Nilai Rasa Benci dendam, iri

bahasa atau tuturan yang tidak santun. Unsur intralingual yang dimunculkan melalui nilai rasa sombong ini ialah klausa dan kalimat, yang dirasa terrlalu menganggap dirinya paling tinggi. Unsur intralingual yang memunculkan nilai rasa sombong tersebut akan semakin jelas apabila diperkuat oleh unsur ekstralingual berupa ekspresi-ekspresi wajah yang ditunjukkan.

4.2.2.9 Nilai Rasa Benci dendam, iri

Nilai rasa benci adalah nilai rasa yang timbul karena merasa sangat tidak suka. Nilai rasa benci pada Karikatur Koran Tempo hanya ditemukan sejumlah 2 karikatur. Data tersebut disajikan sebagai berikut. 1. “Berani nggak?” NR.KKT,2911014 Konteks : Kisruh Golkar semakin memanas. Kubu Agung Laksono kembali menantang untuk melaksanakan Munas tandingan. 2. “Segera laksanakan Munas tandingan” KKT,0812014 Konteks : Golkar kembali kisruh. Kubu Agung Laksono menolak hasil penyelenggaraan Munas di Nusa Dua, Bali, yang memenangkan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum Golkar periode yang akan datang. Karikatur 1 memiliki nilai rasa benci karena penutur Agung Laksono merasa dendam dengan mitra tutur Ical, sehingga ia kembali menantang mitra tutur Ical dalam Munas tandingan. Nilai rasa benci dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat tanya : Berani nggak?. Kalimat tanya tersebut dipersepsi sebagai kalimat untuk memunculkan suatu tantangan, dengan keinginan keras untuk balas dendam. Nilai rasa benci menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa kerutan dahi penutur sambil menurunkan jempolnya. Selain itu, ekspresi benci juga ditunjukkan oleh mitra tutur yang juga mengerutkan dahinya dan melirik ke arah penutur, sambil bercekak pinggang. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa kisruh internal Golkar semakin memanas. Sama halnya dengan kasus pada karikatur 2 yang juga memiliki nilai rasa benci karena kubu Agung Laksono merasa iri atau tidak terima atas hasil penyelenggaraan Munas di Nusa Dua, Bali, yang memenangkan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum Golkar berikutnya, sehingga beliau mengajukan diadakannya Munas tandingan yang telah disetujui oleh wakil presiden Yusuf Kalla. Nilai rasa benci dimunculkan melalui unsur intralingual berupa kalimat seruan: Segera laksanakan Munas tandingan. Nilai rasa benci menjadi semakin kuat ketika muncul unsur ekstralingual berupa lirikan mata tajam dari penutur mau pun mitra tutur. Unsur ekstralingual berupa konteks dimunculkan melalui fenomena praanggapan bahwa Agung Laksono merasa iri atas hasil penyelenggaraan Munas di Nusa Dua, Bali, yang memenangkan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum Golkar berikutnya. Tuturan dalam karikatur 1 dan karikatur 2 tersebut dianggap sebagai tuturan yang tidak santun karena berlawanan dengan indikator kesantunan menurut Leech dalam Pranowo, 2012:103 tentang maksim pertimbangan. Di dalam konteks ini, penutur justru memaksimalkan rasa tidak senangnya kepada mitra tutur akibat masalah internal tentang Musyawarah Nasional Golkar, sehingga tuturan tersebut dimaksudkan untuk menantang mitra tutur. Unsur ekstralingual berupa tanda ketubuhan yang ditunjukkan oleh kedua karikatur tersebut jelas memperlihatkan bahwa penutur berada dalam keadaan yang tidak stabil, dan lebih cenderung emosional. Berdasarkan kedua contoh karikatur yang memiliki kadar nilai rasa benci di atas, dapat disimpulkan bahwa karikatur yang bernilai rasa benci dapat dilatar belakangi adanya unsur perasaan dendam dan iri. Karikatur yang bernilai rasa benci selalu memperlihatkan bentuk tuturan yang tidak santun. Hal ini dapat dilihat melalui penggunaan unsur intralingual berupa kalimat yang dirasa mengandung ancaman bagi mitra tutur. Unsur intralingual untuk memunculkan nilai rasa sombong tersebut semakin diperkuat oleh unsur ekstralingual berupa cara penutur menyampaikan tuturannya yang selalu didorong rasa emosi ketika bertutur. Misalnya ditunjukkan dengan raut wajah yang sinis, dahi berkerut, dan berkacak pinggang.

4.2.2.10 Nilai Rasa Egoistis

Dokumen yang terkait

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada ``Catatan Pinggir`` Majalah Tempo Edisi Januari - September 2013 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 2 2

Fenomena deiksis pada rubrik opini di harian koran Tempo edisi September-Desember 2015.

0 11 383

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada top news di Metro TV bulan November-Desember 2014.

3 49 352

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV periode Agustus dan September 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 391

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Tv One periode November 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 317

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada prosa lirik Pengakuan Pariyem sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 0 315

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik koran Kompas edisi September - Oktober 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 7 307

Daya bahasa pada iklan dalam majalah Tempo November dan Desember 2012.

0 0 155

Kesantunan Mahasiswa Dalam Berkomunikasi bahasa

0 0 6

B 02 Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Sebagai Penanda Kesantunan Dalam Berkomunikasi

0 0 20