Nilai Rasa Halus Analisis Penggunaan Unsur Intralingual dan Ekstralingual dalam Nilai Rasa

Unsur intralingual yang dapat memunculkan daya pikat dalam karikatur ialah kalimat. Santun dan tidaknya tuturan yang termasuk dalam daya pikat ini tergantung dari cara penutur menyampaikan tuturannya. Daya pikat yang dimunculkan melalui perdebatan biasanya terkesan tidak santun, karena perdebatan terjadi karena timbul rasa emosi dalam benak penutur mau pun mitra tutur. Daya pikat yang dimunculkan melalui rayuan biasanya terkesan santun, karena penutur berusaha menarik hati mitra tuturnya.

4.2.2 Analisis Penggunaan Unsur Intralingual dan Ekstralingual dalam Nilai Rasa

Bahasa sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi Analisis penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual nilai rasa bahasa merupakan pengelompokan suatu diksi, frasa, klausa, dan kalimat yang bernilai rasa, yang kemudian diperkuat dengan unsur ekstralingual yang berupa gerakan- gerakan tubuh, ekspresi wajah, tanda-tanda visual, dan fenomena konteks. Analisis ini kemudian akan dilanjutkan dengan menunjukkan apakah unsur intralingual dan ekstralingual yang memunculkan nilai rasa tersebut dianggap sebagai penanda tuturan yang santun mau pun yang tidak santun.

4.2.2.1 Nilai Rasa Halus

Nilai rasa halus adalah nilai rasa yang menggunakan kata-kata yang bernilai hormat dan menghargai, serta disampaikan dengan cara yang baik atau santun. Selain itu, nilai rasa halus juga merupakan suatu tuturan yang diungkapkan secara implisit. Nilai rasa halus pada Karikatur Koran Tempo ditemukan sebanyak 21 karikatur. Data tersebut disajikan sebagai berikut. 1. “Nelayan :“Katanya beli BBM dilarang pake jeligen pak...” Petugas SPBU : “ “ NR.KKT,0109014 Konteks : Pada waktu itu harga BBM dinaikkan oleh pemerintah, dan pemerintah mengeluarkan larangan membeli BBM menggunakan jeriken. Hal tersebut merepotkan para nelayan. 2. “Itu bapak-bapak yang di atas mendengarkan kita nggak ya?” NR.KKT,1509014 Konteks : Dalam menanggapi kontroversi pilkada, pemerintah tidak mendengarkan aspirasi rakyat. 3. “Yang bukan trah cukup jadi Sekjen, ketua DPP aja..” NR. KKT,2209014 Konteks : PDIP mengadakan rapat di Semarang, dan hasil rapat itu berupa rekomendasi agar Megawati Soekarnoputri kembali menjadi ketua umum PDIP periode 2015-2020. 4. A : “Pengumuman menteri kabinet jokowi lambat ya bung?” B : “Iya, karena calon menteri yang sedianya dipilih ada beberapa yang bermasalah.” A : “Itu yang dinamakan calon menteri KATEGORI MERAH ya bung?” NR.KKT,2610014 Konteks :Lambannya pengumuman menteri kabinet Jokowi, karena Jokowi sangat berhati-hati dalam menentukan calon menterinya. Keempat tuturan karikatur di atas memiliki nilai rasa bahasa yang halus yang diungkapkan menggunakan kata-kata yang bernilai hormat, menghargai, dan mengandung makna kiasan. Karikatur 1 memiliki nilai rasa bahasa yang halus untuk memanggil mitra tuturnya petugas SPBU. Hal ini dimunculkan melalui unsur intralingual berupa diksi : pak. Diksi tersebut memiliki nilai rasa bahasa halus dengan ciri menggunakan kata hormat. Selain itu, kalimat : Katanya beli BBM dilarang pake jeligen pak, juga menjadi unsur intralingual lainnya yang merupakan sindiran secara halus bagi pihak Pemerintah pusat dan SPBU. Penutur memang tidak secara langsung menggunakan kata pemerintah atau pun pengelola SPBU. Nilai rasa halus menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa gambar penutur seorang nelayan yang membawa kapal ketika mendatangi SPBU, sebagai akibat adanya larangan membeli BBM menggunakan jeriken. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa tidak ada larangan membeli BBM menggunakan kapal, sehingga penutur membawa kapalnya ke SPBU. Hal ini bersifat imajiner, yang menjadikan penanda sindiran secara halus atau secara tidak langsung. Karikatur 2 juga memiliki nilai rasa bahasa yang halus untuk memanggil mitra tuturnya. Hal ini dimunculkan melalui unsur intralingual berupa penggunaan diksi : bapak-bapak yang di atas yang dimaknai sebagai panggilan kepada orang yg dipandang sebagai orang yang dihormati KBBI, dalam hal ini adalah pejabat atau pemerintah. Diksi tersebut memiliki nilai rasa bahasa halus dengan ciri menggunakan kata hormat. Selain itu, nilai rasa halus semakin jelas ketika diksi tersebut menjadi rangkaian kalimat : itu bapak-bapak yang di atas mendengarkan kita nggak ya, yang dipersepsi sebagai sindiran secara tidak langsung. Nilai rasa halus menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa ekspresi wajah memelas penutur yang terlihat kecewa. Ekspresi wajah kecewa ini dimaksudkan agar mitra tutur sadar akan perbuatannya. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa pemerintah seolah-olah tuli akan hak suara rakyat, sehingga terus mempertahankan pilkada oleh DPRD. Sama halnya dengan karikatur 3 yang juga dipersepsi memiliki nilai rasa bahasa halus yang menggunakan pilihan kata yang dirasa santun. Hal ini dimunculkan melalui unsur intralingual berupa diksi : trah. Diksi tersebut mengandung nilai rasa bahasa halus karena merupakan ungkapan bahasa Jawa halus yang dimaknai sebagai keluarga besar. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa yang bisa menjadi ketua umum PDIP hanyalah orang berasal dari keluarga atau keturunan Soekarno, sedangkan yang tidak berasal dari keluarga Soekarno hanya bisa menjadi sekjen ketua DPP saja. Pengetahuan umum penutur tersebut dapat dijadikan sebagai penanda sindiran secara halus, yang diperkuat dengan ekspresi wajah penutur yang melongo sambil menggigit jarinya, sebagai ungkapan rasa kekecewaannya atas keputusan tersebut. Karikatur 4 juga dipersepsi memiliki nilai rasa bahasa halus, namun lebih diperjelas menggunakan makna kiasan. Hal ini dimunculkan melalui unsur intralingual berupa frasa : yang bermasalah dan kategori merah. Frasa : yang bermasalah ini merupakan makna kiasan bagi para calon menteri yang tidak bersih terlibat kasus korupsi, sedangkan kategori merah dimaknai sebagai warna yang diberikan kepada kandidat menteri Jokowi yang beresiko terjerat kasus korupsi. Nilai rasa halus menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa ekspresi santai dari penutur sambil tersenyum manis. Tuturan dalam karikatur 1, karikatur 2, karikatur 3, dan karikatur 4 dianggap sebagai tuturan yang santun. Unsur intralingual berupa diksi yang dapat memunculkan nilai rasa halus dipersepsi sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan pemakaian diksi yang mencerminkan rasa santun Pranowo, 2012:104, yaitu diksi : pak pada NR.KKT,0109014, diksi : bapak-bapak yang di atas pada NR.KKT,1509014, dan diksi : trah pada NR.KKT,2209014. Penggunaan makna kiasan ternyata juga mencerminkan nilai rasa halus yang santun. Hal ini ditunjukkan pada NR.KKT,2610014 melalui frasa : yang bermasalah dan kategori merah. Kedua frasa tersebut dipersepsi sebagai makna kiasan karena mengandung makna yang tidak sebenarnya. Yang bermasalah merupakan makna kiasan bagi para calon menteri yang tidak bersih terlibat kasus korupsi, sedangkan kategori merah dimaknai sebagai warna yang diberikan kepada kandidat menteri Jokowi yang beresiko terjerat kasus korupsi. Selain mengandung kata-kata santun, ternyata keempat tuturan karikatur tersebut juga sesuai dengan bentuk-bentuk bahasa santun yang mengungkapkan bahwa menggunakan tuturan tidak langsung biasanya terasa lebih santun jika dibandingkan dengan tuturan yang diungkapkan secara langsung Pranowo, 2012:6. Hal ini terbukti dari penggunaan unsur intralingual berupa rangkaian diksi menjadi sebuah kalimat sindiran secara tidak langsung yang jelas secara implisit terdapat pada karikatur 1, karikatur 2, dan karikatur 3 di atas. 5. “Partai Demokrat adalah penulis pemain skenario terbaik” NR.KKT,0410014 Konteks : Sejumlah anggota Fraksi Demokrat walkout dalam sidang paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang Pilkada pada Jumat, 26 September 2014, dini hari Lebih diperjelas lagi oleh karikatur 5 yang juga dipersepsi memiliki nilai rasa bahasa halus karena mengandung sindiran secara tidak langsung bagi Partai Demokrat yang dinilai memainkan sandiwara politik dengan cara walkout dalam sidang paripurna pengesahan Rancangan Undang-Undang Pilkada. Nilai rasa halus tersebut dapat dilihat melalui unsur intralingual berupa kalimat : Partai Demokrat adalah penulis pemain skenario terbaik. Nilai rasa halus menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa pemberian piala dengan gambar logo Demokrat yang bertuliskan “Partai Demokrat adalah penulis pemain skenario terbaik”, sebagai sindiran halus karena dianggap berhasil dan sukses menjadi pembohong. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan fenomena praanggapan bahwa piala dipersepsi sebagai tanda penghargaan atas suatu prestasi yang diraih. Namun, dalam konteks ini pemberian piala tersebut sebagai sindiran karena prestasi yang diraih merupakan prestasi yang buruk. 6. “Rapat di luar lagi, Pak?” NR.KKT,1711014 Konteks : Para aparat negara lebih sering melaksanakan rapat di hotel-hotel berbintang. Sama halnya karikatur 6 juga dipersepsi memiliki nilai rasa bahasa halus karena mengandung sindiran secara tidak langsung bagi aparat negara yang sering melaksanakan rapat di hotel. Nilai rasa halus tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat tanya : Rapat di luar lagi, Pak?. Diksi: lagi, dalam kalimat tersebut berarti kegiatan yang dilakukan lebih dari satu kali, atau berulang-ulang. Nilai rasa halus menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa banyaknya sarang laba-laba yang ada di ruang rapat negara, karena tidak pernah dipakai. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa suatu ruangan yang tidak penah digunakan, akan menjadi tidak terawat, dan akan banyak sarang laba-laba di tempat tersebut. Tuturan dalam karikatur 5 dan karikatur 6 tersebut juga dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan sikap tenggang rasa menurut Pranowo 2012:109. Di dalam konteks ini, sikap tenggang rasa yang ditunjukkan penutur berupa penggunaan tuturan tidak langsung, sehingga yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksudkan. Hal ini dimaksudkan agar tuturan tidak membuat mitra tutur merasa terancam. Misalnya pada NR.KKT,1711014, tuturan diungkapkan dalam bentuk kalimat pertanyaan, sehingga maksud yang ingin disampaikan penutur ini bersifat implisit. Berdasarkan keenam contoh karikatur yang memiliki nilai rasa halus di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur yang bernilai rasa halus selalu merupakan bentuk tuturan yang santun. Tuturan yang santun yang dimunculkan oleh nilai rasa halus ini dimunculkan melalui unsur intralingual dan unsur ekstralingual. Unsur intralingual dimunculkan melalui diksi berupa kata hormat, kalimat tidak langsung, mau pun frasa yang bermakna kiasan. Misalnya : pak pada NR.KKT,0109014 dan trah pada NR.KKT,2209014. Selain itu, penggunaan tuturan tidak langsung dan tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksudkan juga menjadi penanda penting dalam nilai rasa halus yang santun, seperti yang telah dijelaskan pada NR.KKT,0410014 dan NR.KKT,1711014 . Unsur ekstralingual yang bernilai rasa halus dapat dilihat melalui tanda- tanda yang bersifat imajiner. Misalnya pada NR.KKT,0109014 yang menggambarkan bahwa seorang penutur membawa kapal ke SPBU. Lebih diperjelas lagi pada NR.KKT,0410014 yang ditandai dengan lambang piala sebagai tanda pemberian penghargaan bagi mitra tutur. Namun, maksud sebenarnya merupakan penghargaan karena hal yang negatif, sehingga penutur berniat untuk menyindir secara tidak langsung. Unsur ekstralingual yang mengandung nilai rasa halus yang santun ini juga ditunjukkan melalui tanda-tanda ketubuhan yang mengikuti konteks, seperti senyuman dan sikap yang terlihat santai. Indikator-indikator itulah yang dapat menjadi penanda nilai rasa halus yang santun.

4.2.2.2 Nilai Rasa Kasar

Dokumen yang terkait

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada ``Catatan Pinggir`` Majalah Tempo Edisi Januari - September 2013 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 2 2

Fenomena deiksis pada rubrik opini di harian koran Tempo edisi September-Desember 2015.

0 11 383

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada top news di Metro TV bulan November-Desember 2014.

3 49 352

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV periode Agustus dan September 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 391

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Tv One periode November 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 317

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada prosa lirik Pengakuan Pariyem sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 0 315

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik koran Kompas edisi September - Oktober 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 7 307

Daya bahasa pada iklan dalam majalah Tempo November dan Desember 2012.

0 0 155

Kesantunan Mahasiswa Dalam Berkomunikasi bahasa

0 0 6

B 02 Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Sebagai Penanda Kesantunan Dalam Berkomunikasi

0 0 20