1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia melalui
proses pengajaran dan pelatihan. Pengertian lain pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan
sepanjang perjalanan umat manusia. John Dewey mengemukakan bahwa pendidikan dapat dipahami sebagai sebuah upaya konservatif dan
progresif dalam bentuk pendidikan sebagai pendidikan sebagai formasi, sebagai rekapitulasi dan retropeksi, dan sebagai rekonstruksi Riant
Nugroho, 2008: 20. Pendidikan sebagai proses budaya yang secara terus menerus
selalu mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan ruang dan waktu. Jika nilai-nilai budaya hilang dari proses pendidikan, maka
dampaknya dapat kita rasakan pada generasi mendatang, yakni suatu generasi yang tidak memahami karakter budaya dan cenderung mengarah
pada perbuatan negatif. Dewasa ini negara kita sedang dihadapkan dengan permasalahan
moral dikalangan pelajar. Arus globalisasi didorong dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi memicu lunturnya moral dan
hilangnya nilai luhur budaya ditandai dengan semakin terkikisnya nilai
2
budaya Jawa lama yaitu nilai gotong royong, ramah tamah, tenggang rasa, kerendahan hati, kejujuran dan nilai positif lainnya.
Globalisasi sendiri memberikan dua dampak yang dirasakan oleh masyarakat yaitu sisi negatif dan sisi positif. Sisi positif dari adanya
globalisasi adalah terjadinya perluasan pasar sehingga berdampak pada kenaikan pendapatan suatu negara, sedangkan pada sisi pemerintahan
banyak negara yang saat ini menerapkan sistem demokrasi yaitu dengan memberikan kebebasan pada rakyatnya. Dalam bidang budaya,
globalisasi menyebabkan interaksi antar bangsa semakin cepat sehingga arus pertukaran informasi dan ilmu pengetahuan semakin terbuka.
Sisi negatif dari globalisasi juga tidak kalah banyaknya. Dibidang ekonomi menyebabkan semakin jelas perbedaan antara kelompok kaya
dan miskin. Dalam bidang sosial politik demokrasi cenderung mengarah pada demokrasi tanpa batas. Dalam bidang budaya, adanya globalisasi
membawa dampak pada mudahnya warga masyarakat di negara berkembang, termasuk Indonesia meniru budaya luar dalam berbagai
bentuk. Seperti, pola pergaulan, pola berpakaian, pola makan, dan berbagai pola perilaku lain yang justru dapat merusak harkat, martabat
dan jati diri bangsa itu sendiri Zamroni, 2005: 65. Kesadaran diri sebagai warga bangsa dan mengukuhkan ikatan
– ikatan sosial dengan tetap menghargai keragaman budaya, ras, suku
bangsa, dan agama sehingga dapat memantapkan keutuhan nasional. Hal
3
ini berdasar pada aturan Kemendiknas tentang UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional bab satu, pasal satu yang berbunyi,
“Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap pada tuntutan perubahan zaman.”
Kebudayaan suatu bangsa adalah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi daya rakyat Indonesia seluruhnya. Usaha
kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya, dan persatuan dengan tidak menolak budaya baru melainkan dengan cara melakukan
akulturasi budaya. Hal ini berdasarkan pada UUD 1945 tentang pendidikan dan kebudayaan bab tiga belas pasal tiga puluh dua yang
berbunyi, “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah
peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-
nilai budayanya.” http:www.frewaremini.com201401bab-pasal-ayat-uud-1945
penjelasan.html .
Kebudayaan itu akan berubah terus sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, serta pengembangan pola pikir manusia melalui
pendidikan. Sebab pendidikan adalah tempat manusia dibina, ditumbuhkan, dan dikembangkan potensi-potensinya. Menurut Parsudi
Suparlan ada enam fungsi utama kebudayaan dalam kehidupan manusia,
4
yaitu: agama, ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, organisasi sosial, bahasa serta komunikasi dan kesenian Rusmin Tumanggor, 2010: 19.
Pendidikan merupakan bekal penting untuk mengajarkan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan etos kerja di kalangan warga
masyarakat. Peran pendidikan menjadi lebih penting ketika arus globalisasi yang membawa pengaruh nilai-nilai dan budaya sering
bertentangan dengan nilai-nilai dan kepribadian bangsa Indonesia. Mengintegrasikan budaya melalui pendidikan berbasis budaya
merupakan salah satu cara mewariskan nilai budaya tanpa mengurangi porsi pendidikan yang dibutuhkan peserta didik. Penting bagi bangsa
Indonesia untuk menerapkan pendidikan berbasis budaya yang mengedepankan pembentukan karakter sesuai dengan nilai luhur budaya
bangsa. Pendidikan berbasis budaya di Indonesia memiliki kaitan yang
erat dengan konsep pendidikan Tamansiswa. Hal ini disebabkan Ki Hadjar Dewantara sebagai pendiri Tamansiswa yang juga merupakan
bapak pendidikan nasional yang telah meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional yang berorientasi budaya. Sehingga ada pengaruh yang kuat dari
konsep taman siswa terhadap pendidikan berbasis budaya di Indonesia. Ki Hadjar Dewantara 2011: 33 tidak hanya berbicara mengenai
masyarakat Jawa saja, tetapi yang dimaksud adalah masyarakat kebangsaan Indonesia artinya kebudayaan yang dimiliki atau yang akan
5
dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat Indonesia. Kemudian pendidikan pada konsep Tamansiswa dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang riil dengan tujuan untuk meningkatkan derajat negara dan rakyat. Pendidikan nasional mengangkat unsur
ketamansiswaan dalam menerapkan budaya sebagai landasan pendidikan untuk meningkatkan hak-hak asasi manusia dan melaksanakan tanggung
jawab bersama sebagai bangsa Indonesia daam melestarikan budaya bangsa.
Bangsa Indonesia memiliki wilayah yang luas dengan berbagai suku bangsa dengan masing-masing daerah yang memiliki budaya dan
ciri khas masing-masing. Seperti di daerah lain, masyarakat Suku Jawa juga memiliki kebudayaan daerah yang beragam. Budaya juga
merupakan pengikat Suku Jawa yang menunjukkan karakteristik dengan mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam
kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, pengikat tersebut telah terabaikan dan menjadi hal yang sulit untuk dicari di era globalisasi ini. Masyarakat
Jawa saat ini bisa dianggap kurang memperhatikan unsur-unsur budayanya sendiri yang telah ada seiring dengan berkembangnya zaman,
contohnya menurunnya penguasaan bahasa Jawa oleh masyarakat Jawa yang merupakan pemilik bahasa tersebut. Nilai-nilai luhur budaya Jawa
mulai terkikis seiring dengan cepatnya penyerapan budaya global yang negatif dan tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia.
6
Nilai merupakan sebuah inti dari kebudayaan. Salah satu contoh nilai kebudayaan didalam pendidikan yaitu budi pekerti. Budi Pekerti
adalah nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui norma agama, norma hukum, tata krama dan
sopan santun, norma budaya dan adat istiadat masyarakat. Budi pekerti luhur merupakan wujud etika pergaulan yang dilandasi oleh tata krama
dan ajaran moral luhur, yaitu ajaran moral budaya Jawa yang berkaitan dengan perbuatan dan kelakuan sebagai bentuk budi pekerti. Tata krama
meliputi aturan moral, sopan santun, unggah ungguh dan etika. Hal ini senada dengan penjabaran Yumarna Suwardi Endraswara, 2006: 53
yang menyatakan bahwa sistem pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia dan dapat diwujudkan dalam
tiga hal, yaitu usaha pencerdasan siswa dalam kerangka kehidupan, integritas kepribadian sebagai wujud pengembangan manusia yang
meliputi religiusitas, budi pekerti, skill, serta keadaan jasmani rohani, dan pembentukan sikap dasar yang meliputi kemandirian dan tanggung jawab
sosial. Penanaman nilai-nilai budi pekerti di sekolah, untuk saat ini
memang mengalami kemunduran. Siswa sering kali berperilaku tidak sopan terhadap guru, melecehkan sesama teman. Paul Suparno Nurul
Zuriah, 2007: 170 menyatakan bahwa penyempitan pendidikan budi pekerti hanya sebatas menekankan pentingnya sopan santun saja. Menilai
anak itu baik atau tidak membutuhkan pengertian apa yang ada dalam
7
diri anak itu, apalagi segi moral. Anak tidak dapat dinilai buruk budi pekertinya hanya dari segi luar. Sikap pendidik yang tidak menjadi
teladan juga dapat mempengaruhi sikap anak didik tersebut. Pendidik dapat menjelaskan banyak nilai yang baik dalam budi pekerti, namun
apabila pendidik tersebut tidak melakukan nilai tersebut maka proses pendidikan tidak akan berjalan baik.
Sosialisasi budi pekerti di sekolah dengan cara pemberdayaan sopan santun dan etika sesuai dengan norma-norma sopan santun yang
ditunjukkan guru atau dosen. Khusus di jenjang Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah
Umum, sopan santun telah diterapkan sejak dini melalui peraturan sekolah yang sangat disiplin. Oleh karena itu, dalam realisasi pendidikan
budi pekerti perlu diwujudkan dalam lingkungan keluarga, masyarakat, dan juga sekolah. Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal
perlu mengambil peran dalam pengembangan sisi afektif siswa. Jadi kesimpulannya sekolah perlu lebih menekankan pada pembinaan perilaku
siswa tentang pendidikan budi pekerti melalui upaya keteladanan, pembiasaan, pengamalan, dan pengkondisian lingkungan.
Cara yang dapat ditempuh di sekolah adalah dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kearifan budaya lokal dalam proses
pembelajaran, kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler serta kegiatan kesiswaan lainnya di sekolah. Sebagai contoh dengan mengadakan
kegiatan kesiswaan yang menekankan pada pengenalan budaya lokal
8
yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan pembangunan daerah setempat
yang perlu diajarkan kepada pada pemuda, selain itu penggunaan bahasa lokal dipandang perlu diaplikasikan paling tidak satu hari dalam enam
hari proses pembelajaran di sekolah. Di samping itu diharapkan kegiatan ekstrakurikuler berbasis kebudayaan lokal mulai diadakan di tiap-tiap
sekolah guna mendukung kegiatan pelestarian budaya lokal. Pendidikan hanya berfungsi membantu perkembangan anak,
maka pendidik harus menyesuaikan diri dengan individualitas anak. Sejak dini anak perlu di didik berpikir kritis. Ini bertujuan agar anak tidak
menerima begitu saja suatu kebudayaan melainkan melalui pemahaman dan perasaan ketika berada dalam kandungan budaya itu, yang akhirnya
menimbulkan penilaian menerima, merevisi, atau menolak budaya itu Suwardi Endraswara, 2006: 55.
Melalui pendidikan serta program melestarikan kebudayaan lokal melalui kegiatan ekstrakurikuler, berbagai budaya baru yang masuk dan
bersifat negatif dapat ditanggulangi, oleh sebab itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan penerapan nilai-nilai budaya
Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler di Kota Yogyakarta. Kegiatan ekstrakurikuler memiliki peran cukup penting dalam
membangun karakter siswa. Dalam kegiatannya, penerapan nilai-nilai berbudi luhur juga diberikan. Ini menjadi salah satu alasan pentingnya
9
kegitan ekstrakurikuler diterapkan dalam lingkungan sekolah. Dalam penerapannya, siswa tidak hanya menerima pelajaran budi pekerti di
kelas, tapi juga dapat diberikan melalui kegiatan ekstrakurikuler. Dalam budaya Jawa, unggah-ungguh atau perilaku sopan santun masih sangat
penting untuk diterapkan kepada siswa, baik dari sikap, tutur kata kepada pendidik atau orangtua.
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu pusat orientasi budaya Jawa di Indonesia. Sejalan dengan hal ini provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengeluarkan Peraturan Daerah PERDA DIY nomor 5 tahun 2011 yang berisi tentang pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan berbasis kebudayaan. Peraturan gubernur ini secara khusus menunjukkan bahwa dalam menerapkan pendidikan dan
nilai luhur budaya di Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan berdasarkan konsep
“ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” dengan mengedepankan sifat asah, asih dan asuh.
Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Tamansiswa yang sarat dengan muatan kebudayaan nasional khususnya budaya Jawa di
Yogyakarta. Melalui perguruan ini budaya Jawa mulai digunakan sebagai dasar dari pembentukan karakter melalui penerapan budi luhur budaya
masyarakat Jawa. Beberapa sekolah dasar di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta telah menerapkan Pendidikan Berbasis Budaya Jawa salah
satunya adalah SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang berdiri atas prakarsa Ki Hadjar Dewantara.
10
Penerapan Pendidikan Berbasis Budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa melalui beberapa program intrakurikuler dan
ekstrakulikuler yang mengadopsi kebudayaan Jawa. Hal ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan kualitas peserta didik melalui penggunaan
budaya Jawa dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga siswa dapat memiliki nilai luhur yang dijunjung dalam budaya Jawa. Terlihat dengan
banyaknya prestasi dari siswa SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dalam bidang budaya lokal seperti karawitan, panembromo,
macapat, tari dan lain sebagainya. Membangun karakter siswa dengan budi pekerti luhur bangsa
merupakan fokus utama yang di bentuk di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa melalui penerapan unsur budaya Jawa. Tujuan
pembelajaran budi pekerti diberikan kepada siswa agar nilai-nilai budaya bangsa seperti sopan santun tidak luntur oleh perkembangan zaman. SD
Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menerapkan sistem “among”
yang dianggap sebagai keseimbangan antara pendidikan orangtua atau keluarga, sekolah dan masyarakat. Hasil observasi awal diperoleh bahwa
konsep pendidikan Tamansiswa yang menjaga nilai luhur budaya bangsa dan penanaman budi pekerti di sekolah tersebut masih dijaga hingga saat
ini. Sesuai dengan visi dan misinya, sekolah tersebut memberikan pelajaran budi pekerti baik melalui pelajaran sehari-hari di dalam kelas
intrakurikuler maupun dalam kegiatan ekstrakurikuler.
11
Kebijakan dari sekolah mengenai penerapan budaya Jawa dalam kegiatan sehari-hari dapat dilihat dengan membiasakan menyanyikan
lagu nasional dan tembang sebelum memulai pelajaran. Sedangkan salah satu kegiatan ekstrakurikuler yang wajib diikuti peserta didik adalah
membatik. Ini dilakukan sebab disamping pendidikan budi pekerti juga untuk melestarikan budaya Jawa yang hampir luntur.
Keberhasilan SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menjadi sekolah dasar yang menjunjung tinggi budaya Jawa dan
menghasilkan peserta didik yang berbudi pekerti bisa menjadi contoh bagi sekolah lain yang akan menerapkan pendidikan berbasis budaya
Jawa khususnya di Yogyakarta. Tidak semua sekolah dapat menyusun program pendidikan yang
kental akan budaya lokal, bahkan sangat sedikit sekolah yang menggunakan kebudayaan lokal dalam penyelenggaraan pendidikannya.
Perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi serta bagaimana pendidik dapat mengarahkan siswa dengan baik dalam setiap program pendidikan
berbasis budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa yang menjadi fokus dalam penelitian yang dilakukan peneliti.
Memiliki visi menjadi sekolah bermutu, berbasis seni budaya dan pendidikan budi pekerti luhur bukan berarti SD Taman Muda IP tersebut
tidak memiliki kendala dalam menerapkan budaya Jawa di sekolah. Salah satu hal yang menjadi kendala yaitu sikap orangtua yang tidak
12
membiasakan siswa untuk bertutur kata menggunakan bahasa Jawa dan tidak membiasakan sikap unggah-ungguh yang baik terhadap orang yang
lebih tua. Ini menyebabkan kebiasaan siswa yang bersikap sesuka hati terhadap orang lain. Untuk itu mengetahui kebijakan sekolah dalam
penerapan budaya Jawa dan apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam penerapan nilai budaya Jawa melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Berdasarkan pada uraian tersebut peneliti tertarik untuk mendeskripsikan kebijakan sekolah dalam menerapkan nilai-nilai budaya
jawa melalui penelitian skripsi yang berjudul ”Kebijakan Sekolah Dalam Menerapkan Nilai-Nilai Budaya Jawa Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler
di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Yogyakarta” sebagai kajian untuk menerapkan nilai budaya Jawa atau nilai budi pekerti di sekolah.
B. Identifikasi Masalah