41
politik mencakup rembug desa, struktur pemerintahan dari rt, rw dan lurah.
http:rudidarmawandisdikkotayk.wordpress.compedoman- pembelajaran-berbasis-budaya
Kesimpulannya masyarakat Jawa membagi setiap unsur-unsur budaya tidak lepas dari tradisi yang sudah dilaksanakan oleh para leluhur.
Tradisi ini tetap dilestarikan bahkan dijadikan pedoman hidup, pelaksanaan upacara ada dan struktur pemerintahan.
4. Nilai dan Budi Pekerti Budaya Jawa
Nilai budaya sifatnya sangat umum namun sulit dijelaskan secara rasional dan nyata yang diresapi masyarakat sejak kecil dalam kehidupan
masyarakatnya serta dipatuhi sebagai pedoman hidup. Selanjutnya nilai budaya ini yang diteruskan kedalam norma-norma masyarakat. Menurut
Koentjaraningrat 1996: 76 nilai budaya terdiri dari konsep-konsep mengenai segala sesuatu yang dinilai berharga dan penting oleh warga
suatu masyarakat, sehingga dapat berfungsi sebagai suatu pedoman orientasi pada kehidupan para warga masyarakat yang bersangkutan.
Budaya inilah yang menjadi karakteristik melalui penerapan adat- istiadat di suatu masyarakat.
Kneller 1989: 89 memberikan pengertian nilai budaya adalah cita-cita tertinggi yang berharga untuk diperjuangkan. Beberapa nilai
tersebut sangat jelas seperti kejujuran, sementara yang lain sulit diungkapkan seperti kepercayaan akan nilai tertinggi harkat individu.
42
Kesimpulannya adalah nilai budaya secara umum dapat dikatakan sebagai hal yang penting dan berharga dari suatu budaya sehingga patut
untuk diperjuangkan. Nilai-nilai ini yang menjadi fokus masyarakat penganutnya dan dijadikan pedoman kehidupan. Budaya masyarakat
Jawa memiliki nilai-nilai luhur yang juga digunakan sebagai pedoman hidup hingga saat ini.
Koentjaraningrat Budiono Herusatoto, 2008: 164 menjabarkan nilai tradisi dibagi menjadi empat, yaitu: a nilai budaya adalah berupa
ide yang mengkonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan masyarakat misalnya gotong royong atau sifat suka kerjasama berdasar
solidaritas; b norma adalah nilai budaya yang sudah terkait kepada peranan anggota masyarakat dalam lingkungannya, dan menjadi
pedoman tingkah laku masing-masing; c sistem hukum adalah hukum adat pernikahan dan hukum adat kekayaan; d aturan khusus adalah
mengatur kegiatan yang jelas terbatas ruang lingkup dalam masyarakat dan bersifat konkret.
Nilai budaya Jawa dipandang sebagai bagian paling abstrak dari sistem budaya manusia dan sikap masyarakat merupakan fokus dari
kebudyaan masyarakat Jawa yang telah menyatu di dalam kehidupan seluruh masyarakat Jawa. Nilai budaya Jawa merupakan bagian dari
budaya yang mencerminkan karakter budaya tersebut secara keseluruhan. Budaya Jawa menjunjung tinggi budi pekerti dan pembentukan akhlak
mulia demi bekal hidup di masa depan. Pada masyarakat Jawa nilai-nilai
43
budaya luhur dan budi pekerti ditanamkan sejak dini. Jumlah nilai budaya Jawa sangat banyak dan beragam.
Hal ini senada dengan penjabaran Budiono Herusatoto 2008: 145 tentang panca kreti atau lima perbuatan untuk menilai tingkah laku
seseorang yang dipakai sebagai paradigma, yaitu : a trapsila adalah penilaian pertama seseorang dilihat dari gerak gerik, polah tingkah, cara
menghormati orangtua dan sesamanya; b ukara adalah penilaian seseorang menurut gaya bicaranya dilihat dari runtut, jelas, jujur dan
sebaliknya; c sastra adalah penilaian seseorang menurut kepandaiannya dalam bekerja dilihat dari kalimat atau bahasa dalam menulis
menggunakan kalimat yang baik atau tidak; d susila adalah penilaian seseorang menurut moral dilihat dari banyak ditemukannya seseorang
yang sopan dan santun namun moralnya tidak dapat dipertanggung jawabkan; e karya adalah penilaian seseorang melalui hasil karya yang
dikerjakannya. Manusia dibentuk oleh kesusilaan yang berarti bahwa manusia
hidup dalam norma-norma yang membatasi tingkah lakunya, yang menunjukkan bagaimana bertingkah laku dalam masyarakat. Adanya
keseimbangan antara kebutuhan individu dan masyarakat juga merupakan salah satu bentuk kesusilaan. Hal ini sesuai dengan
penjabaran Hadiatmaja bahwa nilai-nilai yang mendasari keselarasan dan keseimbangan tersebut antara lain mawas diri, budi luhur, tepa slira,
mrawira, rasa rumangsa http:kotakita.weebly.com
.
44
Budaya Jawa menjunjung tinggi budi pekerti dan pembentukan akhlak mulia demi bekal hidup di masa depan. Pada masyarakat Jawa
nilai-nilai budaya luhur dan budi pekerti ditanamkan sejak dini. Jumlah nilai budaya Jawa sangat banyak dan beragam. Nilai-nilai budaya Jawa
tercermin pada nilai-nilai budaya nusantara yang tercantum dalam Peraturan Daerah Perda D.I. Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2011, pasal
dua ayat dua menyebutkan bahwa : “ Nilai-nilai luhur budaya sebagaimana dimaksud pada ayat satu
diantaranya meliputi
a kejujuran,
b kerendahan
hati, c
ketertibankedisiplinan, d kesusilaan, e kesopanankesantunan, f kesabaran, g kerjasama, h toleransi, i tanggung jawab, j keadilan, k
kepedulian, l percaya diri, m pengendalian diri, n integritas, o kerja keras, p ketelitian, q kepemimpinan, r ketangguhan”
http:www.pendidikan-diy.go.id .
Nilai-nilai budaya Jawa ditanamkan dan dipelajari sejak kecil bermula dari keluarga dan lingkungan sekitar melalui penanaman budi
pekerti. Suwardi Endraswara 2006: 23 memaparkan penanaman budi pekerti masyarakat Jawa melalui beberapa pembentukan yaitu a
pembentukan akhlak keselarasan dengan cara menanamkan prinsip hormat yang terkait dengan unggah-ungguh dan tata krama Jawa,
menanamkan kerukunan hidup; b pembentukan akhlak keutamaan hidup dengan cara menanamkan watak arif dan jujur, menanamkan akhlak
mawas diri, menanamkan watak ikhlas, membentuk watak eling yang dimaksudkan bahwa manusia harus selalu ingat kepada Tuhan Yang
Maha Esa; c pembentukan akhlak sopan santun dengan cara membentuk sikap rendah hati, membentuk unggah-ungguh dan tatakrama yang baik
45
dan benar yang merujuk pada aturan yang baik untuk mendidik kesopanan masyarakat dan d pembentukan watak pengendalian diri
dengan cara membentuk akhlak ngati-ati yaitu setiap perbuatan atau tindakan harus dilakukan dengan penuh perencanaan dan tidak terburu-
buru, penanaman watak nrima yaitu manusia hendaklah selalu menerima kehendak dan takdir Tuhan.
Penanaman nilai budaya Jawa melalui pendidikan berbasis budaya di Indonesia memiliki kaitan yang erat dengan konsep pendidikan
Tamansiswa. Hal ini disebabkan Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Tamansiswa yang juga merupakan bapak pendidikan nasional yang telah
meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional yang berorientasi budaya. Sehingga ada pengaruh yang kuat dari konsep taman siswa terhadap
pendidikan berbasis budaya di Indonesia. Berikut adalah butir-butir konsep Tamansiswa yang di kemukaan Ki Hadjar Dewantara H.A.R
Tilaar, 2000: 68: a. Bahwa kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pendidikan, bahkan
kebudayaan merupakan alas atau dasar pendidikan. b. Kebudayaan yang menjadi alasan pendidikan tersebut haruslah bersifat
kebangsaan. c. Pendidikan mempunyai arah yaitu untuk mewujudkan keperluan
perikehidupan. d. Arah tujuan pendidikan ialah untuk mengangkat derajat negara dan
rakyat.
46
e. Pendidikan yang visioner. Terlihat pada butir-butir rumusan konsep Tamansiswa bahwa
pendidikan menjunjung tinggi kebudayaan bahkan menjadi landasan dalam penyelenggaraan pendidikan karena kebudayaan merupakan
karakter suatu bangsa. Ki Hadjar Dewantara tidak hanya berbicara mengenai masyarakat Jawa saja, tetapi yang dimaksud adalah masyarakat
kebangsaan Indonesia artinya kebudayaan yang dimiliki atau yang akan dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Kemudian
pendidikan pada konsep taman siswa dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang riil dengan tujuan untuk meningkatkan
derajat negara dan rakyat. Pendidikan nasional mengangkat unsur ketaman siswaan dalam menerapkan budaya sebagai landasan pendidikan
untuk meningkatkan hak-hak asasi manusia dan melaksanakan tanggung jawab bersama sebagai bangsa Indonesia daam melestarikan budaya
bangsa. Beberapa nilai budaya diatas diatas menjelaskan bahwa
pandangan hidup orang Jawa memiliki keseimbangan dan keselarasan serta menerima segala sesuatu yang diberikan oleh Tuhan. Masyarakat
Jawa menjunjung tinggi kaidah-kaidah tersebut dalam hidup dengan sesama karena mereka percaya, perbuatan baik akan dibalas dengan
perbuatan baik begitu pula sebaliknya. Masyarakat Jawa asli memegang teguh pendirian dan kepercayaannya. Walaupun banyak pengaruh dari
luar, masyarakat Jawa tetap menjalankan nilai luhur budaya lokal mereka
47
dan patuh terhadap budaya atau adat istiadat mereka. Nilai kesatuan dalam bentuk gotong royong merupakan ciri khas masyarakat Jawa dan
masih banyak lagi nilai budaya yang menunjukkan kearifan lokal masyarakat Jawa. Nilai-nilai luhur budaya Jawa yang mengutamakan
keselarasan inilah yang perlu di tanamkan kepada pewaris bangsa sebagai bekal dalam pembangunan.
Pendidikan humaniora dalam masyarakat Jawa yang mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan dan pernyataan simbolisnya merupakan bagian
integral dari sitem budaya sehingga dapat ditemukan macam pendidikan humaniora sesuai dengan pengelompokan masyarakat. Dalam setiap
kelompok masyarakat, pendidikan itu diselenggarakan baik secara formal dan informal melalui bentuk komunikasi sosial.
Pendidikan dalam lingkungan keluarga secara tidak langsung membentuk watak dan karakter seseorang. Ketika beranjak remaja dan
menjadi dewasa watak terbagi menjadi watak buruk dan watak baik. Senada dengan itu, Budiono Herusatoto 2008: 146 menjabarkan budaya
Jawa memiliki pandangan terhadap watak baik seseorang, yaitu a rereh adalah watak sabar dan mengekang diri; b ririh adalah watak tidak
tergesa-gesa atas segala sesuatu itu sebelum diperbuat atau dipirkan terlebih dahulu; c ngati-ati adalah watak selalu berhati-hati dalam setiap
tindakan. Pendidikan budi pekerti perlu dibangun seiring penanaman disiplin ilmu pengetahuan untuk bekal peserta didik di masa depan.
48
Budiono Herusatoto 2008: 147 menjabarkan watak seseorang tidak selalu baik, namun ada halnya watak itu buruk, yaitu a adigang
adalah watak sombong karena mengandalkan diri kepada kedudukaan atau pangkat dan derajat; b adigung adalah watak sombong karena
mengandalkan kepandaian dan kepintaran diri sendiri, sehingga meremekan orang lain; c adiguna adalah watak sombong karena
mengandalkan kepada keberanian dan kepintaran bersilat lidah atau berdebat.
Setiap tatanan serta aturan mengandung nilai dan pesan moral yang dijadikan rambu-rambu bertingkah laku dalam kehidupan
bermasyarakat oleh suku Jawa. Salah satunya berupa tradisi simbolis lisan yang berupa nasihat atau ungkapan yang diucapkan orangtua
kepada anak. Makna yang terkandung dalam nasihat dan ungkapan orangtua kepada anaknya dapat dilihat dari segi budi luhur, budi pekerti
dan etika. Tradisi simbolis yang digunakan sebagai rambu-rambu dalam tingkah laku dalam masyarakat Jawa tidak hanya sebatas lisan yang
diberikan orangtua kepada anaknya. Dapat berupa pendidikan budi pekerti di sekolah dan melalui kesenian. Secara tradisional, budi pekerti
mulai ditanamkan sejak masa kanak-kanak, baik di rumah maupun disekolah kemudian berlanjut di kehidupan bermasyarakat. Pendidikan
informal atau pendidikan didalam lingkungan keluarga mulai ditanamkan pengertian baik dan benar seperti etika, tradisi lewat dongeng, tembang,
49
dolanan atau permainan anak-anak dan kesenian lain yang mencerminkan hidup bekerjasama dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan.
Suwardi Endraswara 2006: 72 menjelaskan bahwa sebagai contoh pertama selain berperilaku halus dan sopan, juga berbahasa yang
baik untuk menghormati sesama. Bahasa yang digunakan seperti krama atau bahasa halus yang digunakan oleh seseorang yang lebih muda
kepada seseorang yang lebih sepuh atau tua dan ngoko atau bahasa biasa yang digunakan oleh seseorang yang muda dengan sebayanya. Contoh
kedua yaitu melantunkan tembang sebagai pengantar tidur dengan tujuan penuh permohonan kepada Yang Maha Pencipta.
Selain pendidikan informal dan non-formal yang berkembang dan berpengaruh positif, pendidikan formal sangat berpengaruh bagi tumbuh
kembang siswa selanjutnya. Adapun implementasinya di bagi menjadi : a Pendidikan Budi Pekerti, pendidikan budi pekerti merupakan program
pengajaran di sekolah yang bertujuan mengembangkan watak atau tabiat siswa dengan cara menghayati nilai-nilai dan keyakinan
sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah afektif
perasaan dan sikap tanpa meninggalkan ranah kognitif berpikir rasional dan ranah skill keterampilan dalam mengolah data,
mengemukakan pendapat, dan kerjasama. b Media Pendidikan Budi Pekerti, dalam mempelajari pendidikan budi
pekerti tidak semata-mata memberikan pemahaman dan pengertian
50
mengenai sopan santun dan moral saja, tetapi perlu adanya pembiasaan baik berupa lisan atau artefak yaitu: 1 memasang tokoh
wayang di sekolah. Waluyo Suwardi Endraswara, 2006: 73 mengemukakan dalam cerita wayang, biasanya budi pekerti yang
jahat akan kalah dengan budi pekerti yang baik. Tokoh-tokoh wayang dapat digunakan sebagai media penanaman budi pekerti, 2
memberdayakan lagu dolanan anak. Dalam tembang dolanan anak, dibagi menjadi tiga watak yaitu 1 membentuk watak yang religius
dengan cara peserta didik akan belajar watak religi dari keluarga. Jika keluarga termasuk taat dalam menjalankan kaidah religi, tentu
peserta didik akan menurutnya, 2 membentuk watak rajin dan tidak sombong dengan cara penanaman sikap rajin, baik dalam belajar
maupun bekerja saat di sekolah, 3 membentuk watak prihatin dengan cara belajar berpuasa Suwardi Endraswara, 2006: 84.
Menurut UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal empat yang berbunyi, “ Pendidikan Nasional bertujuan
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.”
51
Menurut draft kurikulum berbasis kompetensi tahun 2001, pengertian budi pekerti dapat ditinjau dengan dua cara, yaitu :
konsepsional dan operasional, a Pendidikan Budi Pekerti secara Konsepsional mencakup hal-hal
sebagai berikut: usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam
segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang, upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, dan
perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, dan seimbang dalam hal
lahir batin, material spiritual, dan individu sosial, dan upaya pendidikan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi
seutuhnya yang berbudi pekerti luhur melalui kegiatan bimbingan, pembiasaan, pengajaran, dan latihan serta keteladanan.
b Pendidikan Budi Pekerti secara Operasional adalah upaya untuk membekali peserta didik melalui bimbingan, pengajaran, dan latihan
selama pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai bekal masa depan agar memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta
menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan sesama makhluk. Dengan demikian terbentuklah pribadi
seutuhnya yang tercermin pada perilaku berupa ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan, kerja, dan hasil karya berdasarkan nilai-nilai
52
agama serta
norma dan
moral luhur
bangsa. http:www.diskominfo.karangasembkab.go.id
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan dalam pendidikan, budi pekerti akan mengidentifikasi perilaku positif yang
diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik. Pada tahap awal proses
penanaman nilai, siswa diperkenalkan pada tatanan hidup bersama. Peserta didik harus dikondisikan dan diajak untuk melihat dan
mengalami hidup bersama yang baik dan menyenangkan. Paul Suparno Nurul Zuriah, 2007: 46 menjabarkan bahwa nilai-
nilai budi pekerti yang perlu ditanamkan pada jenjang Sekolah Dasar yaitu a religius dengan cara mengenal hari-hari besar agama dan
menjelaskan nilai-nilai hidup masing-masing agama serta saling menghormati antar agama, b sosial dengan cara melalui kegiatan baris-
berbaris untuk masuk kelas hal ini akan memperkenalkan siswa sikap saling menghargai, saling membantu, saling memperhatikan dan
kerjasama, c gender dengan cara menanamkan kesetaraan gender, d keadilan dengan cara memperlakukan dan memberikan kesempatan serta
hak dan kewajiban yang sama bagi laki-laki dan perempuan secara wajar, e demokrasi dengan cara sikap menghargai dan mengakui adanya
perbedaan dan keragaman pendapat secara wajar, jujur, dan terbuka. Siswa juga diajarkan untuk membuat kesepakatan dan kesepahaman
bersama secara terbuka dan saling menghormati, f kejujuran dengan cara
53
melalui kegiatan mengoreksi hasil ujian secara silang dalam kelas. Cara ini semata bukan untuk meringankan tugas guru, namun untuk
menanamkan kejujuran dan tanggung jawab pada diri siswa, g kemandirian dengan cara melalui kegiatan ekstrakurikuler. Melalui
kegiatan ini siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki dan mengembangkannya seoptimal mungkin,
h daya juang dengan cara melalui kegiatan olahraga. Pertumbuhan fisik merupakan perkembangan proses tahap demi tahap dan untuk mencapai
perkembangan yang optimal dibutuhkan daya dan semangat juang. Dan juga untuk menumbuhkan sikap sportivitas pada siswa. Berani bersaing
secara wajar, namun juga berani untuk menerima kekalahan dan mengakui kemenangan orang lain dengan setulus hati, i tanggung jawab
dengan cara pembagian tugas piket kelas secara bergiliran. Kebersihan dan kenyamanan kelas bukan hanya tugas karyawan namun menjadi
tanggung jawab bersama, j penghargaan terhadap lingkungan alam dengan cara pelaksanaan tugas kerja bakti yang berkaitan dengan
semangat kerjasama atau gotong royong. Dalam kerja bakti tidak hanya berbicara tentang menyapu dan membersihkan halaman tetapi juga
menjaga tanaman dan tumbuhan yang ada di lingkungan sekolah agar tetap asri dan terjaga dengan baik.
Wujud penanaman nilai luhur budaya Jawa salah satunya adalah seni. Terdiri dari seni rupa, seni sastra, seni suara, seni tari, seni musik,
54
dan seni drama. Aktifitas seni merupakan salah satu dari perilaku manusia yang dalam pengungkapannya penuh dengan tindakan simbolis.
Sejalan dengan pemikiran diatas, Ir. Sri Mulyono Budiono Herusatoto, 2008: 178 menjelaskan bahwa dalam budaya Jawa, wayang
kulit purwa merupakan kesenian yang merangkum beberapa unsur seni dalam satu kesatuan seni, yaitu; a tindakan simbolis yang pertama
dilakukan oleh yang menanggap wayang dengan tujuan misalnya untuk meruwat atau hajatan dan menyediakan ubarampe keperluan untuk
pertunjukan wayang; b tindakan simbolis yang kedua dilakukan oleh dalang sebagai tokoh utama dalam pagelaran wayang, yang menguasai
jalan cerita, kode atau pertanda penabuh gamelan dan yang menggerakkan wayang; c tindakan simbolis yang ketiga dilakukan oleh
para penabuh gamelan dan sinden. Iringan gamelan ada 7 tahapan, yaitu klenengan, talu, pethet nem, pathet sanga, pathet manyura, tancep kayon,
dan golek; d tindakan simbolis yang keempat dilakukan oleh pencipta atau penyungging wayang. Wanda wayang yang terdiri dari bentuk,
warna, macam pakaian, serta dedeg dan tinggi rendahnya ukuran wayang memiliki arti yang berbeda; e seni tari memiliki seluruh tindakan
simbolis hampir diseluruh gerak langkah atau pola-pola setiap tarian; f seni busana atau pakaian, masyarakat Jawa memiliki aturan simbolis dari
corak dan jenis kain, potongan dan warna baju, bentuk dan corak kain penutup kepala melambangkan kebesaran dan tingkat ilmu atau usia dari
55
masing-masing pemakainya; g seni rupa dikenal sebagai bentuk simbolis dengan tujuan dan maksud tertentu yang bersifat magis.
Seni tembang merupakan media dakwah dalam penyebaran Islam pada masa Walisongo. Tembang macapat merupakan salah satu
kelompok tembang yang sampai saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat sejak dulu. Masyarakat Jawa tradisional meyakini tembang
tersebut memiliki makna proses kehidupan manusia, proses dimana Tuhan memberikan ruh, hingga manusia tersebut kembali lagi kepada-
Nya. Fase kehidupan manusia dalam falsafah Jawa berdasarkan tembang macapat, yaitu: a maskumambang adalah gambaran dimana manusia
masih di alam ruh, yang kemudian di tanamkan dalam rahim ibu; b mijil adalah gambaran dari proses kelahiran manusia; c sinom adalah
gambaran dari masa muda yang indah penuh harapan dan angan-angan; d kinanthi adalah gambaran dari masa pembentukan jati diri dan meniti
jalan menuju cita-cita, berasal dari kata kanthi yang artinya tuntun; e asmaradhana adalah gambaran dari masa-masa dirundung asmara,
dimabuk cinta; f gambuh berasal dari kata jumbuh yang artinya bersatu, memiliki arti berkomitmen untuk menyatukan cinta dalam rumah tangga;
g dhandanggula adalah gambaran dari kehidupan yang telah mencapai tahap kemapanan sosial, kesejahteraan, hidup yang berkecukupan; h
durma adalah gambaran perwujudan dari rasa syukur kita kepada Tuhan, maka dalam hidup kita harus bersedekah; i pangkur adalah gambaran
manusia memiliki fase kehidupan dimana dia akan mulai mundur dari
56
kehidupan ragawi dan menuju kehidupan jiwa atau spiritualnya; j megatruh adalah gambaran terpisahnya nyawa dari jasad manusia; k
pocung adalah gambaran dimana manusia yang tertinggal hanyalah jasad dan
dibalut dalam
kain kafan
menuju liang
lahat http:budayasenijawa.wordpress.com
. Berdasarkan pendapat narasumber tersebut dapat disimpulkan
bahwa tradisi masyarakat Jawa dalam menanamkan nilai budaya yang mengandung ajaran budi pekerti dan norma-norma lainnya kepada
generasi selanjutnya tidak hanya melalui tembang dan kegiatan religiusitas saja, namun dapat ditanamkan melalui kesenian wayang,
gamelan, tari dan seni rupa. Walaupun ada ungkapan yang saat ini tidak lagi relevan karena kemajuan zaman, namun kearifan ini perlu pula
dipakai sebagai model bagi penanaman dan pengembangan budi pekerti luhur atau pendidikan karakter bagi generasi muda. Pendidik dapat
memberi tauladan moralitas berkomunikasi di sekolah. Dimana moralitas tersebut berhubungan dengan unggah-ungguh dan sopan santun yang
tepat Suwardi Endraswara, 2006: 59.
D. Budaya Sekolah