Faktor Pendukung Faktor Penghambat

117 lainnya. Secara umum dapat disampaikan bahwa semua lagu dolanan anak banyak mengarah pada aspek falsafah hidup dan nilai moral yang dibangun dalam nilai-nilai masyarakat Jawa, yang pantas digunakan sebagai pembentuk karakter generasi muda penerus bangsa. f. Nilai Yang Terkandung Dalam Membatik Terkandung nilai kesabaran, nilai integritas, nilai kepedulian, dan nilai ketelitian bagi orang yang melakukannya. Karena untuk menghasilkan sebuah karya yang baik di perlukan kesabaran dan ketelitian. Pelestarian budaya batik melalui pendidikan merupakan salah satu cara dalam mengenalkan budaya Jawa serta anak didik dapat mengetahui nilai-nilai budaya yang diwariskan kepada mereka sebagai generasi bangsa.

5. Faktor Pendukung dan Penghambat Dalam Penanaman Nilai-Nilai

Budaya Jawa di Sekolah Berikut ini akan diuraikan faktor pendukung dan faktor penghambat dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di sekolah. Adapun uraiannya sebagai berikut:

a. Faktor Pendukung

Faktor pendukung dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di sekolah, merupakan suatu kekuatan dalam melaksanakan serangkaian kegiatan yang direncanakan. Dari hasil penelitian terdapat beberapa faktor pendukung terselenggaranya pendidikan berbasis budaya. Seperti yang telah disampaikan oleh Ibu kepala sekolah selaku penyelenggara program kegiatan pendidikan berbasis budaya: 118 “Respon dari siswa dan orangtua positif. Mereka senang karena ada program ini, orang tua dan masyarakat sekolah juga turut mendukung dan mampu bekerjasama dengan baik dalam penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya ini ”. Selain itu peneliti juga menemukan faktor pendukung lainnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh guru among yang menyatakan bahwa: “Pendidikan berbasis budaya ini sangat mendapat dukungan dari Dinas. Hal ini ditunjukkan dari sikap positif dinas yang senantiasa mengapresiasi pendidikan berbasis budaya ini dengan berbagai piagam dan menjadikan sekolah sebagai sekolah percontohan yang menerapkan pendidikan berbasis budaya ”. Senada dengan yang sudah di uraikan sebelumnya salah satu siswa menyatakan bahwa: “Faktor pendukungnya banyak kak, pemerintah, sekolah, guru, orangtua, karena menjadi penting untuk mempelajari budaya daerah sendiri”. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor pendukung pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai- nilai budaya Jawa di sekolah adalah pemerintah, sekolah, guru, orangtua, siswa dan seluruh masyarakat sekolah yang memberikan dukungan positif terhadap pelaksanaan pendidikan berbasis budaya ini.

b. Faktor Penghambat

Pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai- nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa memiliki faktor penghambat, seperti yang disampaikan oleh kepala sekolah yaitu: 119 “Selama ini masalah yang sering menjadi kendala sekolah yaitu kebiasaan keluarga siswa sendiri yang lebih sering menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari dari pada bahasa Jawa sehingga siswa kesulitan dalam berkomunikasi di sekolah. Selain itu, masalah lainnya adalah keterbatasan dana sekolah sehingga penyediaan sarana dan prasarana sekolah terbatas”. Hal serupa juga disampaikan oleh guru among dengan inisial “E”, beliau menyatakan bahwa: “Kendala yang pertama itu dari kebiasaan keluarga siswa sendiri, sebab untuk komunikasinya bahasa Indonesia yang dipakai, bukan bahasa Jawa. Kemudian juga semakin lunturnya budaya Jawa sendiri. Dari hal yang sepele aja, misalnya berjalan di depan orang yang lebih tua, kalau anak jaman dulu kan berjalan membungkuk sambil mengucapkan kata permisi itu tandanya hormat tapi kalau sekarang sudah jarang yang jalannya mengucapkan kata permisi sambil membungkuk. Guru among menambahkan bahwa: “Tapi sekarang sudah banyak siswa yang mulai membiasakan menyapa kepada yang lebih tua. Sebab di sekolah ini kan yang paling utama itu diterapkan sikap unggah ungguh atau sopan santun. Karena yang saya lihat dengan SD lain, senakal-nakalnya siswa sini itu masih bisa dikendalikan daripada siswa sekolah lain. Entah mungkin penerapan budaya nya berbeda atau proses pengajaran nya atau juga mungkin dari gurunya sendiri, anak- anak itu melihat dan menirukan. Jadi guru itu pengaruhnya paling besar disini ”. Beliau juga menjelaskan bahwa: “Hal yang paling utama diajarkan oleh sekolah yaitu tentang tata krama, sikap sopan santun, dan cara berperilaku. Diingat kan setiap hari, melalui nilai-nilai pembiasaan yang diterapkan di sekolah ini. Terus kendala yang lain lagi itu di pendanaan, karena yang namanya seni itu kan mahal. Mulai dari alat-alatnya bahkan para pelatihnya juga mahal. Tapi ya kita juga melakukan semampu kita, kadang kita bilang mohon maaf dananya cuma ada sedikit, tapi jika beliau sanggup ya tidak apa-apa. Tapi ya itu, yang namanya finansial juga ada pengaruhnya sama kualitas. Kadang kita dapatnya belum maksimal. Soalnya kalau untuk karawitan itu menggunakan guru dari luar sekolah, karena pelatih yang dari sini waktunya yang tidak memungkinkan karena beliau 120 juga mengajar sekolah lain, jadinya kita ambil pelatih dari luar. Kalau untuk tembang, gurunya juga dari sini, sama tari juga dari sini ”. Hal senada juga diungkapkan oleh guru pamong dengan inisial “D”, dalam wawancaranya beliau menyatakan bahwa: “Kendala utama lebih kepada pendanaan dan alat untuk pelaksanaan ekstrakurikuler karawitan. Selain itu, sekolah juga belum mempunyai sanksi tegas apabila ada siswa yang melanggar program tersebut, serta lemahnya pengawasan yang diberikan oleh aparat sekolah sehingga sekolah tidak dapat mengontrol satu persatu siswa pada saat program dilaksanakan”. Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor penghambat pelaksanaan pendidikan berbasis budaya dalam penanaman nilai-nilai budaya Jawa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa adalah kebiasaan sehari-hari siswa di rumah yang sering menggunakan bahasa Indonesia daripada bahasa jawa, sehingga siswa tidak terbiasa berbahasa jawa di lingkungan sekolah, keterbatasan dana sekolah sehingga penyediaan sarana dan prasarana sekolah terbatas, keterbatasan alat, kurangnya pelatih pada kegiatan ekstrakurikuler karawitan sehingga sekolah menggunakan pelatih dari luar dengan menggunakan pendanaan dari sekolah, sekolah belum memiliki sanksi yang tegas, kurangnya kontrol dan pengawasan pada saat program dilaksanakan.

6. Upaya Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pendidikan Berbasis