30
2. Unsur-unsur Budaya Jawa
Suatu kebudayaan terdapat macam- macam unsur yang masuk bahkan membentuk suatu kebudayaan itu sendiri. Bakker 1990: 38
mengatakan sebagai unsur karena pokok-pokok tersebut dapat digabungkan menjadi paduan yang lebih tinggi. Unsur- unsur ini yang
menjiwai dan menjadi pokok dari setiap kebudayaan. Unsur- unsur kebudayaan itu dapat disistematisasikan menurut beberapa prinsip
pembagian. Koentjaraningrat 2009: 165 mengemukakan pembagian unsur-
unsur kebudayaan ditemukan pada semua bangsa di dunia berjumlah tujuh buah, yang dapat disebut sebagai pokok dari setiap kebudayaan,
yaitu: a bahasa, yaitu sistem perlambangan manusia yang lisan maupun tertulis untuk berkomunikasi satu dengan yang lain. Bahasa yang
digunakan oleh suku bangsa yang bersangkutan memiliki variasi-variasi dari bahasa itu sendiri, b sistem pengetahuan, yaitu pemahaman suatu
suku bangsa tentang suatu hal. Setiap bangsa di dunia biasanya mempunyai pengetahuan tentang alam sekitar, flora, fauna, zat-zat atau
benda di lingkungannya, tubuh manusia, sifat dan tingkah laku manusia, serta ruang dan waktu, c sistem kekerabatan dan Organisasi sosial,
yaitu adat istiadat dan aturan mengenai berbagai macam kesatuan di dalam lingkungan tempat suatu bangsa hidup dan bergaul di kehidupan
sehari-hari, d sistem peralatan hidup dan teknologi, yaitu cara-cara memproduksi, memakai, dan memelihara segala peralatan hidup dari
31
suatu suku bangsa. Yang dimaksud sistem peralatan hidup ini seperti bentuk serta cara membuat pakaian, bentuk rumah, bentuk serta
pemakaian senjata, bentuk serta cara membuat dan mempergunakan alat transportasi dan sebagainya, e sistem mata pencaharian hidup, yaitu
sistem produksi
lokal termasuk
sumber daya
alam hingga
pengembangannya. Sistem mata pencaharian dalam hal ini terbatas pada sistem- sistem yang bersifat tradisional terutama untuk lebih
memperhatikan kebudayaan suatu bangsa secara holistik, f sistem religi, yaitu menyangkut hal-hal yang dipercaya dan dijadikan pedoman
hidup suatu suku bangsa, g kesenian, yaitu segala ekspresi hasrat manusia akan keindahan dalam suatu kebudayaan bangsa. Benda-benda
hasil kesenian budaya dapat berwujud gagasan, ciptaan pikiran, cerita, dan syair yang indah. Selain itu kesenian juga berupa benda-benda indah
seperti candi, kain tenun dan sebagainya. Munandar Soelaeman 2001: 32 mengemukakan bahwa unsur-
unsur nilai budaya Jawa yaitu ide dan gagasan manusia yang hidup bersama dalam suatu masyarakat dan menciptakan materi kebudayaan
dalam unsur budaya universal. Unsur nilai budaya dibagi menjadi: a agama meliputi adanya umat beragama, sistem keyakinan, sistem
peribadatan, sistem peralatan ritus dan emosi keagamaan, b ilmu pengetahuan meliputi sistem pengetahuan yang utuh menanggapi
keberadaan alam nyata dan nirwana, kondisi ini menyambung kepada pemahaman tentang kehidupan dan kematian, perbuatan dan keadilan,
32
kefanaan dan keabadian, c teknologi meliputi setiap warga negara pendukung suatu kebudayaan memiliki kemampuan dalam melaksanakan
kegiatan bersama dan menciptakan peralatan hidup yang difungsikan untuk memenuhi kebutuhan pada unsur budaya lainnya, d ekonomi
meliputi setiap kehidupan masyarakat dengan proses jual beli, e organisasi sosial meliputi perkumpulan jaringan dalam tali perkawinan,
wilayah masyarakat, etnis, profesi, dan politik, f bahasa dan komunikasi meliputi setiap masyarakat dalam kebudayaan memiliki simbol-simbol
bunyi dan intonasi serta isyarat yang digunakan untuk menyampaikan suatu maksud untuk dipahami atau dilaksanakan, g serta kesenian yang
meliputi ungkapan seni berupa simbol pernyataan rasa suka atau duka. Baik untuk umum atau diri sendiri, dalam bentuk ukiran, gambar, tulisan,
gerak tari dan nyanyian. Unsur-unsur budaya Jawa sangat menonjol dan mencirikhaskan
budaya Jawa. Di dalam pergaulan aktifitas sosialnya masyarakat Jawa sehari- hari menggunakan bahasa Jawa. Pada waktu pengucapan dan
penggunaan bahasa Jawa seseorang harus memperhatikan dan membedakan keadaan lawan bicara atau yang sedang dibicarakan
berdasarkan usia maupun status sosialnya. Pada dasarnya ada dua macam bahasa Jawa apabila ditinjau dari tingkatanya, yaitu: a. Bahasa Jawa
Ngoko, dipakai untuk orang yang sudah dikenal akrab dan terhadap orang yang lebih muda usianya serta lebih rendah derajat atau status sosialnya.
Lebih khusus lagi adalah bahasa Jawa Ngoko Lugu dan Ngoko Andap, b.
33
Bahasa Jawa Krama, dipergunakan untuk bicara dengan orang yang belum dikenal akrab dan juga orang yang lebih tinggi umur serta status
sosialnya Koentjaraningrat, 1999: 320. Kedua macam derajat bahasa ini kemudian ada variasi dan
kombinasi antara kata-kata dari bahasa Jawa ngoko dan bahasa Jawa krama yang pemakaiannya disesuaikan dengan keadaan perbedaan usia,
serta derajat sosial. Misalnya bahasa Jawa Madya yang terdiri dari tiga macam bahasa Madya Ngoko, Madyaantara, Madya Krama. Selain itu
juga ada bahasa Krama Inggil, bahasa Kedaton, bahasa Krama Desa, dan bahasa Jawa Kasar yang digunakan pada saat- saat dan lingkungan sosial
tertentu Koentjaraningrat, 1999: 329. Perbedaan penggunaan bahasa yang disebabkan oleh perbedaan
tingkatan, masyarakat Jawa juga memiliki keberagaman pada logat dan karakter bahasa berdasarkan geografi. Sesuai pada keadaan geografis
pulau Jawa, maka dapat dibedakan beberapa subdaerah linguistik yang masing-masing mengembangkan logat bahasa Jawa. Beberapa daerah
yang berada disekitar peradaban suka Jawa juga mempengaruhi logat Bahasa Jawa yang beragam. Koentjaraningrat, 1984: 23
Masyarakat Jawa juga mengenal tulisan asli yang merupakan identitas mereka yaitu tulisan Jawa. Tulisan Jawa berasal dari suatu
bentuk tulisan Sansekerta Dewanagari dari India Selatan yang biasa disebut dengan tulisan Palawa, tetapi dalam waktu berabad-abad tulisan
itu mengalami perubahan hingga menjadi Aksara Jawa yang sering
34
digunakan pada kesusastraan Jawa. Namun sekarang dalam kehidupan sehari-hari orang Jawa menggunakan huruf latin tidak menggunakan
tulisan Jawa Koentjaraningrat, 1984: 21. Sistem teknologi masyarakat Jawa dipengaruhi oleh mata
pencahariannya. Mata pencaharian masyarakat Jawa berasal dari pekerjaan-pekerjaan kepegawaian, pertukangan dan perdagangan, tapi
yang menjadi mayoritas mata pencaharian masyarakat Jawa di desa adalah bertani. Mata pencaharian masyarakat Jawa sangat berpengaruh
terhadap kebudayaanya. Masyarakat Jawa masa kini sudah lebih modern dalam hal teknologi dan mata pencahariannya juga lebih beragam.
Kodiran Koentjaraningrat, 1999: 344, menjabarkan masyarakat Jawa membedakan kelompok masyarakat menjadi priyayi dan bendara
yang terdiri dari pegawai negeri, kaum terpelajar, keluarga kraton dan keturunan bangsawan yang hidup di kota dengan wong cilik seperti
petani-petani, tukang-tukang, pekerja kasar dan lain sebagaiya. Berdasarkan gengsi kelompok priyayi dan bendara merupakan lapisan
paling atas, sedangkan wong cilik berada di lapisan paling bawah. Meskipun saat ini perbedaan antara kedua kelompok masyarakat di atas
tidak terlalu mencolok dan terlihat, namun hal itu mempengaruhi proses pembentukan kebudayaan masyarakat Jawa. Misalnya pada kelompok
masyarakat wong cilik dalam bertani muncul budaya- budaya menanam atau teknologi menanam mulai dari cara membajak luku, persemaian
benih pawinih, pemindahan tunas nguritindaut, hingga menuai padi.
35
Masyarakat Jawa juga sering membuat suatu pertunjukkan seni budaya sebagai wujud syukur kepada sang pencipta atas hasil panennya.
Mereka juga memiliki cara sendiri dalam berekreasi dan berkesenian. Sedangkan pada kelompok masyarakat priyayi dan bendara, budaya
timbul kehidupan sehari- hari mereka dalam hal busana, cara bergaul, dan lain sebagainya. Biasanya kebudayaan Jawa yang hidup di kota- kota
Yogyakarta dan Surakarta Solo merupakan peradaban orang Jawa yang berakar di Kraton.
Pola rekreasi dan kesenian terdapat keberagaman yang dimiliki oleh budaya Jawa. Masyarakat Jawa sejak dulu memiliki kesenian
sendiri-sendiri di berbagai lapisan masyarakat. Koentjaraningrat 1984: 212 menjelaskan kesenian yang biasanya selalu ada di masyarakat desa
adalah penari wanita ledhek, tarian tayuban, dan pertunjukkan wayang kulit. Kesenian-kesenian itu yang dikembangkan bervariasi pada setiap
daerah. Tak jarang pelaku seni desa yang tersohor dan berbakat diminta untuk mengadakan pertunjukkan di kota. Tarian-tarian rakyat Jawa sejak
dulu merupakan sumber ilham kesenian istana atau kraton. Sehingga kesenian masyarakat kota berpengaruh terhadap kesenian masyarakat
kota di kebudayaan Jawa. Dibandingkan dengan masyarakat desa, kelompok priyayi lebih sering mengadakan acara yang mempertunjukkan
kesenian dan budaya Jawa seperti pada upacara khitanan, perkawinan dan kelahiran. Kemudian ditegaskan kembali oleh Koentaraningrat
1984: 286 bahwa bentuk kesenian Jawa yang begitu digemari priyayi
36
Jawa, yaitu seni drama wayang kulit maupun wayang orang, seni suara gamelan yang erat kaitannya dengan tarian-tarian Jawa istana. Tarian-
tarian Jawa yang ada di istana atau kraton sangat banyak dan beragam serta terus berkembang hingga saat ini. Tarian-tarian di istana dan kraton
adalah tarian yang sakral dan penuh dengan arti kehidupan, bahkan sudah menjadi tradisi yang turun temurun.
Sistem sosialisasi masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi kesopanan
dan kesantunan.
Adat istiadat
masyarakat Jawa
mengedepankan sopan santun untuk menghargai orang lain. Tingkah laku inilah yang menjadi karakteristik masyarakat Jawa. Budaya sopan selalu
diajarkan secara turun menurun oleh masyarakat Jawa melalui segala aspek komunikasi yang mempertimbangkan lawan bicara atau dengan
siapa mereka bicara. Pada dasarnya tingkah laku dan adat sopan santun orang Jawa memang sangat berorientasi secara kolateral. Masyarakat
Jawa menjunjung tinggi sikap tenggang rasa tepa selira antar sesama Koentjaraningrat, 1984: 440.
Koentjaraningrat Munandar Soelaeman, 2001: 42 menjelaskan bahwa nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan
manusia. Sistem nilai budaya dalam masyarakat menyangkut masalah- masalah pokok bagi kehidupan manusia.
Orientasi nilai budaya bisa merupakan nilai, konsep, dan kebiasaan. Dapat berupa perilaku langsung apabila menghadapi
permasalahan maupun berupa karakter. Masyarakat Jawa memiliki
37
budaya yang sangat beragam dan penuh makna budi pekerti. Budaya ini lah yang menjadikan identitas masyarakat Jawa sebagai masyarakat yang
berbudi pekerti luhur dan memiliki nilai budaya yang tinggi. Budaya yang berbudi pekerti luhur ini yang perlu dilestarikan keberadaannya di
masyarakat Jawa untuk mempertahankan kualitas hidup namun tetap berkembang mengikuti perkembangan zaman.
3. Hakikat Kearifan Lokal