Kecerdasan Emosional EQ Deskkripsi Teori
22
faktor fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi
proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.
2 Faktor Eksternal.
Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor eksternal meliputi: a
Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan
kecerdasan emosi tanpa distorsi dan b Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek
lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.
Intelegensi emosional
tidak sekedar
kemampuan untuk
mengendalikan emosi dalam kaitannya dengan hubungan sosial tetapi juga mencakup kemampuan untuk mengendalikan emosi dalam
kaitannya dengan pemenuhan kebutuhan psikofisik. Sebagai contoh seseorang yang memiliki intelegensi emosional tinggi dapat
mengendalikan keseimbangan dengan baik. Seseorang dengan intelegensi emosional yang tinggi mampu mengendalikan nafsuya
dengan baik sehingga dengan tidak mudah terperangkap gaya hidup konsumerisme.
23
Persepsi emosi adalah kemampuan untuk dapat mengenali jenis emosi dari ekspresi wajah, musik, warna, dan cerita. Pemahaman emosi
adalah kemampuan dapat menyelesaikan masalah emosi serta mengetahui emosi mana yang sama atau berlawanan dan hubungan
antara satu emosi dengan emosi yang lainnya. Pengelilaan emosi adalah pemahaman tentang akibat perbuatannya terhadap emosinya atau orang
lain dan bagaimana mengatur kembali kondisi emosinya menjadi positif Eileen Rachman, 2005: 41
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Emotional Quotient EQ menyangkut angka kapasitas yang didasari kepekaan emosi,
penyadaran dan kemampuan mengatur emosi. Kecerdasan emosional yaitu kemampuan mengenali diri sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan pada hubungannya dengan orang lain.
Ada beberapa tahapan kecerdasan emosional disesuaikan dengan umur. Seperti kecerdasan yang lain, kecerdasan emosional pada anak juga
memiliki karakteristik tersendiri. Menurut Syamsu Yusuf 2009: 116 karakteristik emosi pada anak dan dewasa , dapat dilihat
perbedaannya pada tabel berikut ini:
24
Tabel 1. Perbedaan emosi anak dan emosi orang dewasa
EMOSI ANAK EMOSI ORANG DEWASA
1 Berlangsung singkat dan
berakhir tiba-tiba 2
Terlihat lebih hebatkuat 3
Bersifat sementara dangkal
4 Lebih sering terjadi
5 Dapat diketahui secara
jelas dari tingkah lakunya 1
Berlangsung lebih lama dan brskhir lambat
2 Tidak terlihat hebatkuat
3 Lebih mendalam dan lama
4 Jarang terjadi
5 Sulit diketahui karena lebih
pandai menyembunyikannya
Syamsu 2009: 181 menjelaskan pada usia sekolah, anak mulai memiliki kesadaran bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidak
dapat diterima di masyarakat. Dalam hal ini anak mulai belajar untuk mengontrol dan mengendalikan ekspresi emosinya. Kemampuan untuk
mengontrol emosi pada anak diperoleh dari kegiatan peniruan dan latihan pembiasaan. Orang tua menjadi pihak yang berperan sangat
penting dalam pengontrolan emosi tersebut. Selain orang tua, lingkungan bermain anak juga berperan penting.
Pada masa ini anak mengalami peningkatan diantaranya adalah kemampuan dalam memahami emosi kompleks, misalnya kebanggaan
dan rasa malu. Selain itu, mereka sudah dapat memahami orang lain dan dapat mengalami lebih dari satu emosi dalam situasi tertentu.
25
Mereka juga telah mampu untuk mengalihkan perasaan tertentu ketika mengalami emosi tertentu.
Emosi-emosi yang secara umum yang dialami dalam tahap perkembangan usia sekolah adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih
sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan rasa senang, nikmat, atau bahagia. Emosi yang positif, seperti perasaan senang, bergairah,
bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti membaca
buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disipilin dalam belajar. Sebaliknya, emosi negatif akan menghambat proses belajar
anak sehingga dapat mengalami kegagalan dalam belajarnya. Dalam penelitian ini peneliti memusatkan perhatian pada
perkembangan emosi siswa kelas 6 SD. Anak kelas 6 SD memiliki rentangan umur dari 10-11 tahun dan dalam psikologi perkembangan
menurut Santrock, anak dalam rentang usia ini masuk dalam akhir masa kanak-kanak. Dalam fase perkembangan kognitif menurut Piaget anak
dalam rentang usia ini termasuk dalam fase operasional konkrit. Tinjauan mengenai dunia sosioemosioanal anak pada masa
pertengahan dan masa akhir anak-anak ini oleh Santrock 2002: 341 menjadi semakin kompleks. Relasi dengan keluarga dan teman sebaya
terus memainkan peran penting dalam masa ini. Sekolah dan relasi dengan guru merupakan aspek-aspek kehidupan anak yang semakin
terstruktur.
26
Orang tua anak lebih cenderung menggunakan pengurangan hak-hak istimewa, tindakan-tindakan yang diarahkan kepada harga diri anak,
komentar-komentar yang dirancang untuk menggugah rasa bersalah anak, dan pernyataan-pernyataan yang menunjukkan kepada anak
bahwa mereka bertanggung jawab atas tindakannya. Selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, dalam suatu
investigasi diketahui anak-anak berinterkasi dengan teman sebaya sebanyak 10 dari waktu usia 2 tahun, 20 pada usia 4 tahun, dan
lebih dari 40 antara usia 7 dan 11 tahun Barker Wright dalam Santrock 2007: 214.
Pergaulan teman sebaya menjadi bagian dari kehidupan sosial mereka pada masa ini. Maka dari itu, anak-anak perlu mengetahui apa
yang harus diikuti agar anak-anak lain mau menjadi teman mereka. Dunia teman sebaya adalah suatu dunia perkenalan yang beragam yaitu
anak-anak berinteraksi dengan teman yang lain yang baru saja dikenal dan bersama teman selama berjam-jam setiap hari.
Selain kondisi sosioemosioanal mereka, perkembangan fisik dan motorik juga mempengaruhi kondisi emosi anak. Menurut Sri Rumini
dan Siti Sundari 2004: 50, anak pada akhir masa kanak-kanak mengalami pertumbuhan berupa bertambah besarnya badan dan
pergaulan yang semakin luas. Kondisi yang demikian akan berpengaruh terhadap emosi anak yaitu anak menjadi jarang melakukan ledakan
marah seperti menangis dan berteriak-teriak, karena ledakan amarah
27
tersebut dianggap sebagai perilaku bayi dan tidak diterima di dalam kelompok. Emosi marah yang mereka alami lebih banyak diungkapkan
dengan menggerutu, murung, dan ungkapan kasar. Selain itu, pada masa ini organ seks pada anak mulai berfungsi sehingga anak akan
cenderung lebih emosional. Untuk mengurangi ketegangan emosinya, mereka melakukan
kegiatan dengan cara sibuk bermain, tertawa terbahak-bahak, membicarakan masalahnya dengan sahabatnya. Semua ini mereka
lakukan untuk memenuhi kebutuhan mereka dan membantu mereka untuk mengatasi emosi yang diharapkan masyarakat pada umumnya.
Akhir masa kanak-kanak merupakan periode relatif tenang dan berlangsung samap mulainya masa puber. Hal ini disebabkan:
1 Peranan yang harus dilakukan anak sudah terumus secara jelas dan
anak tahu cara melakukannya. 2
Mereka sudah dapat melakukan berbagai permainan dan olah raga sehingga dapat disalurkan secara positif.
3 Fisik anak makin kuat, sensor motor makin baik, keterampilan
semakin meningkat, sehingga dapat menyelesaikan tugas-tugasnya. Ini juga merupakan penyaluran emosi Sri Rumini dan Siti Sundari
,2004: 50-51. Walaupun akhir masa kanak-kanak merupakan periode yang relatif
tenang, ada kalanya mereka mengalami tekanan emosi yang hebat karena kondisi fisik atau lingkungan.
28
Eileen Rachman 2005: 41-51 mengungkapkan bahwa anak dengan kapasitas emosi tinggi dapat membedakan emosi negatif dan positif dan
tahu bagaimana mengubah emosi negatif menjadi positif. Anak dengan kecakapan emosi tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1 Sadar diri, pandai mengendalikan diri, bisa dipercaya, bisa
beradaptasi, dan kreatif. 2
Bisa berempati, memahami perasaan orang lain, bisa menyelesaikan konflik, bisa bekerjasama dengan tim.
3 Bisa bergaul dan membangun persahabatan.
4 Bisa memepengaruhi orang lain.
5 Berani bercita-cita.
6 Percaya diri.
7 Bermotivasi tinggi, menyambut tantangan, mempunyai dorongan
untuk maju, berinisiatif, dan optimis. 8
Berekspresi dan berbahasa lancar. 9
Menyukai gambar dan cerita. 10
Menyukai pengalaman baru. 11
Teliti dan perfeksionis. 12
Suka membaca tanpa didorong-dorong. 13
Mengingat kejadian dan penglaman dengan mudah. 14
Suka belajar. 15
Rasa ingin tahu besar. 16
Rasa humor tinggi.
29
17 Aktif dalam memecahkan masalah.
18 Senang mengatur dan mengorganisasikan aktifitas.
Peneliti dapat merumuskan garis besar dari uraian di atas bahwa perkembangan emosi anak pada akhir masa kanak-kanak dimulai dari
adanya keinginan anak untuk diterima dalam kelompoknya. Fase ini mendorong anak untuk dapat mengelola emosinya dengan lebih baik.
Ekspresi-ekspresi emosi yang dianggap dapat menghambat dirinya dalam pergaualan dengan kelomponya mulai dikurangi. Anak pada
masa ini juga telah mulai mengenal emosi-emosi kompleks seperti rasa bangga. Jenis-jenis emosi yang muncul pada masa anak di antaranya
adalah: marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan rasa senang, nikmat, atau bahagia. Emosi yang
positif, seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya
terhadap aktivitas belajar, seperti membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disipilin dalam belajar. Sebaliknya,
emosi negatif akan menghambat proses belajar anak sehingga dapat mengalami kegagalan dalam belajarnya.