Nilai Rasa Yakin mantap, pasti, optimistis

4.2.2.4 Nilai Rasa Yakin mantap, pasti, optimistis

Nilai rasa yakin adalah kadar perasaan yang muncul karena suatu kepastian. Nilai rasa yakin pada Karikatur Koran Tempo ditemukan sebanyak 12 karikatur. Data tersebut disajikan sebagai berikut. 1. “Katakan tidak Pada korupsi. Tidak Tidak Tidak” NR.KKT,0709014 Konteks : Indonesia banyak terjadi kasus korupsi yang sangat sulit untuk diberantas, bahkan korupsi itu sampai melibatkan para pejabat. 2. “Terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dan tindak pidana pencucian uang secara berulang. NR.KKT,2409014 Konteks : Tuturan diucapkan di pengadilan oleh hakim kepada Anas Urbaningrum yang terlibat dalam korupsi proyek Hambalang. 3. “Saya harus teliti ” NR.KKT,2210014 Konteks : Jokowi sangat berhati-hati dan teliti dalam memilih dan menetapkan nama menteri-menterinya. 4. “Saya siap mengatasi masalah kota ini” NR.KKT, 2011014 Konteks : Semakin banyaknya masalah yang melanda ibukota, seperti tindak kriminalitas, banjir, macet, kesenjangan sosial, dan lain-lain. Karikatur 1 dipersepsi memiliki kadar nilai rasa yakin karena mengandung penegasan secara mantap agar semua masyarakat tidak melakukan tindak korupsi seperti yang telah dilakukan oleh Jero Wacik. Nilai rasa yakin tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa penekanan diksi : Tidak Tidak Tidak. Kata yang diucapkan lebih dari satu kali juga menjadi penanda kemantapan akan apa yang ingin dimaksudkan. Nilai rasa yakin berupa kemantapan ini menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa sikap penutur yang berkata “tidak” sambil menurunkan jempol dan melambaikan tangannya sebagai isyarat bahwa korupsi itu bukanlah perbuatan yang baik, dan tidak pantas untuk ditiru. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa semakin maraknya tindak korupsi di Indonesia, bahkan melibatkan para pejabat. Tuturan tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan indikator kesantunan menurut Leech dalam Pranowo, 2012:103 tentang maksim kebijaksanaan. Tuturan tersebut dipersepsi memberikan keuntungan bagi mitra tutur mau pun masyarakat luas. Tuturan tersebut memberikan keuntungan bahwa seluruh masyarakat diajak untuk tidak melakukan tindak korupsi seperti yang telah dilakukan oleh para pejabat. Karikatur 2 dipersepsi memiliki kadar nilai rasa yakin karena mengandung kepastian bahwa orang yang didakwa telah terbukti terlibat kasus korupsi. Nilai rasa yakin tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa klausa : terdakwa terbukti secara sah. Nilai rasa yakin menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa ketukan palu di meja hijau sebagai tanda bahwa keputusan sudah disahkan dan tidak dapat diganggu gugat oleh pihak mana pun. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa terdakwa itu bersalah, dan sudah ada fakta atau bukti-bukti yang mendukung tindakannya. Tuturan dalam karikatur tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan indikator kesantunan menurut Pranowo 2005 yang mengungkapkan bahwa penutur harus bisa membangun sikap angon rasa, yaitu mampu memperhatikan suasana hati atau menjaga perasaan mitra tutur sehingga ketika bertutur dapat membuat hati mitra tutur berkenan Pranowo, 2012:103. Karikatur tersebut telah menyampaikan informasi yang didukung oleh data dan realita, serta waktu penyampaiannya juga tepat, yaitu dengan memanfaatkan situasi di forum persidangan. Selain itu, diksi : terdawa yang digunakan penutur terkesan santun, karena tidak menyebut nama orang yang didakwa secara langsung. Karikatur 3 kembali dipersepsi memiliki kadar nilai rasa yakin. Nilai rasa yakin tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa frasa : harus teliti. Frasa tersebut dipersepsi sebagai nilai rasa yakin karena dimaknai sebagai suatu hal yang wajib, tidak boleh tidak, dan mesti. Nilai rasa yakin menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa ekspresi wajah penutur pak Jokowi yang terlihat sungguh-sungguh dalam membaca rapor dari masing-masing calon menterinya. Rapor tersebut merupakan buku yang berisi nilai-nilai prestasi atau riwayat jejak kehidupan seseorang. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa penutur mempunyai sikap yang terbuka, tegas, dan profesional. Tuturan dalam karikatur tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan indikator kesantunan menurut Leech dalam Pranowo, 2012:103 tentang maksim kebijaksanaan. Di dalam konteks ini, tuturan tersebut dapat memberi keuntungan bagi mitra tutur mau pun masyarakat luas bahwa penutur akan memilih menterinya secara profesional. Karikatur 4 juga mengandung kadar nilai rasa yakin karena penutur merasa percaya diri untuk bisa bersungguh-sungguh dalam mengatasi masalah yang akhir-akhir ini menimpa warga Jakarta, seperti tindak kriminalitas, banjir, macet, kesenjangan sosial, dan lain-lain. Nilai rasa yakin tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa diksi : siap. Nilai rasa yakin menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual melalui tanda-tanda ketubuhan berupa gerakan kuda-kuda, yang dalam bela diri merupakan tanda sikap siaga dengan posisi kaki dan tubuh yang siap menerima serangan. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa Ahok merupakan seorang yang keras, dan omongannya terlalu tinggi. Tuturan dalam karikatur tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena berlawanan dengan indikator kesantunan menurut Leech dalam Pranowo, 2012:103, tentang maksim kerendahan hati. Tuturan tersebut dipersepsi memuji diri sendiri, dengan kepercayaan diri yang berlebih, sehingga sedikit menimbulkan kesan yang sombong. 5. “Damai di bumi damai di hati...” NR.KKT,2412014 Konteks : Banyak umat yang merasa tidak nyaman ketika mengikuti perayaan natal di gereja, dikarenakan sering terjadi aksi pengeboman di gereja-gereja oleh para teroris. 6. “Semoga lebih baik dari hari-hari kemarin” NR.KKT,3112014 Konteks : Pada tahun 2014, di Indonesia banyak terjadi peristiwa atau masalah, seperti masuknya nelayan asing, jatuhnya pesawat Air Asia, bencana longsor di Banjarnegara, pemilihan presiden baru, dan lain sebagainya. Karikatur 5 juga dipersepsi memiliki kadar nilai rasa yakin berupa sifat optimistis, yaitu mengandung harapan penuh bagi umat Kristiani yang hendak merayakan natal agar tidak terjadi aksi pengeboman, sehingga sukacita dan damai natal dapat dirasakan oleh semua umat. Nilai rasa yakin optimistis tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat : Damai di bumi damai di hati. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa banyak teroris yang sering melakukan aksi pengeboman di gereja-gereja ketika umat sedang melaksanakan ibadah. Selain itu, unsur ekstralingual juga dimunculkan melalui tanda ketubuhan menggenggam kedua tangan yang diletakkan di depan dada, sambil menundukkan kepala dan memejamkan mata, seakan-akan penutur berharap dengan sungguh-sunggung agar kejadian itu tidak terjadi lagi. Sama halnya dengan karikatur 6 yang juga dipersepsi memiliki kadar nilai rasa yakin berupa sifat optimistis, yaitu bahwa penutur hendak menyambut tahun yang baru dengan harapan agar tahun 2015 menjadi tahun yang lebih baik dari tahun sebelumnya, sehingga tidak terjadi lagi bencana dan masalah politik yang berkepanjangan. Nilai rasa yakin optimistis tersebut dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat : Semoga lebih baik dari hari-hari kemarin. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa tahun 2014 Indonesia dilanda banyak masalah, seperti jatuhnya pesawat Air Asia dan bencana longsor di Banjarnegara. Nilai rasa yakin optimistis menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa langkah mantap penutur sambil tertawa ketika melintasi jembatan dari tahun 2014 menuju 2015, sebagai tanda bahwa ia siap menyambut tahun 2015 dengan harapan yang lebih baik. Tuturan dalam karikatur 5 dan karikatur 6 tersebut dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan indikator kesantunan menurut Pranowo 2012:104 yang mengungkapkan bahwa tuturan harus ditandai dengan sikap tepa selira, yaitu menjaga agar tuturan selalu memperlihatkan bahwa apa yang dikatakan kepada mitra tutur juga dirasakan oleh penutur. Karikatur tersebut sebenarnya mengandung sedikit kekecewaan atas peristiwa yang dialami di masa lampau. Namun, kedua karikatur tersebut lebih dimaksudkan untuk mengungkapkan suatu harapan, baik dari pihak penutur mau pun pihak masyarakat sebagai mitra tutur. Berdasarkan keenam contoh karikatur yang memiliki kadar nilai rasa yakin di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur yang bernilai rasa yakin dapat dimunculkan melalui rasa mantap, pasti, dan optimistis. Nilai rasa yakin berupa kemantapan dan kepastian dimunculkan melalui unsur intralingual berupa diksi, frasa, klausa, kalimat. Unsur intralingual yang dimunculkan tersebut, kemudian diperkuat oleh unsur ekstralingual berupa tanda ketubuhan yang dimunculkan, seperti yang telah dijelaskan pada NR.KKT,0709014 dan NR.KKT,2409014. Nilai rasa yakin berupa optimistis, lebih mengungkapkan akan suatu hal yang sungguh-sungguh diharapkan. Hal ini jelas terbukti pada NR.KKT,2412014 dan NR.KKT,3112014. Nilai rasa yakin juga dapat memperlihatkan bentuk tuturan yang santun dan tidak santun. Hal ini dapat dilihat melalui konteks tuturan. Misalnya klausa : terbukti secara sah pada NR.KKT,2409014 menunjukkan bahwa penutur sudah mempunyai bukti-bukti yang kuat, sehingga apa yang dituturkan berdasar fakta dan data. Situasi konteks yang berada di forum persidangan juga menjadikan semakin kuatnya karikatur tersebut sebagai karikatur bernilai rasa yakin yang santun. Berbeda dengan kalimat : Saya siap mengatasi masalah kota ini pada NR.KKT, 2011014. Kalimat tersebut sebenarnya terkesan santun, namun jika dilihat dari penanda konteks, maka tuturan tersebut akan terkesan menjadi tidak santun. Sebab, penutur terkesan terlalu percaya diri, padahal kenyataannya semakin banyak masalah yang terjadi. Indikator-indikator itulah yang dapat menjadi penanda nilai rasa yakin yang santun mau pun yang tidak santun, dengan memperhatikan konteks tuturan.

4.2.2.5 Nilai Rasa Heran kaget, merasa terkejut

Dokumen yang terkait

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada ``Catatan Pinggir`` Majalah Tempo Edisi Januari - September 2013 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 2 2

Fenomena deiksis pada rubrik opini di harian koran Tempo edisi September-Desember 2015.

0 11 383

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada top news di Metro TV bulan November-Desember 2014.

3 49 352

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV periode Agustus dan September 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 391

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Tv One periode November 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 317

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada prosa lirik Pengakuan Pariyem sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 0 315

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik koran Kompas edisi September - Oktober 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 7 307

Daya bahasa pada iklan dalam majalah Tempo November dan Desember 2012.

0 0 155

Kesantunan Mahasiswa Dalam Berkomunikasi bahasa

0 0 6

B 02 Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Sebagai Penanda Kesantunan Dalam Berkomunikasi

0 0 20