Unsur intralingual yang dapat memunculkan nilai rasa bahagia ialah frasa dan kalimat. Unsur intralingual tersebut dapat menjadi penanda kesantunan apabila
disertai unsur ekstralingual berupa konteks. Tuturan karikatur yang bernilai rasa bahagia ternyata juga memperlihatkan bentuk bahasa yang tidak santun. Hal ini
dapat dilihat melalui konteks tuturannya. Nilai rasa bahagia yang tergolong santun dapat ditandai dengan rasa gembira yang dirasakan oleh penutur dan mitra tutur.
Jika rasa bahagia hanya dirasakan oleh salah satu pihak saja, maka tuturan tersebut dikatakan tidak santun, karena salah satu pihak pasti merasa dirugikan.
Nilai rasa bahagia yang santun akan semakin jelas terlihat apabila muncul unsur ekstralingual, misalnya berupa raut wajah senang dengan tersenyum, mata
berbinar-binar, bernyanyi-nyanyi. Nilai rasa bahagia dikatakan tidak santun apabila tuturan dirasa berpuas diri atas nasib baik diri sendiri, tanpa
memperhatikan mitra tutur, mau pun masyarakat luas.
4.2.2.8 Nilai Rasa Sombong sombong, bangga
Nilai rasa sombong adalah kadar perasaan yang muncul karena menghargai diri secara berlebihan. Nilai rasa sombong pada Karikatur Koran
Tempo ditemukan sejumlah 3 karikatur. Data tersebut disajikan sebagai berikut.
1. “Jika UU Pilkada disahkan pasti saya menang” NR.KKT,0909014
Konteks : Munculnya Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD, sehingga UU Pilkada langsung akan dihilangkan.
2. A : “Aku ini aja”
B : “Aku yang itu” C : “Aku itu” NR.KKT,0310014
Konteks : Para pejabat berhasil menduduki kursi pemerintahan yang selama ini diidam-idamkannya.
3. “Hore...menang” NR.KKT,0710014
Konteks : Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD belum disahkan. Prabowo terlalu percaya diri.
Karikatur 1 dipersepsi mengandung kadar nilai rasa sombong karena penutur Prabowo dianggap menghargai dirinya sendiri secara berlebihan. Nilai
rasa sombong tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa klausa : pasti saya menang.
Nilai rasa sombong menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa
ekspresi wajah penutur Prabowo Subianto yang tertawa lebar sambil mengusung banyak
kepala daerah. Penanda ketubuhan lain yang memperkuat nilai rasa sombong ialah ekspresi wajah mitra tutur yang tercengang. Unsur ekstralingual berupa konteks
dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa RUU Pilkada oleh DPRD belum disahkan, Prabowo dianggap terlalu percaya diri.
Karikatur 2 juga dipersepsi mengandung kadar nilai rasa sombong karena penutur merasa bangga atau gagah dapat menduduki kursi pemerintahan.
Nilai rasa sombong berkadar bangga tersebut dimunculkan melalui unsur
intralingual berupa kalimat : Aku ini aja, Aku yang itu, dan Aku itu.
Nilai rasa sombong berkadar rasa bangga menjadi semakin kuat ketika muncul unsur
ekstralingual berupa ekspresi wajah penutur yang tersenyum sambil melirik dan menunjuk
ke kursi, sebagai lambang telah berhasil mendapatkan kedudukan. Unsur
ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa
banyak para pejabat yang melakukan segala cara untuk dapat menduduki dan mempertahankan kursi pemerintahannya.
Sama halnya dengan karikatur 3 yang juga dipersepsi mengandung kadar nilai rasa sombong karena penutur Prabowo merasa puas dengan
kemenangannya yang mengusung banyak kepala daerah jika UU Pilkada oleh DPRD disahkan. Nilai rasa sombong tersebut dapat dilihat melalui unsur
intralingual berupa kalimat : Hore...menang. Nilai rasa sombong menjadi semakin kuat
ketika muncul unsur ekstralingual berupa ekspresi wajah Prabowo yang tertawa lebar
sambil mengangkat kedua tangannya. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa
RUU Pilkada oleh DPRD belum disahkan, Prabowo dianggap terlalu percaya diri. Tuturan dalam karikatur 1, karikatur 2, dan karikatur 3 tersebut dianggap
sebagai tuturan yang tidak santun karena dianggap berlawanan dengan indikator kesantunan Leech dalam Pranowo, 2012:103 tentang maksim kerendahan hati.
Penutur justru memaksimalkan pujian terhadap dirinya sendiri, karena ia merasa percaya diri dan membanggakan dirinya sendiri.
Berdasarkan ketiga contoh karikatur yang memiliki kadar nilai rasa sombong di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur yang bernilai rasa sombong
dapat ditunjukkan melalui ungkapan rasa bangga terhadap dirinya sendiri.
Karikatur yang bernilai rasa sombong selalu memperlihatkan bentuk
bahasa atau tuturan yang tidak santun. Unsur intralingual yang dimunculkan
melalui nilai rasa sombong ini ialah klausa dan kalimat, yang dirasa terrlalu menganggap dirinya paling tinggi. Unsur intralingual yang memunculkan nilai
rasa sombong tersebut akan semakin jelas apabila diperkuat oleh unsur ekstralingual berupa ekspresi-ekspresi wajah yang ditunjukkan.
4.2.2.9 Nilai Rasa Benci dendam, iri