penggunaan tuturan langsung dan tuturan yang dikatakan sama dengan yang dimaksudkan juga menjadi penanda penting dalam nilai rasa kasar yang tidak
santun, sehingga tuturan tersebut dapat merugikan mitra tutur. Indikator-indikator itulah yang dapat menjadi penanda nilai rasa kasar yang tidak santun.
4.2.2.3 Nilai Rasa Marah kecewa, kesal, sebal
Nilai rasa marah adalah kadar perasaan yang terjadi karena munculnya rasa sangat tidak senang akibat suatu hal. Nilai rasa marah pada Karikatur Koran
Tempo ditemukan sebanyak 14 karikatur. Data tersebut disajikan sebagai berikut.
1. SBY : “Merci untuk kabinet Jokowi...”
Jokowi : “ ? ” NR.KKT,1009014 Konteks : Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai pemerntahan lama
memiliki kewajiban
mempersiapkan kendaraan
operasional untuk
pemerintahan berikutnya, yaitu masa pemerintahan Jokowi-JK. 2.
“A : Pilkada oleh DPRD B : Pilkada
langsung” NR.KKT,1409014
Konteks: Timbulnya kontroversi pelaksanaan Pilkada melalui DPRD dan pilkada langsung. Koalisi Merah Putih menginginkan pilkada oleh DPRD,
sedangkan rakyat menginginkan pilkada langsung.
3. “Pake guling meja. Pake tandingan. Kayak anak kecil, memalukan
Menyebalkan” NR.KKT,0211014 Konteks : Kisruh Golkar masih berlangsung, dan kian memanas. Kubu Agung
Laksono mengajukan diadakannya Munas tandingan.
4. “Itu namanya mencuri tahu Bisa dihukum berat nanti...”
NR.KKT,2112014 Konteks : Ada nelayan asing yang menangkap ikan di perairan Indonesia
tanpa menggunakan izin.
Karikatur 1 dipersepsi sebagai nilai rasa marah yang mengandung kadar perasaan kecewa mitra tutur Jokowi atas disiapkannya kendaraan operasional
baru untuk pemerintahannya. Nilai rasa marah kecewa tersebut dapat dilihat
melalui unsur intralingual berupa tanda tanya ?, sebagai penanda bahwa mitra tutur tidak bisa berkata-kata.
Nilai rasa marah yang mengandung kadar perasaan kecewa dimunculkan oleh unsur ekstralingual berupa
konteks melalui fenomena praanggapan bahwa Jokowi merupakan seorang yang sederhana, sehingga beliau
masih ingin menggunakan mobil yang kemarin dan tidak perlu membeli yang baru. Unsur ekstralingual berupa tanda ketubuhan
dimunculkan melalui ekspresi wajah presiden Jokowi yang terlihat kecewa dengan mengerutkan dahinya sambil menggigit jari sebagai ungkapan rasa
kecewa karena apa yang diharapkan tidak dikabulkan. Tuturan tersebut dianggap
sebagai tuturan yang tidak santun karena berlawanan dengan indikator kesantunan
menurut Leech 1983 yang mengungkapkan bahwa tuturan dapat memberikan persetujuan kepada mitra tutur maksi
m kesetujuan “agreement maxim”. Tuturan karikatur tersebut justru dimaknai sebagai paksaan, karena mitra tutur sebenarnya
merasa tidak setuju. Karikatur 2 memiliki kadar nilai rasa marah yang ditunjukkan oleh
masing-masing kelompok. Nilai rasa marah tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat seruan : Pilkada oleh DPRD dan Pilkada langsung.
Hal ini juga ditunjukkan dengan adanya tanda seru di akhir masing-masing kalimat yang menunjukkan ungkapan kemarahan melalui kalimat seruan.
Nilai rasa marah menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa ekspresi wajah yang berteriak mempertahankan pendapatnya, dengan membuka
mulut dan mata lebar-lebar dari masing-masing kelompok. Beberapa orang dari kubu rakyat
bahkan mengangkat tangan dan mengepalkan jari-jarinya
sebagai isyarat
untuk tetap
mempertahankan proses pilkada langsung. Unsur ekstralingual berupa konteks
dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa pilkada oleh DPRD hanya
akan menguntungkan pihak-pihak terkait saja, sehingga rakyat akan merasa dirugikan. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena
melanggar indikator kesantunan menurut Leech dalam Pranowo, 2012:103 tentang maksim kerendahan hati. Di dalam konteks ini, penutur terlalu protektif
terhadap pendapatnya,
dengan mempertahankan
dan memperjuangkan
pendapatnya sendiri. Selain itu, cara penutur mengungkapkan tuturannya juga didorong rasa emosi yang ditandai melalui unsur ekstralingual.
Karikatur 3 memiliki kadar nilai rasa marah karena penutur merasa sebal sebab sampai saat ini kubu Ical dan Agung Laksono belum bisa menyelesaikan
masalah internalnya, hingga harus diadakan politik tandingan. Nilai rasa marah
tersebut dapat dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat : Kayak
anak kecil, memalukan Menyebalkan. Nilai rasa marah menjadi semakin kuat ketika
muncul unsur ekstralingual berupa ekspresi marah penutur dengan mengerutkan dahinya
sambil meletakkan jari telunjuk di pipinya sambil menggigit-gigit giginya sebagai tanda geram. Unsur ekstralingual berupa
konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa terjadi konflik
internal partai Golkar yang kian memanas. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena berlawanan dengan indikator kesantunan
menurut Leech dalam Pranowo, 2012:103 tentang maksim pertimbangan. Di dalam konteks ini penutur mengungkapkan rasa tidak senangnya atas konflik
internal Golkar yang semakin memanas. Penutur juga didorong rasa emosi ketika bertutur, yang ditandai melalui unsur ekstralingual berupa ekspresi wajah.
Karikatur 4 juga dipersepsi sebagai nilai rasa marah yang mengandung kadar perasaan kesal penutur karena adanya nelayan asing yang menangkap ikan
di laut Indonesia. Nilai rasa marah yang mengandung kadar perasaan kesal dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat : Itu namanya mencuri
tahu Bisa dihukum berat nanti. Nilai rasa marah yang mengandung kadar
perasaan kesal menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa ekspresi
marah penutur, sambil melotot, dan menunjuk- nunjuk di depan wajah mitra tutur, yaitu nelayan asing. Unsur ekstralingual
berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa banyak nelayan asing yang menangkap ikan di laut Indonesia tanpa izin. Tuturan tersebut
dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena berlawanan dengan indikator
kesantunan Pranowo 2012:104 tentang sikap hormat. Penutur tidak bisa memposisikan mitra tutur pada tempat yang lebih tinggi karena tuturan yang
digunakan mengandung makian, sehingga ekspresi yang ditunjukkan pun terlihat
sebagai ekspresi orang yang kasar. Tuturan tersebut terkesan dikemukakan secara emosional, karena penutur marah, sehingga menyampaikan tuduhan atas dasar
kecurigaannya terhadap mitra tutur yang menangkap ikan di laut Indonesia tanpa izin.
Berdasarkan keempat contoh karikatur yang memiliki kadar nilai rasa
marah di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur yang bernilai rasa marah selalu merupakan bentuk tuturan yang tidak santun. Karikatur yang bernilai
rasa marah dapat dimunculkan melalui rasa kecewa, sebal, dan kesal. Unsur intralingual yang dimunculkan nilai rasa marah ialah kalimat, khususnya kalimat
berupa kritikan langsung. Penggunaan unsur intralingual berupa kalimat kritikan langsung inilah yang digunakan untuk memunculkan nilai rasa marah yang tidak
santun. Misalnya pada kalimat : Itu namanya mencuri tahu Bisa dihukum berat nanti pada NR.KKT,2112014 merupakan kritikan berupa tuduhan yang
disampaikan atas dasar kecurigaan penutur kepada mitra tutur. Kritikan langsung tersebut ditujukan bagi nelayan asing yang mencuri ikan di laut Indonesia. Unsur
ekstralingual yang bernilai rasa marah juga dapat dilihat melalui ekspresi wajah yang
ditunjukkan. Misalnya
dengan berteriak
sambil melotot
NR.KKT,1409014, dengan mengerutkan dahinya sambil meletakkan jari telunjuk di pipinya dan menggigit-gigit giginya NR.KKT,0211014.
Indikator- indikator itulah yang dapat menjadi penanda nilai rasa marah yang selalu
mencerminkan ketidaksantunan.
4.2.2.4 Nilai Rasa Yakin mantap, pasti, optimistis