mahasiswanya,wah..wah.. Harusnya
jadi contoh
yang baik
pada NR.KKT,1611014, yang hanya diikuti ekspresi wajah gaya bicara penutur
sambil tersenyum, dan tidak meninggalkan kesan berlebih, merupakan penanda nilai rasa heran yang santun. Berbeda dengan klausa : Apa-apaan ini pada
NR.KKT,1311014. Klausa tersebut diikuti ekspresi wajah yang tercengang dengan memelototkan mata. Sangat terlihat jelas bahwa tuturan yang digunakan
merupakan tuturan protes yang mengakibatkan tuturan yang tidak santun. Bahkan jika dibayangkan, ketika bertutur, penutur berada dalam keadaan emosi. Indikator-
indikator itulah yang dapat menjadi penanda nilai rasa heran yang santun mau pun yang tidak santun.
4.2.2.6 Nilai Rasa Takut-Cemas cemas, ragu, khawatir, bingung, pesimistis, curiga
Nilai rasa cemas adalah nilai rasa yang timbul karena merasa tidak tenteram hati.
Nilai rasa cemas pada Karikatur Koran Tempo ditemukan sebanyak
10 karikatur. Data tersebut disajikan sebagai berikut.
1. “Semoga calon Menteri Kabinet Jokowi-JK benar-benar bersih”
NR.KKT,1909014 Konteks : Banyak menteri-menteri di Indonesia yang melakukan tindak
korupsi. Kabinet Jokowi-JK akan segera memilih menteri-menterinya yang baru.
2. “Kami akan memantau menteri kabinet Jokowi” NR.KKT,2609014
Konteks : Kabinet Jokowi sudah mulai melaksanakan tugasnya. Komisi Pemberantasan Korupsi KPK akan selalu mengawasi terhadap anggota
kabinet Jokowi.
3.
“Lain kali saja” NR.KKT,1610014 Konteks : Ahok harus memilih satu calon wakil gubernur DKI Jakarta yang
telah diajukan oleh partai pengusung dalam pilkada, yaitu partai PDIP dan Gerindra, dan yang harus bebas korupsi.
4.
“Apa nanti tidak merepotkan?” NR.KKT,0911014 Konteks : Kartu Tanda Penduduk KTP merupakan salah satu kartu identitas
diri yang penting. Di Indonesia, muncul wacana bahwa kolom agama dalam KTP akan dihilangkan.
5.
“Tolong selamatkan kami” NR.KKT,1811014 Konteks : Kebutuhan gula rafinasi impor di Indonesia semakin meningkat,
bahkan gula rafinasi kini telah menjalar ke rumah tangga dengan harga yang relatif murah.
6. “Aku harus bagaimana?” NR.KKT,1212014
Konteks : Partai Golkar mendadak mendukung Perpu Pilkada langsung, sehingga membuat beberapa partai lain melakukan hal serupa.
Karikatur 1 memiliki kadar nilai rasa bahasa khawatir. Nilai rasa khawatir tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat: Semoga
calon Menteri Kabinet Jokowi-JK benar-benar bersih Jika dilihat sekilas, kalimat tersebut merupakan kalimat harapan optimistis, tetapi jika kita melihat ke
konteks tuturan, maka kalimat tersebut merupakan kalimat yang menimbulkan rasa khawatir terhadap suatu hal yang belum diketahui dengan pasti, yaitu calon
menteri-menteri dari kabinet Jokowi-JK. Nilai rasa khawatir menjadi semakin kuat
ketika muncul unsur ekstralingual berupa tanda ketubuhan penutur yang meneropong calon
menteri kabinet Jokowi, sebagai salah satu cara untuk mengawasi agar harapannya benar-benar terwujud. Unsur ekstralingual
berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa banyak
menteri di Indonesia yang melakukan tidak korupsi, sehingga di pemerintahan yang baru ini masyarakat menaruh harapan yang besar kepada Jokowi. Teropong
merupakan alat untuk melihat barang yang jauh-jauh KBBI. Di dalam konteks
tuturan ini, teropong digunakan sebagai sarana untuk menyelidiki menteri kabinet Jokowi.
Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan indikator kesantunan menurut Leech dalam Pranowo, 2012:103 tentang
maksim kebijaksanaan, bahwa tuturan tersebut dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat Indonesia, sehingga sedikit demi sedikit Indonesia akan terbebas
dari negara korupsi. Karikatur 2 memiliki nilai rasa bahasa curiga. Nilai rasa curiga tersebut
dimunculkan melalui unsur intralingual berupa diksi : memantau, karena diksi
tersebut dimaknai sebagai suatu kegiatan mengamati atau mengecek dengan
cermat, terutama untuk tujuan khusus; mengawasi; memonitor karena adanya
unsur kecurigaan KBBI. Nilai rasa curiga menjadi semakin kuat ketika
muncul unsur ekstralingual berupa ekspresi wajah yang serius dengan tatapan mata yang
tajam dari penutur sambil melihat ke kaca pembesar sebagai tanda sedang memantau atau mengawasi. Kaca pembesar
merupakan alat yang biasanya digunakan untuk melihat benda yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa KBBI. Namun dalam konteks tuturan ini, kaca
pembesar digunakan sebagai sarana untuk memantau menteri kabinet Jokowi. Tuturan dalam karikatur tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak
santun karena berlawanan dengan sikap tenggang rasa menurut Pranowo 2012:109. Tuturan tersebut justru memperlihatkan bahwa penutur tidak bisa
menjaga perasaan mitra tutur, sehingga mitra tutur akan merasa terancam akibat tuturan penutur tersebut.
Karikatur 3 memiliki nilai rasa bahasa ragu. Nilai rasa ragu tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat : Lain kali saja. Kalimat
tersebut dipersepsi sebagai nilai rasa ragu karena dimaknai sebagai „tidak menerima untuk saat ini‟ dalam menentukan pilihannya.
Unsur ekstralingual
berupa konteks
dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa Gerindra menunjuk Muhammad Taufik
sebagai calon wakil gubernur. Muhammaad Taufik merupakan mantan terpidana kasus korupsi pengadaan barang dan alat
peraga pemilu 2014. Unsur ekstralingual yang dimunculkan melalui tanda ketubuhan ialah sikap penutur Ahok yang membelakangi Muhammad Taufik,
dan lebih tertarik dengan calon gubernur yang diajukan oleh partai PDIP. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena
melanggar indikator kesantunan Leech dalam Pranowo, 2012:103 tentang maksim pertimbangan. Di dalam konteks ini, penutur menunjukkan rasa tidak
senangnya kepada mitra tutur, sehingga juga menunjukkan sikap yang kurang santun ketika melakukan tindak komunikasi, yaitu dengan membelakangi mitra
tutur. Karikatur 4 juga memiliki nilai rasa khawatir karena penutur merasa
cemas sebab muncul wacana bahwa kolom agama dalam KTP akan dihilangkan.
Nilai rasa khawatir tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat tanya : Apa nanti tidak merepotkan?.
Nilai rasa khawatir menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa
ekspresi wajah penutur yang mengerutkan dahinya sambil meletakkan jari telunjuk di
pipinya. Selain itu, unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa KTP merupakan salah satu identitas yang penting,
dan sering digunakan untuk keperluan-keperluan yang penting pula. Tuturan dalam karikatur tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai
dengan indikator kesantunan menurut Pranowo 2012:104 tentang sikap tepa selira. Di dalam konteks ini, penutur memperlihatkan bahwa apa yang dikatakan
kepada mitra tutur juga dirasakan oleh penutur, yaitu jika kolom agama dalam KTP dihilangkan, masyarakat akan merasa kesulitan untuk mengurus suatu hal
yang berhubungan dengan kepercayaan yang dianutnya, misalnya jika hendak mengurus pernikahan, KTP merupakan salah satu syarat data diri yang sah yang
diperlukan. Karikatur 5 memiliki kadar nilai rasa pesimistis karena penutur petani
tebu berpandangan sudah tidak mempunyai harapan lagi sebab banyak kalangan yang telah mengkonsumsi gula rafinasi, sehingga industri gula nasional menurun.
Nilai rasa pesimistis tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat : Tolong selamatkan kami. Unsur ekstralingual berupa konteks
dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa meningkatnya permintaan gula rafinasi akan merugikan petani tebu di Indonesia.
Nilai rasa pesimistis menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa
ekspresi wajah penutur seorang petani tebu yang tercengang akibat semakin meningkatnya
impor gula rafinasi di Indonesia. Selain itu, ekspresi wajah penutur juga menunjukkan keputus asaan karena tebu yang merupakan bahan baku gula
nasional yang telah mereka tanam tidak laku di pasaran. Tuturan dalam karikatur tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan pemakaian
diksi yang dapat mencerminkan rasa santun Pranowo, 2012:104. Pemakaian kata „tolong‟ di atas terasa lebih santun.
Karikatur 6 dipersepsi mengandung nilai rasa heran yang berkadar perasaan bingung, karena penutur yang merupakan Ketua PKS Amin Matta
masih merasa masih bingung dan belum tahu apa yang harus dilakukan partainya perihal telah sepakatnya beberapa partai yang tergabung dalam KMP untuk
mendukung perpu pilkada langsung. Nilai rasa bingung tersebut dimunculkan
melalui unsur intralingual berupa kalimat tanya : Aku harus bagaimana.
Nilai rasa bingung menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa
ekspresi wajah penutur Amin Matta yang melirik ke arah perpu pilkada langsung dan
sedikit melongo, sambil menggaruk-garuk kepalanya. Unsur ekstralingual berupa
konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa pilkada langsung
belum tentu akan membawa PKS untuk mengusung banyak kepala daerah. Tuturan dalam karikatur tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena
sesuai dengan
indikator kesantunan
menurut Pranowo
2005 yang
mengungkapkan bahwa tuturan yang santun ditandai dengan sifat rendah hati, dengan menjaga agar tuturan memperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur di
hadapan mitra tutur Pranowo, 2012:104. Di dalam konteks ini, penutur merasa kurang mampu untuk menentukan keputusannya.
Berdasarkan keenam contoh karikatur yang dipersepsi sebagai nilai rasa takut-cemas di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur yang bernilai rasa takut-
cemas dapat dimunculkan melalui rasa khawatir, curiga, ragu, cemas, pesimistis,
dan bingung. Unsur intralingual yang dimunculkan oleh nilai rasa takut-cemas
ialah diksi dan kalimat. Diksi yang dipersepsi mengandung nilai rasa takut-cemas merupakan diksi yang dimaknai sebagai kata kerja yang mengandung kecurigaan.
Misalnya memantau pada NR.KKT,2609014. Karikatur yang bernilai rasa cemas dapat memperlihatkan bentuk tuturan santun dan tidak santun. Santun dan
tidaknya bahasa tersebut dapat dilihat melalui konteks tuturan, dan akan semakin terlihat jelas ketika unsur intralingual diikuti unsur ekstralingual berupa tanda-
tanda ketubuhan. Misalnya pada NR.KKT,1909014
,
dengan tuturan : Semoga
calon Menteri Kabinet Jokowi-JK benar-benar bersih Jika dilihat sekilas, kalimat tersebut merupakan kalimat harapan optimistis, tetapi jika kita melihat ke
konteks tuturan, maka kalimat tersebut merupakan kalimat yang menimbulkan rasa khawatir, yang kemudian diperkuat dengan ekspresi wajah penutur yang
meneropong calon menteri kabinet Jokowi. Tuturan tersebut terasa santun karena
memberikan keuntungan bagi banyak pihak. Unsur ekstralingual yang terdapat dalam nilai rasa takut-cemas ialah raut
wajah menyelidiki, sikap penutur yang membelakangi mitra tutur, mengerutkan dahi sambil meletakkan jari telunjuk di pipi, raut wajah tercengang sambil sedikit
melongo, dan menggaruk-garuk kepala. Untuk Santun dan tidaknya suatu tuturan dapat diketahui melalui konteks tuturan itu sendiri.
4.2.2.7 Nilai Rasa Bahagia senang, berbahagia, gembira, puas