Dengan demikian, lambang dapat dimaknai sebagai tanda yang bermakna dinamis, khusus, subjektif, kias, dan majas.
2.2.2 Kajian Bahasa secara Pragmatik
Pragmatik merupakan ilmu tentang bahasa yang membahas tentang maksud yang ingin disampaikan penutur kepada mitra tutur. Studi ini lebih
banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya. Sejalan dengan Yule 2006:3 yang mengungkapkan bahwa
pragmatik adalah studi tentang maksud penutur. Studi ini melibatkan penafsiran tentang apa yang dimaksudkan orang terhadap apa yang dikatakannya. Kajian
yang paling penting dalam pragmatik ialah konteks. Daya pragmatik sangat bergantung pada konteks yang berlangsung pada
waktu tuturan diujarkan dalam sebuah peristiwa tutur Warasinta, 2013:14. Di dalam karikatur, konteks sangat memengaruhi bentuk bahasa yang digunakan oleh
penulis atau karikaturis. Gagasan tentang konteks sebenarnya merupakan salah satu pisau analisis dalam bidang pragmatik. Tanpa adanya konteks, analisis
pragmatik sangatlah sulit. Teori mengenai konteks ini dapat digunakan oleh peneliti untuk menjawab fenomena yang berhubungan dengan mengapa dan
bagaimana sebuah tuturan atau kalimat itu muncul. Konteks situasi tuturan menunjuk pada aneka macam kemungkinan latar belakang pengetahuan yang
muncul dan dimiliki oleh penulis mau pun pembaca, serta aspek nonkebahasaan yang melatarbelakangi hadirnya sebuah tuturan. Yule sedikit menyinggung teori
tentang konteks, yaitu lingkungan fisik di mana sebuah kata itu dipergunakan.
Mey 2001 mendefinisikan konteks sebagai konsep dinamis yang harus dipahami sebagai lingkungan yang senantiasa berubah. Jadi, konteks merupakan sebuah
pemahaman. Yule 2006:13 mengungkapkan bahwa konteks dapat diketahui melalui
berbagai aspek pragmatik yang meliputi 1 praanggapan, 2 tindak tutur, 3 implikatur, dan 4 deiksis. Secara terperinci, keempat aspek pragmatik yang
digunakan untuk memunculkan konteks akan diuraikan sebagai berikut. a.
Praanggapan
Satu kategori fenomena-fenomena pragmatik lebih lanjut yang signifikan adalah praanggapan. Secara umum, praanggapan adalah asumsi-asumsi atau
inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Namun, tidak semua inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik
tertentu merupakan pranggapan-praanggapan yang tepat terhadap suatu ujaran. Sebuah tuturan dapat dikatakan mempraanggapan tuturan yang lain apabila
ketidakbenaran tuturan yang dipresuposisikan mengakibatkan kebenaran atau ketidakbenaran tuturan yang mempresuposisikan tidak dapat dikatakan Rahardi,
2006:42. Singkatnya, praanggapan adalah anggapan penutur mengenai kejadian sebelum menghasilkan tuturan. Tuturan yang berbunyi Siswa tercantik di sekolah
itu sangat malas. Tuturan tersebut mempraanggapkan adanya seorang siswa yang berwajah cantik. Tuturan itu dapat dinilai benar atau salahnya, apabila pada
kenyataannya memang ada seorang wanita yang berwajah cantik. Namun, apabila di sekolah itu tidak ada seorang siswa yang berwajah cantik, tuturan tersebut tidak
dapat ditentukan benar atau salahnya.
b. Tindak Tutur