4.2.2.14 Nilai Rasa Plintat-Plintut
Nilai rasa plintat-plintut adalah nilai rasa yang timbul karena seseorang berpendirian tidak tetap, bahkan tidak berpendirian. Nilai rasa plintat-plintut pada
Karikatur Koran Tempo hanya ditemukan 1 karikatur. Data tersebut yaitu:
“Plin... Plan... Plin... Plan...” NR.KKT,0409014
Konteks : Kubu Aburizal Bakrie, selaku ketua umum Golkar ingin Musyawarah Nasional MUNAS Golkar digelar pada tahun 2015,
padahal seharusnya dilaksanakan tiap 5 tahun, dan mestinya jatuh pada tahun 2014.
Karikatur di atas dipersepsi mengandung nilai rasa plintat-plintut. Nilai
rasa plintat-plintut ini dimunculkan melalui unsur intralingual berupa diksi : plin
plan. Diksi tersebut dipersepsi sebagai nilai rasa plintat-plintut karena mengandung makna denotatif atau makna sebenarnya yang berarti berpendirian
tidak tetap. Nilai rasa munafik menjadi semakin kuat
ketika muncul unsur ekstralingual berupa gambar binatang cecak. Unsur ekstralingual
berupa konteks dimunculkan melalui fenomena
praanggapan bahwa cecak merupakan binatang yang tidak mempunyai sarang,
sehingga habitatnya juga tidak jelas, sering berpindah-pindah. Di dalam konteks ini cecak dijadikan sebagai simbol orang yang tidak mempunyai pendirian.
Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena berlawanan dengan indikator kesantunan menurut Leech dalam Pranowo, 2012:103 tentang
maksim pertimbangan. Di dalam konteks ini penutur dipersepsi tidak senang terhadap sikap mitra tutur yang plintat-plintut. Unsur ekstralingual untuk
memperjelas ketidaksantunan juga ditunjukkan melalui ikon seekor cecak yang dipersepsi bahwa orang yang dituturkan mempunyai sifat seperti cecak.
Berdasarkan contoh karikatur yang memiliki kadar nilai rasa plintat-plintut di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur yang bernilai rasa plintat-plintut dapat
ditunjukkan melalui keadaan seseorang yang tidak berpendirian. Unsur intralingual yang digunakan untuk memunculkan nilai rasa plintat-plintut ialah
diksi. Unsur intralingual berupa diksi tersebut akan diperkuat oleh tanda visual yang saling berhubungan, misalnya diksi plintat-plintut dengan ikon cecak.
Karikatur di atas menunjukkan kepada kita bahwa bentuk bahasa yang dimunculkan melalui nilai rasa plintat-plintut merupakan bentuk bahasa yang
kurang santun.
4.2.2.15 Nilai Rasa Simpatik