Pembelajaran Sejarah berbasis Paradigma Pedagogi Reflektif

13

BAB II KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Pembelajaran Sejarah berbasis Paradigma Pedagogi Reflektif

Pembelajaran dapat diartikan sebagai Kompetensi Belajar Mengajar di mana guru dan siswa langsung berinteraksi. Dalam hal ini desain pembelajaran menentukan seluruh aspek strategi dalam proses belajar mengajar tersebut. Dalam pembelajaran ada beberapa proses kegiatan yaitu meliputi kegiatan pengajar untuk memotivasi siswa, kegiatan penyajian materi yang dilakukan pengajar, menilai hasil belajar, dan memberikan tugas terkait supaya kemampuan bertambah. 1 Istilah pembelajaran merupakan pengembangan istilah dari proses belajar mengajar, jadi pemaknaan ini lebih ditekankan pada prosesnya yaitu proses antara guru dan siswa. Pembelajaran dapat dimaknai sebagai proses interaksi peserta didik dengan lingkungan belajarnya. Dalam proses ini anak menjadi obyek sekaligus subyek belajar, sedangkan guru dan lingkungan belajar lainnya menjadi kondisi penting yang menyertai dalam proses pembelajaran. Peran guru dalam proses pembelajaran lebih banyak sebagai fasilitator supaya anak mengalami proses belajar. 2 Pembelajaran akan menghasilkan sesuatu perubahan pada diri seseorang yang belajar ke arah yang lebih baik karena pembelajaran itu membuat siswa untuk 1 Dewi Salma Prawiradilaga, Prinsip Desain Pembelajaran, Jakarta, Penada Media Group, 2007, hlm. 19. 2 Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter: kajian teori dan praktik di sekolah, Bandung, PT, Remaja Rosdakarya., 2012, hlm. 108-109. 14 belajar dan mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini yang dicapai yaitu tujuan untuk pengembangan diri yang meliputi aspek kompetensi, suara hati dan bela rasa siswa yang akan dikembangkan melalui pembelajaran sejarah. Sejarah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari segala peristiwa atau kejadian pada masa lampau dalam kehidupan umat manusia. 3 Sejarah berasal dari bahasa Arab “Syajaratun“ yang berarti “pohon“ atau “keturunan”. Makna kata pohon, pada masa lalu biasanya selalu dihubungkan dengan keturunan atau asal-usul keluarga rajasilsilah yang bila dilihat bentuknya seperti pohon terbalik 4 . Permendiknas no 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, menjelaskan bahwa sejarah merupakan cabang ilmu pengetahuan yang menelaah tentang asal-usul dan perkembangan serta peranan masyarakat di masa lampau berdasarkan metode dan metodologi tertentu. 5 Menurut Sutrasno sejarah adalah segala kegiatan manusia dan segala kejadian yang ada hubungannya dengan kegiatan manusia sehingga mempunyai akibat adanya perubahan politiok, sosial, ekonomi dan kebudayaan, dan kesemuanya itu ditinjau dari sudut-sudut perkembangannya berjalan dalam tempat dan waktu atau adanya saling hubungan dalam tempat dan waktu 6 . Dalam hal ini yang menjadi faktor utama sejarah adalah segala kegiatannya yang membawa perubahan di segala bidang kehidupan manusia. Berkaitan dengan sejarah, Widja menyatakan bahwa “pembelajaran sejarah adalah perpaduan antara aktivitas belajar dan mengajar yang didalamnya mempelajari tentang peristiwa masa lampau yang erat kaitannya dengan masa kini, sebab dengan kemasakiniannyalah masa 3 Nana Supriyatna, Sejarah untuk kelas XI SMA, Jakarta, Grafindo Media Pratama, 2007, hlm. 45. 4 Magdalia Alvian, dkk, Sejarah untuk SMA dan Ma kelas X, Jakarta, Esis, 2007, hlm. 3. 5 Aman, Model Evaluasi pembelajaran Sejarah, Yogyakarta, Penerbit Ombak, 2011, hlm. 13. 6 Sutrasno, Sejarah Ilmu Pengetahuan History and Science , Jakarta: Pradnya Paramitha, 1975, hlm. 8. 15 lampau itu baru merupakan mas a lampau yang penuh arti”. Pembelajaran sejarah memiliki peran fundamental dalam kaitannya dengan guna atau tujuan dari belajar sejarah, melalui pembalajaran sejarah dapat juga dilakukan penilaian moral saat ini sebagai ukuran menilai masa lampau. 7 Pembelajaran sejarah harus bisa mendorong manusia untuk bisa berfikir kritis berdasarkan masa lampau untuk dikembangkan di masa kini sehingga pembelajaran sejarah bisa berguna untuk kehidupan masa kini. Oleh karena itu dengan belajar sejarah kita bisa mengetahui berbagai peristiwa sejarah yang bisa menjadi pedoman untuk melakukan kegiatan kita di masa kini. Pembelajaran sejarah juga berfungsi untuk memperkenalkan nilai-nilai luhur bangsanya, tentunya dengan syarat bahwa siswa harus bisa memahami makna-makna yang terkandung dalam peristiwa sejarah tersebut. 8 Menurut pendapat Sartono Kartodirdjo fungsi sejarah itu mencakup beberapa hal yaitu, untuk membangkitkan minat kepada sejarah tanah airnya; untuk mendapat inspirasi dari sejarah; memberi pola berpikir ke arah berpikir yang rasional, kritis, dan empiris; dan mengembangkan sikap mau menghargai nilai-nilai kemanusiaan. 9 Hal ini sejalan dengan fungsi PPR yang akan diterapkan pada mata pelajaran sejarah untuk meningkatkan aspek nilai- nilai kemanusiaan terutama kejujuran dan kerjasama. Dengan demikian maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajarn sejarah yaitu suatu proses belajar mengajar di mana terjadi interaksi antara pengajar dan siswa yang sedang mempelajari tentang peristiwa masa lampau. Pembelajaran sejarah 7 http:www.scribd.comdoc600034022B-Belajar-dan-Pengajaran-Sejarah diunduh tanggal 23Februari 2013. 8 Aman, op. cit., hlm. 100. 9 Ibid. 16 juga bisa dimaksudkan untuk menggali nilai-nilai kearifan serta nilai-nilai kemanusiaan yang ada guna mendukung pengembangan karakter siswa terutama dalam hal kejujuran dan kerjasama. a. Karakteristik Pembelajaran Sejarah Pembelajaran sejarah sangat menekankan tentang pendidikan nilai- nilai karakter dan kemanusiaan. Pengetahuan tentang masa lampau dalam pelajaran sejarah tersebut mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan, membentuk sikap, watak dan kepribadian peserta didik. Karakteristik pembelajaran sejarah yaitu: 1. Pembelajaran sejarah mengandung nilai-nilai kepahlawanan, keteladanan, patriotisme, nasionalisme dan pantang menyerah yang mendasari proses pembentukan watak dan kepribadian siswa 2. Menanamkan kesadaran persatuan dan persaudaraan serta solidaritas untuk menjadi perekat bangsa dalam menghadapi ancaman disintegrasi bangsa. 3. Sarat dengan ajaran moral dan kearifan yang berguna dalam mengatasi krisis multidimensi yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. 4. Berguna untuk menanamkan dan mengembangkan sikap bertanggung jawab dalam memelihara keseimbangan dan kelestraian lingkungan hidup. 10 b. Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sejarah Konstruktivisme merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang bisa digunakan untuk proses belajar mengajar sejarah dan juga untuk mengembangkan nilai-nilai moral serta karakter diri. Konstruktivisme adalah aliran filsafat pengetahuan yang berpendapat bahwa pengetahuan merupakan hasil konstruksi dari orang yang sedang belajar. 11 Jadi setiap manusia mengalami suatu proses untuk membentuk suatu 10 Ibid., hlm. 56-57. 11 Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai-nilai Karakter, Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif , Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2012, hlm. 161. 17 pengetahuan dengan cara belajar dan karena adanya pengalaman yang didapatnya. Menurut Glasersfeld, dalam konstruksi diperlukan beberapa kemampuan yaitu, kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, kemampuan membandingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan, dan kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada yang lainnya. 12 Pemikiran konstruktivisme ini dapat diambil manfaatnnya bagi proses belajar peserta didik yaitu: 1. Pengetahuan dibangun oleh peserta didik sendiri baik secara personal maupun sosial 2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari pendidik ke peserta didik, kecuali hanya dengan keaktifan peserta didik sendiri untuk menalar 3. Peserta didik aktif mengkonstruksi terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah 4. Pendidik sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi peserta didik berjalan mulus. 13 Di dalam dunia pendidikan, konstruktivisme ini sangat penting karena diperlukan dalam proses belajar mengajar. Seorang pendidik yang menyampaikan pengetahuannya kepada peserta didik harus bisa dikonstruksi oleh peserta didik supaya pengetahuan tersebut bisa diterima dengan baik. Jadi proses konstruksi ini sangat penting supaya peserta didik bisa memahami dan mengerti materi yang diajarkan oleh pendidik. Selain itu peserta didik juga harus bisa mengonstruksi segala macam pengalaman yang ia temui dalam proses belajar sehingga pengetahuannya bisa terbentuk menjadi lebih baik. 12 Paul Suparno, Filsafat konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta, Kanisius, 1997, hlm. 20 13 Ibid., hlm. 49. 18 Ada tiga macam konstruktivisme berdasarkan apa dan siapa yang menentukan dalam pembentukan pengetahuan yaitu konstruktivisme psikologis personal lebih menekankan bahwa pribadi manusia sendirilah yang mengkonstruksi pengetahuan, konstruktivisme sosiologis lebih menekankan masyarakat sebagai pembentuk pengetahuan dan konstruktivisme sosiokulturalisme menggunakan konstruksi personal dan sosial yang saling berkaitan. 14 Tiga macam kontruktivime ini digunakan dalam pembelajaran sejarah. Dalam proses pembelajaran sejarah teori konstruktivisme juga sangat diperlukan karena sejarah itu mempelajari peristiwa masa lampau. Untuk mempelajari peristiwa masa lampau tentunya kita harus bisa mengkonstruksi segala macam peristiwa yang sudah berlalu supaya pengetahuan tentang peristiwa sejarah tersebut dapat kita ketahui dengan benar, tepat dan lengkap. Dengan konstruktivisme peserta didik dapat melakukan konstruksi atas peristiwa masa lampau berdasarkan apa yang telah ia pelajari dan juga berdasarkan pengalaman mereka atas fakta-fakta yang mereka temukan dalam kehidupan sehari-hari terutama dari tempat-tempat bersejarah. Dengan konstruksi tersebut peserta didik dapat melakukan pemaknaan atas peristiwa sejarah tersebut, dengan seperti itu maka nilai-nilai karakter dan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalm suatu peristiwa sejarah juga dapat di temukan dan diserap oleh peserta didik untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Teori konstruktivisme ini juga sejalan dengan model pembelajaran PPR yang juga bisa membangun manusia untuk memaknai suatu peristiwa sehingga bisa mengambil nilai-nilai karakter dan kemanusiaan untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehri-hari. PPR dan konstruktivisme sama-sama membangun pengetahuan dari pengalaman peserta didik itu 14 Ibid., hlm. 48 19 sendiri berdasarkan proses yang ia jalani dalam pembelajaran di sekolah khususnya dalam hal ini adalah pembelajaran sejarah. c. Pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif Menurut KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia paradigma memiliki pengertian sebagai kerangka berfikir atau model dari teori ilmu pengetahuan atau perubahan model. Jadi istilah paradigma dapat diartikan sebagai sebuah model atau teori pembelajaran. Kemudian pedagogi merupakan cara para pengajar mendampingi para siswa dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Pedagogi merupakan ilmu dan seni mengajar yang meliputi pandangan hidup dan visi mengenai idealnya pribadi terpelajar. 15 Refleksi merupakan suatu proses menuju perubahan pribadi yang dapat mempengaruhi perubahan lingkup sekitarnya. Refleksi berarti mengadakan pertimbangan seksama dengan menggunakan daya ingat, pemahaman, imajinasi, dan perasaan menyangkut bidang ilmu, pengalaman, ide, tujuan yang di inginkan atau reaksi spontan untuk menangkap makna dan nilai hakiki dari apa yang dipelajari. 16 Jadi reflektif bisa diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk bisa melihat kembali apa yang telah dilkukannya untuk menemukan nilai-nilai kehidupan dari refleksinya tersebut. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa PPR merupakan pola pikir dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi yang kritis dan memiliki nilai kemanusiaan. Dengan penerapan PPR dalam 15 Subagya, Paradigma Pedagogi Reflektif, Yogyakarta, Kanisius, 2010, hlm. 22 16 LPM USD, Pedoman Model Pembelajaran Berbasis Pedagogi Ignasian, Yogyakarta, LPM USD, 2012, hlm. 18. 20 pembelajaran diharapkan akan menjadikan siswa berkembang dalam berbagai aspek terutama berkembangnya aspek competence pengetahuan, keterampilan dan sikap, aspek conscience suara hati dan aspek compassion bela rasa. d. Langkah-langkah Pelaksanaan Paradigma Pedagogi Reflektif Langkah-langkah pelaksanaan PPR yaitu meliputi konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi yang dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. 1 Konteks Konteks merupakan keseluruhan dalam pelaksanaan pembelajaran yang akan diangkat dan dikembangkan. Hal tersebut meliputi nilai-nilai yang akan dikembangkan agar guru, siswa, dan civitas akademika menyadari akan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan seperti solidaritas, persaudaraan, kejujuran, kerjasama, pantang menyerah, cinta lingkungan hidup dan kasih. 17 2 Pengalaman Pengalaman dalam PPR adalah pengalaman siswa yang terjadi dari implementasi sebuah teori yang didapat di dalam kelas. Belajar dari Ignatius, sebuah pengalaman pertobatan membuat dia semakin menyadari arti sebuah kehidupan dan pilihan hidup yang sesuai dengan dirinya. Dalam pelaksanaan PPR seorang siswa harus memiliki pengalaman pembelajaran secara nyata yang ada dalam masyarakat dengan hidup bermasyarakat dan terlibat langsung dalam kejadian. 17 Tim Redaksi Kanisius, Paradigma Pedagogi Reflektif, Yogyakarta, Kanisius, 2011, hlm. 42. 21 3 Refleksi Hal yang paling penting dalam PPR adalah refleksi karena refleksi menjadi penghubung antara pengalaman dan tindakan. Subagya dalam hal ini mengatakan: Refleksi merupakan tahapan untuk menilai pengalaman yang telah dirasakan oleh siswa di dalam lapangan, mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Siswa diajak untuk selektif dengan meninjau kembali pengalaman yang dialami lewat sudut pandang siswa. Melalui refleksi siswa meyakini makna nilai yang terkandung dalam pengalamannya. Diharapkan siswa membentuk pribadi mereka sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pengalaman tersebut. 18 4 Aksi Aksi menjadi salah satu hal yang penting dalam pelaksanaan PPR. Aksi ini harus dilakukan siswa dengan membangun niat untuk tindakan nyatanya berdasarkan pengalaman dan hasil refleksinya. Dengan membangun niat dan perilaku dari kemauannya sendiri siswa membentuk pribadinya agar menjadi pejuang bagi nilai-nilai yang direfleksikannya. 19 5 Evaluasi Tahap terakhir dalam PPR adalah evaluasi. Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam pembelajaran. Kemampuan yang dievaluasi tidak hanya terletak pada kemampuan kognitif melalui soal-soal saja, melainkan kemampuan non akademik lewat pengukuran nilai-nilai kehidupan dengan mengajak siswa melihat keputusan- keputusan yang diambil dalam pengambilan keputusan. Dengan adanya 18 Ibid., hlm. 43- 44. 19 Ibid., hlm. 44. 22 evaluasi ini, siswa mampu melihat perkembangan dirinya dalam pemahaman akan pola pikir, sikap dan tindakan sosial. e. Kelebihan Paradigma Pedagogi Reflektif PPR tentunya memiliki kelebihan-kelebihan sehingga bisa digunakan secara baik dalam proses pembelajaran. Menurut modul Tim PPR USD Kelebihan tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut: 1. Membantu siswa menyadari sejauh mana usaha yang telah dilakukan dapat efektif dalam membantu mengembangkan dirinya. 2. Membantu siswa berlatih mempertimbangkan dan memilih cara-cara yang paling baik dan benar. 3. Membantu siswa dalam melewati tahap mengerti ke tahap berbuat sesuai pengertian dan kemampuannya. 4. Menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Pembelajaran sejarah berbasis PPR merupakan penyampaian materi pelajaran sejarah dengan pola PPR yang meliputi konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi. Siswa menemukan makna dan nilai-nilai kemanusiaan dalam pelajaran sejarah dengan memahami konteks pembelajaran, melalui pengalaman dan merenungkannya dengan berefleksi kemudian akan dituangkan dalam bentuk aksi nyata. Dengan evaluasi akan membantu siswa mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi sejarah tersebut.

2. Multimedia Pembelajaran

Dokumen yang terkait

Implementasi paradigma pedagogi reflektif dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan competence, conscience, dan compassion mahasiswa.

1 1 11

Analisis implementasi model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) berdasarkan unsur competence-conscience-compassion siswa.

0 0 14

Penerapan paradigma pedagogi reflektif dalam pembelajaran materi uang untuk meningkatkan Competence, Conscience, dan Compassion (3C) siswa kelas X1 SMA Kolese De Britto Yogyakarta.

3 19 299

Penerapan paradigma pedagogi reflektif dalam pembelajaran materi fungsi konsumsi dan tabungan untuk meningkatkan competence, conscience, dan compassion siswa kelas X2 SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.

0 0 223

PENERAPAN PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF PADA PEMBELAJARAN MATERI FUNGSI KONSUMSI DAN TABUNGAN UNTUK MENINGKATKAN COMPETENCE, CONSCIENCE, DAN COMPASSION SISWA KELAS X-2 SMA PANGUDI LUHUR YOGYAKARTA SKRIPSI

0 1 221

Implementasi pembelajaran sejarah berbasis paradigma pedagogi reflektif melalui pemanfaatan multimedia untuk meningkatkan competence, conscience, dan compassion siswa kelas XI IPA 2 SMA Pangudi Luhur St. Louis IX Sedayu - USD Repository

0 17 271

Implementasi pembelajaran sejarah berbasis pedagogi reflektif melalui pemanfaatan multimedia untuk meningkatkan competence, conscience dan compasion siswa kelas XI IPS 1 SMA Negeri 11 Yogyakarta - USD Repository

1 9 250

Implementasi pembelajaran sejarah berbasis paradigma pedagogi reflektif melalui pemanfaatan multimedia untuk meningkatkan competence, conscience, dan compassion siswa kelas XI IPS 3 SMA Negeri 2 Ngaglik - USD Repository

0 3 262

Implementasi pembelajaran sejarah berbasis paradigma pedagogi reflektif melalui pemanfaatan multimedia untuk meningkatkan competence, conscience, dan compassion siswa kelas XB SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan Yogyakarta - USD Repository

0 7 221

Implementasi pembelajaran sejarah berbasis paradigma pedagogi reflektif melalui pemanfaatan multimedia untuk meningkatkan competence, conscience, dan compassion siswa kelas XI IPA 1 SMA Pangudi Luhur St. Louis Ix Sedayu - USD Repository

0 0 222