mengepalkan kedua tangannya. Tuturan dalam karikatur 1 dan karikatur 2 tersebut
dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan penggunaan diksi yang santun
Pranowo, 2012:104, yaitu penutur menggunakan pilihan kata yang halus, seperti: berdukacita, berbelasungkawa, meninggal. Sikap yang ditunjukkan pun
terkesan santun. Berdasarkan kedua contoh karikatur yang memiliki kadar nilai rasa sedih
di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur yang bernilai rasa sedih dapat ditunjukkan melalui sikap susah hati. Unsur intralingual yang dapat memunculkan
nilai rasa sedih adalah diksi. Misalnya diksi berdukacita, berbelasungkawa,
meninggal. Tuturan karikatur yang bernilai rasa sedih selalu memperlihatkan bentuk tuturan yang santun. Hal ini juga dimunculkan melalui unsur
ekstralingual berupa cara penutur menyampaikan tuturannya, yang kemudian diperjelas dengan ekspresi-ekspresi yang ditunjukkan. Ekspresi yang ditunjukkan
oleh karikatur yang bernilai rasa sedih dan santun tersebut biasanya berupa mata berkaca-kaca, menangis, dan menundukkan kepala.
4.2.2.12 Nilai Rasa Tertekan
Nilai rasa tertekan adalah nilai rasa yang timbul karena merasa terancam atau terbebani.
Nilai rasa tertekan pada Karikatur Koran Tempo hanya ditemukan sejumlah 2 karikatur. Data tersebut disajikan sebagai berikut.
1.
“Mungkin ini cara yang tepat” NR.KKT,1112014 Konteks : Banyaknya tekanan yang dirasakan oleh Kubu Aburizal Bakrie,
sehingga Ical berkeinginan mendukung perpu pilkada langsung.
2.
“Auwwwww......” NR.KKT,1712014 Konteks : Dollar AS semakin naik, dan rupiah semakin melemah.
Karikatur 1 dipersepsi memiliki nilai rasa tertekan. Nilai rasa tertekan
dapat terlihat melalui unsur intralingual berupa kalimat : Mungkin ini cara yang
tepat .
Kalimat tersebut dipersepsi sebagai nilai rasa tertekan karena penutur Ical merasa mendapatkan banyak tekanan, sehingga penutur mempunyai cara untuk
mengeluarkannya dari berbagai tekanan tersebut dengan ikut mendukung perpu pilkada langsung.
Nilai rasa tertekan menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa ekspresi
wajah penutur Ical yang terlihat sangat terancam. Hal ini ditandai dengan batu besar
yang menimpa penutur, sebagai lambang tekanan berat yang dirasakan penutur.
Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan
bahwa Ical mendapatkan banyak tekanan, seperti tekanan internal dari kubu Agung Laksono, tekanan dari masyarakat luas, dan tekanan atas kesepakatan
KMP dan SBY. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan indikator kesantunan menurut Pranowo 2012:104, yang
mengungkapkan bahwa agar komunikasi dapat terasa santun, tuturan ditandai dengan sifat rendah hati, yaitu dengan menjaga agar tuturan selalu
memperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur di hadapan mitra tutur. Di dalam
konteks ini, penutur merasa tidak mampu lagi menghadapi tekanan yang tengah dirasakannya.
Sama halnya dengan karikatur 2 yang juga dipersepsi memiliki nilai rasa tertekan karena penutur merasa terbebani dengan semakin merosotnya nilai tukar
rupiah terhadap Dollar AS. Nilai rasa tertekan tersebut dapat terlihat melalui unsur
intralingual berupa kalimat : auwwww....
Nilai rasa tertekan menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa
sikap penutur yang menggigit gigi sambil menjinjitkan kaki sebagai tanda tidak kuat
mengangkat beban. Di dalam konteks ini ialah beban nilai Dollar AS yang semakin meningkat. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui
fenomena praanggapan bahwa merosotnya nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS
akan membuat masyarakat Indonesia semakin terbebani. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan indikator kesantunan
menurut Pranowo 2012:104, yang mengungkapkan bahwa agar komunikasi dapat terasa santun, tuturan ditandai dengan sifat rendah hati, yaitu dengan
menjaga agar tuturan selalu memperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur di hadapan mitra tutur. Di dalam konteks ini, penutur merasa terbebani akibatnya
semakin naiknya nilai tukar Dollar AS. Berdasarkan kedua contoh karikatur yang memiliki kadar nilai rasa
tertekan di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur yang bernilai rasa tertekan dapat ditunjukkan melalui keadaan terancam dan terbebani. Unsur intralingual
yang dapat memunculkan nilai rasa tertekan adalah kalimat. Kalimat yang dimunculkan biasanya dimaknai sebagai kalimat yang memperlihatkan rasa
ketidakmampuan penutur, sehingga tuturan karikatur yang bernilai rasa tertekan selalu memperlihatkan bentuk tuturan yang santun. Hal ini diperkuat oleh unsur
ekstralingual berupa cara penutur menyampaikan tuturannya, yang kemudian juga diperjelas dengan ekspresi wajah yang ditunjukkan. Ekspresi yang ditunjukkan
oleh karikatur yang bernilai rasa tertekan dan santun tersebut berupa raut wajah putus asa, lesu, mengangkat bahu.
4.2.2.13 Nilai Rasa Munafik