sebagai tanda bahwa orang itu memanfaatkan kekuasaannya untuk mementingkan
kepentingan pribadinya. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa banyak pejabat yang memanfaatkan kekuasaannya
demi meraih keuntungan pribadi. Tuturan dalam karikatur 1 dan karikatur 2 tersebut dianggap sebagai
tuturan yang tidak santun karena dianggap memberikan keuntungan bagi dirinya sendiri, sehingga hal ini berlawanan dengan indikator kesantunan menurut Leech
dalam Pranowo 2012:103, tentang maksim kebijaksanaan. Tuturan tersebut dipersepsi hanya memberi keuntungan bagi penutur saja, sehingga mitra tutur mau
pun masyarakat pada umumnya merasa dirugikan. Berdasarkan kedua contoh karikatur yang memiliki kadar nilai rasa
egoistis di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur yang bernilai rasa egoistis
dapat ditunjukkan melalui sikap serakah dan ingin menang sendiri. Karikatur yang bernilai rasa egoistis selalu memperlihatkan bentuk tuturan yang tidak
santun. Unsur intralingual yang memunculkan nilai rasa egoistis ialah kalimat.
Unsur intralingual berupa kalimat yang mengandung nilai rasa egoistis tersebut akan semakin terlihat jelas sebagai tuturan yang tidak santun apabila juga
dimunculkan unsur ekstralingual berupa ekspresi wajah.
4.2.2.11 Nilai Rasa Sedih
Nilai rasa sedih adalah nilai rasa yang timbul akibat merasa bersusah hati. Nilai rasa sedih pada Karikatur Koran Tempo hanya ditemukan sejumlah 2
karikatur. Data tersebut disajikan sebagai berikut.
1. “Turut berdukacita atas matinya suara rakyat...” NR.KKT,1109014
Konteks : Indonesia sebagai negara yang demokratis seharusnya mementingkan kepentingan rakyat, sehingga muncul berbagai aksi dari rakyat
Indonesia, yang mendengar adanya RUU Pilkada oleh DPRD.
2. “Mari kita berbelasungkawa atas meninggalnya demokrasi rakyat...”
NR.KKT,2809014 Konteks : Munculnya tanggapan dari berbagai kalangan rakyat Indonesia
tentang RUU Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD, bukan lagi melalui pemilihan langsung.
Karikatur 1 dipersepsi memiliki nilai rasa sedih. Nilai rasa sedih
dimunculkan melalui unsur intralingual berupa diksi : berdukacita. Diksi tersebut dipersepsi sebagai nilai rasa sedih karena dimaknai sebagai suatu perasaan
bersusah hati atau bersedih hati.
Nilai rasa sedih menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa
ekspresi wajah penutur yang meneteskan air matanya
ketika melihat kotak suara rakyat dililit oleh karangan bunga sebagai tanda bahwa suara rakyat sudah mati. Unsur ekstralingual
berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa pelaksanaan
pilkada oleh DPRD akan mematikan hak suara rakyat. Sama halnya dengan karikatur 2 yang juga menunjukkan kasus yang
sama sehingga juga dipersepsi memiliki nilai rasa sedih. Nilai rasa sedih dapat
terlihat melalui unsur intralingual berupa diksi : berbelasungkawa. Diksi tersebut
dipersepsi sebagai nilai rasa sedih karena dimaknai sebagai perasaan bersedih hati, berdukacita, atau berkabung. Di dalam konteks ini berdukacita atas matinya suara
rakyat. Nilai rasa sedih menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa ekspresi wajah melamun dan sedih dengan memejamkan mata sambil
mengepalkan kedua tangannya. Tuturan dalam karikatur 1 dan karikatur 2 tersebut
dianggap sebagai tuturan yang santun karena sesuai dengan penggunaan diksi yang santun
Pranowo, 2012:104, yaitu penutur menggunakan pilihan kata yang halus, seperti: berdukacita, berbelasungkawa, meninggal. Sikap yang ditunjukkan pun
terkesan santun. Berdasarkan kedua contoh karikatur yang memiliki kadar nilai rasa sedih
di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur yang bernilai rasa sedih dapat ditunjukkan melalui sikap susah hati. Unsur intralingual yang dapat memunculkan
nilai rasa sedih adalah diksi. Misalnya diksi berdukacita, berbelasungkawa,
meninggal. Tuturan karikatur yang bernilai rasa sedih selalu memperlihatkan bentuk tuturan yang santun. Hal ini juga dimunculkan melalui unsur
ekstralingual berupa cara penutur menyampaikan tuturannya, yang kemudian diperjelas dengan ekspresi-ekspresi yang ditunjukkan. Ekspresi yang ditunjukkan
oleh karikatur yang bernilai rasa sedih dan santun tersebut biasanya berupa mata berkaca-kaca, menangis, dan menundukkan kepala.
4.2.2.12 Nilai Rasa Tertekan