Nilai Rasa Munafik Analisis Penggunaan Unsur Intralingual dan Ekstralingual dalam Nilai Rasa

yang dapat memunculkan nilai rasa tertekan adalah kalimat. Kalimat yang dimunculkan biasanya dimaknai sebagai kalimat yang memperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur, sehingga tuturan karikatur yang bernilai rasa tertekan selalu memperlihatkan bentuk tuturan yang santun. Hal ini diperkuat oleh unsur ekstralingual berupa cara penutur menyampaikan tuturannya, yang kemudian juga diperjelas dengan ekspresi wajah yang ditunjukkan. Ekspresi yang ditunjukkan oleh karikatur yang bernilai rasa tertekan dan santun tersebut berupa raut wajah putus asa, lesu, mengangkat bahu.

4.2.2.13 Nilai Rasa Munafik

Nilai rasa munafik adalah nilai rasa yang timbul karena seseorang berpura- pura percaya atau setia tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak. Nilai rasa munafik terlihat jika ada seseorang yang mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya, atau sering disebut sebagai orang yang bermuka dua. Nilai rasa munafik pada Karikatur Koran Tempo hanya ditemukan sejumlah 2 karikatur. Data tersebut disajikan sebagai berikut. 1. “Lihat tu, mereka berpura-pura berdamai” NR.KKT,1609014 Konteks : Pada waktu itu terjadi perseteruan antara Ahok dan Haji Lulung. Namun, seolah-olah mereka berdamai di depan masyarakat. 2. “Pilkada langsung dan Pilkada oleh DPRD?” NR.KKT,2709014 Konteks : Kabinet Jokowi sudah mulai melaksanakan tugasnya. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK akan selalu mengawasi terhadap anggota kabinet Jokowi. Karikatur 1 dipersepsi memiliki nilai rasa munafik. Nilai rasa munafik ini dimunculkan melalui unsur intralingual berupa diksi : berpura-pura. Diksi tersebut dipersepsi mengandung nilai rasa munafik karena dimaknai sebagai seolah-olah berbuat, tetapi sebenarnya tidak berbuat. Nilai rasa munafik menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa ekspresi Ahok dan Haji Lulung yang di depan terlihat berdamai dengan saling marangkul dan saling menggenggam tangan. Namun, di belakang mereka saling membawa alat pukul sebagai tanda aksi saling serang. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa terjadi perseteruan antara Ahok dan Haji Lulung, namun mereka berusaha menutupinya. Sama halnya dengan karikatur 2 yang juga dipersepsi memiliki nilai rasa munafik karena penutur dianggap berpura-pura setia, dan suka mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya. Nilai rasa munafik tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat tanya : Pilkada langsung dan Pilkada oleh DPRD?. Nilai rasa munafik menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa isyarat tangan penutur SBY yang satu memegang kotak pilkada langsung, dan yang satu memegang kotak pilkada oleh DPRD. Selain itu juga diperkuat dengan gambar wajah SBY yang bermuka dua. Hal itu menjadi penanda bahwa ketua umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono bersikap mendua dalam menyikapi rencana pelaksanaan pilkada. Tuturan dalam karikatur 1 dan karikatur 2 tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena berlawanan dengan indikator kesantunan menurut Leech dalam Pranowo, 2012:103 tentang maksim pertimbangan. Di dalam konteks ini penutur merasa tidak senang kepada mitra tuturnya karena mitra tutur dianggap mempunyai sikap munafik., sehingga tuturan tersebut dimaknai untuk menyampaikan tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap mitra tutur. Diksi berpura-pura pada NR.KKT,1609014 dan wajah yang bermuka dua pada NR.KKT,2709014 menjadi penanda bahwa penutur sudah mempunyai pikiran negatif terhadap mitra tutur. Berdasarkan kedua contoh karikatur yang memiliki kadar nilai rasa munafik di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur yang bernilai rasa munafik dapat ditunjukkan melalui tindakan seseorang yang tidak sesuai dengan yang sebenarnya. Unsur intralingual yang digunakan untuk memunculkan nilai rasa munafik ialah diksi dan kalimat. Karikatur yang bernilai rasa munafik selalu memperlihatkan bentuk bahasa kurang santun. Hal ini dapat dilihat melalui cara penutur menyampaikan tuturannya, yang kemudian diperjelas dengan ekspresi- ekspresi yang ditunjukkan. Tentu, hal ini akan merugikan mitra tutur, karena mitra tutur akan merasa tersinggung mau pun terancam dengan tuturan mau pun ekspresi yang ditunjukkan oleh penutur.

4.2.2.14 Nilai Rasa Plintat-Plintut

Dokumen yang terkait

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada ``Catatan Pinggir`` Majalah Tempo Edisi Januari - September 2013 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 2 2

Fenomena deiksis pada rubrik opini di harian koran Tempo edisi September-Desember 2015.

0 11 383

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada top news di Metro TV bulan November-Desember 2014.

3 49 352

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV periode Agustus dan September 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 391

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Tv One periode November 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 317

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada prosa lirik Pengakuan Pariyem sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 0 315

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik koran Kompas edisi September - Oktober 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 7 307

Daya bahasa pada iklan dalam majalah Tempo November dan Desember 2012.

0 0 155

Kesantunan Mahasiswa Dalam Berkomunikasi bahasa

0 0 6

B 02 Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Sebagai Penanda Kesantunan Dalam Berkomunikasi

0 0 20