, fungsi

32 M. Umar muslim,

KTSP dan Pembelejaran Bahasa Indonesia, http://www.scribd.com. Kamis, 28 Juli 2011.


(55)

pembelajaran bahasa Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu fungsi intrinsik dan fungsi instrumentatif.

Pembelajaran bahasa Indonesia berfungsi secara intrinsik, yaitu pembelajaran difungsikan sebagai proses pembinaan dan pengembangan bahasa sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk berbagai keperluan. Pembelajaran bahasa Indonesia berfungsi sebagai sebuah proses untuk membina dan mengembangkan bahasa Indonesia agar tercapai kondisi kebahasaan yang bersifat mantap, dinamis, dan terbuka.

Pembelajaran bahasa Indonesia berfungsi secara instrumentatif, yaitu bahwa pembelajaran bahasa digunakan sebagai instrumen untuk mengembangkan sistem nilai ilmu pengetahuan dan sistem nilai norma kedewasaan yang berlaku di masyarakat. Pembelajaran bahasa Indonesia dijadikan sebagai sebuah sarana untuk mentransfer segala bentuk pengetahuan dan nilai-nilai positif yang berlaku di masyarakat. Fungsi instrumentatif bermakna juga bahwa bahasa Indonesia adalah sarana untuk menumbuh kembangkan sikap toleransi, saling menghargai, dan sikap tanggung jawab.33

33


(56)

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMK Grafika Yayasan Lektur Lebak Bulus Jakarta Selatan. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini kurang lebih selama satu bulan setengah atau selama empat kali pertemuan mulai dari 11 Juli sampai dengan 23 Agutus 2011 tahun pelajaran 2011-2012.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

quasi-eksperimen. Penelitian ini membandingkan dua kelompok yang diberi perlakuan dengan metode diskusi (kelas eksperimen) dan metode ceramah (kelas kontrol), kemudian membandingkan hasil belajar dari dua kelompok yang diberi perlakuan tersebut dengan tujuan mengetahui perbedaan hasil belajar yang siswa dapatkan setelah diadakan perlakuan

Desain Penelitian

Kelas Treatment Tes

Eksperimen Metode diskusi Hasil Belajar (X) Kontrol Metode konvensional (ceramah) Hasil Belajar (Y)


(57)

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Grafika Yayasan Lektur, dengan jumlah kurang lebih 120 siswa. Peneliti mengambil 50% dari populasi yang ada maka didapat 57 siswa. Peneliti mengambil sampel dengan cara cluster random sampling (CSR) dan didapat kelas XI A dan XIB, di mana kelas XI A kelas yang dalam pembelajarannya menggunakan metode diskusi sedangkan XI B kelas yang dalam pembelajarannya menggunakann metode ceramah.

D. Instrumen Penelitian 1. Uji Validitas Item

Validitas item dari suatu item adalah ketepatan mengukur yang dimiliki oleh sebutir item (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari tes sebagai suatu totalitas), dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir item tersebut. Sebutir item dapat dikatakan telah memiliki validitas yang tinggi atau dapat dinyatakan valid, jika skor-skor pada butir-butir item yang bersangkutan memiliki kesesuaian atau kesejajaran arah dengan skor totalnya, atau dengan bahasa statistik; ada korelasi positif yang signifikan antara skor item dengan skor totalnya.34

34


(58)

Adapun untuk mengetahui validitas item dari suatu soal kita bisa menggunakan rumus:

rpbi =

q p SD M M t t p

dengan SDt = 2 2 2 ) ( ) ( N X N

Xt   t

rpbi = koefisien korelasi point biserial yang melambangkan kekuatan korelasi antara variabel I dengan variabel II, yang dalam hal ini dianggap sebagai koefisien validitas item

Mp = Skor rata-rata hitung yang dimiliki oleh testee, yang untuk butir item yang bersangkutan telah dijawab dengan betul

Mt = skor rata-rata dari skor total

SDt = Deviasi standar total (Deviasi Standar dari skor total).

p = Proporsi testee yang menjawab betul terhadap butir item yang sedang diuji validtas itemnya

q = proporsi testee yang menjawabsalah terhadap butir item yang sedang diuji validitas itemnya

2. Uji Reliabilitas

Realibilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tepat. Pengertian realibilitas tes, berhubungan dengan masalah ketepatan hasil tes.


(59)

Uji reliabilitas tes bentuk pilihan ganda dengan rumus KR-20:35

r11 =               2 2 1 S pq S k k Keterangan:

r11 = reliabilitas menggunakan persamaan KR-20

p = proporsi peserta tes menjawab benar

q = proporsi peserta tes menjawab salah (q = 1 – p) pq = jumlah perkalian antara p dan q

k = banyaknya soal yang valid

S = standar deviasi atau simpangan baku merupakan akar varian

yang dapat dicari dengan persamaan: S = N

x2 

N = jumlah peserta tes

x2 = jumlah deviasi dari rerata kuadrat

3. Pengujian Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sulit. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memcahkannya. Sebalikknya, soal yang terlalu sukar akan menyebabakan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena diluar jangkauannya.

35

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi pendidkan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010),Edisi Revisi. Cet. 11. h. 101.


(60)

Bilangan yang menunjukan sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index). Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 0,1. Indeks kesukaran ini menunjukkan taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0,00 menunjukkan bahwa soal itu terlau sukar. Sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soal terlalu mudah.

Indeks kesukaran butir-butir soal ditentukan dengan rumus:36

P = JS

B

Keterangan:

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = Jumlah seluruh peserta tes

P = Indeks kesukaran

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:

4. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal, adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).

36

Ibid. h. 208.

- Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar - Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang - Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah


(61)

Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, disingkat D (d besar). Seperti halnya indeks kesukaran, indeks diskriminasi (daya pembeda) ini berkisar 0,00 samapai 1,00. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa yang pandai, begitu juga sebaliknya.

Daya pembeda tiap butir soal ditentukan dengan rumus:37

DP =

JB BB JA BA

 Keterangan:

BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar.

BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar.

JA = banyaknya peserta kelompok atas. JB = banyaknya peserta kelompok bawah. DP = daya pembeda.

Klasifikasi daya pembeda:

37

Ibid.h.213 s.d. 214

D : 0,00 – 0,20 : Jelek (poor)

D : 0,20 – 0,40 : Cukup (satisfactory) D : 0,40 – 0,70 : Baik (good)


(62)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Dokumentasi. Cara pengumpumpulan data ini dengan mengambil data siswa yang terdapat di SMK Grafika Yayasan Lektur Lebak Bulus. Data yang dimaksud berupa daftar absensi siswa dan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2. Tes. Pengumpulan data melalui tes dalam penelitian ini menggunakan tes tertulis jenis pilihan ganda sebanyak 20 soal yang telah diuji validitas, homogenitas, daya beda soal, dan indeks kesukarannya. 3. Observasi. Dalam tahap ini penulis melakukan observasi terhadap

kelas-kelas yang akan dijadikan kelompok kontrol maupun ekperimen. Bentuk observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan wawancara dengan guru bahasa Indonesia terkait dengan metode pembelajaran yang sering digunakan.

F. Teknik Analisis data 1. Uji Normalitas

Menguji normalitas data kerapkali disertakan dalam suatu analisis statistika inferensial untuk satu arah atau lebih kelompok sampel. Normalitas sebaran data menjadi sebuah asumsi yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik apa yang dipakai dalam penganalisisan.


(1)

VI. Penilaian

Jenis : Proses dan tulis

Bentuk : Pengamatan dan Tugas

VII. Butir Soal dan Kunci Jawaban terlampir

VIII. Penskoran

Penilaian proses (terlampir)

Pedoman penilaian tugas (diskusi) dan pembuatan dialog

Sangat baik : 100 Baik : 80 Cukup : 60 Kurang : 50

Nilai Akhir

No Penilaian Proses Nilai

1

No tugas / diskusi Nilai

1

Nilai Akhir : N1+N2 N

Jakarta, 22 Juli 2011

Guru Pend. Bahasa Indonesia Mahasiswa PBSI

Dra. Supadmi Hendri Pradiyanto

Mengetahui

Kepala SMK Grafika Yayasan Lektur

Drs. Turyono, M.Pd.


(2)

Soal dan Jawaban 1. apa yang anda ketahui tentang kata, frasa, kalusa?

2. Dari bentuknya, kata dapat dibedakan menjadi empat macam. Sebutkan dan berikan contohnya masing-masing?

3. Buatlah kalimat dengan menggunakan ungkapan di bawah ini! a. Makan garam

b. Buah tangan c. Kambing hitam

4. Jelaskan pengertian dan berikan contoh dari a. Makna konotasi

b. Makna denotasi c. Idiomatik (ungkapan) d. Sinonim

e. Antonim

Jawaban

1. Kata : Satuan terkecil dari tatarana bahasa yang bermakna

Frasa : Kumpulan dari beberapa kata yang tidak memiliki fungsi predikatif Klausa : Kumpulan adari bebrapa kata yang telah atau sudah memiliki predikat

atau fungsi predikatif 2. Kata benda : Meja, kursi, dan pensil Kata kerja : Makan, Minum, dan belajar Kata sifat : pintar, bodoh, dan malas Kata tugas : di, ke, dan dari.

3. Bapak sudah makan garam dalm menjalani kehidupan ini Ayah membawa buah tangan setelah pulang dari jakarta Andi menjadi kambing hitam dalam permasalahn ini

4. Makna konotasi : Makna yang bukan sebenarnya “dalam setiap musim pemilu, para politikus berlomba memperebutkan kursi pemerintahan” Makna denotasi : Makna yang sebenarnya “ ayah membeli kursi baru kemarin di

toko cendana”

Idiomatik : makna leksikal yang dibangun dari beberapa kata yang tidak dapat dijelaskan lagi lewat makna kata-kata pembentukannya. “kaki tangan : Orang kepercayaan”

Sinonim : kata atau kelompok kata yang maknanya hampir sama atau mirip “ Pintar = Pandai”


(3)

LEMBAR UJI REFERNSI

NO Referensi pembimbing

1 Y. Priyono. Menyoal hasil UN Bahasa Indonesia, http://www.borneotribune.com/citizen-jurnalism/menyoal-hasil-un-bahasa-indonesia.html.

2 Arif Hulwan, UN Bahasa Indonesia Kembali Jadi Momok, http://www.mediaindonesia.com/read/2011/06/01/230703/293/14/UN-Bahasa-Indonesia-Kembali-Jadi-Momok

3 W. James Popham dan Eva L. Baker, Bagaimana Mengajar Secara Sistematis, (Yogyakarta: Kanisius, 1994), Cet. VI. h. 96.

4 Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta. 2008), Cet 7. h. 5

5 E. Mulyasa, Menjadi guru profesional ; menciptakan pembelajaran aktif dan menyenangkan, (Bandung: Rosda Karya, 2006). h. 116. 6 Sudiyono, Triyo Supriyanto, dan Moh Padli. . Strategi Pembelajaran

Partisipatori di Perguruan Tinggi, (Malang: UIN Malang Press,2006), h. 125

7 M, Basyirudin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam. (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 40

8 Suprijanto, Pendidikan orang dewasa; dari teori hingga aplikasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), Cet. Kedua, h. 97

9 Engkoswar, Dasar-dasar metodologi pengajaran, (Jakarta: Bina Aksara. 1988), Cet. Kedu,. h. 52

10 Tayar Yusuf dan Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), h. 45

11 Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, (Ciputat: Gaung Persada Press, 2005) .Cet. Ketiga. h. 65

12 Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), h. 100.


(4)

(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 97.

14 Solchan, dkk, Pendidikan Bahasa Indonesia di SD, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 3.17

15 Abu Ahmad dan Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung : Pustaka Setia, 2005), Cet. II, h. 56.

16 Zaini Hisyam, Bermawy Munthe, dan Sekar Ayu Aryani, Strategi Pembelajran Aktif, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 94-96.

17 Ahmad Qurtubi, Pengantar teori evaluasi pendidikan, (Tanggerang: Bintang Harapan Sejahtera. 2009), H. 49.

18 Anas Sudijono. Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2009), H. 49

19 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet. Ketiga, H. 203-205

20 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Rosda Karya, 2010), Cet. Keduapuluh empat. H. 106-107

21 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2007), h. 144-155.

22 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Rieneka Cipta, 2006), Cet. Kelim, h. 113-121

23 Evaline Siregara dan Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 14

24 Yusi Rosdiana dan Lis setiawati, Pengembangan kurikulum dan pembelajaran bahasa Indonesia , (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007) , h. 1.27-1.30

25 Ma’mur Saadie, dkk. Strategi Pembelajaran Bahasa Indonesia,

(Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), h. 7.3-7.4

26 M. Umar muslim, KTSP dan Pembelejaran Bahasa Indonesia, http://www.scribd.com. Kamis, 28 Juli 2011


(5)

Cet. Ke 9, h. 107.

28 Subanam, Moersetyo Rahadi, dan Sudrajat. Statistik Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 29.

29 Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi pendidkan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), Edisi Revisi. Cet. 11.

Jakarta, 3 November 2011 Pembimbing


(6)

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS HASIL BELAJAR ANTARA PENERAPAN METODE DISKUSI KELOMPOK DENGAN METODE CERAMAH TERHADAP PRESTASI WARGA BELAJAR MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA PAKET C SKB BONDOWOSO 2013/2014

0 10 17

Pengaruh pembelajaran Kimia terintegrasi nilai terhadap hasil belajar siswa (sebuah studi pada siswa SMK Grafika Yayasan Lektur Jakarta)

1 12 104

Teaching Present Perfect Tense By Using Contextual Teaching And Learning : An experimental Study at the first grade of SMK Grafika Yayasan lektur Lebak Bulus Jakarta Selatan

0 3 79

Perbandingan pengunaan metode ceramah dan diskusi dalam memahami pelajarn aqidah akhlak di MAN 11 Lebak Bulus Jakarta selatan

1 15 81

Bahasa Indonesia DISKUSI kelas sebelas SMK

0 4 9

PERBANDINGAN ANTARA METODE ACTIVE DEBATE DENGAN METODE DISKUSI DITINJAU DARI HASIL BELAJAR Perbandingan antara metode active debate dengan metode diskusi ditinjau dari hasil belajar pelajaran ekonomi siswa kelas X SMA N 1 kelas Manyaran Tahun ajaran 2

0 0 15

STUDI KOMPARASI PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA ANTARA PENERAPAN METODE DISKUSI DENGAN METODE STUDI KOMPARASI PRESTASI BELAJAR BAHASA INDONESIA ANTARA PENERAPAN METODE DISKUSI DENGAN METODE DISCOVERY PADA SISWA KELAS IV SD NEGERI BANYUAGUNG 1 SURAKAR

0 0 14

PERBANDINGAN PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODELBERBASIS PORTOFOLIO DENGAN METODE CERAMAH PERBANDINGAN PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MODEL BERBASIS PORTOFOLIO DENGAN METODE CERAMAH TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI SISWA KELAS VIII SEMESTER GENAP SMP NEGERI I TANON

0 1 16

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR BAHASA DAN SASTRA INDONESIA ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL BERBASIS PORTOFOLIO DAN YANG MENGGUNAKAN METODE CERAMAH PERBANDINGAN HASIL BELAJAR BAHASA DAN SASTRA INDONESIA ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL BERBASIS PORTOFOLIO DAN YANG

0 1 14

PENDAHULUAN PERBANDINGAN HASIL BELAJAR BAHASA DAN SASTRA INDONESIA ANTARA YANG MENGGUNAKAN MODEL BERBASIS PORTOFOLIO DAN YANG MENGGUNAKAN METODE CERAMAH.

0 2 6