106 ke dalam kategori tinggi dengan presentase 52,17. Pada siklus II, 20 siswa
mendapatkan skor minimal yang masuk dalam kategori tinggi dan sangat tinggi dengan presentase 78,26. Hasil ini menunjukkan bahwa ada peningkatan
keaktifan siswa selama kegiatan pembelajaran dari pra tindakan ke siklus I sebesar 52,17, kemudian meningkat lagi dari siklus I ke siklus II sebesar
34,79. Peningkatan keaktifan siswa dari siklus I dan siklus II dapat dilihat dalam bentuk grafik sebagai berikut.
Gambar 6. Grafik Perbandingan Keaktifan Siswa pada Siklus I dan Siklus II
Selain itu, kegiatan guru selama kegiatan pembelajaran berlangsung lebih optimal dalam memanajemen waktu dan mengontrol siswa sehingga
materitopik yang dipelajari dapat diselesaikan sesuai perecanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Guru lebih siap dalam melaksanakan pembelajaran
dengan mengajak siswa untuk belajar di luar kelas agar bersikap aktif dan bebas tetapi tetap bertanggung jawab saat mengeksplorasi lingkungan sekitar.
4.35 8.70
43.48
4.35 52.17
39.13
0.00 47.83
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Siklus I Siklus II
P res
enta se Ke
a kti
fa n
Si sw
a Grafik Perbandingan Keaktifan Siswa
Ket : ≤ 49
50-57 58-65
≥ 65
107 Meskipun demikian, masih ada dua siswa yang masuk ke dalam kategori
rendah. Guru harus memberikan perhatian yang lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang lain agar motivasi dan bimbingan yang didapatkannya akan
meningkatkan keaktifan mereka selama kegiatan pembelajaran.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil observasi sebelum melakukan tindakan menunjukkan bahwa guru masih berperan sebagai sumber belajar utama dalam kegiatan pembelajaran.
Guru masih menekankan pada ceramah dalam penyampaian topikmateri yang sedang dipelajari sehingga masih banyak siswa yang terlihat pasif. Hal ini
sejalan dengan pendapat dari Aristo Rohadi 2003: 31 bahwa kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan melalui metode ceramah akan membosankan
bagi siswa sehingga tidak tertarik dan kurang terlibat. Pendapat ini didukung oleh Abdul Majid 2014: 153-154 bahwa metode ceramah hanya menyajikan
pembelajaran dengan menonjolkan materi yang ada di buku teks tanpa melihat dan mengamati objek yang dipelajari secara nyata.
Hasil observasi juga menunjukkan bahwa keberadaan lingkungan yang ada di sekitarnya masih kurang dimanfaatkan karena kegiatan pembelajaran
lebih banyak dilaksanakan didalam kelas. Menurut Rusman 2009: 137 keberadaan lingkunga dapat digunakan sebagai sarana dan sumber belajar yang
efektif dan efisien karena dapat dimanfaatkan tanpa perlu didesain secara khusus dan sudah tersedia sebelumnya. Pendapat tersebut didukung oleh Nana
Sudjana dan Ahmad Rivai 2002: 217 bahwa lingkungan seharusnya dapat
108 dioptimalkan dalam proses pengajaran bagi siswa agar terlibat aktif sehingga
harus dipilih sesuai materi yang sedang dipelajari. Tingkat keaktifan siswa selama kegiatan pembelajaran masih kurang
karena sebagian besar siswa bersikap pasif. Hal ini terlihat dari kegiatan siswa yang hanya membaca buku teks, melihat gambar-gambar pendukung dari buku,
dan mendengarkan penjelasan dari guru tanpa melihat objek nyata dan melakukan suatu aktivitas diluar kelas outdoor education. Belajar adalah
berbuat untuk memperoleh pengalaman tertentu, bukan hanya mendengarkan dan menghafal sejumlah fakta atau informasi, sehingga kegiatan pembelajaran
harus dapat mendorong aktifitas siswa. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Wina Sanjaya 2007: 130 bahwa keaktifan belajar siswa tidak terbatas
pada aktifitas fisik tetapi juga mental. Pendapat tersebut didukung oleh Syaiful Bahri Djamarah 2010: 362 bahwa belajar aktif ditunjukkan dengan adanya
keterikatan intelektual dan emosional yang tinggi dalam proses belajar sehingga memungkinkan siswa berinteraksi aktif dengan lingkungan dan
kelompoknya sebagai sumber belajar dan media pembelajaran untuk mengembangkan kemampuannya.
Berdasarkan beberapa hal di atas, menunjukkan bahwa perlu ada tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan keaktifan siswa terutama pada
pembelajaran IPA dengan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Usman Samantowa 2006: 145 bahwa
pembelajaran IPA yang dilaksanakan diluar kelas dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar akan lebih mengaktifkan siswa karena
109 kegiatan pembelajarannya terjadi secara konkret dengan melihat, memegang,
dan mendiskusikan objek yang dipelajari. Pendapat ini didukung oleh pernyataan dari Depdiknas Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, 2011: 137
bahwa belajar dengan menggunakan lingkungan memungkinkan tumbuhnya kemampuan konteks dan keaktifan siswa untuk memunculkan ide-ide abstrak
dan penerapan praktis dalam kehidupan nyata. Menurut Sardiman 2010: 98 keaktifan merupakan kegiatan yang bersifat fisik dan mental berupa perbuatan
dan pikiran yang saling berkaitan. Keaktifan tersebut meliputi keaktifan visual, lisan, mendengarkan, menulis, menggambar, bergerak, mental, dan emosional.
Keaktifan siswa akan berkembang dan meningkat melalui proses selama kegiatan pembelajaran agar menghasilkan pemahaman terstruktur dan
berkelanjutan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Hellen Ward 2010: 17 bahwa pembelajaran IPA merupakan proses yang digunakan untuk
menghasilkan perubahan kemampuan berpikir, keterampilan motorik, pengendalian emosi dan sikap, hingga sosial.
Berdasarkan hasil observasi pada siklus I diperoleh beberapa temuan sebagai berikut. Pertama, siswa masih berkutat di dalam kelas meskipun sudah
diajak melaksanakan kegiatan di luar kelas. Siswa hanya keluar kelas saat melakukan percobaan dan mengobservasi halaman sekolah dengan waktu yang
terlalu singkat. Hal tersebut menyebabkan keaktifan siswa masih kurang karena tingkat keterlibatannya masih terbatas. Kegiatan pembelajaran ini tidak sesuai
dengan pendapat dari Muhammad Faiq 2013 bahwa belajar dengan menggunakan lingkungan sebagai sumber pembelajaran akan membuat siswa
110 aktif karena siswa lebih mudah berinteraksi dan memberikan kontribusi yang
positif pada proses pembelajaran. Sebagian besar siswa lebih bersikap pasif selama kegiatan pembelajaran di kelas. Menurut Nana Sudjana dan Ahmad
Rivai 2005: 209 kegiatan belajar didalam kelas merupakan pandangan guru yang terlalu sempit karena tugas belajar siswa dapat dilaksanakan diluar kelas
dengan mempelajari keadaan lingkungan sekitarnya. Kedua, pembagian kelompok masih terlalu banyak dengan empat siswa
sehingga ada siswa yang dominan sehingga siswa lain lebih bersikap aktif tetapi masih terbatas ataupun hanya sekedar ikut-ikutan. Hal ini tidak sesuai
dengan pendapat dari Syaifullah Sagala 2011: 2015-216 bahwa kerja kelompok atau bekerja sama dalam kelompok harus dilihat pada faktor umur
dan kemampuan setiap siswa berdasarkan perbedaan individu dalam kemampuan
belajar, perbedaan
minat dan
bakat belajar,
jenis kegiatanpekerjaan, dan sebagainya. Pendapat ini didukung oleh Eva Yuwanita
2013 bahwa pembagian kelompok seharusnya dipilih sesuai perbedaan kemampuan siswa berupa kemampuan berpikir, karakteristik, emosional, daya
tangkap, bakat, maupun minat Ketiga, waktu yang digunakan untuk melaksanakan pembelajaran di luar
kelas masih kurang dan tidak optimal. Kegiatan pembelajarannya berlangsung secara singkat dan siswa hanya mengeksplorasi lingkungan di halaman sekolah
saja. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai 2006: 209 mengungkapkan bahwa kegiatan pelaksanaan yang kurang dipersipkan sebelumnya mengakibatkan
tujuan pembelajara yang diharapkan tidak dapat berjalan secara optimal.