sesuai dengan apa yang telah diamati penulis. Karikatur ini menyajikan wacana hiburan bagi pembacanya, karena di dalamnya terdapat humor yang cenderung
merupakan kritik sosial, politik, mau pun budaya terhadap segala peristiwa yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat. Wahana kritik ini seringkali ditemui
dalam berbagai media cetak, seperti surat kabar, majalah, dan tabloid. Karikatur pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni
karikatur verbal dan karikatur nonverbal. Karikatur verbal yaitu karikatur yang dalam visual gambarnya memanfaatkan unsur-unsur verbal, seperti kata, frasa,
klausa, dan kalimat, di samping gambar tokoh yang ada, sedangkan karikatur nonverbal lebih cenderung memanfaatkan gambar sebagai bahasa bertutur agar
maksud yang ada dalam gambar dapat tersampaikan kepada pembaca.
2.2.9 Kesantunan Berbahasa
Bahasa merupakan cermin kepribadian seseorang juga cermin kepribadian bangsa. Melalui bahasa, seseorang atau suatu bangsa dapat diketahui
kepribadiannya. Bahasa yang dimaksud dapat berupa bahasa verbal dan bahasa nonverbal. Bahasa verbal adalah bahasa yang dimuculkan melalui kata-kata bisa
dalam bentuk ujaran mau pun tulisan, sedangkan bahasa nonverbal ialah bahasa yang diungkapkan melalui mimik, gerakan tubuh, sikap, dan perilaku Pranowo,
2012:3. Bahasa santun adalah penggunaan bahasa baik verbal mau pun nonverbal
yang mencerminkan sikap halus dan budi baik seorang penutur terhadap mitra tutur sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancar. Ketika berkomunikasi,
penggunaan bahasa yang baik dan benar saja tidak cukup. Namun, kaidah lain yang perlu dan penting untuk diperhatikan ialah kesantunan. Kaidah kesantunan
dipakai dalam setiap tindak bahasa. Seseorang yang sedang bercanda pun hendaknya menggunakan tuturan yang santun. Agar pemakaian bahasa terasa
semakin santun, penutur dapat berbahasa menggunakan bentuk-bentuk tertentu Pranowo, 2012:6, seperti 1 menggunakan tuturan tidak langsung, 2
pemakaian bahasa dengan bahasa kias, 3 ungkapan memakai gaya bahasa penghalus, 4 tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksudkan, dan 5
tuturan dikatakan secara implisit. Kesantunan berbahasa ini sangat penting untuk menentukan keberhasilan
komunikasi sehingga maksud suatu ujaran dapat tersampaikan tanpa menyinggung perasaan mitra tutur. Penggolongan suatu tuturan termasuk santun
atau tidak santun dapat dilihat dari indikator kesantunan. Indikator kesantunan adalah penanda yang dapat dijadikan penentu apakah pemakaian bahasa Indonesia
penutur santun atau tidak Pranowo, 2012:100. Penanda tersebut dapat berupa unsur kebahasaan dan nonkebahasaan. Dalam penelitian ini, peneliti hanya
menggunakan dua indikator kesantunan, yaitu menurut Leech 1983 dan Pranowo 2005. Penutur menganggap bahwa kedua pendapat ahli tersebut dapat mewakili
pendapat-pendapat ahli sebelumnya karena isi indikator keduanya saling melengkapi. Masing-masing indikator kesantunan menurut Leech dan Pranowo
akan dijelaskan sebagai berikut. a.
Indikator kesantunan menurut Leech 1983, dalam Pranowo 2012:103
Leech 1983 berpendapat bahwa indikator kesantunan berbahasa dapat diungkapkan ke dalam tujuh maksim, yaitu:
a Tuturan dapat memberikan keuntungan kepada mitra tutur maksim
kebijaksanaan “tact maxim”. b
Tuturan lebih baik menimbulkan kerugian pada penutur maksim kedermawanan “generosity maxim”.
c Tuturan dapat memberikan pujian kepada mitra tutur maksim pujian “praise
maxim”. d
Tuturan tidak memuji diri sendiri maksim kerendahan hati. e
Tuturan dapat memberikan persetujuan kepada mitra tutur maksim kesetujuan “agreement maxim”.
f Tuturan dapat mengungkapkan rasa simpati terhadap yang dialami oleh mitra
tutur maksim simpati “sympathy maxim”. g
Tuturan dapat mengungkapkan sebanyak-banyaknya rasa senang pada mitra tutur maksim pertimbangan “consideration maxim”.
b. Indikator kesantunan menurut Pranowo 2005 dan 2008, dalam Pranowo
2012:103. Indikator kesantunan menurut Pranowo 2005 terdiri dari enam butir pokok,
yaitu: a
Perhatikan suasana perasaan mitra tutur sehingga ketika bertutur dapat membuat hati mitra tutur berkenan angon rasa.
b Pertemukan perasaan Anda dengan perasaan mitra tutur sehingga isi
komunikasi sama-sama dikehendaki karena sama-sama diinginkan adu rasa.
c Jagalah agar tuturan dapat diterima oleh mitra tutur karena mitra tutur sedang
berkenan di hati empan papan. d
Jagalah agar tuturan memperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur di hadapan mitra tutur sifat rendah hari.
e Jagalah agar tuturan selalu memperlihatkan bahwa mitra tutur diposisikan pada
tempat yang lebih tinggi sikap hormat. f
Jagalah agar tuturan selalu memperlihatkan bahwa apa yang dikatakan kepada mitra tutur juga dirasakan oleh penutur sikap tepa selira.
Selain indikator di atas, kesantunan juga dapat dilihat melalui pemakaian kata-kata tertentu sebagai pilihan kata diksi yang dapat mencerminkan rasa
santun, misalnya: a
Gunakan kata “tolong” untuk meminta bantuan orang lain. b
Gunakan frasa “terima kasih” sebagai penghormatan atas kebaikan orang lain. c
Gunakan kata “maaf” untuk tuturan yang diperkirakan dapat menyinggung perasaan orang lain.
d Gunakan kata “berkenan” untuk meminta kesediaan orang lain melakukan
sesuatu. e
Gunakan kata “beliau” untuk menyebut orang ketiga yang dinilai lebih dihormati.
f Gunakan kata “BapakIbu” untuk menyebut orang kedua dewasa.
Selanjutnya Pranowo 2008 juga menemukan indikator kesantunan tambahan berupa nilai-nilai luhur yang dapat mendukung kesantunan. Nilai-nilai
tersebut yaitu sifat rendah hati, sikap empan papan, sikap menjaga perasaan, sikap
mau berkorban, dan sikap mawas diri Pranowo 2008 dalam Pranowo 2012:111- 121. Secara ringkas, kelima nilai-nilai luhur pendukung kesantunan akan
dijabarkan sebagai berikut. a
Sifat rendah hati Sifat rendah hati merupakan produk dari kemampuan seseorang untuk
mengendalikan diri agar tidak sombong dengan menjaga kerukunan hubungan dan memberi penghormatan kepada orang lain. Sifat rendah hati dapat
dinyatakan melalui sikap tenggang rasa, malu, rasa hormat, rukun, dan mau mengalah.
b Sikap empan papan
Empan papan adalah kesanggupan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan tempat dan waktu dalam berbicara kepada mitra tutur. Sikap ini dianggap nilai
luhur karena seseorang mampu mengendalikan diri untuk tidak mengganggu orang lain dalam situasi tertentu yang berbeda dengan situasi normal.
c Sikap menjaga perasaan
Di dalam bertutur kata, hendaknya kita tidak hanya mengandalkan pikiran, melainkan juga perasaan. Meskipun yang akan dikomunikasikan adalah buah
pikiran, tetapi ketika akan menyampaikan maksud kepada mitra tutur, biasanya terlebih dahulu berusaha menjajagi kondisi psikologis mitra tutur njaga rasa.
Hal ini dimaksudkan agar komunikasi selalu terjaga kesantunannya. Penjajakan kondisi psikologis mitra tutur ini dilakukan dengan mengenali suasana hati
mitra tutur angon rasa. Jika penutur sudah berhasil mengenali suasana hati mitra tutur, penjajakan selanjutnya adalah mengenali kesiapan hati mitra tutur
adu rasa. Jika suasana dan kesiapan hati mitra tutur sudah berhasil dikenali, penutur baru berusaha menyampaikan maksud tuturan dengan cara yang sesuai
dengan kesiapan hati mitra tutur. d
Sikap mau berkorban Sikap mau berkorban ialah kesanggupan seseorang untuk mau berkorban
dengan memprioritaskan kepentingan orang lain. Sikap mau berkorban ini menjadi salah satu nilai luhur pendukung kesantunan karena penutur berusaha
memberikan keuntungan kepada mitra tutur walaupun dirinya sendiri dirugikan.
e Sikap mawas diri
Mawas diri adalah sikap menyadari semua perbuatan yang dilakukan untuk dijadikan sebagai refleksi dan pegangan penilaian terhadap perilaku orang lain
yang dianggap sama dengan perilakunya. Sikap mawas diri ini merupakan salah satu nilai luhur pendukung kesantunan karena saat mitra tutur melakukan
sesuatu atau berkata sesuatu mengenai hal yang kurang berkenan di hati, penutur dapat memakluminya dan tidak berusaha menyalahkan mitra tutur.
2.3 Kerangka Berpikir