ANALISIS KINERJA RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD
i
ANALISIS KINERJA RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD
TESIS
Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2
Program Studi Manajemen Runah Sakit
MASYKUR NIM.20101030014
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2011
(2)
iii TESIS
ANALISIS KINERJA RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD
Disusun oleh: Masykur NIM.20101030014
Telah disetujui oleh :
Pembimbing
(3)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Mutu Asuhan Keperawatan RSU PKU Muhammadiyah Delanggu 202 Lampiran 2 Ceklist IT RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Tahun
2015………... 204
Lampiran 3 Laporan Barber Johson RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Tahun 2012, 2013, 2014…………..………... 212 Lampiran 4 Analisa Tenaga Keperawatan Menurut Gillies Tahun 2012, 2013,
2014…………..………... 213 Lampiran 5 Pertumbuhan Inovasi Layanan RSU PKU Muhammadiyah
Delanggu………...…………..………... 214 Lampiran 6 Data Kompetensi Tahun 2012, 2013, 2014……….... 216 Lampiran 7 Rekap Hasil Kuesioner Learning………….……….... 218 Lampiran 8 Rekap Hasil Kuesioner Capacity For Change ………….……… 220 Lampiran 9 Rekap Hasil Kuesioner Boundarylessness Organiztion……….. 222 Lampiran 10 Rekap Hasil Kuesioner Akuntabilitas……….. 224
(4)
xvi
THE ANALISIS PERFORMANCE OF RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU USING BALANCED SCORECARD
Masykur 1
RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Jl Raya DelangguUtara No 19 Klaten Jawa tengah
Email : mas_masykur88@yahoo.co.id Firman 2
Program Studi Manajemen Rumah Sakit, Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Jalan Lingkar selatan, Tamantirto, Kasihan Bantul, Yogyakarta,55183 ABSTRAK
Latar Belakang: Kondisi perkembangan rumah sakit saat ini menghadapi turbulensi dan persaingan yang sangat ketat dan cepat. Perubahan paradigma tersebut membuat rumah sakti harus bisa mengukur kinerjanya (performance ) dari berbagai perspektif baik keuangan maupun non keuangan seperti pelanggan, proses bisnis internal maupun pembelajaran dan pertumbuhan. RSU PKU Muhammadiyah Delanggu dalam melakukan pengukuran kinerjanya masih terpisah pisah belum sepenuhnya menggunakan kinerja Balance scorecard yang terukur secara komprehensif, berimbang, dan kesinambungan. Tujuan penelitian ini untuk menilai kinerja RSU PKU Muhammadiyah Delanggu dengan pendekatan Balance scorecard secara berimbang, komprehensif dan berkesinambungan.
Metode: Penelitian ini menggunakan penelitian diskriptif. Populasi penelitian adalah data laporan keuangan, kepuasan pelanggan, kunjungan pasien, indikator pelayanan, data kepegawaian. Sampel kuesioener dengan rumus slovin untuk pasien 99 responden dan karyawan 61 responden. Dilakukan menggunakan data primer dan sekunder. Teknik analisis yaitu membandingkan antara target/ standart dengan capain kemudian diberi nilai dengan skor.
Hasil dan Pembahasan: analisa pengukuran kinerja RSU PKU Muhammadiyah Delanggu dengan pendekatan Balance scorecard secara komprehensif baik yaitu skor 0,65. Secara kseimbangan fokus internal Baik skor 0,60. Keseimbangan fokus eksternal Baik dengan skor 1, keseimbangan focus manusia Baik dengan skor 0,58, keseimbangan dengan fokus pada proses adalah Baik dengan skor 0,71. Kinerja berkesinambungan antara empat perspektif sudah baik.
Simpulan dan saran : kinerja RSU PKU Muhammadiyah Delanggu dengan pendekatan Balance scorecard baik. Peneliti menyarankan untuk menerapkan sistem pengukuran kinerja dengan Balanced Scorecard melalui keempat perspektif secara komprehensif, berimbang dan berkesinambungan.
Kata kunci : Balanced Scorecard , pengukuran kinerja, indicator sasaran strategi, standar pengukuran
(5)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dekade akhir ini perkembangan perubahan di bidang dunia usaha mengalami kemajuan yang sangat pesat, terutama dalam lingkungan perusahaan baik yang bergerak disektor bisnis maupun non bisnis. Hal tersebut disebabkan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang. Oleh karena itu, sebuah perusahaan harus mampu mengikuti perubahan tersebut agar bisa mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain.
Pada dasarnya organisasi perusahaan adalah istitusi penciptaan kekayaan ( wealth - creating institution ). Bahkan dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, hanya sebagai intitusi penciptaan kekayaan saja tidak cukup: organisasi perusahaan harus mampu menjadikan istitusi pelipatganda kekayaan ( wealth – multiplying institution), untuk dapat bertahan dan bertumbuh dilingkungan bisnis tersebut.Oleh karena itu , perusahaan harus merumuskan sasaran stregik diperpektif keuangan yang mencerminkan kemampuan penciptaan kekayaan dan kemudian merumuskan sasaran strategi non keuangan untuk mewujudkan sasaran strategik diperspektif keuangan tersebut (mulyadi, 2009)
Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, sebuah organisasi dituntut untuk mampu meningkatkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
(6)
kinerja keuangan luar biasa secara berkesinambungan (sustainable outstanding financial performance). Perusahaan harus memiliki kemampuan untuk membedakan dirinya dalam persaingan agar dapat mempertahan kelansungan hidupnya. Melalui pembangunan keunggulan diberbagai bidang tertentu, diperlukan pendalaman sumber daya yang mampu menempatkan perusahaan pada posisi daya saing dalam jangka panjang. ( Mulyadi, 2009)
Sebuah organisasi agar dapat selalu adaftif dalam menghadapi setiap perubahan lingkungan eksternal, maka organisasi harus mempunyai sebuah alat sensor yang mampu mendeteksi secara dini dan kemudian mengambil langkah – langkah antisipatif. Sebuah alat yang digunakan untuk terus menerus selalu mengadakan perbaikan dan perubahan adalah Total Improvement Management (TIM ) yang tidak selalu puas dengan keberhasilan yang ada dan selalu ingin menciptakan kepuasan pelanggan. Untuk itu diperlukan suatu gaya manajemen yang tidak selalu berada dalam ‘status Quo’ (sasongko B.,1996). Jika tidak meminjam istilahnya Peter Drucker akan menjadi ‘organisasi dinosurus’ yang anologi sebuah binatang purba yang besar dan kuat tetapi tidak mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan, yang akhirnya punah.
Begitu juga dengan dunia usaha pelayanan kesehatan, memiliki peran yang besar dalam meningkatkan derajat kesehatan hidup masyarakat
(7)
3
mengalami perubahan yang pesat dalam upaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik baiknya.
Sesuai amanat Undang-Undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Rumah sakit adalah istitusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karaksteritik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan tehnologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah sakit juga harus mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena rumah sakit adalah fasilitas kesehatan yang padat dengan modal, ilmu pengetahuan tentang kesehatan dan peralatan yang mendukung kegiatan medis yang serba canggih.
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan. Pelayanan kesehatan di rumah sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat komplek. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang beragam. berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan tehnologi kedokteran yang berkembang sangat pesat yang perlu diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu standar, membuat semakin
(8)
kompleksnya permasalahan dirumah sakit.( Standar Pelayanan Rumah sakit 2007).
Rumah sakit adalah suatu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dan sebagai suatu usaha yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan merupakan institusi yang unik dan penuh tantangan. Jasa pelayanan yang diberikan bersifat intangible dan memerlukan sumber daya manusia yang professional serta membutuhkan investasi yang tidak sedikit. Oleh karena itu pemerintah, baik di pusat dan daerah berkewajiban menyediakan program pelayanan kesehatan baik yang bersifat kemasyarakatan, maupun bersifat perorangan (Depkes, 2005).
Rumah sakit merupakan suatu unit usaha pelayanan publik dengan ciri khas, memberikan pelayanan medis, dituntutanya banyak. Rumah sakit merupakan institusi yang padat modal, padat teknologi dan padat tenaga sehingga pengelolaan rumah sakit tidak bisa sebagai unit sosial semata, tetapi menjadi unit sosio ekonomi, tetap mempunyai tanggung jawab sosial tetapi dalam pengelolaan keuangannya menerapkan prinsip-prisip ekonomi. Perubahan paradigma tersebut membuat rumah sakit harus mempertanggung jawabkan kinerjanya secara total, baik kinerja layanan maupun kinerja keuangan dengan memperhatikan standar-standar kerja dan peningkatan mutu yang terus menerus.(Trisnantoro, Laksono, 2005. )
(9)
5
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta masyarakat yang semakin cerdas menuntut pelayanan kesehatan yang lebih baik dan bermutu Penyelenggaran upaya kesehatan harus memperhatikan mutu untuk dapat eksis dalam kegiatan. (Hendroyono, 2004). Pelayanan kesehatan yang bermutu bukan semata-mata sembuh dari penyakitnya, tetapi juga menyangkut persepsi pasien terhadap kualitas kesuluruhan proses pelayanan. Kualiatas pelayanan tersebut meliputi ketersediaan sarana dan prasarana rumah sakit guna memenuhi kebutuhan dan harapan pasien.Tuntutan dan harapan pasien merupakan suatu aspek yang menentukan keberhasilan suatu rumah sakit disamping kemampuan teknis medis atau kecanggihan fasilitas pelayanan. Rumah sakit harus berbenah diri menghadapi tuntutan pelayanan kesehatan yang semakin meningkat agar mampu bersaing. Rumah sakit sebagai suatu organisasi pelayanan di bidang kesehatan memiliki sumber daya yang sangat kompleks, hal ini terlihat dari sangat banyaknya variasi dan jumlah tenaga profesional yang terlibat, modal investasi yang sangat besar, dan teknologi yang mahal dan cepat berubah (Gani, 2000). Untuk itu rumah sakit perlu dikelola secara berdaya guna dan berhasil guna.
Dalam rangka meningkatkan daya saing di era globalisasi ini, rumah sakit perlu melakukan reformasi manajemen perumahsakitan dengan harapan berbagai masalah manajemen dalam efficiency, productivity, quality, dan
(10)
patientresponsiveness dapat terselesaikan. (Yahya, 2006). Oleh karena itu rumah sakit harus memiliki management yang dapat memaksimalkan daya guna dari sumber daya yang ada, dan management rumah sakit harus dikembangkan dengan pendekatan quality assurance (Depkes RI, 1998). Setiap unit usaha dituntut untuk meningkatkan mutu dan bekerja lebih efektif dan efisien agar mendapatkan hasil yang optimal sehingga tetap eksis didunia usaha. Perobahan orientasi dari produk oriented menjadi customer oriented menuntut manajemen untuk memandang organisasi secara komprehensif sehingga mampu menghasilkan kinerja perusahaan yang baik, mempertahankan konsumen yang sudah ada dan menarik konsumen baru. (Wijono, Djoko, 2008 )
Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan sekaligus sebagaientitas yang memiliki tanggung jawab kepada shareholder dan stakeholder harus jeli dalam melihat perubahan-perubahan yang dikarenakan kemajuan teknologi, pengaruh globalisasi, tingkat persaingan yang semakin tinggi dan perilaku pasien yang semakin kritis dalam memilih pelayanan kesehatan. Pada akhirnya hal ini menjadi pemicu rumah sakit untuk selalu memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Idealnya, setiap manajemen rumah sakit memerlukan suatu alat ukur untuk mengetahui seberapa baik performa rumah sakit.
(11)
7
Sistem pengukuran kinerja tradisional merupakan salah satu cara yang umumnya digunakan oleh manajemen tradisional untuk mengukur kinerja. Pengukuran kinerja secara tradisional lebih menekankan kepada aspek keuangan, karena lebih mudah diterapkan sehingga tolok ukur kinerja personal diukur berkaitan dengan aspek keuangan saja. Sistem ini lazim dilakukan dan mempunyai beberapa kelebihan, akan tetapi karena hanya menitikberatkan pada aspek keuangan tentunya menimbulkan adanya kelemahan. Pengukuran kinerja berdasar aspek keuangan dianggap tidak mampu menginformasikan upaya-upaya apa yang harus diambil dalam jangka panjang, untuk meningkatkan kinerja organisasi. Disamping itu, sistem pengukuran kinerja ini dianggap tidak mampu mengukur asset tidak berwujud yang dimiliki organisasi seperti sumber daya manusia, kepuasan pelanggan, dan kesetiaan pelanggan. (Ulum, 2009).
Pengukuran kinerja suatu organisasi pada manajemen tradisional lebih terfokus pada indikator-indikator keuangan. Menilai kinerja perusahaan semata-mata dari sisi keuangan akan dapat menyesatkan, karena kinerja keuangan yang baik saat ini dapat dicapai dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan jangka panjang perusahaan. Dan sebaliknya, kinerja keuangan yang kurang baik dalam jangka pendek dapat terjadi karena perusahaan melakukan investasi-investasi demi kekepentingan jangka panjang. (Mulyadi ,2009)
(12)
Manajemen rumah sakit tidak bisa hanya menilai kinerja dari sisi indikator keuangan saja demikian juga tidak bisa memandang kinerja dari segi pelayanan atau non keuangan saja . Dengan perkembangan ilmu manajemen dan kemajuan teknologi informasi, system pengukuran kinerja perusahaan yang hanya mengandalkan perspektif keuangan dirasakan banyak memiliki kelemahan dan keterbatasan. Oleh karena itu faktor keuangan tidak dapat lagi dijadikan sebagai satu-satunya pedoman untuk menilai kinerja manajemen rumah sakit. Kinerja manejemen tradisional ukuran kinerja eksekutif hanya terbatas pada ukuran kinerjadi perspektif keuangan namun belum mencakup perspektif yang menjadi pemacu sesungguhnya kinerja keuangan yaitu perspektif custumer , perspektif proses, serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.Akan tetapi, menilai kinerja perusahaan semata-mata dari sisi keuangan akan dapat menyesatkan, karena kinerja keuangan yang baik saat ini dapat dicapai dengan mengorbankan kepentingan-kepentingan jangka panjang perusahaan. Dan sebaliknya, kinerja keuangan yang kurang baik dalam jangka pendek dapat terjadi karena perusahaan melakukan investasi-investasi demi kekepentingan jangka panjang.
Pengukuran kinerja tradisional semacam ini kurang tepat jika diterapkan dalam sebuah rumah sakit, karena tujuan utama rumah sakit adalah memberikan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya kepada
(13)
9
masyarakat. Selain itu dengan pengukuran kinerja yang hanya berdasarkan faktor keuangan saja mengakibatkan banyaknya sumber daya manusia yang potensial yang berada didalam rumah sakit tidak dapat diukur. Oleh karena itu, untuk mengukur kinerja di dalam rumah sakit diperlukan sistem pengukuran kinerja yang tidak hanya mengukur aspek keuangan saja tetapi juga mempertimbangkan aspek non keuangan seperti kepuasan konsumen, proses internal bisnis, dan pembelajaran dan pertumbuhan.Ukuran kinerja ini disebut dengan Balanced scorecard.
Rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan dituntut mempunyai profesionalisme dalam bidang medik dan manajemen. Sudah lazim setiap rumah sakit menyusun Rencana Strategis selama ini, namun yang menggunakan pendekatan Balanced scorecard masih terbatas. Balanced scorecard memiliki keistimewaan dalam hal pengukuran kinerja yang cukup komprehensif. Karena selain mempertimbangkan faktor kinerja finansial, Balanced scorecard juga mempertimbangkan kinerja non finansial. Disamping itu Balanced scorecard tidak hanya mengukur hasil akhir tetapi juga aktivitas-aktivitas pembantu hasil akhir. Balanced scorecard berusaha menterjemahkan misi dan strategi perusahaan ke dalam tujuannya. Dengan keempat perspektif yang ada pada Balanced scorecard diharapkan dari kegiatan karyawan dari tingkat atas sampai dengan tingkat bawah mengetahui apa misi dan strategi perusahaannya. Karena Balanced scorecard bukan
(14)
sebagai pengendali perilaku tetapi lebih sebagai sarana komunikasi, informasi dan proses belajar.
Balanced scorecard merupakan suatu metode penilaian kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan empat perspektif untuk mengukur kinerja perusahaan yaitu: perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta proses pebelajaran dan pertumbuhan. Dari keempat perspektif tersebut dapat dilihat bahwa balanced scorecard menekankan perspektif keuangan dan non keuangan. Pendekatan Balanced scorecard dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan pokok yaitu (Kaplan dan Norton, 1996):
1. Bagaimana penampilan perusahaan dimata para pemegang saham?. (perspektif keuangan).
2. Bagaimana pandangan para pelanggan terhadap perusahaan ? (Perspektif pelanggan).
3. Apa yang menjadi keunggulan perusahaan? (Perspektif proses internal). 4. Apa perusahaan harus terus menerus melakukan perbaikan dan
menciptakan nilai secara berkesinambungan? (Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan).
Berdasarkan konsep balanced scorecard ini kinerja keuangan sebenarnya merupakan akibat atau hasil dari kinerja non keuangan (customer, proses bisnis internal, dan pembelajaran). Oleh karena itu, konsep Balanced scorecard bisa digunakan sebagai terobosan cerdas dan inovatif yang
(15)
11
membantu rumah sakit untuk dapat unggul dan kreatif dalam meningkatkan kinerja manajemen.
Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Delanggu merupakan salah satu amal usaha Muhammadiyah yang bergerak di bidang sektor publik dalam hal jasa kesehatan. Kegiatan usaha rumah sakit umum daerah bersifat sosial dan ekonomi yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat.
RSU PKU Muhammadiyah Delanggu merupakan rumah sakit yang tergolong baru, karena mendapatkan ijin operasional dari Menkes pada tahun 2004. Rumah sakit ini masih pada fase perkembangan, sehingga masih mempunyai tingkat pertumbuhan yang memiliki potensi untuk berkembang. Untuk menciptakan potensi ini dari menejemen rumah sakit terus berkomitmen mengembangkan suatu pruduk layanan baru ,membangun dan mengembangkan fasilitas pelayanan, menambah kemampuan operasional, mengembangkan system, infrastruktur dan jejaring serta menanamkan keperyayaan pelanggan.
Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Delanggu merupakan salah satu rumah sakit swasta yang berada di kota Delanggu kabupaten Klaten yang tumbuh dan berkembang bersama dengan rumah-sakit rumah sakit lainnya baik negeri maupun swasta. Pertumbuhan dan perkembangan rumah sakit yang ada tersebut menyebabkan tingkat kompetisi yang semakin
(16)
tajam. Dengan demikian menjadi sebuah tuntutan bagi PKU Delanggu untuk selalu berbenah memperbaiki kinerjanya. Dengan kinerja baik, tentunya akan menambah kepercayaan masyarakat . agar tetap bisa berkinerja baik maka rumah sakit berusaha meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah sakit juga harus mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi karena rumah sakit adalah fasilitas kesehatan yang padat dengan modal, ilmu pengetahuan tentang kesehatan dan peralatan yang mendukung kegiatan medis yang serba canggihmemenangkan pilihan dari pelanggan.
Untuk itu RSU PKU Delanggu telah menerapkan sistem manajemen organisasi terpadu dalam mewujutkan amanat undang undang tersebut diatas yang diwujutkan dalam Visi dan misi serta tujuan yang telah dirumuskan dalam rencana strategis dengan strategi differensiasi serta Leand hospital.
Dalam rangka meningkatkan daya saing di era globalisasi ini, RSU PKU Muhammadiyah Delanggu melakukan reformasi manajemen perumahsakitan dengan harapan berbagai masalah manajemen dalam efficiency, productivity, quality, dan patientresponsiveness dapat terselesaikan. Agar senantiasa bisa melaksanakan pelayanan yang berkualitas dan menjamin peningkatan kepuasan pelanggan maka rumah sakit PKU
(17)
13
Delanggu menerapkan system manajemen mutu yaitu ISO 9001:2008 dan Akreditasi.
Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Delanggu dalam beberapa tahun terakhir ini, menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari indikator eksternal yang berupa tingkat indeks kepuasan masyarakat menunjukkan angka baik, kemudian meningkatnya jumlah kunjungan pasien baik rawat inap maupun rawat jalan dan adanya pertumbuhan pendapatan yang meningkat.Sedangkat dari internal dapat dilihat adanya pertumbuhan dan pembelajaran dari SDM yang berupa komitmen kapabilitas karyawan dapat dihandalkan dalam proses memberikan pelayanan terhadap pelangan.
RSU PKU Muhammadiyah Delanggu selama ini melakukan penilaian kinerja manajemen dengan menyusun dan melaporkan sebuah laporan kinerja dalam bentuk Laporan Akuntabilitas yang disampaikan kepada PCM. Laporan kinerja yang disampaikan berfokus pada pertanggungjawaban kegiatan rumah sakit yang mendasarkan pada kinerja finansial atau keuangan serta laporan kinerja yang sesuai dengan standar pengukuran jasa pelayanan kesehatan nasional.
Adapun laporan kinerja rumah sakit berupa :
(18)
2. Analisis kesehatan keuangan ; Cash Ratio, Current Ratio , Solvabilitas, Average Days Inventori, profit margin, Perputaran Persediaan, Retur On Investasi ( ROI ).
3. Kinerja opersional, yang antara lain;
a. Pertumbuhan pruduktivitas yang berupa; kunjungan rawat jalan, IGD, rawat inap,pemeriksaan penunjang
b. Efektivitas layanan yang berupa rasio ketenagaan, BOR (Bed Occupancy Rate), ALOS (Average Length of Stay), TOI (Turn Over Internal), BTO (Bed Turn Over), rasio ketenagaan.
c. pertumbuhan dan daya saing,yang berupa sales Growth, activity growth
d. pengembangan SDM yang berupa, pembekalan dan implementasi profsional ,islami gap kompetensi, kepuasan karyawan
4. Indikator kinerja mutu layanan a. GDR (Gross Death rate) b. NDR (Net Death Rate) c. Response time rate
d. Angka kematian gawat darurat e. Pasien dirujuk
f. Kecepatan pelayanan resep g. Mutu asuhan keperawatan
(19)
15
h. Dan indikator klinis dan indikator unit 5. Indikator kepuasan pelanggan
Adapun laporan indikator tersebut diatas masih belum terukur secara komprehensip, berimbang dan berkesinambungan. laporan kinerjanya tersusun terpisah pisah yang antara lain Laporan kinerja ini disusun oleh bagian rekam medik setiap sebulan sekali dan pada akhir tahun akan dirangkum/direkapitulasi menjadi laporan kinerja tahunan yang akan dilaporkan kepada BKM.
Adapun sebagian hasil kinerja rumah sakit berdasarkan laporan tahun 2013 dari pelayanan dan keuangan adalah seperti tabel berikut.
Tabel.1.1
Laporan Pengukuran Kinerja Pelayanan tahun 2013 Indikator Capaian Standart ideal
BOR 60-85%
ALOS 5-7 hari
BTO 40 - 50 kali
TOI 1 -3 hari
GDR <45 per 1000 penderita
NDR < 25 per 1000 penderita keluar Tabel 1.2
Pelaporan kinerja keuangan Tahun 2013
Indikator Capaian Skor Target Skor
Cash ratio 4 10
Current Ratio 6 10
Perputaran Persediaan 6 10
Collection Periods ( CP ) 8 10
Perputaran Total Asset ( TATO) 8 10
Return On Asset ( ROA ) 10 10
(20)
Indikator Capaian Skor Target Skor
10 10
10 10
10 10
Total skor 82 100
Kriteria Sehat Sehat
Katagori AA AAA
Dari kinerja tersebut diatas menunjukan bahwa RSU PKU Muhammadiyah Delanggu belum sepenuhnya menggunakan kinerja Balance scorecard, sebetulnya indikator – indikator dari perspektif Balance scorecard ( keuangan, Konsumen, Proses Bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan ) dari laporan tersebut diatas sudah ada namun belum sepenuhnya terukur secara komprehensif, berimbang, dan kesinambungan:
1. Komprehensif
Karena pengukurannya baru mencakup keuangan dan belum sepenuhnya mencakup kinerja non keuangan, sehingga perhatiannya belum sepenuhnya difokuskan pada non keuangan – perspektif yang didalamnya terletak pemacu sesungguhnya kinerja keuangan.
2. Berimbang
Laporan kinerjanya belum sepenuhnya menunjukan keseimbangan secara vertikal ( keinternal dan keeksternal ) maupun harisontal ( focus orang dan focus proses).
(21)
17
Secara vertikal yaitu ukuran yang berfokus ke internal ( modal sumber daya manusia, modal tehnologi informasi dan modal organisasi serta proses bisnis internal) maupun keeksternal ( pemilik dengan hasil keuangan, custumer). Secara vertikal baru mengukur fokus pada internal yaitu proses bisnis internal dan eksternal yaitu pemilik kinerja keuangan. Sedangkan focus internal ( modal sumber daya manusia, modal tehnologi informasi dan modal organisasi) dan focus eksternal ( custumer) belum terukur.
Secara Horisontal yaitu yang mengukur focus pada orang dan proses ukuran kinerjanya baru berfokus pada ukuran kinerja proses, untuk focus ukuran kinerja orang belum terukur.
Pengukuran baru dapat keseimbangan jika telah dapat mengukur perspektif keuangan, perpektif Custumer, perspektif proses bisnis internal, dam pembelajaran dan pertumbuhan.
3. Berkesinambungan.
Laporan kinerjanya belum sepenuhnya membangun hubungan sebab akibat diantara sasaran perspektif.
Kekurangan dari pengukuran kinerja Rumah Sakit masih beberapa pengukuran yang masih parsial, dan masih belum mampu memberikan pengukuran yang lengkap, terintegrasi dan komprehensif secara bersama-sama.
(22)
Berdasarkan data-data pengukuran tersebut di atas mengindikasikan belum terintegrasinya pengukuran kinerja RSU PKU Muhammadiyah Delanggu yang mampu memberikan gambaran kinerja secara menyeluruh. Oleh karena itu agar mendapatkan pengukuran kinerja secara komprehensif, berimbang, terukur, dan berkesinambungan. Oleh karena agar Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Delanggu mendapatkan pengukuran kinerja secara komprehensif, berimbang, dan terukur serta berkesinambungan perlu diteliti pengukuran kinerjanya dengan pendekatan Balanced scorecard. Atas dasar hal tersebut perlu diadakan penelitian dengan judul “
Analisis kinerja RSU PKU Muhammadiyah Delanggu dengan
pendekatan balanced scorecard “ , diharapkan dapat membuat
pengukuran kinerja di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu menjadi lebih baik dari yang ada sekarang.
B. Rumusan Masalah
Rumah sakit adalah istitusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat komplek, yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan tehnologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuan yang beragam. berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan tehnologi kedokteran yang berkembang sangat
(23)
19
pesat yang perlu diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang bermutu standard dan terjangkau.
Rumah sakit adalah suatu sarana pelayanan kesehatan merupakan institusi yang unik dan penuh tantangan. Jasa pelayanan yang diberikan bersifat intangible dan memerlukan sumber daya manusia yang professional serta membutuhkan investasi yang tidak sedikit.
Pelayanan kesehatan yang bermutu bukan semata-mata sembuh dari penyakitnya, tetapi juga menyangkut persepsi pasien terhadap kualitas kesuluruhan proses pelayanan. Tuntutan dan harapan pasien merupakan suatu aspek yang menentukan keberhasilan suatu rumah sakit.
Untuk memenuhi tuntutan pelayanan kesehatan tersebut dan agar rumah sakit tetap bisa eksis keberlangsungan dalam menberikan pelayanan maka rumah sakit dikelola secara berdaya guna dan berhasil guna baik terkait sumber daya manusia, organisasi, system informasi , proses mutu layanan , tetap bisa terjanggkau dan tuntutan, harapan pasien bisa terpenuhi serta harapan pemilikuntuk keberlangsungan rumah sakit bisa berjalan.
Dalam rangka meningkatkan daya saing di era globalisasi ini, rumah sakit perlu melakukan reformasi manajemen perumahsakitan dengan harapan berbagai masalah manajemen dalam efficiency, productivity, quality, dan patientresponsiveness dapat terselesaikan. (Yahya, 2006). Oleh karena itu rumah sakit harus memiliki management yang dapat memaksimalkan daya
(24)
guna dari sumber daya yang ada, dan management rumah sakit harus dikembangkan dengan pendekatan quality assurance (Depkes RI, 1998).
Kondisi persaingan pelayanan kesehatan saat ini sangat ketat, Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan harus memiliki kemampuan untuk membedakan dirinya dalam persaingan agar dapat mempertahan kelansungan hidupnya oleh karena itu Rumah sakit PKU Muhammadiyah Delanggu perlu mengetahui kinerja rumah sakit secara lebih komprehensif dari berbagai sisi. Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Delanggu sudah mengukukur kinerjanya dari kinerja keuangan, operasional , mutu layanan, namun hal ini masih belum cukup karena banyak aspek – aspek penting yang menjadi pemicu kinerja organisasi tidak terlihat dalam pengukuran tersebut dan masih terpisah pisah.
Pengukuran yang masih parsial belum secara komprehensif memasuki keempat perspektif balanced scorecard akan menghasilkan pengukuran yang bias dan tidak mampu memberikan gambaran Rumah Sakit PKU yang menyeluruh. Oleh karena itu masalah yang ingin diangkat dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana kinerja di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Delanggu dengan pendekatan balanced scorecard dengan keempat perspektif keuangan,consumen,proses internal bisnis dan pertumbuhan pembelajaran ? “.
(25)
21
Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas dapat dirumuskan Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini : Apakah kinerja RSU PKU Muhammadiyah Delanggu sudah dapat dikatakan baik berdasarkan penerapan elemen-elemen dalam Balanced scorecard ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan masalah yang telah diidentifikasi diatas, maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan:
a. Menganalisis kinerja RSU PKU Muhammadiyah Delanggu dari perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan secara berimbang , komprehensif dan berkesinambungan ( koheren).
b. Mengetahui kinerja RSU PKU Muhammadiyah Delanggu sudah dapat dikatakan baik,cukup atau jelek berdasarkan pendekatan elemen-elemen dalam Balanced scorecard.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut: a. Bagi Akademik
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai penilaian kinerja dengan menggunakan Balanced scorecard.
(26)
b. Bagi Pihak Rumah Sakit
1. Membantu rumah sakit untuk melakukan pengukuran kinerja yang mampu mencerminkan seluruh aspek baik keuangan maupun non keuangan dengan menggunakan konsep Balanced scorecard yang berguna dalam pengambilan keputusan.
2. Rumah sakit akan mengetahui arti penting pengukuran kinerja dengan menggunakan Balance Scorecard dalam pencapaian peningkatan kinerja organisasi.
3. Memberikan gambaran kinerja yang komprehensif untuk rumah sakit digunakan dalam mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan.
4. Membantu rumah sakit mempunyai fokus perhatian pada sasaran visi dan misi, tujuan sasaran strategi map rumah sakit.
(27)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengukuran Kinerja
a. Pengertian Pengukuran Kinerja
Banyak ahli memberikan pengertian kinerja. Beberapa ahli
diantaranya antara lain menurut menerut Drucker (2002, p.134)
kinerja adalah tingkat prestasi atau hasil nyata yang dicapai kadang–
kadang digunakan untuk memperoleh hasil yang positif. Menurut
Mulyadi (2007,p.237) kinerja didefinisikan sebagai keberhasilan
personil dalam mewujudkan sasaran strategik di empat perspektif,
keuangan, custumer, proses serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Menurut Larry D. Stout (dalam Yuwono 2002) menyatakan bahwa
pengukuran kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur
pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission
accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk,
jasa ataupun suatu proses.
Jadi pengukuran kinerja adalah proses menilai kemajuan
pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi
guna mendukung pencapaian misi organisasi, termasuk menilai
(28)
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem
yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian
suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem
pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian
organisasi, karena pengukuran kinerja dapat diperkuat dengan
menetapkan reward and punishment (Mardiasmo, 2002:121).
b. Tujuan Pengukuran Kinerja
Tujuan pokok pengukuran kinerja adalah memotivasi
karyawan dalam penyampaian sasaran organisasi dan dalam mematuhi
standar prilaku yang yang telah ditetapkan sebelumnya, agar
membuahkan hasil dan tindakan yang diinginkan. (Mulyadi 2001)
Tujuan pengukuran kinerja sektor publik adalah sebagai berikut
(Mardiasmo, 2002:122) :
1. Mengkomunikasikan strategi secara lebih mantap
2. Mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang
sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian strategi.
3. Mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level
menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal
congruence.
4. Alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual
(29)
25
a. Manfaat Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Menurut Lynch dan Cross (dalam Novella, 1993),
manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah sebagai
berikut:
1) Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga
akan membawa perusahaan lebih dekat kepada
pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam
organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada
pelanggan.
2) Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai
bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal.
3) Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus
mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap
pemborosan tersebut (reduction of waste).
4) Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur
menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat proses
pembelajaran.
5) Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan
dengan memberi reward atas perilaku tersebut.
2. Pengukuran Kinerja menurut Perspektif Tradisional
(30)
Secara umum, industri terbagi menjadi tiga jenis yakni industri
skala kecil, industri skala menengah, dan industri skala besar. Dalam
lingkungan usaha yang berskala kecil, masih menggunakan
pengukuran kinerja secara tradisional dalam melakukan pengukuran
kinerja perusahaannya. Secara sederhana, pengertian pengukuran
kinerja secara tradisional adalah pengukuran kerja yang hanya
berdasarkan kepada kinerja keuangan dan kemampuan perusahaan
dalam mendapatkan laba. Pengukuran kinerja tradisional hanya
menitik beratkan pada sisi keuangan saja. Pengukuran berdasarkan
perspektif tradisional cenderung mengandalkan pengukuran keuangan
jangka pendek sebagai standar kinerja perusahaannya dan berdasarkan
atas kinerja yang telah lewat.
b. Konsep Pengukuran Kinerja Tradisional
Konsep tradisional merupakan konsep pengukuran kinerja yang
sering sekali digunakan perusahaan karena mudah dalam melakukan
penilaiannya. Menurut Mulyadi dan Jhoni Setiawan (1999), ukuran
keuangan tidak dapat menggambarkan kondisi riil perusahaan di masa
lalu dan tidak mampu menuntun sepenuhnya perusahaan kearah yang
lebih baik, serta hanya berorientasi jangka pendek. Namun sistem
pengukuran tradisional yang digunakan selama ini kurang
(31)
27
mengelola semua kompetensi yang memicu keunggulan kompetitif
organisasi bisnis (Giri,1998). Hal ini menyebabkan manajer tidak
mengetahui sampai seberapa jauhpengaruh yang ditimbulkan akibat
strategi yang telah diterapkan. Adanya beberapa kritik terhadap
penggunaan penilaian kinerja tradisional menurut Kaplan dan Norton (
dalam novella, 1996), yaitu:
a) Adanya ketidak cukupan dalam pendokumentasian dari sistem
pengukuran finansial tersebut. Kesulitan dalam menghitung nilai
finansial untuk aktiva-aktiva seperti kapabilitas proses, keahlian
dan motivasi, loyalitas customer dan sistem database akan
membuat aktiva-aktiva ini tidak dicantumkan dalam neraca.
b) Memfokuskan pada ukuran masa lalu. Ukuran finansial hanya
menjelaskan beberapa perstiwa masa lalu yang cocok untuk
perusahaan abad industri dimana investasi dalam kapabilitas jangka
panjang dan hubungan dengan pelanggan bukanlah faktor penting
dalam mencapai keberhasilan.
c) Ketidakmampuan merefleksikan nilai-nilai yang diciptakan dari
tindakan kontemporer. Ukuran finansial oleh manajer senior
seolah-olah mampu menjelaskan hasil operasi yang dilakukan oleh
(32)
Pengukuran kinerja keuangan akan mendorong manajer lebih
banyak memperbaiki kinerja jangka pendek dan seringkali
mengorbankan tujuan jangka panjang. Kinerja keuangan yang baik saat
ini boleh jadi mengorbankan kepentingan-kepentingan jangka panjang
perusahaan. Sebaliknya kinerja keuangan yang kurang baik saat ini
bisa terjadi karena perusahaan melakukan investasi demi kepentingan
jangka panjangnya . Banyaknya kelemahan dalam sistem pengukuran
kinerja tradisional mendorong Kaplan dan Norton untuk
mengembangkan suatu sistem pengukuran kinerja yang
memperhatikan empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif
pelanggan, perspektif proses bisnis internal serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan. Pendekatan ini secara umum dikenal
dengan konsep Balanced scorecard. Balanced scorecard diterapkan
berdasarkan visi dan misi yang telah dimiliki organisasi yang
selanjutnya visi dan misi tersebut dituangkan dalam bentuk strategi
untuk mencapai tujuan organisasi.
c. Permasalahan dalam Pengukuran Kinerja Tradisional
Ketika perusahaan mulai membesar dan pihak-pihak
yangberkepentingan dengan perusahaan (stakeholders) ikut bertambah,
(33)
29
1) Peningkatan skala perusahaan berupa integrasi fungsi – fungsi dan
semakinkompleksnya struktur organisasi memperbesar jumlah
transaksi internal yangmembuat mekanisme harga terbengkalai.
2) Pembesaran perusahaan berakibat pula pada semakin panjangnya
siklus operasi perusahaan.
3) Pengukuran kinerja bahkan semakin sulit dilakukan pada
perusahaan pada modal berskala besar yang menghasilkan lebih
dari satu jenis produk, terutama kesulitan dalam pengalokasian
biaya overhead.
4) Bertambahnya stakeholders semakin mempersulit proses deliberasi
untuk menyepakati besarnya nilai akun dalam neraca dan laporan
rugi laba yang bukan berasal dari arms’ length transaction, seperti
exit value, replacementcost, dan sebagainya.
5) Pemakaian kinerja keuangan sebagai satu-satunya penentu kinerja
perusahaan dapat mendorong manajer untuk mengambil tindakan
jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang.
6) Diabaikannya aspek pengukuran non-financial akan memberikan
suatu pandangan keliru bagi manajer mengenai perusahaan di masa
(34)
7) Kinerja keuangan hanya bertumpu pada kinerja masa lalu dan
kurang mampu untuk menuntun perusahaan ke arah tujuan
perusahaan.
8) Dalam perspektif tradisional, strategi perusahaan hanya
berorientasi ke dalam yang menyebabkan perusahaan tidak mampu
memantau perubahan kebutuhan customers. Dengan berbagai
kendala di atas, dapat dipastikan bahwa pengukuran kinerja
berbasis informasi keuangan sudah tidak bisa lagi memuaskan
semua pihak. Maka dari itu, mulai bermunculan alat – alat
pengukuran kinerja non-tradisional seperti : Basic of Performance
Measurement yang dikembangkan oleh Jerry L. Harbour,
Performance Measurement for World Class Manufacturing yang
dikembangkan oleh Dixon, Nanni, dan Thomas Vollmann,
Performance Evaluation, yang dikembangkan oleh Doumeingts,
Clavc, dan Meile, Quantum Performance Measurement Matrix
yang dikembangkan oleh Steven M, H. Rone dan Arthur Andersen,
serta Balanced Scorecard yang dikembangkanoleh Kaplan dan
Norton. Dua dari kelima alat ukur non tradisional yang telah
disebutkan sebelumnya, yaitu Quantum Performance Measurement
(35)
31
perusahaan sebagai titik tolak acuan pengukuran
kinerjaperusahaan.
3. Syarat penerapan Balanced Scoredcard
Untuk dapat menggunakan balanced scorecard, perusahaan harus
memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Memobilisasi Perubahan Melalui Kepemiminan Eksekutif
Faktor yang paling penting dalam menentukan kesuksesan penerapan
balanced scorecard adalah tingkat ownership dan partisipasi aktif dari
pemimpin. Suatu proses perubahan bisa berjalan dengan baik jika tiap
orang punya andil. Pemimpin harus mampu menggerakkan orang-orang
supaya dapat menerima perubahan tersebut dan aktif di dalamnya. Prinsip
ini meliputi beberapa poin penting, yakni:
1) menekankan pentingnya suatu perubahan.
2) membentuk tim yang memimpin proses ini.
3) mengembangkan visi dan strategi.
b. Menerjemahkan Strategi dalam Bentuk Operasional
Untuk melibatkan strategi dalam suatu sistem manajemen, maka strategi
ini harus bisa dipahami. Strategi ini harus dapat diterjemahkan ke dalam
aktivitas yang bersifat operasional. Disinilah peran penting Strategy Map
dan Balanced Scorecard. Strategy Map merupakan suatu diagram yang
(36)
nilai, yakni dengan menghubungkan antara tujuan-tujuan strategis dalam
hubungan sebab-akibat satu sama lain, mengacu pada Balanced Scorecard.
Dengan melihat diagram ini, seharusnya kita langsung bisa memahami
strategi organisasi, dan bagaimana cara menjalankan strategi tersebut.
c. Menyelaraskan Organisasi dengan Strategi
Strategi sudah ada, maka tugas selanjutnya adalah menyelaraskan
organisasi dengan strategi tersebut. Ini bukanlah suatu hal yang mudah,
karena masing-masing punya karakteristik yang berbeda. Komunikasi dan
koordinasi yang baik antar unit, sehingga tercipta keselarasan, merupakan
kunci dari keberhasilan implementasi strategi.
d. Menjadikan Strategi sebagai Pekerjaan Rutin Pegawai
Demi menjamin keberhasilan implementasi strategi, maka harus dipastikan
bahwa seluruh karyawan punya partisipasi yang aktif dalam
menjalankannya. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka focus pada 3
poin penting:
1) menjamin terciptanya awareness terhadap strategi melalui
komunikasi yang baik dengan seluruh karyawan
2) membuat personal scorecard, sehingga masing-masing individu
karyawan mempunyai tujuan yang harus dicapai dan strategi yang
(37)
33
3) strategi kompensasi bagi karyawan harus terkait dengan strategi
yang dijalankan
e. Menjadikan Strategi sebagai Sebuah Proses yang Berkesinambungan
Dulunya, manajer biasa melakukan rapat hanya untuk membahas
penyimpangan apa saja yang terjadi di lapangan, jarang sekali
membahas mengenai strategi. Melalui balanced scorecard, maka
perusahaan dapat menjadikan strategi suatu proses yang berkelanjutan.
Caranya, adalah dengan menjalankan 3 proses kunci sebagai berikut:
1) menyelaraskan antara strategi organisasi dengan pendanaan
melakukan rapat untuk membahas strategi, sehingga tidak hanya
membahas mengenai penyimpangan strategi saja melainkan juga
tindakan untuk mengkoreksinya
2) memanfaatkan proses yang terjadi sebagai sarana pembelajaran
serta melakukan adaptasi terhadap strategi
4. Balanced scorecard
a. Pengertian Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton yang diterjemahkan oleh Peter R. Yosi
Pasla (2000, p.8): “Mempertajam konsep pengukuran kinerja dengan
menentukan suatu pendekatan yang efektif dan “seimbang” (Balanced)
(38)
terdiri dari empat perspektif yaitu: financial, customer, internal
business process and learning andgrowth”.
Sedangkan menurut Mulyadi (2001, p.19), balanced scorecard
memperluas perspektif dalam perencanaan strategik, dari yang
sebelumnya hanya terbatas pada perspektif keuangan meluas pada
ketiga perspektif yang lain: Customer, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif rencana strategik
ke perspektif non keuangan tersebut menghasilkan manfaat berikut ini:
“Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda berjangka panjang
dan memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis yang
kompleks.”
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa balanced
scorecard adalah alat untuk mengukur kinerja keuangan dan non
keuangan yang terdiri dari empat perspektif yaitu perspektif keuangan
(financial perspective), perspektif pelanggan (customerperspective),
perspektif proses bisnis internal (internal business process
perspective), perespektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and
growth perspective).
b. Konsep Balanced scorecard
Balanced scorecard adalah suatu pendekatan untuk mengukur
(39)
35
keuangan. Pemikiran dari Balanced scorecard adalah mengukur
kinerja serta target perusahaan dari empat sudut berbeda. Selama ini
ukuran itu secara formal hanya untuk keuangan (finance) seperti
menggunakan “Balanced Sheet” dan “Income Statement” atau dengan
menghitung rasio-rasio keuangan seperti rasio likuiditas, solvabilitas
dan rentabilitas perusahaan. Pada konsep Balanced scorecard tidak
hanya aspek keuangan (finance) saja yang menjadi tolak ukur kinerja
perusahaan, ada tiga sudut pengukuran lain yang juga diperhitungkan
aspek tersebut yaitu, Customer, InternalBusiness Process dan
Learning & Growth.
Menurut Kaplan dan Norton (dalam Aurrora, 1996) Balanced
scorecard terdiri dari 2 kata, yaitu: 1. Scorecard Yaitu kartu yang
digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang nantinya
digunakan untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang
sesungguhnya. 2. Balanced Menunjukkan bahwa kinerja personel atau
karyawan diukur secara seimbang dan dipandang dari 2 aspek yaitu
keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang dan
dari segi intern maupun ekstern. Dari definisi tersebut pengertian
sederhana dari Balanced scorecard adalah kartu skor yang digunakan
untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan antara
(40)
Balanced scorecard merupakan suatu kerangka kerja, suatu bahasa
yang mengkomunikasikan visi, misi, dan strategi kepada seluruh
karyawan tentang kunci penentu sukses saat ini dan masa datang.
Selain itu, Balanced scorecard juga menekankan bahwa pengukuran
kinerja keuangan maupun non keuangan tersebut haruslah merupakan
bagian dari sistem informasi seluruh karyawan baik manajemen tingkat
atas maupun tingkat bawah. Balanced scorecard menekankan bahwa
semua ukuran finansial dan non finansial harus menjadi bagian sistem
informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan. Balanced
scorecard berbeda dengan sistem pengukuran kinerja tradisional yang
hanya bertumpu pada ukuran kinerja semata.
Menurut Rohmn (2003), sebelum Balanced scorecard
diimplementasikan, organisasi terlebih dahulu harus membangun atau
menyusun Balanced scorecard. Terdapat enam tahapan dalam
membangun suatu Balanced scorecard yaitu:.
1) Menilai Fondasi Organisasi
Merumuskan visi dan misi organisasi, termasuk didalamnya
mengidentifikan kebutuhan dan faktor-faktor yang mendukung
organisasi untuk mencapai misinya. Penilaian fondasi organisasi
meliputi analisa kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan ancaman
(41)
37
SWOT analysis. Organisasi juga dapat melakukan benchmarking
terhadap organisasi lainnya. Dari penilaian fondasi ini organisasi
mengetahui apa yang menjadi visi dan misi organisasi, kekuatan
dan kelemahan bahkan tindakan apa saja yang harus dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
2) Menyusun strategi bisnis
Strategi merupakan pernyataan apa yang harus dilakukan
organisasi untuk mencapai keberhasilan. Strategi ini didapatkan
dari misi dan visi penilaian fondasi organisasi. Strategi ini
menyatakan tindakan apa saja yang harus dilakukan organisasi
untuk mencapai misi organisasi yang sesuai dengan kekuatan dan
kelemahan organisasi.
Visi diperlukan dalam sebuah organisasi untuk
menumbuhkan pemotivasian personil. Visi organisasi dijabarkan
kedalam ukuran-ukuran kinerja. Pengukuran kinerja dimulai dari
penentuan ukuran kinerja untuk menentukan ukuran kinerja, visi
organisasi perlu dijabarkan kedalam tujuan (goal) dan sasaran
strategi (objectives). Visi adalah gambaran kondisi yang akan
diwujudkan di masa yang akan datang. Visi biasanya dinyatakan
dalam suatu pernyataan yang terdiri dari satu atau beberapa kalimat
(42)
perusahaan perlu merumuskan strategi. Dalam proses perumusan
strategi (strategi formulation), visi organisasi dijabarkan dalam
goal (tujuan).
Menurut Mulyadi(2009) Perencanaan strategik merupakan
alat penerjemah keluaran sistem perumusan strategi, oleh karena
itu dalam perencanaan strategi harus memahami konsep misi, visi,
keyakinan dasar, nilai dasar,dan strategi serta fungsinya
masing-masing. Langkah-langkah penerjemahan visi, misi, tujuan,
keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi dilaksanakan sebagai
berikut ; Penyusunan Strategy map, Penentuan Balanced scorecard
(ukuran kinerja dan target), Pemilihan action Plan.
3) Membuat Tujuan Organisasi
Tujuan organisasi menunjukkan bagaimana
tindakan-tindakan yang harus dilakukan untuk melaksanakan strategi.
Tujuan organisasi merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang
harus dilakukan untuk mencapai strategi serta waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Tujuan
organisasi dinyatakan dalam empat perspektif yaitu perspektif
customers dan stakeholders, perspektif employee & organization
capacity. Untuk masing-masing perspektif dirumuskan tujuan yang
(43)
39
strategi utama organisasi adalah meningkatkan kualitas pendidikan,
strategi tersebut dapat dijabarkan kedalam empat perspektif.
4) Membuat peta strategi ( strategic map )
Sebuah organisasi mempunyai unit-unit yang mempunyai
strategi dan tujuan sendiri sendiri.Untuk dapat dijalankan secara
efektif maka strategi-strategi dan tujuan tesebut harus
digabungkan dan dihubungkan secara bersama-sama. Untuk
menggabungkan dan menghubungkan stretegi-strategi dan tujuan
tersebut dibutuhkan strategic map.
Strategic map dapat dibangun dengan menghubungkan
strategi dan tujuan dari unit-unit dengan menggunakan hubungan
sebab akibat( cause effect relationship). Dengan menggunakan
hubungan sebab akibat organisasi dapat menghubungkan strategi
dan tujuan ke dalam empat perspektif dalam balanced scorecard.
Hubungan diantara strategi-strategi tersebut digunakan untuk
menunjukkan faktor-faktor yang mendukung kesuksesan organisasi
dan sebaliknya. Strategy map dapat membantu memetakan bagian
yang sulit ini, karena :
a) Strategy map merupakan suatu alat yang befungsi memberikan
(44)
pekerjaan yang mereka lakukan dengan strategi perusahaan
secara keseluruhan.
b) Strategy map mampu mendeskripsikan tujuan dari peningkatan
pendapatan, konsumen yang ditargetkan, dimana pertumbuhan
pendapatan akan terjadi, penciptaan value proporsition, rantai
generik proses bisnis internal yang terdiri dari proses inovasi,
operasi dan pelayanan purna jual, serta investasi sumber daya
manusia, sistem yang diperlukan dan lingkungan perusahaan
yang mendukung terciptanya employee value.
c) Strategy map menunjukkan bagaimana hubungan sebab akibat
yang terjadi, dimana dapat dipantau pertumbuhan pada bagian
tertentu untuk menciptakan output yang diinginkan.
d) Untuk perspektif yang lebih besar, strategy map menunjukkan
bagaiman suatu organisasi akan merubah inisiatif dan sumber
dayanya, termasuk aset tak berwujud (intangible assets) seperti
budaya korporasi dan pengetahuan
Menurut Mulyadi (2009 ) Strategi map
menggambarkan proses pengubahan intangible assets menjadi
tangible assets melalui hubungan sebab akibat antara sasaran
strategik di perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, dengan
(45)
41
di perspekti keuangan. Gambaran mengenai strategik map
menurut mulyadi ( 2009) dapat dilihat pada gambar 2.1.
PERSPEKTIF KEUANGAN PERSPEKTIF CUSTUMER PERSPEKTI PROSES PERSPEKTIF PEMBELAJARAN
PERTUMBUHAN Skill System Culture
Training Database Leadership Knowledge Network Aligmen
Teamwork
gambar 2.1 strategik map Custumer value Prosition
( more Value-added)
Operation Management Processes Costumer Manage ment Processe Innovation Processes Regulatory and social Processes Proses untuk memproduk si dan menyarahka n produk dan jasa Proses untuk meningk atkan Custume r Value Proses untuk mencipta kan produk dan jasa baru Proses untuk meningkatka n hubungan dengan masyarakat dan Human
(46)
Strategi merupakan pernyataan apa yang harus dilakukan
organisasi untuk mencapai keberhasilan. Strategi ini didapatkan dari
misi dan hasil penilaian fondasi organisasi. Strategi ini menyatakan
tindakan apa saja yang harus dilakukan oleh organisasi untuk
mencapai misi organisasi yang sesuai dengan kekuatan dan kelemahan
organisasi. Dalam membentuk strategi, organisasi harus
mempertimbangkan pendekatan apa saja yang bisa digunakan untuk
menjalankan strategi tersebut, termasuk didalamnya apakah strategi
tersebut bisa dijalankan, berapa banyak sumber daya yang dibutuhkan
dan apakah strategi tersebut mendukung organisasi mencapai misinya.
c. Mengukur Performance
Mengukur performance berarti memantau dan mengukur
kemajuan yang sudah dicapai atas tujuan-tujuan strategis yang telah
diciptakan. Pengukuran kinerja yang bertujuan untuk meningkatkan
kemajuan organisasi kearah yang lebih baik. Untuk dapat mengukur
kinerja, maka harus ditetapkan ukuran-ukuran yang sesuai untuk setiap
tujuan strategis. Dalam setiap perspektif dinyatakan tujuan-tujuan
strategis yang ingin dicapai, yang kemudian untuk setiap tujuan -
tujuan strategis tersebut ditetapkan paling sedikit satu pengukuran
kinerja. Untuk dapat menghasilkan pengukuran kinerja yang
(47)
43
(outcome) yang diinginkan dan proses yang dilakukan untuk mencapai
outcome tersebut. Pengukuran performance dapat menggunakan Key
Performance Indicators (KPI), dapat diartikan sebagai indikator yang
akan memberikan informasi sejauh mana kita telah berhasil
mewujudkan sasaran strategis yang telah kita tetapkan. Dalam
menyusun KPI kita harus sebaiknya menentapkan indikator kinerja
yang jelas, spesifik dan terukur (measurable). KPI sering digunakan
untuk menilai aktivitas-aktivitas yang sulit diukur seperti keuntungan
pengembangan kepemimpinan, perjanjian, layanan, dan kepuasan. KPI
juga sebaiknya harus dinyatakan secara eksplisit dan rinci sehingga
menjadi jelas apa yang diukur. Pada sisi lain, biaya untuk
mengidentifikasi dan memonitor KPI sebaiknya tidak melebihi nilai
yang akan diketahui dari pengukuran tersebut. Hindari pengukuran
yang berlebihan yang tidak banyak memberi nilai tambah
d. Menyusun Inisiatif
Inisiatif merupakan program-program yang harus dilakukan
untuk memenuhi salah satu atau berbagai tujuan strategis. Sebelum
menetapkan inisiatif, yang harus dilakukan adalah menentukan target.
Target merupakan suatu tingkat kinerja yang diinginkan. Untuk setiap
ukuran harus ditetapkan target yang ingin dicapai. Penetapan target ini
(48)
terhadap organisasi-organisasi yang unggul didalam bidangnya.
Target-target biasanya ditetapkan untuk jangka waktu tiga sampai lima
tahun. Setelah target-target ditentukan maka selanjutnya ditetapkan
program-program yang akan dilakukan untuk mencapai target tersebut.
5. Keunggulan dan Manfaat Balanced scorecard
Keunggulan Balanced scorecard dalam konsep pengukuran kinerja
yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Komprehensif :
Komprehensif yang dimaksud adalah peilaian yang tidak hanya
terbatas pada perspektif keuangan, melaikan meluas ketiga perspektif
yang lain : costumer, proses, serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Sebelum konsep Balanced scorecard ditemukan, perusahaan
beranggapan bahwa perspektif keuangan adalah perspektif yang paling
tepat untuk mengukur kinerja perusahaan. Setelah keberhasilan
Balanced scorecard, para eksekutif perusahaan baru menyadari output
yang dihasilkan oleh perspektif keuangan sesungguhnya merupakan
hasil dari tiga perspektif lainnya, yaitu pelanggan, proses bisnis
internal dan pembelajaran pertumbuhan. Dengan adanya perluasan
perspektif menghasilkan :
a. Kinerja keuangan yang berkesinambungan karena perhatian dan usaha dapat difokuskan pada perspektif non keuangan,
(49)
45
dimana perspektif yang didalamnya terletak pemacu
sesungguhnya kinerja keuangan.
b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis
yang kompeks, karena Balanced Scorecard menghasilkan
perspektif yang luas (keuangan, custumer, proses, serta
pembelajaran dan pertubuhan) sehingga mampu menilai dari
rencana yang dihasilkan mampu merespon perubahan
lingkungan.
c. Pengukuran ini diharapkan manfaat yang diperoleh oleh
perusahaan adalah pelipatgandaan keuangan di jangka panjang
2. Koheren :
Balanced scorecard untuk membangun hubungan sebab
akibat diantara berbagai sasaran yang dihasilkan dalam
perencanaan strategik. Setiap sasaran strategik yang ditetapkan
dalam perspektif non keuangan harus mempunyai hubungan
kausal dengan sasaran keuangan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan harus
menyebabkan diwujudkanya sasaran strategik diperspektif proses
atau custumer atau secara langsung menjadi penyebab
(50)
contoh sasaran strategik yang koheren menurut mulyadi ( 2009 )
seperti gambar 2.2.
PERSPEKTIF
Differentiation strategy Cost Leadership strategy
KEUANGAN USTOMER PROSES BISNIS INTERNAL PERTUMBUHAN DAN PEMBELAJ ARAN Gambar 2.2.
Contoh sasaran strategik yang koheren
Pertumbuhan Pendapata Sustanaeble Outstanding Financial Berkurangnya biaya Meningkatnya kualitas Meningkatnya kualitas hubungan Meningkatnya citra organisasi Terintegrsikannya proses layanan intern Meningkatnya kecepata n proses inovasi jasa Meningkatnya kualitas layanan masyarak at lingkung Meningkatnya kualitas prooses layanan kepada cuctumer Karyawan berdaya Sistem informasi terintegras Organisasi nirbatas dan berkapabil
(51)
47
Gambar 2.4 memperlihatkan dua sasaran strategik
diperspektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu (1)
meningkatnya kapabilitas personil, dan (2) meningkatnya
komitmen personil ditujukan untuk mewujudkan dua sasaran
strategik di perspektif proses; (1) meningkatnya kualitaslayanan
kepada customer dan (2) terintegrasikannya proses layanan kepada
costumer . Akhirnya semua sasaran strategik diberbaagai perspektif
non keuangan harus bermuara disasaran strategik perspektif
keuangan.
3. Seimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan dalam
empat perspektif meliputi jangka pendek dan panjang berfokus
pada faktor internal dan eksternal. Keseimbangan dalam Balanced
scorecard juga tercermin dengan selarasnya scorecard personal staf
dengan scorecard perusahaan sehingga setiap personal yang ada
dalam perusahaan bertanggung jawab untuk memajukan
perusahaan.
Keseimbangan sasaran strategic yang dihasilkan oleh
(52)
keuangan berkesinambungan. Adapun garis keseimbangan dapat
dilihat pada gambar 2.3.
erspektif Proses Process - centric Perspektif keuangan
Internal Fokus external Fokus
erspektif
Pembelajaran danPertumbuha n
People – centric Perspektif Custumer
gambar 2.3. garis keseimbangan
Dalam gambar tersebut terlihat dua garis pemisah
keseimbangan : garis vertikal dan garis horizontal.
Garis vertikal digunakan untuk mengukur keseimbangan
antara pemusatan kedalam ( internal focus) dan pemusatan keluar (
eksternal focus).sasaran strategic yang lebih difokuskan
keperspektif pembelajaran dan pertumbuhan disebut terlalu
berfokus ke intern yang mengakibtkan perspektif costumer dan
keuangan menjadi terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi
Human Capita l, Inform ation Capita l, and Custumer Value Custumer Value Long –term share holder Value Produktive and Cost Effective Prosse s Human Capita l, Inform ation Capita l, and
(53)
49
kepuasan costumer dan pemegang saham/pemilik sehingga dapat
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
kinerja keuangan dalam jangka panjang. Sasaran strategik yang
lebih difokuskan pada perspektif keuangan dan perspektif costumer
disebut terlalu berfokus ke eksternal, yang mengakibatkan
perspektif proses dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
terabaikan. Hal ini akan mempengaruhi kepuasan personel,
sehingga dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka panjang.
Garis harisontal digunakan untuk mengukur keseimbangan
antara pemusatan ke proses (proses cetri ) dan pemusatan ke orang
(people centic). sasaran strategic yang lebih difokuskan
keperspektif pembelajaran dan pertumbuhan dan perspektif
custumer disebut terlalu berfokus ke orang (people centic), yang
mengakibtkan perspektif proses dan keuangan menjadi terabaikan.
Hal ini akan mempengaruhi kepuasan costumer dan pemegang
saham/pemilik sehingga dapat mempengaruhi kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan kinerja keuangan dalam jangka
panjang. Sasaran strategik yang lebih difokuskan pada perspektif
keuangan dan perspektif proses disebut terlalu berfokus ke proses
(54)
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan terabaikan. Hal ini akan
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
kinerja keuangan dalam jangka panjang.
E. Terukur
Dasar pemikiran bahwa setiap perspektif dapat diukur
adalah adanya keyakinan bahwa “if we can measure it, we can
manage it, if wecan manage it, we can achieve it”. Sasaran
strategik yang sulit diukur seperti pada perspektif pelanggan,
proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan dengan
menggunakan Balanced scorecard dapat dikelola sehingga dapat
diwujudkan.
Keunggulan Balanced scorecard :
1. Merupakan sekumpulan pengukuran yang memberikan
pandangan bisnis yang luas dan komprehensif kepada manajer
puncak.
2. Memberitahukan akibat terjadinya kegagalan.
3. Meminimumkan kelebihan informasi yang membatasi jumlah
pengukuran yang digunakan.
4. Menggabungkan pengukuran finansial dan pertumbuhan dan
operasional pada kepuasan konsumen, proses internal, inovasi
(55)
51
5. Mendorong manajer untuk melihat bisnis dari empat
pandangan, yaitu keuangan, pelanggan, proses internal bisnis
serta pembelajaran dan pertumbuhan.
6. Perspektif dalam Balanced scorecard
Balanced scorecard menunjukkan adanya pengukuran kinerja yang
menggabungkan antara pengukuran keuangan dan non keuangan (Kaplan
dan Norton dakam Aurrora,1996). Ada empat perspektif kinerja bisnis
yang diukur dalam Balanced scorecard, yaitu:
a. Perspektif keuangan (Financial Perspective)
Tidak dapat dipungkiri bahwa keuangan adalah hal penting
bagi sebuah organisasi terlepas apakah organisasi itu diharapkan untuk
menghasilkan laba atau tidak (nirlaba). Balanced Scorecard
menggariskan upaya yang harus dilakukan untuk dapat berhasil secara
keuangan, dan bagaimana kinerja kita secara keuangan dimata para
pemegang saham. (Luis & Biromo, 2008)
Keuangan organisasi dapat dilihat dari 2 sudut pandang yaitu jangka
pendek dan jangka panjang. Pendekatan keuangan yang bertujuan
jangka pendek menggunakan strategi produktivitas yang dapat dicapai
dengan perbaikan struktur biaya dan pemaksimalan utilisasi asset.
Berbeda dengan tujuan jangka panjang yang menggunakan strategi
(56)
Biromo, 2008). Tujuan finansial berperan sebagai fokus bagi
tujuan-tujuan strategis dan ukuran-ukuran semua perspektif dalam Balanced
Scorecard. Setiap ukuran yang dipilih hendaknya menjadi suatu bagian
dari keterkaitan hubungan sebab akibat yang memuncak pada
peningkatan kinerja financial. (Gaspersz, 2006).
Tujuan finansial sangat berbeda untuk setiap tahap siklus hidup
bisnis. Pada siklus hidup tumbuh (growth), sasaran strateginya adalah
untuk peningkatan penjualan, dimana sumber daya perusahaan
difokuskan pada pengembangan produk sehingga arus kas negatif dan
ROI rendah.
Pada siklus hidup bertahan (sustain), sasaran strateginya
adalah focus pada profit, dimana sumber daya perusahaan digunakan
untuk mempertahankan pangsa pasar dan jika mungkin ditingkatkan.
Investasi difokuskan pada peningkatan kapasitas dan perbaikan secara
berkesinambungan.
Pada siklus hidup panen (harvest), sasaran strateginya adalah
untuk memaksimalkan arus kas dan mengurangi modal kerja. Investasi
perusahaan digunakan untuk perawatan alat dan pengembaliannya
harus jelas dan dalam jangka waktu yang pendek. Tujuan strategi
perspektif keuangan umumnya terkait dengan upaya peningkatan
(57)
53
utilisasi asset perusahaan. (Kaplan & Norton, 2000) Paul R. Niven
(2003) menambahkan cost of product pada perspektif finansial pada
sektor sosial yaitu bukan berapa banyak uang yang harus didapatkan
sebuah organisasi dari modal yang diinvestasikan tetapi berapa efektif
yang dapat dilakukan pada misi untuk mencapai dampak yang jelas
dan berhubungan dengan sumber daya yang ada.
Perspektif keuangan tetap menjadi perhatian dalam Balanced
scorecard, Tujuan financial berperan sebagai focus dari tujuan
strategis,ukuran semua semua perspektif balance scorecard. Ukuran
yang dipilih sebaiknya dari keterkaitan hubungan sebab akibat yang
memuncak dipeningkatan kinerja financial. Aspek keuangan
menunjukkan apakah perencanaan, implementasi dan pelaksanaan dari
strategi memberikan perbaikan yang mendasar.
Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan pada
masing-masing tahap dalam siklus bisnis yang oleh Kaplan dan Norton (2000)
dibedakan menjadi tiga tahap:
1) Pertumbuhan (growth)
Growth adalah tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan
bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki produk atau jasa
yang secara signifikan memiliki tingkat pertumbuhan yang baik
(58)
Perusahaan dalam tahap ini mungkin secara aktual beroperasi
dalam arus kas yang negatif dari tingkat pengembalian atas modal
investasi yang rendah. Sasaran keuangan dari bisnis yang berada
pada tahap ini seharusnya menekankan pengukuran pada tingkat
pertumbuhan penerimaan atau penjualan dalam pasar yang
ditargetkan.
2) Sustain Stage (Bertahan)
Bertahan merupakan tahap kedua yaitu suatu tahap dimana
perusahaan masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan
mempersyaratkan tingkat pengembalian yang terbaik, Dalam tahap
ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada
dan mengembankannya apabila mungkin. Investasi yang dilakukan
umumnya diarahkan untuk menghilangkan kemacetan,
mengembangkan kapasitas dan meningkatkan perbaikan
operasional secara konsisten. Pada tahap ini perusahaan tidak lagi
bertumpu pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuangan
tahap ini lebih diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas
investasi yang dilakukan.
3) Harvest (Panen)
Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap
(59)
55
mereka. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh
kecuali hanya untuk memelihara dan perbaikan fasilitas, tidak
untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan
baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan arus
kas yang masuk ke perusahaan. Sasaran keuangan untuk harvest
adalah cash flow maksimum yang mampu dikembalikan dari
investasi dimasa lalu.
b. Perspektif Pelanggan
Menurut Luis dan Biromo (2007, p.27), menyatakan bahwa: “Suatu
produk atau jasa dikatakan mempunyai nilai bagi konsumen jika
manfaat yang diterimanya relative lebih tinggi dari pengorbanan yang
dikeluarkan untuk mendapatkan produk dan jasa itu serta manfaatnya
mendekati atau melebihi apa yang diaharapkan oleh konsumen. hal
yang dinilai antara lain adalah atribut produk atau jasa, hubungan
dengan pelanggan, kepuasan serta reputasi organisasi.” Suatu
organisasi juga harus memberikan insentif kepada manajer dan
karyawan yang dapat memenuhi harapan pelanggan. Dalam perspektif
ini perhatian perusahaan harus ditujukan pada kemampuan internal
untuk peningkatan kinerja produk, inovasi dan teknologi dengan
memahami selera pasar. Perspektif ini memberikan gambaran dan
(60)
pasar sebagai bentuk interaksi antara organisasi dan konsumen.
Perspektif ini mencakup ukuran generik terhadap outcomes dari
strategi yang telah diterapkan oleh organisasi. Perspektif konsumen
memiliki dua kelompok pengukuran, yaitu: customer core
measurement dan customer value propotions.
a. Kelompok perusahaan inti konsumen (customer core
measurement)
1) Pangsa pasar (market share)
Menggambarkan seberapa besar penjualan yang dikuasai oleh
perusahaan dalam suatu segmen tertentu, yang meliputi antara
lain jumlah pelanggan, jumlah penjualan, dan volume unit
penjualan.
2) Kemampuan mempertahankan konsumen (customer retention)
Tingkat kemampuan perusahaan untuk mempertahankan
hubungan dengan konsumennya yang mungkin seberapa besar
perusahaan berhasil mempertahankan pelanggan lama.
3) Kemampuan meraih konsumen baru (customer acquisition)
Tingkat kemampuan perusahaan demi memperoleh dan
menarik konsumen baru dalam pasar.
(61)
57
Merupakan suatu tingkat kepuasan konsumen terhadap citra
kinerja/nilai tertentu yang diberikan oleh perusahaan.
Hubungan proses : Kaplan and Norton( danika 2010 ) tersebut
dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4.
Perspektif Konsumen - Customer Core Measurement
b. Kelompok pengukur nilai konsumen (customer value propotion)
Merupakan kelompok penunjang yang merupakan konsep
kunci untuk memahami pemicu-pemicu (driver). Dari
kelompok-kelompok pengukuran inti konsumen kelompok-kelompok pengukuran nilai
konsumen terdiri dari :
1) Atribut-atribut produk dan jasa (product/service)
Meliputi fungsi dari produk atau jasa, harga dan kualitas.
Pelanggan memiliki preferensi yangberbeda-beda atas produk
(62)
kualitas atau harga yang murah. Perusahaan harus
mengidentifikasikan apa yang diinginkan pelanggan atau produk
yang ditawarkan. Selanjutnya, pengukuran kinerja diterapkan
berdasarkan hal tersebut. Atribut-atribut produkproduk jasa
harga dan fasilitasnya.
2) Hubungan dengan konsumen (customer relationship)
Meliputi hubungan dengan konsumen yang meliputi melalui
pengisian produk/jasa kepada konsumen, termasuk dimensi
respon dan waktu pengirimannya dan bagaimana pula kesan
yang timbul dari konsumen setelah membeli produk atau jasa
perusahaan tersebut.
3) Citra dan reputasi (image & reputation)
Dalam dimensi ini termuat faktor-faktor yang membuat
konsumen merasa tertarik pada perusahaan seperti hasil promosi
baik secara personal (melalui pameran-pameran, doorto door)
maupun lewat media masa atau elektronik ataupun
ungkapan-ungkapan yang mudah diingat oleh konsumen.
c. Perspektif Proses Bisnis Internal
Menurut Suwardi Luis Prima A. Biromo, (2007, p.34), Yang
(1)
b) Denah ataupun informasi tempat pasien rawat inap, terutaama dipintu masuk.
c) Mempercepat tindakan perawat dalam menangani setiap keluhan yang dirasa pasien.
d) Cara mengkomunikasikan dan menginformasikan ketepatan jadwal praktek dokter.
e) Mempercepat waktu tunggu periksa rawat jalan, antrian obat , akses pasien dari IGD masuk Rawat Inap. Yaitu dengan cara :
• Pengaturan slot praktek poli dan visite dokter spesiali.misal ada jadwal praktek dokter spesialis pagi bisa diatur sebagian visite dulu baru praktek sebagian praktek dulu baru visite.Degan ini akan mengurangi antrian pasien di poli disamping itu akan mempercepat pasien pulang dan berdampak pada alur pasiendari IGD masuk ke bangsal
• Pendaftaran melalui telpon
• Mempercepat proses peracikan obat dengan cara diantaranya memperluas ruangan racik obat dan metoda kerja pembuatan puyer.
(2)
Kinerja perspektif Bisnis Internal RSU PKU Muhammadiyah Delanggu walaupun sudah baik, peneliti menyarankan agar dapat dilakukan evaluasi terkait dengan adanya:
1. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat) yang secara standar Depkes masih dibawah standart, namun kalau dilihat efisiensi di era pelayanan BPJS semakin pendek LOS semakin efisien maka perlu memperhatikan dan diukur mutu pelayanan dengan memperhatikan (angka rujukan, mengukur angka infeksi nosokomialnya serta reamission. 2. BTO ( Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)
diatas angka standar yaitu angka standar . Di era BPJS dengan INACBGs semakin banyak BTO semakin efektif namun demikian tetap memperhatikan angka infeksi nosokomialnya.. 3. Walaupun proses bisnis internal secara sampling indikator
manejemen baik, perlu mengukur indikator proses klinis per unit berdasarkan standar pelayanan minimal ( SPM ) depertemen kesehatan.
e. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Kinerja RSU PKU Muhammadiyah Delanggu diperspektif pertumbuhan dan pembelajaran adalah Cukup baik namun demikian perlu diperhatikan terkait :
(3)
1. Boundarylessness adalah kemampuan organisasi untuk berkolaborasi dalam tim, melintasi unit organisasi, dan bertindak sebagai organisasi maya terutama di penunjang. 2. Transaction Processing applicatin ( penerapan sistem aplikasi
transaksi di rawat inap, Poliklinik, kepegawaian)
3. Kesempatan pengembangan karyawan pada indikator kepuasan karyawan
4. Kemampuan organisasi memasyarakatkan ide baru pada indikator learning .
2. Saran kepada peneliti selanjutnya:
a. Agar dapat melakukan penelitian untuk indikator manajemen lainya yang lebih luas untuk dijadikan indikator dalam keempat aspek dalam balanced scorecard
b. Agar dapat dilakukan penelitian kinerja diunit pelayanan dengan indikator klinik seperti mengacu standar pelayan minimal ( SPM ) yang dikeluarkan Deparemen kesehatan RI.
c. Agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan indikator yang parameter jelek
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Hongren, T Charles. 1991. “Pengantar Akuntansi Manajemen”, Jakarta, Erlangga. Kaplan, Robert S and David P Norton, 1993. “Putting the Balanced scorecard to
Work”, Harvard Business Review.
Kaplan, Robert S and David P Norton, 1996. Balanced scorecard : Menerapkan Strategi Menjadi Aksi, Erlangga : Jakarta.
Soetjipto, Budi W.1997. “Mengukur Kinerja Bisnis dengan Balanced scorecard” Harahap, Sofyan Safri. 1997. Teori Akuntansi. Jakarta: Rajawali Pers.
Mulyadi. 2001. Balanced Scorecard: Alat Manajemen Kontemporer untuk Pelipat
GandaKinerja Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Giri, Efraim Ferdinan. Januari-April 1998. “Balanced scorecard: Suatu Sistem Pengukuran Kinerja Strategik.” Kajian Bisnis, No 13, 35-46.
Wijono, D, 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Teori Strategi dan
Aplikasi, Surabaya : Airlangga University Press Cetakan Pertama.
Soemarso. 1999. Akuntansi Suatu Pengantar. Edisi ke-4 Jilid 1. Rineka Cipta : Jakarta.
Mulyadi dan Setyawan Jhony. 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian manajemen: Sistem Pelipatgandaan Kinerja Keuangan Perusahaan, Salemba Empat : Jakarta.
Anthony, Robert N. and Vijay Govindarajan,2001. Management Control System, Tenth Edition, Mc Graw-Hill Irwin, New York.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Andi : Yogyakarta.
Sulastri, Atik, 2001. “ Penerapan Balanced scorecard sebagai sistem penilaian kinerja pada Rumah Sakit Islam Surakarta” Skripsi, Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Sebelas Maret.
(5)
Lasdi, Lodovicus. Agustus 2002. Balanced scorecard Sebagai Rerangka Pengukuran Kinerja Perusahaan Secara Komprehensif dalam Lingkungan Bisnis Global. Jurnal Widya Manajemen dan Akuntansi, vol.2 No.2, 150-169,
Umar. 2003. Sistem Penilaian Kinerja dengan Menggunakan Balanced Scorecard
pada Rumah Sakit Panti Wiloso “Dr Cipto Semarang”. Skripsi tidak
dipublikasikan, Surakarta: UNS.
Fitrianasari, Ririn, 2004. “Analisis Penilaian Kinerja RSUD Kudus Dengan Pendekatan Balanced scorecard.” Tidak dipublikasi.
Maskur,2004,Pengukuran Kinerja Dengan Balanced Scorecard Rumah Sakid Karyadi Semarang; MM UNDIP.
Aningsih, Anita Ari. 2005. Sistem Penilaian Kinerja dengan Menggunakan
Balanced Scorecard pada Rumah Sakit Panti Wiloso “Dr Cipto
Semarang”. Skripsi tidak dipublikasikan, Surakarta: UNS.
Erlangga, Dicky Muhamad. 2005. Penerapan Balanced Scorecard Sebagai PengukuranKinerja Perusahaan. (Studi Kasus Pada PT. Danliris
Surakarta). Skripsi tidakdipublikasikan. FE-UNS.
Trisnantoro, Laksono, 2005. Aspek Strategis Manajemen Rumah Sakit, Antara Misi Sosial dan Tekanan Pasar, Andi, Yogyakarta: 112-119
Dirjen Yanmed Direktorat Keperawatan Dan keteknisan Medik Depertemen Kesehatan RI Tahun 2005,
Zainal mutakin,2006, Penerapan Balanced Scorecard Sebagai PengukuranKinerja Layanan Publik. (Studi Kasus Pada lima puskesmas di kabupaten cirebon)
.
Wangsi, Husni, 2006. “ Analisis Penilaian Kinerja Dengan Pendekatan Balanced
scorecard Pada Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang”, Skripsi,
Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro.
Ulum, Ihyaul M.D. 2006. Audit Sektor Publik Suatu Pengantar. Jakarta, Bumi Aksara.
Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik, UPP STIM YKPN : Yogyakarta.
(6)
Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2007, Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit ,Jakarta
Desi N Nirmata,2008, Analisis Kinerja Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta Dengan Pendekatan Balanced scorecard ”, FE UI.
Wijono, Djoko, 2008. Manajemen Mutu Rumah Sakit dan Kepuaan Pasien, Cetakan Pertama, CV Duta Prima Erlangga, Surabaya: 16-17
Mulyadi, 2009, Sistem Terpadu Pengelolaan kinerja Berbasis Balanced Scorecard, UPP STIM YKPN: Yogyakarta
Danika Sakti Megawati,2010,Analisa Kemungkinan Penerapan Oekukuran Kinerja Rumah Sakit RSI Kustati Solo Dengan Balanced Scorecard: UNS Aurorra Novella, 2010, Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Tolok Ukur
Pengukuran Kinerja (Studi Kasus Pada RSUD Tugurejo Semarang) Tidak dipublikasi.
IG.Yunita Sanistya Sari,2010, Analisa kinerja dengan Balance Scorecard studi kasus pada Rumah sakitUmum daerah Wangoya, FE UI.
Fatmanelly,dr. Adila Kasni Astiena, MARS,dr.Hadril Busuddin, Sp.S, MAH. 2010, Analisi Kinerja RSUD dr. Adnaan WD dengan Metoda Balanced Scorecard
Dirjen Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI, 2011, Pedoman Penyusunan RBA, Jakarta.