Unsur Intralingual Tindak Tutur

Deiksis waktu adalah pemberian bentuk pada rentang waktu. Deiksis waktu ini diungkapkan dalam bentuk “kala”. Misalnya: Saya lupa membaca majalah kemarin. Kata kemarin merupakan deiksis waktu. d Deiksis wacana Cummings 2007:46, mengungkapkan bahwa dalam deiksis wacana, ungkapan linguistik digunakan untuk mengacu pada suatu bagian tertentu dari wacana yang lebih luas baik teks tertulis mau pun teks lisan tempat terjadinya ungkapan-ungkapan tersebut. Deiksis wacana mencakup anafora dan katafora. Bentuk-bentuk yang dipakai untuk mengungkapkan deiksis wacana itu adalah katafrasa: ini, itu, yang terdahulu, yang berikut, yang pertama disebut, begitulah, ialah, yaitu, dan sebagainya. e Deiksis sosial Deiksis sosial ialah rujukan yang dinyatakan berdasarkan perbedaan kemasyarakatan yang mempengaruhi peran penutur dan mitra tutur. Perbedaan itu dapat ditunjukkan dalam pemilihan kata. Deiksis sosial ini rujukannya berpindah- pindah sesuai dengan tataran sosial masyarakat. Misalnya kata aku digunakan untuk berbicara kepada yang seumuran, kata saya untuk berbicara kepada yang lebih tua, dan kata beliau untuk orang yang lebih tua dan dihormati.

2.2.3 Unsur Intralingual

Unsur intralingual merupakan segala unsur di dalam bahasa yang dapat berupa bunyi, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Unsur intralingual sering disebut juga dengan bahasa verbal. Pemakaian bahasa verbal memiliki unsur utama berupa kata, frasa, klausa, dan kalimat. Pendapat tersebut sejalan dengan Pranowo 2013, yang mengungkapkan bahwa kajian intraingual meliputi bunyi, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Kajian intralingual tersebut tidak hanya sebatas pada aspek kebahasaan saja, melainkan sampai pada makna. Aspek-aspek bahasa tersebut tanpa dimaknai tidak akan ada artinya. Di dalam hubungannya dengan kajian daya bahasa dan nilai rasa bahasa, bahasa verbal digunakan untuk menganalisis unsur intralingual. Menurut Pranowo 2012:3, bahasa verbal adalah bahasa yang diungkapkan dengan kata-kata dalam bentuk ujaran atau tulisan. Daya bahasa dan nilai rasa bahasa dalam bahasa verbal unsur intralingual biasanya akan memiliki efek yang sangat kuat jika didukung oleh bahasa nonverbal. Jika bahasa verbal yang dimaksud adalah bahasa tulis, penanda jeda pendek, sedang, panjang, dan panjang sekali diwujudkan berupa pemisahan kata, tanda koma, tanda titik, pergantian paragraf, dan pergantian wacana. Sementara itu, jika bahasa verbal yang dimaksud adalah bahasa lisan, penanda jeda diwujudkan berupa intonasi, tekanan, dan irama. Di samping itu, bahasa verbal lisan juga memanfaatkan permainan bunyi, permainan kata, gaya bahasa, idiom dapat memberi efek komunikatif bagi mitra tutur. Jadi, daya bahasa dan nilai rasa bahasa dapat terjadi dalam bahasa lisan mau pun bahasa tulis tetapi cara memasukkannya berbeda-beda. Unsur intralingual merupakan unsur bahasa tertulis yang menjadi penanda suatu tuturan, misalnya pilihan kata, ungkapan khas, kata seru, kata tutur, kata asing, kata basa- basi, kata honorifik, sapaan mesra “ayang, papi, bunda, diajeng”, umpatan, pujian, dan sebagainya. Unsur intralingual dalam hubungannya dengan penelitian ini mengacu pada unsur-unsur kebahasaan yang digunakan untuk memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa. Teori semantik digunakan untuk memecahkan masalah yang bersifat intralingual. Dengan kata lain, unsur intralingual adalah unsur bahasa yang ada di dalam bahasa itu sendiri. Unsur intralingual dapat terlihat jelas apabila dikaji dengan memperhatikan aspek-aspek berikut. a. Kata Pilihan Kata Kata merupakan satuan gramatikal bebas terkecil. Menurut Chaer 2012:162, kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. Contoh kata ialah : ayah, minum, kopi, dan sekarang. Poerwadarminta 1967:43 menambahkan, ketika berbicara, kita perlu memilih kata-kata yang tepat, seksama, dan lazim. Tepat yaitu sesuai dengan arti dan tempatnya. Seksama yaitu sesuai dengan apa yang hendak dituturkan. Lazim yaitu sesuai dengan kata umum. Unsur intralingual daya bahasa mau pun nilai rasa bahasa dapat diketahui dengan mangamati diksi atau pilihan katanya. Kata dan pilihan kata dapat digunakan untuk memunculkan daya bahasa. Misalnya pada tuturan: “Para tikus negara harus segera dimusnahkan”. Konteks: pimpinan KPK sedang menginstruksikan kepada para anggotanya untuk segera menindak tegas para koruptor. Penggunaan kata „tikus‟ dan „musnah‟ dalam tuturan tersebut mengandung perintah. Koruptor diibaratkan dengan kata „tikus‟ yang merupakan hama yang merugikan. Kata „musnah‟ lebih menekankan bahwa semua koruptor benar-benar harus ditangkap dan diberantas seluruhnya. Kata „tikus‟ dan „musnah‟ mempunyai daya bahasa yang lebih kuat daripada tuturan berikut: “Para koruptor negara harus segera kita tangkap dan diberantas” Bila tuturan diubah menjadi seperti itu, maka daya bahasa yang dihasilkan kurang kuat, sehingga kemungkinan pesan yang ingin disampaikan kepada mitra tutur kurang mengena. Selain mengandung daya bahasa, ternyata tuturan tersebut juga mengandung nilai rasa bahasa. Penutur merasa kesal dengan ulah para koruptor yang telah banyak merugikan negara. Berdasarkan beberapa pengertian dan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa kata dan pilihan kata merupakan satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna tertentu. Dalam memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa, penggunaan kata menjadi sangat penting. Penggunaan pilihan kata atau diksi yang tepat akan mampu memperkuat daya bahasa mau pun nilai rasa bahasa. b. Frasa Chaer 2012:222, frasa lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Frasa terdiri lebih dari satu kata, hal ini berarti frasa merupakan satu tingkat di atas kata. Jadi, pembentuk frasa harus berupa morfem bebas, bukan berupa morfem terikat. Contoh frasa ialah : adik saya, sedang bermain,boneka sapi, dan di kamar tidur. Ciri frasa ialah adanya kemungkinan diselipi unsur lain. Misalnya, frasa adik saya bisa diselipi kata dari, sehingga menjadi adik dari saya; frasa sedang bermain bisa diselipi kata senang, sehingga menjadi sedang senang bermain; frasa boneka sapi bisa diselipi kata seperti, sehingga menjadi boneka seperti sapi, frasa merupakan satu kesatuan jadi tidak dapat dipindahkan secara sendirian. Frasa dapat memunculkan daya bahasa, seperti pada tuturan berikut: “Tikus berdasi itu harus kita basmi”. Konteks: pimpinan KPK sedang menginstruksikan kepada para anggotanya untuk segera menindak tegas para koruptor. „Tikus berdasi‟ dapat disebut sebagai frasa, karena merupakan satu kesatuan dan bisa diselipi kata lain, misalnya yang, menjadi „tikus yang berdasi‟. Frasa „tikus berdasi‟ merupakan objek dan predikat pada tuturan tersebut. Frasa „tikus berdasi‟ mempunyai makna koruptor yang merupakan pejabat negara yang selalu mengenakan dasi. Frasa tersebut mempunyai daya perintah, yaitu perintah KPK kepada anggotanya untuk segera menindak tegas para koruptor. c. Klausa Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtutan kata-kata berkonstruksi predikat. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frasa, yang berfungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek, dan sebagai keterangan Chaer, 2012:231. Unsur inti klausa ialah subjek dan predikat Ramlan, 2005:79. Jadi, unsur atau fungsi yang lain tidaklah bersifat wajib. Konstruksi ibu memasak merupakan klausa, karena hubungan komponen ibu dan komponen memasak bersifat predikatif; ibu adalah pengisi fungsi subjek dan memasak adalah pengisi fungsi predikat. Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa klausa dapat berpotensi menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat. Klausa ini juga dapat memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa. Misalnya pada tuturan di bawah ini: “Terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi”. Konteks: Tuturan diucapkan oleh hakim kepada terdakwa yang terlibat kasus korupsi. Klausa „terdakwa terbukti secara sah‟ terdiri dari unsur subjek dan predikat. Klausa tersebut mengandung daya penegasan bahwa mitra tutur telah bersalah. Selain daya penegasan, tuturan tersebut juga mengandung kepastian bahwa orang yang didakwa telah terbukti melakukan tindak korupsi. d. Kalimat Kalimat umumnya berwujud rentetan kata yang disusun sesuai dengan kaidah yang berlaku Alwi,dkk, 2010:35. Ramlan 2005:23 menambahkan bahwa kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Chaer 2012:240 juga menambahkan bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa. Jadi, apabila sebuah klausa diberi intonasi final intonasi deklaratiftanda titik, intonasi interogatiftanda tanya, dan intonasi serutanda seru, maka akan terbentuk menjadi kalimat. Ramlan 2005:26 membedakan jenis kalimat berdasarkan fungsinya dan hubungan situasinya menjadi kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah. a Kalimat berita Kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan informasi kepada orang lain, sehingga menimbulkan tanggapan atau respon dari orang lain, yang dapat berupa anggukan kepala atau pun pandangan mata. Kalimat berita selalu diakhiri dengan tanda titik .. Misalnya: Jalan itu sangat licin. Kalimat tersebut termasuk kalimat berita, karena tidak terdapat kata-kata tanya, ajakan, mau pun larangan. b Kalimat tanya Fungsi dari kalimat tanya adalah untuk menanyakan sesuatu. Kalimat tanya selalu diakhiri dengan tanda tanya ?. Misalnya: Kapan kamu wisuda? Kalimat tersebut merupakan kalimat tanya, karena menanyakan sesuatu dan diakhiri dengan tanda tanya. Kata-kata tanya meliputi: apa, siapa, kapan, mengapa, kenapa, bagaimana, mana, bila, dan berapa. c Kalimat suruh Kalimat suruh berfungsi untuk mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak berbicara. Ramlan 2005:40, menggolongkan kalimat suruh berdasarkan strukturnya menjadi empat golongan, yaitu kalimat suruh yang sebenarnya, kalimat persilahan, kalimat ajakan, dan kalimat larangan. Kalimat suruh selalu diakhiri dengan tanda perintah . Misalnya: Ayo kita belajar matematika. Kalimat tersebut merupakan kalimat suruh, yang termasuk dalam golongan kalimat ajakan, karena menimbulkan tanggapan yang berupa tindakan dari mitra tutur dan juga penuturnya.

2.2.4 Unsur Ekstralingual

Dokumen yang terkait

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada ``Catatan Pinggir`` Majalah Tempo Edisi Januari - September 2013 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 2 2

Fenomena deiksis pada rubrik opini di harian koran Tempo edisi September-Desember 2015.

0 11 383

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada top news di Metro TV bulan November-Desember 2014.

3 49 352

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV periode Agustus dan September 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 391

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Tv One periode November 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 317

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada prosa lirik Pengakuan Pariyem sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 0 315

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik koran Kompas edisi September - Oktober 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 7 307

Daya bahasa pada iklan dalam majalah Tempo November dan Desember 2012.

0 0 155

Kesantunan Mahasiswa Dalam Berkomunikasi bahasa

0 0 6

B 02 Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Sebagai Penanda Kesantunan Dalam Berkomunikasi

0 0 20