PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MELALUI PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA KELAS IV SD 1 CEPOKOJAJAR KABUPATEN BANTUL.

(1)

i

PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MELALUI PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER

BELAJAR PADA KELAS IV SD 1 CEPOKOJAJAR KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

KUNTHI HIDAYATI NIM. 08108244118

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

“Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata.

Untuk menjadi pengajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat) Allah.”


(6)

PERSEMBAHAN

Dengan menguncapkan Alhamdulillah atas segala limpahan rahmat dan hidayah dari ALLAH SWT, skripsi ini saya persembahkan untuk :

1. Kedua orang tua tercinta. 2. Suami dan anak terkasih.

3. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta. 4. Agama, Nusa dan Bangsa.


(7)

vii

PENINGKATAN KEAKTIFAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN IPA MELALUI PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER

BELAJAR PADA KELAS IV SD 1 CEPOKOJAJAR KABUPATEN BANTUL

Oleh Kunthi Hidayati NIM. 08108244118

ABSTRAK

Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar pada kelas IV Sekolah Dasar 1 Cepokojajar.

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (PTK) yang berkolaborasi dengan guru kelas sebagai observer. Desain penelitian menggunakan Model Kemmis dan Mc. Taggart yang terdiri dari tiga komponen, yaitu perencanaan (plan), tindakan dan pengamatan (act and observe), dan refleksi (reflect). Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV SD 1 Cepokojajar yang berjumlah 23 siswa, sedangkan objek dalam penelitian ini adalah keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA. Pengumpulan data dilaksanakan dengan lembar observasi dan catatan lapangan. Validitas instrumen dilakukan melalui expert judgement dengan teknik analisis data secara deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dapat meningkat keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA yang dilaksanakan diluar kelas (outdoor activity) dengan pembagian kelompok dan memberikan kebebasan kepada siswa dalam mengeksplorasi lingkungan sekitarnya. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan presentase keaktifan siswa setiap siklusnya. Presentase keaktifan siswa pada pra tindakan sebesar 0%. Pada siklus I terjadi peningkatan keaktifan siswa dari 0% menjadi 52,17% sebesar 52,17%. Pada siklus II terjadi peningkatan dari 52,17% menjadi 78,26% sebesar 34,79%. Dengan demikian, penelitian menyimpulkan bahwa pemanfaatan lingkungaan sebagai sumber belajar dapat meningkatkan keaktifan siswa terutama pada pembelajaran IPA.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobil’alamiin.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyusun skripsi yang berjudul “Peningkatan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran IPA Melalui Pemanfaatan Lingkungan Sebagai Sumber Belajar pada Kelas IV SD 1 Cepokojajar Kabupaten Bantul”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagai persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakrta.

Dalam kesempatan ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai tepat waktu karena bantuan dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan segala fasilitas pada penulis dalam rangka penyelesaian skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin dan kemudahan dalam penyelesaian penelitian ini.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Pra Sekolah dan Sekolah Dasar (PPSD) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) yang telah memberikan banyak bantuan dan ijin dalam pelaksanaan penelitian ini.

4. Bapak Dr. Harun Rasyid, M. Pd., selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan dukungan.

5. Bapak H. Sujati, M. Pd., selaku dosen pembimbing I yang telah bersedia memberikan bimbingan, saran, nasehat, dan motivasi.


(9)

ix

6. Bapak Ikhlasul Ardi Nugroho, M. Pd., selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia memberikan bimbingan, bantuan, dan nasehat.

7. Para dosen Jurusan PGSD dan FIP atas bimbingannya selama penulis menempuh kuliah hingga mendapatkan pengetahuan yang amat berharga. 8. Bapak Kardi, M. Pd. selaku Kepala Sekolah SD 1 Cepokojajar yang telah

memberikan ijin dan kemudahannya kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Ibu Sumiyem, S. Pd. selaku Guru Kelas IV yang telah bersedia bekerja sama dan memberikan kemudahan selama pelaksanaan penelitian.

10. Siswa kelas IV Tahun Ajaran 2014/2015 yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini.

11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Saran dan kritik sangat perlu dibutuhkan demi perbaikan dalam penelitian selanjutnya.

Yogyakarta, 31 Januari 2016 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10

A. Kajian tentang Pembelajaran IPA ... 10

1. Hakikat IPA ... 10


(11)

xi

3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD ……… 15

B. Keaktifan Siswa SD dalam Pembelajaran IPA ... 22

1. Karakteristik Siswa SD ... 22

2. Keaktifan Siswa SD ... 25

C. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar ... 31

1. Pengertian Sumber Belajar ... 31

2. Pengertian Lingkungan ... 36

3. Lingkungan Sebagai Sumber Belajar ... 38

D. Kerangka Berpikir ... 43

E. Hipotesis Tindakan ... 44

F. Definisi Operasional Variabel ... 45

BAB III METODE PENELITIAN ... 46

A. Jenis dan Disain Penelitian ... 46

B. Subyek dan Obyek Penelitian ... 46

C. Setting Penelitian ... 47

D. Model Penelitian ... 47

E. Teknik Pengumpulan Data ... 50

F. Instrumen Penelitian ... 51

G. Validasi Instrumen Penelitian ... 54

H. Teknik Analaisis Data ... 55

I. Kriteria Keberhasilan Tindakan ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBEHASAN ... 57

A. Deskripsi Data Penelitian ... 57

1. Deskripsi Persiapan Sebelum Penelitian ... 57


(12)

B. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus 1 ... 60

1. Perencanaan (plan) ... 60

2. Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan (act and observe) ... 61

3. Refleksi (reflect) ... 81

C. Deskripsi Pelaksanaan Tindakan Siklus 2 ... 83

1. Perencanaan (plan) ... 83

2. Pelaksanaan Tikndakan dan Pengamatan (act and observe) ... 84

3. Refleksi (reflect) ... 103

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 107

E. Keterbatasan Penelitian ... 114

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 115

A. Kesimpulan ... 116

B. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1 Kisi-kisi Lembar Observasi Kegiatan Guru (Pra dan Selama

Tindakan) ... 52 Tabel 2 Kisi-kisi Lembar Observasi Keaktifan Siswa Selama Kegiatan

Pembelajaran ... 53 Tabel 3 Kategori Skor dan Presentase Keaktifan Siswa ... 56 Tabel 4 Rentang Skor dan Presentase Keaktifan Siswa Pra Tindakan .... 59 Tabel 5 Rekapitulasi Keaktifan Siswa Siklus I ... 78 Tabel 6 Rentang Skor dan Presentase Keaktifan Siswa Siklus I ………. 80 Tabel 7 Tabel Temuan pada Siklus I dan Perbaikan di Siklus II ………. 82 Tabel 8 Rekapitulasi Keaktifan Siswa Siklus II ………..………. 100 Tabel 9 Rentang Skor dan Presentase Keaktifan Siswa Siklus II ..…….. 101 Tabel 10 Perbandingan Skor pada Siklus I dan Siklus II ………... 105


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kegiatan pembelajaran masih di dalam kelas ... 58

Gambar 2 Siswa duduk dan mengerjakan tugas di buku ... 59

Gambar 3 Siswa membuat bagan berdasarkan diskusi kelompok ... 62

Gambar 4 Siswa mencari lokasi percobaan di pinggir selokan ... 63

Gambar 5 Siswa melakukan percobaan di selokan ... 64

Gambar 6 Siswa berdiskusi tentang hasil percobaan dan menyusun kesimpulan ... 65

Gambar 7 Siswa mengeksplorasi dan memungut sampah di depan sekolah ... 68

Gambar 8 Siswa mewawancarai salah satu pedagang ... 69

Gambar 9 Guru menjelaskan tentang teknologi prertanian di sekitar …... 86

Gambar 10 Siswa menuliskan hasil pekerjaan di papan tulis ……….. 87

Gambar 11 Siswa mengangkat tangan untuk berpendapat ……….. 89

Gambar 12 Siswa meneliti struktur dan jenis tanah ……… 90

Gambar 13 Siswa mewawancarai salah satu penduduk yang sedang bekerja ………... 90


(15)

xv

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Gambar 1 Alur Pelaksanaan Tindakan Model Kemmis dan McTaggart ... 47

Gambar 2 Grafik Hasil Observasi Pra Siklus ………... 60

Gambar 3 Grafik Hasil Observasi Siklus I ……….... 46

Gambar 4 Grafik Keaktifan Siswa Siklus I ………... 80

Gambar 5 Grafik Keaktifan Siswa Siklus II ………..………….…... 102

Gambar 6 Grafik Perbandingan Hasil Observasi Siklus I dan II ………... 104


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkembang secara utuh dan seimbang sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan suatu negara. Menurut Conny Semiawan (Maslichah Asy’ari, 2006: 1) mengungkapkan bahwa pendidikan di Sekolah Dasar (SD) tidak lagi semata-mata berfungsi sebagai sarana dalam bersosialisasi, tetapi juga harus dapat menumbuhkan potensi siswa agar mampu berperan sebagai pengubah masyarakat dan lingkungannya. Potensi-potensi tersebut perlu dikembangkan sejak dini sebagai pondasi pengetahuan dasar sebelum mengenyam pendidikan selanjutnya. Tujuannya adalah untuk mengantarkan siswa pada perubahan tingkah laku, baik secara intelektual, moral, maupun sosial sebagai bekal hidup mandiri sebagai individu dan makhluk sosial sehingga terjadi interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Dalam mencapai tujuan tersebut, siswa dapat belajar secara teori maupun nyata melalui proses pembelajaran.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu disiplin ilmu yang berkaitan langsung dengan alam dimana manusia hidup dan berkembang selama hidupnya. Kegiatan pembelajaran IPA dapat membantu siswa memperoleh pengalaman langsung dengan penggunaan benda atau hal-hal yang ada di lingkungan sekitarnya. Usman Samatowa (2011: 8) berpendapat bahwa kegiatan pembelajaran IPA hendaknya dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi secara langsung dengan keadaan dan kehidupan yang ada di sekelilingnya. Keberadaan alam yang ada di sekitar


(17)

2

dapat membantu siswa memperoleh pemahaman tentang materi yang dipelajari sehingga lingkungan alam di dalamnya sangat besar kaitannya dengan kegiatan pembelajaran.

Keberadaan sumber-sumber belajar yang sebenarnya ada di sekitarnya akan mendukung proses pembelajaran dan membantu siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari. Hal itu karena siswa akan dihadapkan langsung dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2002: 217) menjelaskan bahwa lingkungan sebagai media dan sumber belajar dapat dioptimalkan dalam proses pengajaran untuk memperkaya bahan dan kegiatan belajar bagi siswa di sekolah. Sumber belajar harus dipilih sesuai materi yang sedang dipelajari dan ada erat kaitannya dengan keadaan lingkungan dimana mereka hidup di dalamnya.

Lingkungan di sekitar sekolah sangat penting sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran karena keaktifan siswa akan meningkat secara optimal. Oemar Hamalik (2003: 195) mengemukakan bahwa lingkungan adalah suatu hal yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan pengaruh tertentu kepada manusia. Siswa sudah sering melihat dan mengenal hal-hal atau benda yang telah ada di sekitarnya. Siswa juga akan lebih paham dan mengetahui suatu materi yang dipelajari melalui kegiatan observasi dengan keluar kelas untuk mencari atau menemukan suatu objek yang akan diteliti, kemudian dideskripsikan dan didiskusikan di kelas dengan bimbingan guru. Lingkungan sebagai sarana dalam pembelajaran akan sangat bermanfaat untuk menumbuhkan keaktifan siswa dan apresiasi siswa terhadap kondisi alam yang


(18)

ada di sekitar mereka. Dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar maka diharapkan dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa dalam proses pembelajaran.

Salah satu kunci keberhasilan pembelajaran IPA adalah peran guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Guru bertanggung jawab untuk mengatur, mengarahkan, dan menciptakan suasana kondusif yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran di sekitar mereka. Sardiman (2007:14) mengungkapkan bahwa salah satu peran guru adalah sebagai fasilitator, yaitu memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar mengajar. Hal ini menunjukkan bahwa guru harus mampu menciptakan suasana belajar mengajar yang sesuai dengan perkembangan siswa dan keadaan lingkungan sekitar karena dimana hidup dan berkembang, sehingga kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan dengan efektif dan optimal.

Guru harus tepat dalam memilih dan mendayagunakan potensi lingkungan sebagai sumber belajar apabila pembelajaran IPA yang diajarkan berkaitan erat dengan lingkungan. Hal ini dimaksudkan untuk menarik perhatian dan menyenangkan siswa dalam kegiatan pembelajaran. Keadaan ini akan mendorong siswa untuk terlibat aktif dalam pembelajaran sehingga materi yang dipelajari semakin dapat dipahami dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Aristo Rohadi (2003: 31) mengungkapkan bahwa pembelajaran IPA yang dilakukan melalui metode ceramah akan membosankan bagi siswa sehingga siswa tidak merasa tertarik dan kurang terlibat dalam proses kegiatan belajar mengajar.


(19)

4

Guru harus mampu memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan menyediakan sumber belajar yang cocok dan beragam sesuai dengan materi yang sedang dipelajari. Hal ini dikarenakan sumber belajar merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi siswa. Wina Sanjaya (2010: 228) berpendapat bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang tersedia di sekitar lingkungan belajar yang berfungsi untuk membantu optimalisasi keaktifan siswa dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hal tersebut, kurangnya penggunaan sumber belajar mengakibatkan keaktifan siswa pun turut berkurang pada hal dengan memanfaatkan lingkungan sekitarnya akan sangat membantu guru dalam kegiatan belajar mengajar.

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti pada tanggal 11-14 Agustus 2014 di kelas IV SD 1 Cepokojajar ditemukan beberapa permasalahan dalam pembelajaran IPA. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi: (1) siswa hanya mempelajari materi secara teori karena guru sebagai sumber belajar utama, (2) keberadaan lingkungan masih kurang dimanfaatkan sebagai sumber belajar yang sebenarnya banyak tersedia di sekitar sekolah, (3) keaktifan siswa kurang berkembang karena jarang diajak untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, dan (4) nilai kriteria ketuntasan minimal masih rendah. Dari permasalahan-permasalahan tersebut akan diuraikan satu per satu berikut ini.

Pertama, siswa hanya mempelajari materi secara teori karena guru sebagai sumber belajar utama. Guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran terlihat sangat kurang karena lebih banyak menggunakan metode ceramah


(20)

dengan penggunaan sumber belajar berupa buku teks yang sangat terbatas. Hal ini menyebabkan siswa terlihat kurang tertarik dan kurang memberikan perhatian. Guru jarang melakukan pengamatan atau percobaan secara langsung sehingga sebagian besar siswa tidak dapat memahami konsep dengan baik. Misalnya gambar bagian-bagian hewan dan tumbuhan yang kurang jelas karena bentuk dan fungsi masing-masing tidak dapat dilihat dan dipahami oleh siswa.

Kedua, keberadaan lingkungan masih kurang dimanfaatkan sebagai sumber belajar yang sebenarnya banyak tersedia di sekitar sekolah. Lingkungan merupakan sarana alamiah yang dapat digunakan sebagai sumber belajar tetapi jarang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar padahal lebih mudah diperoleh dan lebih murah. Keadaan relief daerah dan pekerjaan masyarakat sekitar adalah sebagian besar bekerja sebagai petani menyediakan banyak lahan pertanian sehingga seharusnya dapat digunakan sebagai sumber belajar yang efektif.

Ketiga, keaktifan siswa terlihat sangat kurang dalam berinteraksi saat pembelajaran. Siswa hanya melaksanakan proses kegiatan pembelajaran di kelas sehingga mengalami kesulitan saat mempelajari materi karena tidak memperoleh kesempatan yang cukup untuk mengeksplorasi alam sekitar lebih jauh padahal materi yang dipelajari akan lebih mudah dipahami melalui benda konkret. Siswa juga akan lebih menyukai kegiatan pembelajaran di luar kelas karena merasa lebih bebas dan tidak bosan dibandingkan dengan pembelajaran di dalam kelas.


(21)

6

Keempat, nilai kriteria ketuntasan minimal masih rendah. Meskipun sudah menggunakan kurikulum 2013, hasil ulangan harian menunjukkan bahwa pembelajaran IPA yang kurang optimal sehingga berakibat pada nilai siswa. Dari hasil ulangan terakhir, siswa yang mendapatkan nilai lebih dari ketentuan KKM (70) sebanyak 11 siswa, sedangkan sisanya kurang dari KKM.

Dari permasalahan-permasalahan di atas, dapat disimpulkan bahwa situasi pembelajaran IPA masih kurang optimal dan kurang membangkitkan keaktifan siswa. Guru sebagai sumber belajar utama dengan buku teks sebagai pegangan menyebabkan pemahaman dan kemampuan siswa sulit berkembang. Hal ini berakibat pada pembelajaran IPA selama ini kurang disukai karena cenderung membosankan dan hasil belajar siswa pun juga kurang memenuhi target yang ditentukan sebelumnya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, diperlukan metode pembelajaran yang dapat melibatkan siswa aktif, salah satu diantaranya yaitu dengan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar dalam kegiatan belajar mengajar. Keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran sangat berperan dalam kemampuan siswa dalam memahami materi yang sedang dipelajari. Sedangkan pemanfaatan lingkungan yang sebenarnya ada di sekitarnya dapat digunakan sebagai sumber belajar dan sarana dalam pembelajaran akan sangat membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran dan mengoptimalkan peran siswa di dalamnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran akan dapat meningkat dengan memanfaatkan


(22)

lingkungan sebagai sumber belajar. Dengan ini diharapkan pembelajaran yang dilaksanakan tetap sesuai dengan kurikulum dan materi yang dipelajari, serta proses di dalamnya akan lebih bermakna dan berdampak positif pada keaktifan siswa selama pembelajaran berlangsung. Untuk peneliti mengangkat judul “Peningkatan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran IPA melalui Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar pada Kelas IV SD 1 Cepokojajar Kabupaten Bantul”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Siswa hanya mempelajari materi secara teori atau hafalan karena kegiatan pembelajarannya lebih banyak dilaksanakan dengan metode ceramah.

2. Lingkungan di sekitar sekolah belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber belajar padahal banyak materi dalam pembelajaran yang berhubungan dengan alam sekitar.

3. Keaktifan siswa kurang berkembang karena guru masih menjadi sumber belajar utama dalam penyampaian materi yang dipelajari.

4. Nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) masih rendah terutama karena pemanfaatan sumber dan media yang sebenarnya tersedia di sekitarnya kurang optimal digunakan sumber belajar.


(23)

8 C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan atas pertimbangan dari keterbatasan kemampuan, materi dan materi ajar, serta waktu yang tersedia bagi peneliti, maka permasalahan ini dibatasi pada :

1. Keaktifan siswa kurang berkembang karena guru masih menjadi sumber belajar utama dalam penyampaian materi yang dipelajari.

2. Lingkungan di sekitar sekolah belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber belajar padahal banyak materi yang dipelajari berhubungan dengan alam sekitar.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian yang telah disampaikan di atas, permasalahan yang akan diteliti yaitu: bagaimana meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar pada kelas IV SD 1 Cepokojajar?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran IPA melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar pada kelas IV SD 1 Cepokojajar.


(24)

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Secara teoritis, melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar

akan membuat kegiatan belajar menjadi aktif dan menyenangkan karena siswa lebih mudah memahami materi yang sedang dipelajari dengan optimal.

2. Secara praktis, a) Bagi guru.

Penelitian ini dapat memberikan informasi bahwa dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar akan membantu guru dalam menyampaikan materi yang sedang dipelajari dengan tepat dan menarik. b) Bagi siswa.

Keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran akan meningkatkan keaktifan siswa dapat memahami materi yang sedang dipelajaridengan optimal.

c) Bagi sekolah.

Memberikan sumbangan yang sangat penting dalam menciptakan iklim kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan lingkungan sekitar sebagai salah satu sumber belajar yang sebenarnya sangat mudah dan efektif.


(25)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Pembelajaran IPA

1. Hakikat IPA

Pengetahuan alam merupakan pengetahuan tentang alam semesta dengan segala isi di dalamnya. Hendro Darmojo (Usman Samatowa, 2010: 2) secara singkat menjelaskan bahwa IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang alam semesta dengan segala isinya. Ilmu artinya suatu pengetahuan yang benar karena sesuai dengan tolok ukur kebenaran ilmu, yaitu rasional dan objektif. Rasional artinya masuk akal atau logis sehingga dapat diterima oleh akal sehat. Objektif artinya sesuai dengan objek dan kenyataan yang sebenarnya.

Patta Bundu (2006: 6) mengemukakan bahwa IPA merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa Inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam yang berhubungan dengan alam atau bersangkutan dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Secara harfiah dapat disimpulkan bahwa pengertian dari IPA atau science merupakan ilmu pengetahuan tentang alam atau ilmu pengetahuan yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam.

IPA adalah pengetahuan yang diperoleh melalui sejumlah proses kegiatan yang dilakukan manusia dengan dicirikan oleh nilai-nilai dan sikap ilmiah dalam perkembangannya. Carin dan Sund (Patta Bundu, 2006: 4) menjelaskan bahwa IPA atau sekarang lebih dikenal dengan sains merupakan suatu pengetahuan tentang alam semesta yang bertumpu pada


(26)

data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan percobaan, sehingga di dalamnya memuat produk, proses, dan sikap manusia.

Usman Samatowa (2010: 19) mengemukakan bahwa IPA (sains) bukan hanya sebuah produk, melainkan juga sebagai proses yang menghubungkan sistem, metode atau proses pengamatan, pemahaman dan penjelasan tentang alam. Patta Bundu (2006: 11-13) menjelaskan komponen IPA di dalamnya saling berkaitan antara satu dengan lainnya, yaitu sebagai: (a) produk, berisi kumpulan kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan oleh ilmuan/ahli dalam bentuk fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori; (b) proses, merupakan sejumlah keterampilan untuk mengkaji fenomena alam dengan cara-cara tertentu untuk memperoleh ilmu dan pengembangannya pada masa selanjutnya, meliputi kegiatan observasi atau pengamatan, inferensi, merumuskan hipotesis, melakukan eksperimen, dan sebagainya; dan (c) sikap ilmiah, merupakan sikap yang dimiliki oleh ilmuan/ahli dalam mencari dan mengembangkan pengetahuan baru, misalnya sikap hati-hati dan bertanggung jawab, objektif terhadap fakta, selalu ingin tahu dan meneliti, dan sebagainya.

Maslichah Asy’ari (2006: 7) menjelaskan bahwa IPA secara umum merupakan pengetahuan alam yang diperoleh dengan cara yang terkontrol. Pendapat tersebut menjelaskan bahwa IPA bukan hanya produk atau pengetahuan manusia saja, tetapi juga suatu proses dimana suatu cara atau upaya yang dilakukan oleh manusia itu sendiri untuk mendapatkan


(27)

12

pengetahuan. Kumpulan pengetahuan tersebut tersusun secara sistematis dan penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.

IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia. Powler mengemukakan bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen atau sistematis (Usman Samatowa, 2010: 3). Pendapat tersebut menjelaskan bahwa pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten. Winaputra (Usman Samatowa, 2010: 3) juga menjelaskan bahwa tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah.

Harlen (Patta Bundu, 2006: 10) mengemukakan bahwa terdapat tiga karakteristik utama IPA yaitu: (a) setiap orang mempunyai kewenangan untuk menguji validitas (kesahihan) prinsip dan teori ilmiah; (b) memberi perhatian adanya hubungan antara fakta-fakta yang diobservasi yang memungkinkan penyusunan prediksi sebelum sampai pada kesimpulan; dan


(28)

(c) memberi makna bahwa teori sains bukanlah kebenaran yang akhir tetapi akan berubah atas dasar perangkat pendukung teori tersebut.

Dari beberapa pendapat tersebut yang dimaksud dengan IPA adalah ilmu pengetahuan tentang peristiwa alam atau tentang benda dan makhluk hidup yang rasional dan objektif dengan alam semesta. IPA bukan hanya pemahaman dari berbagai pengetahuan yang dipelajari dari fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi merupakan suatu proses penemuan dari percobaan dan penelitian yang diperoleh dengan tata cara terkontrol dan terstruktur. IPA akan dapat berubah karena hasil validitas prinsip dan teori ilmiah bukanlah kebenaran yang sahih (akhir) yang dilakukan melalui observasi, percobaan, dan penelitian selanjutnya sesuai prinsip dan teori sebelumnya.

2. Hakikat Pembelajaran IPA di SD

IPA sebagai disiplin ilmu yang penting dalam bidang pendidikan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari menyebabkan pengajaran IPA harus tepat bagi siswa. Setiap guru harus memahami akan alasan bahwa pembelajaran IPA harus diajarkan sejak SD karena memiliki banyak kegunaan yang dapat membentuk pribadi siswa berpikir kritis sehingga mempunyai potensi sebagai bekal di masa depan.

Siswa SD perlu diberikan kesempatan untuk berlatih keterampilan-keterampilan proses IPA yang dimodifikasi sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya. Keterampilan proses IPA didefinisikan oleh Paolo dan Marten (Usman Samatowa, 2010: 5) yaitu: (1) mengamati, (2)


(29)

14

mencoba memahami apa yang diamati, (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, (4) menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar. Selanjutnya Paolo dan Marten juga menegaskan bahwa dalam IPA tercakup juga coba-coba dan melakukan kesalahan, gagal, dan mencoba-coba lagi.

Muslichah Asy’ari (2006: 22) mengungkapkan bahwa pembelajaran IPA pada hakikatnya mencakup beberapa aspek, antara lain: (a) fakta, (b) keseimbangan antara proses dan produk, (c) aktif melakukan investigasi, (d) berpikir deduktif dan induktif, (e) pengembangan sikap. Oleh karena itu, IPA merupakan ilmu pengetahuan empirik yang membahas tentang fakta dan gejala alam maka pembelajarannya harus faktual, artinya tidak hanya secara verbal sebagaimana terjadi pada pembelajaran secara tradisional.

Hellen Ward (2010: 17) menjelaskan bahwa pembelajaran IPA merupakan proses yang digunakan untuk menghasilkan perubahan kemampuan berpikir, motivasi, keterampilan motorik, pengendalian emosi dan sikap, serta keterampilan sosial sehingga pemahaman terstruktur akan terjadi secara berkelanjutan. Aspek pokok di dalamnya adalah anak dapat menyadari keterbatasan pengetahuan, memiliki rasa ingin untuk menggali berbagai pengetahuan baru, dan akhirnya dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari melalui pengalaman secara langsung. Piaget (Usman Samatowa, 2010: 5) juga menjelaskan bahwa pengalaman langsung memegang peranan penting sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif anak.


(30)

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA merupakan pendidikan yang penting sehingga pengajarannya harus tepat bagi siswa. Di dalamnya perlu diberikan kesempatan agar perkembangan siswa dapat berjalan secara berkelanjutan melalui proses agar menghasilkan pemahaman terstruktur dan lebih ditekankan pada pengalaman langsung.

3. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD

Kurikulum 2013 memiliki pemetaan indikator pembelajaran melalui Kompetensi Inti (KI) yang disesuaikan dengan Kompetensi Dasar (KD) dan indikator pada tiap-tiap mata pelajaran. Mohammad Nuh (Afikri, dkk., 2014: iii) mengungkapkan bahwa kompetensi yang diharapkan bagi siswa adalah kemampuan pikir untuk produktif dan tindakan yang kreatif. Proses kegiatan pembelajaran yang dirancang adalah: 1) pembelajaran berbasis penemuan (discovery learning) melalui tugas (project based learning), dan 2) penyelesaian masalah (problem solving based learning), mencakup proses mengamati, menanyakan, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.

Dalam penelitian ini, materi dari Tema 6: Indahnya Negeriku, Subtema: Keindahan Alam Negeriku terutama pada mata pelajaran IPA yang dipelajari dengan KD dan indikator adalah sebagai berikut.

Standar Kompetensi :

3.7.Mendeskripsikan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi dan masyarakat.


(31)

16

4.6. Menyajikan laporan tentang sumber daya alam dan pemanfaatan oleh masyarakat.

Indikator Pembelajaran 3 :

 Menjelaskan hubungan antara hutan dan lingkungan melalui kegiatan menganalisis teks bacaan.

 Menyajikan laporan tentang manfaat hutan bagi kelestarian dan keindahan lingkungan melalui kegiatan percobaan.

Indikator Pembelajaran 4 :

 Mengidentifikasi dan menjelaskan hubungan antara teknologi subak dengan kehidupan masyarakatnya.

 Mengidentifikasi dan menjelaskan satu teknologi tradisional/modern dalam kehidupan sehari-hari melalui kegiatan survey/observasi.

Indikator Pembelajaran 5 :

 Mengidentifikasi dan membandingkan jenis-jenis SDA hayati-nonhayati melalui kegiatan membaca.

 Melaporkan melalui tulisan tentang beragam sumber daya alam yang terkandung di beberapa tempat wisata alam melalui kegiatan Library Research.

Uraian materi yang disesuaikan dengan pembelajaran IPA sebagai berikut. 1. Hubungan antara Sumber Daya Alam dengan Lingkungan, Teknologi dan

Masyarakat.

Sumber daya alam berupa kumpulan beraneka ragam makhluk hidup maupun benda tak hidup yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan hidup


(32)

manusia, dalam pemanfaatannya memerlukan ilmu pengetahuan alam dan teknologi antara lain cara penggunaan teknologi yang tepat dan ekonomis agar hasilnya sesuai dengan yang diharapkan dan tidak mengganggu lingkungan (Oni Marliana, 2009).

a) Berbagai Jenis Sumber Daya Alam

Berdasarkan manfaatnnya terbagi sebagai berikut.

1) Sumber daya alam penghasil energi seperti matahari, gelombang laut, gas bumi, dan angin.

2) Sumber daya alam penghasil bahan baku seperti hutan, laut, dan tanah.

3) Sumber daya alam untuk kenyamanan seperti udara bersih dan pemandangan alam.

Sedangkan menurut kesediaan di alam terbagi menjadi sebagai berikut. 1) Sumber daya alam yang kekal, seperti sinar matahari, ombak, angin,

air terjun, dan arus laut merupakan sumber daya alam yang selalu tersedia dan tidak habis meskipun setiap saat dimanfaatkan.

2) Sumber daya alam yang tidak dapat dibentuk diperbaharui, seperti minyak bumi, batu bara, logam (alumunium, bijih besi, dan sebagainya), dan gas bumi merupakan sumber daya alam dengan persediaan yang terbatas dan tidak dapat dibuat atau dibentuk setelah habis.


(33)

18

3) Sumber daya alam yang dapat diperbaharui, seperti berbagai jenis tumbuhan dan hewan merupakan sumber daya alam yang dapat dibentuk lagi jika rusak atau habis.

Menurut jenisnya, SDA dibagi menjadi dua sebagai berikut.

1) Sumber daya alam nonhayati, meliputi segala sesuatu yang bukan makhluk hidup, seperti udara, batu bara, logam, dan lain – lain. 2) Sumber daya alam hayati, meliputi berbagai makhluk hidup, seperti

berbagai mikroorganisme, tumbuhan, dan hewan. b) Hubungan Sumber Daya Alam dengan Teknologi

Sumber daya alam merupakan kekayaan alam yang diciptakan oleh Tuhan untuk kesejahteraan manusia. Semua yang ada dialam merupakan sumber daya yang dibutuhkan oleh manusia, kemajuan teknologi sangat membantu manusia dalam mengolah sumber daya alam untuk mendatangkan manfaat yang sebanyak-banyaknya sumber daya alam ada yang dimanfaatkan secara langsung, ada pula yang harus diolah terlebih dahulu.

c) Upaya-upaya untuk Pelestarian Lingkungan antara lain sebagai berikut. 1) Tebang pilih, yaitu cara penebangan hutan dengan tujuan agar

produksi kayu yang dijual tidk terus menurun dan menyelamatkan tanah dan air.

2) Penanaman bibit baru untuk setiap pohon yang ditebang.

3) Penangkapan musiman untuk ikan untuk menghindari kepunahgan dengan mengatu waktu penangkapan ikan.


(34)

4) Keanekaragaman bahan pangan untuk mengurangi gangguan yang dapat merusak persediaan semua jenis pangan.

d) Pelestarian SDA hayati dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut.

1) Pelestarian dihabitat asli (pelestarian in situ).

2) Pelestarian diluar habitat aslinya (pelestarian ex situ). 2. Hubungan Teknologi Subak dengan Kehidupan Masyarakat.

Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali (Wikipedia, 2010). Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para pemilik lahan dan petani yang diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali.

Revolusi hijau telah menyebabkan perubahan pada sistem irigasi ini, dengan adanya varietas padi yang baru dan metode yang baru, para petani harus menanam padi sesering mungkin, dengan mengabaikan kebutuhan petani lainnya. Ini sangatlah berbeda dengan sistem Subak, dimana kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan. Metode yang baru pada revolusi hijau menghasilkan pada awalnya hasil yang melimpah, tetapi kemudian diikuti dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di tanah maupun di air. Akhirnya


(35)

20

ditemukan bahwa sistem pengairan sawah secara tradisional sangatlah efektif untuk menanggulangi kendala ini.

Subak telah dipelajari oleh Clifford Geertz, sedangkan J. Stephen Lansing telah menarik perhatian umum tentang pentingnya sistem irigasi tradisional. Ia mempelajari pura-pura di Bali, terutama yang diperuntukkan bagi pertanian, yang biasa dilupakan oleh orang asing. Pada tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan petani-petani Bali untuk mengembangkan model komputer sistem irigasi Subak. Dengan itu ia membuktikan keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini.

Pada tahun 2012 ini UNESCO, mengakui Subak (Bali Cultur Landscape), sebagai Situs Warisan Dunia, pada sidang pertama yang berlangsung di Saint Petersburg, Rusia.

3. Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN-BTS) adalah taman nasional di Jawa Timur, Indonesia, yang terletak di wilayah administratif Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Probolinggo. Taman yang bentangan barat-timurnya sekitar 20-30 kilometer dan utara-selatannya sekitar 40 km ini ditetapkan sejak tahun 1982 dengan luas wilayahnya sekitar 50.276,3 ha (Wikipedia, 2010). Di kawasan ini terdapat kaldera lautan pasir yang luasnya ±6290 ha. Batas kaldera lautan pasir itu berupa dinding terjal, yang ketinggiannya antara 200-700 meter.


(36)

Sebelum ditetapkan sebagai taman nasional, daerah Tengger merupakan kawasan hutan yang berfungsi sebagai cagar alam dan hutan wisata. Kawasan hutan ini berfungsi sebagai hutan lindung dan hutan produksi. Melihat berbagai fungsi tersebut, Kongres Taman Nasional Sedunia mengukuhkan kawasan Bromo Tengger Semeru sebagai taman nasional dalam pertemuan yang diselenggarakan di Denpasar, Bali, pada tanggal 14 Oktober 1982 atas pertimbangan alam dan lingkungannya yang perlu dilindungi serta bermacam-macam potensi tradisional kuno yang perlu terus dikembangkan. Pada tanggal 12 November 1992, pemerintah Indonesia meresmikan kawasan Bromo Tengger Semeru menjadi taman nasional.

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN-BTS) memiiki berbagai kekayaan flora dan fauna. Tumbuhan di saana memiliki tipe ekosistem sub-montana, montana dan sub-alphin dengan pohon-pohon yang besar dan berusia ratusan tahun antara lain cemara gunung, jamuju, edelweis, berbagai jenis anggrek dan rumput langka. Pada dinding yang mengelilingi TN-BTS terdapat banyak rerumputan, mentigi, akasia, cemara, dan sebagainya. Sedangkan satwa yang terdapat di taman nasional ini antara lain luwak (Paradoxurus hermaphroditus), rusa (Rusa timorensis), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), kijang (Muntiacus muntjak), ayam hutan merah (Gallus gallus), macan tutul (Panthera pardus melas), ajag (Cuon alpinus javanicus); dan berbagai jenis burung seperti alap-alap burung (Accipiter virgatus), rangkong (Buceros


(37)

22

rhinoceros silvestris), elang ular bido (Spilornis cheela bido), srigunting hitam (Dicrurus macrocercus), elang bondol (Haliastur indus), dan belibis yang hidup di Ranu Pani, Ranu Regulo, dan Ranu Kumbolo.

4)Keaktifan Siswa SD dalam Pembelajaran IPA

1. Karakteristik Siswa SD

Satuan pendidikan tingkat SD merupakan jenjang pendidikan yang paling awal dan sebagai dasar kemampuan siswa dalam meneruskan pendidikan mereka ke jenjang berikutnya. Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, guru perlu memperhatikan karakteristik siswa agar pencapaian hasil belajar dapat tercapai dengan optimal. Hal ini menjadi sangat penting karena kemampuan dan pemahaman siswa harus mulai dipupuk sejak dini sebagai bekal pengetahuan ke tingkat yang lebih tinggi agar dapat mencapai cita-cita.

Usia siswa SD berkisar pada usia 6 atau 7 tahun hingga usia 12 atau 13 tahun. Pada masa ini, anak sudah matang untuk belajar atau sekolah. Pada masa usia ini juga sering disebut sebagai masa intelektual (keserasian) karena secara relatif siswa lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Piaget (Usman Samatowa, 2006: 8) menjelaskan bahwa karakteristik perkembangan kognitif pada siswa SD berkisar pada usia 6 atau 7 tahun sampai dengan 11 atau 12 tahun. Pada usia ini siswa masuk ke dalam kategori operasional konkret sehingga pada periode ini siswa memiliki kemampuan mengklasifikasikan angka atau bilangan dan mulai


(38)

mampu berpikir kritis meskipun masih terbatas dengan objek-objek yang terikat atau terlihat.

Maslichah Asy’ari (2006: 38) menjelaskan bahwa pada umumnya sifat siswa dalam kisaran usia SD antara lain: (1) rasa ingin tahu yang kuat dalam diri siswa, (2) merasa senang bermain atau suasana yang gembira, mengatur dirinya sendiri, mengeksplorasi situasi sehingga suka mencoba-coba, (3) memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi, (4) mereka akan belajar dengan efektif jika merasa senang dengan situasi yang ada, serta (5) dengan cara bekerja dan saling mengajarkan apa yang mereka tahu kepada teman yang lain.

Usman Samatowa (2006: 7-8) membagi masa ini dalam dua fase, yaitu: (a) masa kelas rendah, sekitar usia 6 atau 7 hingga 8 atau 9 tahun sehingga di tingkat SD termasuk dalam kelas 1 hingga 3 dan (b) masa kelas tinggi, sekitar usia 9 atau 10 hingga 12 atau 13 tahun sehingga di tingkat SD termasuk dalam kelas 4 hingga 6, yang akan dijelaskan di bawah ini.

Pada masa kelas rendah, siswa memiliki sifat-sifat khas meliputi : (a) adanya korelasi antara pertumbuhan fisik dengan prestasi, (b) sikap yang cenderung untuk memenuhi peraturan tradisional, (c) cenderung memuji diri sendiri dan membandingkannya dengan orang lain, (d) kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting, (e) nilai rapor tidak dilihat melalui prestasi yang telah dicapai, (f) kemampuan mengingat (memory) dan berbahasa berkembang sangat cepat dan mengagumkan, (g) hal-hal yang bersifat konkret lebih mudah dipahami


(39)

24

daripada abstrak, dan (h) kehidupan adalah bermain karena sesuatu yang dibutuhkan dan dianggap serius sehingga masih tidak dapat membedakan dengan jelas antara bermain dengan belajar.

Pada masa kelas tinggi, siswa memiliki sifat-sifat khas, meliputi : (a) adanya minat terhadap kehidupan nyata sehari-hari yang konkret, (b) sangat realistis, ingin tahu, dan ingin belajar, (c) menjelang akhir masa ini, ada minat terhadap hal-hal yang menonjol, (d) setelah melewati usia 11 tahun, siswa sudah mampu menghadapi tugasnya dengan bebas dan berusaha menyelesaikannya sendiri, (e) memandang nilai rapor sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi, (f) gemar membentuk kelompok sebaya, serta (g) peran tokoh idola pada umumnya sangat penting sehingga guru sering dianggap sebagai orang yang paling tahu.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan di SD merupakan jenjang paling awal dan sebagai dasar kemampuan siswa sehingga guru harus memperhatikan karakter siswa yaitu kategori operasional konkret. Pada periode ini siswa memiliki kemampuan memahami suatu hal dan mulai mampu berpikir kritis meskipun masih terbatas. Oleh karena itu, guru sebaiknya mampu mengaitkan konsep-konsep yang dipelajari dengan menggunakan materi atau benda-benda yang ada di sekitarnya termasuk lingkungan dimana mereka hidup dan tinggal.


(40)

2. Keaktifan Siswa SD

Siswa merupakan sasaran utama dalam pendidikan dan pengajaran sehingga harus diberi kesempatan agar dapat bersikap aktif dalam pembelajaran. Stern (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 62) mengungkapkan bahwa guru berperan sebagai organisator agar siswa memiliki kesempatan dalam kegiatan belajar sehingga siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan di dalam kondisi yang ada. Guru harus mampu menciptakan suasana belajar menjadi kondusif dengan mengaktifkan siswa dalam kegiatan pembelajaran dan memilih potensi yang dimiliki dengan tepat.

Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan karena akan ada interaksi yang tinggi antara guru dengan siswa itu sendiri. Sardiman (2007: 98) mengungkapkan bahwa keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik dan mental karena berupa perbuatan dan pikiran sebagai suatu rangkaian yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Siswa bersikat aktif secara fisik dengan membuat suatu hal dengan bermain dan bekerja sehingga tidak hanya duduk, melihat, dan mendengarkan selama kegiatan pembelajaran. Siswa bersifat aktif secara mental dengan pemahaman dan penalaran dari materi yang dipelajari.

Keaktifan siswa dalam KBM sangat berpengaruh pada fisik dan mental-emosional, hingga intelektual siswa. Sardiman (2007: 101) membagi keaktifan menjadi beberapa jenis, antara lain:

a) keaktifan visual, merupakan kegiatan aktif dengan melihat dan mengamati suatu objek atau tulisan, misalnya membaca, melihat gambar, mengamati


(41)

26

eksperimen atau demonstrasi, mengamati orang bekerja atau mengerjakan sesuatu, dan sebagainya;

b) keaktifan lisan, merupakan kegiatan aktif dengan berbicara, misalnya mengajukan suatu pertanyaan, mengungkapkan pendapat, berdebat dan berdiskusi, menjawab pertanyaan, memberikan saran, dan sebagainya; c) keaktifan mendengarkan, merupakan kegiatan aktif dengan mendengarkan

orang lain berbicara atau suatu kejadian yang terjadi, misalnya mendengarkan penjelasan guru, mendengarkan percakapan atau diskusi, dan sebagainya;

d) keaktifan menulis, merupakan kegiatan aktif dengan menulis menggunakan huruf yang dapat dibaca, misalnya mencatat hal-hal yang penting saat melakukan sesuatu, menulis laporan kegiatan, membuat data-data tertulis tentang suatu penelitian, dan sebagainya;

e) keaktifan menggambar, merupakan kegiatan aktif melalui gambar atau sketsa bukan hanya tulisan, misalnya menggambar objek yang dilihat atau diteliti, membuat sketsa dengan rinci, membuat diagram atau grafik, dan sebagainya;

f) keaktifan bergerak, merupakan kegiatan aktif secara fisik, misalnya berjalan saat mengeksplorasi suatu tempat, melakukan suatu percobaan atau penelitian, dan sebagainya;

g) keaktifan secara mental, merupakan kegiatan aktif dengan pemahaman atau penalaran, misalnya mengingat suatu pengetahuan, memecahkan suatu


(42)

masalah, menganalisis suatu penelitian, mengambil keputusan, mengorganisasikan orang-orang dalam suatu perkumpulan, dan sebagainya; h) keaktifan emosional, merupakan kegiatan aktif dengan perasaan atau

empati, misalnya mempunyai minat terhadap suatu kegiatan, merasa bosan atau jenuh, merasa takut atau gugup, merasa gembira dan bersemangat, memiliki keberanian dalam melakukan suatu hal, memiliki kemauan untuk bekerja sama dalam suatu kelompok, dan sebagainya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa keaktifan akan memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat menumbuhkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan pembelajaran. Melibatkan siswa secara langsung dalam KBM akan berpengaruh pada fisik, mental-emosional, dan pada akhirnya akan sangat berimbas pada kemampuan intelektual siswa.

Guru hendaknya merancang dan melakukan kegiatan pembelajaran dengan mempertimbangkan karakteristik siswa dan karakteristik isi pelajaran. Dimyati dan Mudjiono (2002: 63) menjelaskan bahwa perilaku guru sebagai implikasi prinsip keterlibatan langsung atau berpengalaman antara lain: (1) merancang kegiatan belajar mengajar yang lebih banyak pada pembelajaran individu dan kelompok kecil, (2) mementingkan eksperimen langsung oleh siswa dibandingkan dengan demonstrasi, (3) menggunakan media yang langsung digunakan oleh siswa, (4) memberikan tugas kepada siswa untuk mempraktekkan gerakan psikomotorik yang dicontohkan oleh guru, (5) melibatkan siswa mencari informasi/pesan dari sumber informasi di luar kelas


(43)

28

atau luar sekolah, dan (6) melibatkan siswa dalam merangkum atau menyimpulkan informasi pesan pembelajaran.

Guru memberikan kesempatan kepada siswa agar bersikap aktif dalam mencari, memperoleh, dan mengolah perolehan belajarnya. Oemar Hamalik (2010: 91) menjelaskan bahwa guru yang mampu menumbuhkan keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar antara lain: (1) memiliki pengalaman secara langsung dari kegiatan yang dialaminya sendiri, (2) seluruh aspek kepribadian dapat berkembang, (3) memupuk kerjasama yang harmonis antarsiswa, (4) belajar dan bekerja berdasarkan pada minat dan kemampuannya, (5) memupuk disiplin belajar pada siswa sehingga membuat suasana belajar yang kondusif, (6) membina dan memupuk kerjasama antara sekolah, masyarakat terutama pada guru dan orang tua, (7) kegiatan pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara nyata (realistik), dan (8) pelaksanaan dan kegiatan pembelajaran menjadi hidup.

Guru harus menyadari bahwa keaktifan siswa membutuhkan keterlibatan mereka secara langsung dalam kegiatan pembelajaran. Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad (2011: 33) menyebutkan ciri-ciri proses pembelajaran yang mengaktifkan siswa antara lain: (1) bersikap aktif dalam mencari atau memberikan informasi, bertanya, bahkan saat membuat kesimpulan, (2) adanya interaksi aktif secara terstruktur, (3) adanya kemampuan untuk menilai hasil karyanya sendiri, dan (4) adanya pemanfaatan sumber belajar dalam kegiatan belajar mengajar secara optimal.


(44)

Guru harus dapat mengajar sesuai materi yang akan diajarkan tanpa membatasi keaktifan siswa agar dapat berjalan sesuai perencanaan yang telah ditetapkan oleh satuan pendidikan. Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad (2011: 33-34) menyebutkan prinsip pembelajaran yang mengaktifkan siswa yaitu: (1) mendesain pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif, baik fisik, mental, dan emosional dalam proses belajar dengan melibatkan banyak indera, (2) membebaskan siswa dari ketergantungan yang berlebihan pada guru karena siswa kurang inisiatif, dan (3) menilai hasil belajar siswa sesuai dengan berbagai kegiatan belajar melalui penilaian ujian lisan atau tertulis, pekerjaan rumah, dan sebagainya.

Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohammad (2011: 34) menyebutkan bahwa siswa yang aktif memiliki ciri-ciri antara lain: (1) akan terbiasa belajar teratur walaupun tidak ada ulangan, (2) mahir atau memanfaatkan sumber-sumber belajar yang ada, (3) terbiasa melakukan kegiatan belajar di laboratorium, bengkel, dan lain-lain, serta (4) mengerti bahwa guru bukan satu-satunya sumber belajar. Hal ini menjelaskan bahwa siswa harus terlibat aktif dan guru sebagai pembimbing selama kegiatan pembelajaran.

Siswa harus lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran karena sebagai pusat belajar sehingga dapat membangun suatu pemahaman, keterampilan, dan sikap atau perilaku tertentu. Nasarius Sudaryono (2006: 31) berpendapat bahwa keaktifan siswa menjadi penting untuk ditekankan dalam proses pembelajaran karena belajar itu pada hakikatnya adalah proses yang aktif di mana siswa menggunakan pikirannya untuk membangun pemahaman


(45)

30

(constructivism approach). Siswa tidak cukup mempelajari suatu materi dengan menyerap dan menghafal yang diajarkan oleh guru, tetapi siswa dapat mengolah informasi yang diperoleh dan membangun pengertian-pengertian baru.

Kegiatan-kegiatan dalam pembelajaran yang bervariasi dan mengajak siswa bersikap aktif akan cenderung menghasilkan pengetahuan yang tersimpan kuat dalam ingatan (memory). Nana Sudjana (2006: 61) menjelaskapkan bahwa keaktifan siswa saat KBM antara lain: (1) turut serta dalam melaksanakan kegiatan belajarnya, (2) terlibat aktif dan mau mencatat selama kegiatan pembelajaran berlangsung, (3) mau bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami materi yang sedang dipelajari, (4) mau berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan agar dapat memahami materi yang sedang dipelajari, (5) dapat melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk dari guru, (6) dapat menilai kemampuan dirinya dan hasil-hasil yang diperolehnya, (7) dapat melatih diri sendiri saat menemukan suatu hal yang sejenis, dan (8) dapat menggunakan dan menerapkan apa yang telah diperoleh dari kegiatan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.

Dari beberapa pendapat di atas, peneliti berkesimpulan bahwa keaktifan dalam pembelajaran merupakan segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi antara guru dan siswa dengan sumber belajar dalam rangka mencapai tujuan belajar. Guru harus selalu memberikan kesempatan kepada siswa agar bersikap aktif dalam mencari, memperoleh, dan mengolah suatu objek yang


(46)

sedan dipelajari. Adanya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran akan menyebabkan terbentuknya situasi belajar yang kondusif. Kegiatan penelitian meliputi keterlibatan siswa secara aktif selama kegiatan pembelajaran, baik secara berkelompok maupun individu dengan berbagai aspek keaktifan yang dimilikinya sehingga siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam kondisi yang ada.

5) Lingkungan Sebagai Sumber Belajar

1. Pengertian Sumber Belajar

Sumber belajar merupakan salah satu komponen yang paling penting dalam pengajaran karena sangat membantu guru saat melaksanakannya. Nasarius Sudaryono (2006: 36) mengungkapkan bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat digunakan siswa dalam proses belajar untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap yang sedang dipelajari. Rusman (2009: 130) menambahkan bahwa sumber belajar merupakan daya yang dimanfaatkan guna kepentingan proses dan pelaksanaan dalam kegiatan pembelajaran, baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai atau secara keseluruhan.

Keberadaan sumber belajar akan memungkinkan proses pembelajaran berlangsung sesuai kebutuhan siswa. Mulyasa (2006: 159) menjelaskan bahwa sumber belajar merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan agar dapat memberikan kemudahan dalam belajar, sehingga dapat diperoleh informasi, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang diperlukan.


(47)

32

Adanya aneka ragam sumber belajar yang digunakan akan sangat membantu dalam KBM karena guru dan siswa dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dengan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya. Proses pembelajaran berlangsung tidak lagi bergantung pada guru sebagai sumber utama, tetapi juga membutuhkan tempat dan waktu belajar yang tepat agar siswa dapat bersikap aktif selama KBM berlangsung.

Penggunaan sumber belajar digunakan dalam pemilihan strategi, metode, dan teknik pembelajaran. Rusman (2009: 135) menyebutkan bahwa sumber belajar memiliki fungsi yang sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, yaitu :

a) meningkatkan produktivitas pendidikan, dengan cara mempercepat laju belajar dengan membantu guru untuk menggunakan waktu secara lebih baik dan mengurangi beban guru dalam menyajikan informasi sehingga dapat lebih banyak membina dan mengembangkan gairah belajar siswa; b) memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih mandiri, yaitu

dengan cara mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional dengan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;

c) memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran, yaitu dengan cara perencanaan program pendidikan yang lebih sistematis dengan pengembangan bahan pembelajaran dari hasil penelitian;


(48)

d) lebih memantapkan kegiatan pembelajaran, yaitu dengan cara meningkatkan pemanfaatan sumber belajar, penyajian informasi, dan bahan yang digunakan dalam KBM lebih konkret;

e) memungkinkan belajar secara seketika atau spontan, yaitu dengan mengurangi kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak dengan realitas yang sifatnya konkret dengan memberikan pengetahuan yang sifatnya langsung; dan

f) memungkinkan penyajian informasi yang mampu menembus batas geografi seperti dengan penerapan pembelajaran berbasis komputer dan e-learning di sekolah.

Komponen-komponen yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar sebenarnya ada di dalam kegiatan pembelajaran. Pemerintah sudah menyediakan sumber belajar bagi instansi pendidikan dan sekolah-sekolah yang sering dikenal sebagai media pendidikan. AECT (Association for Educational Communication and Technology) membedakan enam jenis sumber belajar yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran (Rusman, 2011: 137-139), yaitu:

1) Pesan (message), meliputi pesan formal dan pesan nonformal. Pesan formal adalah pesan yang dikeluarkan oleh lembaga resmi, seperti pemerintah atau pesan yang disampaikan oleh guru dalam situasi pembelajaran. Pesan nonformal merupakan pesan yang ada di lingkungan masyarakat luas yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran,


(49)

34

misalnya cerita rakyat, legenda, prasasti atau relief pada candi, dan sebagainya.

2) Orang (people), yaitu orang pada dasarnya dapat berperan sebagai sumber belajar yang secara umum dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang didesain khusus sebagai sumber belajar utama yang dididik secara profesional dari lingkungan pendidikan, seperti guru, tenaga pendidik, teknisi sumber belajar, pustakawan, dan lain-lain. Kedua, kelompok dari orang-orang yang memiliki profesi selain dari lingkungan pendidikan dan tidak terbatas, misalnya politisi, tenaga kesehatan, arsitek, psikolog, dan lain-lain.

3) Bahan (materials), merupakan suatu format yang digunakan untuk menyimpan pesan pembelajarn, seperti buku paket atau teks, modul, program video atau film, alat peraga, program slide, dan sebagainya. 4) Alat (device), adalah benda-benda yang berbentuk fisik atau perangkat

keras (hardware) yang berfungsi untuk menyajikan bahan-bahan, mencakup slide projector, OHP, tape recorder, dan sebagainya.

5) Teknik (technique), adalah cara atau prosedur yang digunakan dalam melaksanakan pembelajaranan agar tujuannya tercapai, mencakup ceramah, permainan/simulasi, diskusi/tanya jawab, dan sebagainya. 6) Latar/tata tempat (setting), yaitu lingkungan yang berada di dalam

maupun di luar sekolah, baik sengaja dirancang untuk kegiatan pembelajaran maupun tidak secara khusus disiapkan sebelumnya, contoh:


(50)

pengaturan ruang kelas, laboratorium, halaman dan kebun sekolah, persawahan di sekitar sekolah, dan sebagainya.

Rusman (2009: 136) mengungkapkan bahwa pemilihan sumber belajar dapat dilihat dari sifat dan kegunaannya, meliputi: bersifat ekonomis atau murah, praktis dan sederhana, mudah diperoleh, bersifat fleksibel, serta komponen-komponen yang digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan tujuannya. Rusman (2009: 137) secara garis besar membedakan sumber belajar menjadi dua jenis, yaitu:

(a)sumber belajar yang dirancang (learning resources by design), yakni sumber-sumber yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai “komponen sistem instruksional” untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal;

(b)sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utilization), yakni sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan, dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Sumber belajar yang dimanfaatkan ini adalah sumber belajar yang ada di masyarakat, seperti museum, pasar, toko-toko, tokoh masyarakat, dan yang lainnya yang ada di lingkungan sekitar.

Guru sebagai fasilitator seharusnya dapat menggunakan sumber belajar yang tersedia di sekitar dan dapat digunakan sesuai kebutuhan pembelajaran. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2002: 84) berpendapat bahwa pemilihan sumber belajar yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran harus diperhatikan dalam beberapa kriteria, yaitu: (1) ekonomis karena tidak harus berpatok pada harga yang mahal, (2) praktis karena tidak harus memerlukan pengelolaan yang sulit dan jarang digunakan, (3) mudah didapatkan karena tersedia di lingkungan sekitar, (4) bersifat fleksibel karena dapat digunakan untuk berbagai tujuan


(51)

36

instruksional, dan (5) sesuai dengan tujuan pembelajaran dengan mendukung proses dan pencapaiannya melalui pembangkitan motivasi dan minat belajar.

Berdasarkan uraian di atas, jenis sumber belajar yang akan diteliti adalah sumber belajar yang dapat dimanfaatkan yaitu lingkungan sebagai latar (setting). Lingkungan ada di sekitar manusia hidup dan bermukim telah menyediakan sumber belajar yang sebenarnya banyak dan beragam, serta bersifat ekonomis. Peran guru sebagai fasilitator dalam pelaksanaan dapat berjalan sesuai program yang direncanakan dan mampu menggunakan sumber belajar yang sebenarnya ada di sekitar sekolah. Guru juga harus mampu memanajemen waktu dengan baik sehingga kegiatan pembelajaran dapat berjalan dengan optimal dan tepat sasaran. Siswa akan lebih aktif dan responsif terhadap materi yang sedang dipelajari karena berhadapan dengan sumber belajar yang sebenarnya telah ada di lingkungan sekitarnya.

2. Pengertian Lingkungan

Pada hakekatnya, lingkungan adalah jumlah semua benda hidup dan tak hidup, serta seluruh kondisi yang ada di dalam ruang dimana manusia tempati. Emil Salim (1997: 34) mengemukakan bahwa lingkungan merupakan segala benda, kondisi, dan pengaruh yang terdapat dalam ruangan yang ditempati oleh makhluk di bumi ini sehingga sangat mempengaruhi kehidupan di dalamnya. Lingkungan menjadi tempat hidup seluruh makhluk yang hidup di dalamnya,


(52)

terutama manusia sehingga harus dikenali, dipelajari, dan dijaga agar dapat bertahan dan menempatinya dengan baik.

Lingkungan merupakan sumber belajar yang tidak habis–habisnya memberikan pengetahuan karena semakin banyak hal yang digali dan dipelajari, semakin banyak ilmu dan hal yang dapat didapatkan. Sharp (Lily Barlia, 2006: 10) mengungkapkan bahwa suatu kegiatan belajar yang dilaksanaan di sekolah itu tidak akan terlalu sempit, miskin, kekurangan alat-alat atau bahan karena kegiatannya dapat dilakukan dimana pun dan kapan pun sesuai kebutuhan. Lingkungan merupakan suatu sarana belajar yang baik, bahkan lingkungan yang alami menyediakan bahan-bahan yang tidak perlu dibeli, misal udara, cahaya matahari, pepohonan, air sungai, rerumputan dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa lingkungan merupakan suatu sarana belajar yang efektif dan efisien karena banyak hal yang ada di sekitar manusia dan sangat mempengaruhi seluruh makhluk yang hidup di dalamnya. Sumber belajar yang ada di lingkungan merupakan sumber-sumber belajar yang nyata dan sebenarnya ada di sekitarnya. Hal ini akan mendukung proses pembelajaran dan membantu siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari. Lingkungan yang akan dimanfaatkan dalam kegiatan penelitian ini adalah lingkungan di sekitar sekolah berupa halaman sekolah, kebun, sawah, dan lahan kosong.


(53)

38 3. Lingkungan sebagai Sumber Belajar

Lingkungan yang ada di daerah sekitarnya dimana siswa hidup dan berkembang merupakan sumber belajar yang sangat efektif karena proses pembelajaran yang dilaksanakan tidak secara tradisional dengan dominasi ceramah dan dibatasi dinding-dinding pemisah dengan dunia luar. Maslichah Asy’ari (2006: 9) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang dilakukan di lingkungan alam sekitar lebih mengaktifkan siswa karena diajak langsung berhadapan secara nyata dimana fakta atau gejala alam yang sedang dipelajari ada dan berada di sana. Hal ini akan memberikan pengalaman dan pengetahuan yang bersifat alami pada siswa yang tidak dapat diperoleh di ruangan kelas ataupun laboratorium. Siswa dapat mempelajari keadaan sebenarnya di luar kelas dengan menggunakan lingkungan yang aktual untuk dipelajari dan diamati dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar lebih bermakna. Siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya secara alami sehingga lebih nyata, lebih faktual, dan kebenarannya lebih sahih karena dapat dipertanggungjawabkan.

Rusman (2009: 131) mengungkapkan bahwa potensi-potensi yang tersedia di sekolah dan sekitarnya sebagai sumber belajar sebaiknya diperhatikan oleh guru agar dapat digunakan secara optimal sehingga berdaya guna secara positif untuk keberhasilan belajar siswa. Sumber-sumber belajar yang tersedia di lingkungan sekitar dapat dimanfaatkan secara optimal jika guru dapat menyesuaikan diri dengan perannya sebagai fasilitator dan pengelola sumber belajar bagi siswa karena sebagian siswa hidup dan


(54)

berinteraksi disana. Conny Semiawan, dkk (1992: 103) mengungkapkan bahwa guru harus memperhatikan langkah-langkah sebagai berikut: (a) melakukan pengamatan dan meneliti lingkungan sekitar yang akan digunakan terlebih dahulu agar dapat mencatat hal-hal yang dapat digunakan dalam proses kegiatan pembelajaran, (b) membuat perencanaan pembelajaran sebelum proses pembelajaran berdasarkan kompetensi yang ingin dicapai, (c) harus dapat mengorganisasikan siswa sesuai kegiatan yang akan dilaksananakan, baik kelompok maupun individu, (d) harus mampu menjelaskan tentang tugas yang akan dikerjakan oleh siswa, meliputi pembagian tugas, diskusi hasil kerja kelompok, dan membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dari setiap proses pelaksanaan pembelajaran yang telah berlangsung, (e) menilai hasil kerja siswa dan dipajang di kelas, dan (f) adanya tindak lanjut berupa latihan-latihan atau karangan yang bersifat imajinatif.

Dalam pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar, guru harus mempersiapkannya dengan sebaik-baiknya agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Nana Sujana dan Ahmad Rivai (2002: 214-217) menjelaskan bahwa ada tiga langkah yang dapat ditempuh, yaitu:

1) Langkah Perencanaan.

Langkah ini dapat dilakukan dengan cara:

a) Menentukan tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa berkaitan dengan penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar;

b) Menentukan objek yang akan dipelajari atau dikunjungi saat proses pembelajaran. Guru harus memperhatikan keterkaitannya dengan tujuan


(55)

40

pembelajaran dan kemudahan dalam menggunakan lingkungan, seperti jaraknya tidak terlalu jauh, tidak memerlukan waktu yang terlalu lama, biaya yang cukup murah, keamanannya, dan tersedianya sumber belajar yang dapat dipelajari;

c) Merumuskan cara belajar atau bentuk kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa selama mempelajari lingkungan, seperti mencatat apa yang terjadi dan mengamati sesuatu yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari, melakukan wawancara, membuat sketsa, dan sebagainya; d) Menyiapkan hal-hal yang bersifat teknis, seperti tata tertib kegiatan yang

harus dipatuhi siswa, perijinan untuk mengadakan kegiatan, perlengkapan-perlengkapan yang harus dibawa, serta alat atau instrumen yang akan digunakan.

2) Langkah Pelaksanaan.

Langkah pelaksanaan yaitu melakukan berbagai kegiatan belajar di tempat tujuan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Pada langkah ini, kegiatan pembelajaan akan diawali dengan penjelasan mengenai objek yang akan dipelajari sebelumnya. Agar lebih cepat dan mudah dikendalikan, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok sehingga proses kegiatan pembelajaran saat observasi, mencari tahu, bekerja sama, dan sebagainya akan dapat diamati.

3) Langkah Tindak Lanjut

Langkah terakhir yaitu tindak lanjut dari semua kegiatan yang telah dilaksanakan. Langkah ini dapat berupa kegiatan belajar di dalam kelas


(56)

untuk membahas dan mendiskusikan hasil-hasil yang telah diperoleh selama kegiatan sebelumnya. Setiap kelompok diminta untuk melaporkan hasil kegiatan selama pelaksanaannya dan kelompok lain dapat mengajukan pertanyaan sehingga hasil-hasil penelitian ini dapat dibahas bersama-sama. Guru dapat meminta setiap kelompok memberikan kesan-kesan yang diperoleh selama kegiatan berlangsung dan membuat kesimpulan dari kegiatan tersebut. Guru juga dapat memberikan penilaian terhadap kegiatan siswa selama pembelajaran dan hasil-hasil yang dicapai.

Lily Barlia (2006: 91-94) menambahkan bahwa tingkat keberhasilan siswa selama proses pembelajaran dipengaruhi oleh bermacam-macam alat dan cara dalam mengevaluasi hasil pekerjaan siswa. Salah satu faktor yang dapat digunakan sebagai proses evaluasi selama kegiatan pembelajaran terutama keaktifan siswa yaitu dengan mengajak siswa untuk dapat mengekspresikan kepeduliannya terhadap lingkungan, baik secara lisan maupun tertulis. Siswa dapat mengungkapkan gagasan dan pendapat selama kegiatan berlangsung secara lisan maupun dalam bentuk tulisan, sketsa, peta konsep, dan sebagainya. Sedangkan mengukur keberhasilan KBM, guru dapat menggunakan beberapa alat evaluasi pembelajaran yaitu sosiogram, catatan anekdot, tes, wawancara, catatan harian, serta kegiatan kreativitas.

Lingkungan di sekitar sekolah harus dioptimalkan sebagai sarana dalam pengajaran karena merupakan salah satu sumber belajar bagi siswa yang paling efektif dan ekonomis. Hal ini karena sudah mencakup banyak hal yang ada dan sangat berkaitan dengan kehidupan di lingkungan sekitarnya sehingga tidak


(57)

42

membutuhhkan banyak biaya. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2002: 208) menjelaskan bahwa ada banyak keuntungan yang diperoleh dari kegiatan mempelajari lingkungan sebagai sumber belajar, antara lain: (a) kegiatan pembelajaran lebih menarik dan tidak membosankan sehingga memotivasi siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran; (b) hakikat belajar akan lebih bermakna sebab siswa dihadapkan dengan situasi dan keadaan yang sebenarnya atau bersifat alami; (c) bahan-bahan yang dapat dipelajari dalam kegiatan pembelajaran lebih kaya dan faktual sehingga kebenarannya lebih akurat, (d) kegiatan belajar siswa lebih komprehensif dan lebih aktif sebab dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengamati, bertanya atau wawancara, membuktikan atau mendemonstrasikan, menguji fakta, dan sebagainya, (e) sumber belajar menjadi lebih kaya sebab lingkungan yang dapat dipelajari merupakan sumber yang beraneka ragam seperti lingkungan sosial, lingkungan alam, lingkungan buatan, dan sebagainya, serta (f) siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya.

Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad (2011: 147-148) menjelaskan bahwa pemanfaatan lingkungan sekitar yang digunakan sebagai sumber belajar juga memiliki beberapa kelemahan dalam kegiatan pembelajaran dan aplikasinya, antara lain: (a) keberadaan lingkungan yang sebenarnya ada di sekitarnya lebih banyak dan cenderung digunakan pada mata pelajaran IPA atau sains dan sejenisnya, (b) adanya perbedaan kondisi lingkungan yang ada di setiap daerah sesuai keadaan tempat dan strukturnya, yaitu dataran


(58)

rendah, dataran tinggi, pantai, pegunungan, sekitar gunung berapi, dan sebagainya, (c) adanya perubahan iklim dan kondisi lingkungan akibat pergantian musim, serta (d) adanya perubahan struktur bumi dan keadaan lingkungan sekitarnya akibat bencana alam, misalnya gempa bumi, banjir, kebakaran, dan sebagainya.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang digunakan dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar akan membantu siswa bersikap aktif dan mampu memahami konsep yang sedang dipelajari dengan baik. Guru harus menyiapkan perencanaan sebelumnya, yaitu dengan pengamatan terhadap lingkungan yang akan digunakan sebagai sumber belajar dan menyusun hal-hal teknis yang akan dibutuhkan. Pelaksanaan dalam kegiatan pembelajaran meliputi penjelasan tentang objek yang akan diamati/dipelajari dan mengontrol siswa selama kegiatan berlangsung. Tindak lanjut akan digunakan sebagai penilaian atas kinerja siswa selama kegiatan pembelajaran. Dalam upaya pembaruan kurikulum, pemanfaatan lingkungan sekitar akan sangat diperlukan karena terdapat banyak hal yang terdapat di dalamnya sehingga tujuan dan proses pembelajaran akan lebih optimal dalam pelaksanaannya.

6) Kerangka Berpikir

Keaktifan siswa merupakan salah satu prinsip yang penting dalam kegiatan pembelajaran, terutama pada pembelajaran IPA karena siswa akan memperoleh pemahaman secara mendalam dari materi yang sedang dipelajari dan mengenal lebih dalam tentang lingkungan. Pelaksanaan kegiatan


(59)

44

pembelajaran dikatakan berhasil apabila siswa bersikap aktif melalui respon, baik fisik maupun mental sehingga siswa tidak hanya bersifat pasif saat kegiatan berlangsung. Keaktifan siswa yang akan diamati meliputi: ikut berpartisipasi dan bersikap aktif selama proses belajar berlangsung, mau mencari dan menemukan objek yang diteliti di lingkungan sekitarnya, serta mau bekerja sama dan bertanggung jawab terhadap tugas yang sedang dihadapi.

Berdasarkan uraian di atas terdapat hubungan antara lingkungan sebagai sumber belajar sebagai variabel bebas dapat mempengaruhi keaktifan siswa sebagai variabel terikat sebagai suatu proses pembelajaran. Pemanfaatan sumber belajar yang sebenarnya telah ada di sekitarnya akan menumbuhkan keaktifan siswa dalam mempelajari materi pembelajaran, maka diharapkan kemampuan pemahaman siswa akan menjadi lebih optimal.

7) Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka dapat diajukan hipotesis tindakan dalam penelitian ini, yaitu pembelajaran IPA dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas IV di SD 1 Cepokojajar Kabupaten Bantul.


(60)

8) Definisi Operasional Variabel

Penelitian ini memiliki variabel-variabel yaitu:

a. Keaktifan adalah adalah kegiatan yang bersifat fisik dan mental karena berupa perbuatan dan pikiran sebagai suatu rangkaian yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Keaktifan siswa akan terlihat saat kegiatan pembelajara karena akan mengajak siswa bersikap aktif dengan melibatkan kemampuannya secara maksimal sehingga akan terbentuk pengetahuan dan keterampilan mereka. Keaktifan siswa yang akan diteliti meliputi beberapa jenis, yaitu: visual, lisan, mendengarkan, menulis, menggambar, bergerak secara fisik, secara mental, dan emosional.

b. Lingkungan merupakan salah satu komponen dari sumber belajar yang ada di sekitarnya karena merupakan suatu sarana belajar yang efektif dan efisien karena banyak hal yang ada di sekitar manusia. Sumber belajar yang ada di lingkungan merupakan sumber-sumber belajar yang nyata dan sebenarnya ada di sekitarnya. Hal ini akan mendukung proses pembelajaran dan membantu siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari. Objek pengamatan dalam penelitian ini adalah halaman yang ada di sekitar sekolah, sawah, kebun, lahan kosong, padang rumput, parit, selokan, dan sebagainya.


(61)

46 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang dilaksanakan dalam bentuk siklus. Wina Sanjaya (2010: 26) mendefinisikan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan satu proses pengkajian masalah dalam pembelajaran yang terjadi di kelas melalui refleksi diri sebagai upaya untuk memecahkan masalah dengan melakukan tindakan yang terencana, situasi yang nyata, dan mampu menganalisis setiap pengaruh dari tiap-tiap perlakuannya. Suharsimi Arikunto (2010: 138) menjelaskan bahwa penelitian tindakan kelas yang baik dilakukan dalam bentuk kolaborasi antara guru sebagai pelaksana dan peneliti sebagai pengamat. Hal ini menjelaskan bahwa di dalam penelitian ini akan berjalan dengan baik apabila ada partisipasi antara peneliti sebagai pengamat dan guru sebagai pelaksana tindakan.

B. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa di kelas IV SD 1 Cepokojajar semester II Tahun Ajaran 2014/2015 dengan 1 orang guru kelas dan 23 siswa yang terdiri dari 9 siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. 2. Objek Penelitian


(62)

Objek penelitian ini adalah keaktifan siswa kelas IV saat kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan sumber belajar yang ada di lingkungan sekitar SD 1 Cepokojajar.

C. Setting Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Tahun Ajaran 2014/2015 dengan fokus ke pembelajaran IPA tetapi menggunakan pedoman buku tematik terbaru. Hal ini dilakukan karena SD yang bersangkutan telah menggunakan Kurikulum 2013 untuk pertama kalinya.

D. Model Penelitian

Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Kemmis dan McTagggart (Suwarsih Madya, 2007: 67) meliputi 3 komponen, yaitu perencanaan (plan), tindakan dan pengamatan (act and observe), dan refleksi (reflect). Siklus ini berbentuk spiral yang digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Alur pelaksanaan tindakan Model Kemmis dan McTagggart (Suwarsih Madya, 2007: 67)


(63)

48

Secara detail, langkah-langkah di tiap-tiap siklus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan (plan)

Perencanaan penelitian tindakan kelas memiliki sifat yang fleksibel karena telah tersusun dan terencana, namun tetap ada kemungkinan adanya perubahan saat pelaksanaannya yang dilakukan untuk menyesuaikan dengan situasi dan kondisi. Pada tahap ini, peneliti menyiapkan indikator yang akan diteliti dan mulai bekerja sama dengan guru kelas karena lebih memahami materi yang akan diteliti dan mengenal karakter siswa agar keberhasilan penelitian akan tercapai.

Kegiatan yang akan dilakukan peneliti pada tahap perencanaan sebagai berikut:

a) Melakukan observasi untuk mengetahui gambaran awal tentang keaktifan siswa saat KBM terutama saat pembelajaran IPA di kelas IV.

b) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan yang telah disepakati oleh peneliti dengan guru. RPP digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang akan diteliti dan telah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing sebelumnya.

c) Menyusun lembar kerja siswa (LKS) dengan mempertimbangkan guru kelas yang bersangkutan.

d) Menyusun instrumen penelitian berupa lembar observasi yang akan digunakan sebagai pedoman pengamatan terhadap keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran.


(64)

e) Mempersiapkan bahan-bahan dan lokasi di lingkungan sekitar yang akan dimanfaatkan sebagai sumber belajar.

2. Tindakan dan pengamatan (act and observe)

Tahap ini merupakan penerapan dari RPP yang telah disiapkan sebelumnya. Pelaksanaan pembelajaran dalam penelitian ini dilaksanakan oleh guru yang berkolaborasi dengan peneliti. Pada setiap pertemuan, guru dapat memanfaatkan sumber dan media yang telah ada atau disiapkan di lingkungan sekitar. Pengamatan ini dicatat menggunakan lembar observasi untuk melihat sejauh mana keaktifan siswa ketika kegiatan belajar berlangsung untuk mendokumentasikan pelaksanaan tindakan beserta pengaruh yang timbul di dalamnya. Hal yang akan diamati berkaitan dengan sebelum, saat, dan sesudah kegiatan pembelajaran berlangsung sehingga akan memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam penelitian. Pelaksanaan tindakan tidak harus sama persis dengan perencanaannya karena kegiatan pembelajaran yang sesuai juga harus disesuaikan dengan kondisi yang mungkin timbul dan belum disiapkan sebelumnya.

3. Refleksi (reflect)

Tahap refleksi adalah tahap terakhir dari siklus yang dilaksanakan sehingga merupakan evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang sedang diteliti. Pada tahap ini, hasil observasi yang telah dicatat dapat dianalisis dan didiskusikan dengan guru kelas dan dosen pembimbing untuk mengetahui ketercapaian tujuan penelitian. Apabila pada siklus I keaktifan siswa dalam kegiatan belajar mengajar masih belum atau kurang meningkat meskipun


(65)

50

sudah memanfaatkan sumber belajar yang tersedia di lingkungan sekitar, maka akan dilakukan langkah perbaikan pada penelitian di siklus berikutnya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah metode yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data yang dibutuhkan (Suyadi, 2013: 84). Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan dokumentasi. 1. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang dilakukan pada suatu hal meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera untuk menggambarkan keadaan ruang, peralatan, pelaku dan aktivitas sosial yang sedang berlangsung (Suharsimi Arikunto, 2002: 133). Observasi dalam penelitian ini difokuskan pada pengamatan keaktifan siswa saat kegiatan berlangsung dan aktivitas guru saat melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan memanfaatkan sumber belajar yang tersedia. 2. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang telah terjadi dan berlalu, yang dapat berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang yang melakukannya (Sugiyono, 2009: 329). Dokumentasi yang digunakan pada penelitian ini berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan beberapa perangkat lain yang digunakan pada kegiatan pembelajaran. Dokumentasi berupa foto digunakan


(66)

untuk menggambarkan keadaan dan keaktifan siswa saat kegiatan berlangsung secara nyata sehingga dapat memperkuat data yang telah diperoleh.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur variabel yang terjadi pada alam sekitar maupun sosial yang akan diamati selama penelitian berlangsung (Sugiyono, 2009: 148). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan sebagai pedoman untuk mengamati keaktifan siswa dan aktiviatas guru dalam pembelajaran agar pengamatan saat penelitian dapat tercatat dan lebih efektif. Keaktifan dan keterlibatan siswa ketika proses pembelajaran berlangsung menjadi fokus utama dalam penelitian ini. Lembar observasi kegiatan guru digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif berupa deskripsi pada pra dan selama proses pembelajaran berlangsung. Adapun lembar observasi keaktifan siswa digunakan untuk mengumpulkan data kuantitati berupa skor selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar ini berisi tentang aspek-aspek pembelajaran yang diamati dalam observasi sebagai berikut:


(67)

52

Tabel 1. Kisi-kisi Lembar Observasi Kegiatan Guru Pra dan Selama KBM

No. Aspek yang Diamati Indikator Aktivitas Guru yang Diamati

1. Langkah Persiapan a) Menentukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebelum pelaksanaan kegiatan pembelajaran

b) Pengamatan dan mempersiapkan tempat di lingkungan sekitar yang akan dimanfaatkan sebagai sumber belajar c) Membuat perencanaan dan RPP

d) Menyiapkan hal-hal yang besifat teknis

e) Menyiapkan LKS yang berisi kegiatan siswa selama pelaksanaan di lingkungan.

2. Pelaksanaan a) Memulai pelajaran dengan membeirkan pertanyaan yang dapat menarik siswa untuk berpendapat b) Membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil

berdasarkan tingkat kemampuan siswa

c) Membagikan LKS dan menjelaskan prosedur kegiatan yang akan dilaksanakan hari ini

d) Menjelaskan tugas-tugas yang akan dikerjakan sesai objek yang akan diamati dan diteliti

e) Memberikan kesempatan bertanya saat siswa melaksanakan eksperimen secara langsung terhadap objek yang diteliti di lingkungan.

f) Mengamati kegiatan siswa selama KBM, baik secara kelompok maupun individu

3. Tindak lanjut a) Siswa mempresentasikan hasil pengamatan dan eksprimen tiap-tiap kelompok

b) Tanya-jawab antarkelompok dan saling menjelaskan sesai objek yang diteliti

c) Menyimpulkan hasil kegiatan

d) Memberikan tugas untuk membuat karangan deskriptif tentang kegiatan hari ini secara individu


(1)

196 Siswa bereksplorasi daerah di lingkungan sekitar-nya tentang macam-macam SDA

Siswa meneliti jenis SDA hayati dan non hayati di suatu tempat

Siswa mewwawancarai pembuat mebel kayu. Siswa mewawancarai tukang bangunan.


(2)

197

Siswa mewawancarai beberapa penduduk di sekitar sekolah dengan jenis pekerjaan yang berbeda.

Siswa mencari dan membaca buku tambahan di perpustakaan

Siswa mewawancarai petugas perpustakaan


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL SNOWBALL THROWING PADA SISWA KELAS IV Peningkatan keaktifan dan hasil belajar ipa melalui Model snowball throwing pada siswa kelas iv Di sd muhammadiyah 10 tipes Tahun 2015/2016.

0 3 15

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL SNOWBALL THROWING PADA SISWA KELAS IV Peningkatan keaktifan dan hasil belajar ipa melalui Model snowball throwing pada siswa kelas iv Di sd muhammadiyah 10 tipes Tahun 2015/2016.

0 4 15

PENINGKATAN KEAKTIFAN BELAJAR IPA MELALUI STRATEGI Peningkatan Keaktifan Belajar Ipa Melalui Strategi Scramble Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Sambiduwur 2 Kecamatan Tanon Kabupaten Sragen Tahun Ajaran 2012/2013.

0 1 18

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Nanggulan melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

0 2 305

Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar IPA siswa kelas IV SD N Petinggen melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

1 1 355

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR IPS MELALUI PENGGUNAAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA SISWA KELAS III B SD SAWIT BANTUL YOGYAKARTA.

0 0 315

PEMANFAATAN LINGKUNGAN SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN IPA KELAS IIIB SD NEGERI PANGGANG, SEDAYU, BANTUL, YOGYAKARTA.

0 0 245

PEMANFAATAN LINGKUNGAN ALAM SEBAGAI SUMBER BELAJAR DALAM PROSES PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR NEGERI KRATON YOGYAKARTA.

0 0 278

peningkatan prestasi belajar siswa pada pelajaran ips mengenai koperasi melalui pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar bab 1

0 0 8

PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA MELALUI PEMANFAATAN ALAM SEKITAR DALAM PEMBELAJARAN IPA KELAS IV SD

0 0 11