Keterpaduan Proses Perencanaan Antarsektor di Tingkat Daerah dan Antarlevel

BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 42 akhirnya RAN PPDT hanya berisi daftar usulan daerah, bukan merupakan satu kebijakan pengembangan kawasan yang khusus.

B. Keterpaduan Proses Perencanaan Antarsektor di Tingkat Daerah dan Antarlevel

Pemerintah KABUPATEN LANDAK Analisis Keterpaduan dan sinkronisasi proses perencanaan RAD PPDT Kabupaten Landak pada bagian ini akan dianalisa dalam tiga bagian, yaitu : 1 proses koordinasi antara Pemerintah Kabupaten dengan Pemerintah Pusat; 2 Proses koordinasi antara Pemerintah Kabupaten dengan Pemerintah provinsi, termasuk di dalamnya bagaimana koordinasi antar SKPD di tingkat provinsi dalam merencanakan RAD PPDT provinsii, serta 3 proses koordinasi antar SKPD di tingkat kabupaten. Proses Koordinasi dengan Pemerintah Pusat Keterpaduan dan sinkronisasi perencanaan antara Pemerintah Kabupaten dengan Pemerintah sangat penting dalam penyusunan RAD PPDT, agar dana Tugas Pembantuan, Dana Dekonsentrasi, dan dana instansi vertikal di daerah yang direncanakan bersumber dari Pemerintah dapat diimplementasikan secara tepat, baik tepat sasaran dari sisi target group maupun lokasinya, serta sesuai kebutuhan Pemda dan masyarakat setempat Untuk mewujudkan keterpaduan RAD PPDT Kabupaten dengan RAN PPDT dilaksanakan melalui penyerasian antar dokumen perencanaan serta melalui forum koordinasi di tingkat pusat. . Hubungan antara RAD PPDT Kabupaten dengan RAN PPDT diuraikan dalam Kaidah Pelaksanaan STRANAS PPDT sebagai berikut : “ Bupati Daerah Tertinggal berkewajiban untuk: b menjabarkan STRADA PPDT Kabupaten ke dalam Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal RAD PPDT Kabupaten dengan memperhatikan RAN PPDT dan RAD PPDT Provinsi setiap tahunnya, serta melaksanakan dan mengendalikannya” Di tingkat pusat, proses koordinasi dilakukan melalui forum Rakornas PPDT yang diikuti oleh seluruh KL, pemerintah provinsi, dan 199 kabupaten tertinggal seluruh Indonesia. Forum Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dilaksanakan oleh KPDT untuk melakukan penyerasian antara RAD PPDT Kabupaten, RAD PPDT Provinsi, dan RAN. Segera setelah dokumen RAD PPDT Kabupaten disusun oleh Bappeda dengan melibatkan seluruh SKPD terkait, RAD tersebut disampaikan secara langsung kepada KPDT untuk selanjutnya dikoordinasikan di level pusat melalui forum RAKORNAS‐PPDT. Penyelenggaraan Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal RAKORNAS‐PPDT Tahun 2007 dilakukan pada tanggal 14‐16 April 2007 di Jakarta. Pada forum tersebut, bersama‐sama dengan kabupaten tertinggal lainnya, BAPPEDA Kabupaten Landak menyampaikan usulan‐usulan di dalam RAD PPDT kepada KL terkait agar dapat diakomodasi dalam Rencana Aksi Sektoral Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal RAS‐PPDT Kementerian Lembaga Tahun 2008. Namun demikian sesuai dengan analisis sebelumnya yang telah dilakukan mengenai proses perencanaan di tingkat pusat, sebagian KL menilai Forum Rakornas tersebut kurang efektif untuk menampung usulan‐usulan Kabupaten. Kekurangefektifan forum Rakornas tersebut sesungguhnya bukan disebabkan oleh mekanisme pelaksanaan forum tersebut, namun disebabkan oleh hal yang lebih mendasar lagi, yaitu terkait dengan adanya kesalahkaprahan dalam penyusunan RAD PPDT Kabupaten. BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 43 Sesuai dengan salah satu kaidah penyusunan RAD PPDT Kabupaten dalam dokumen STRANAS PPDT, penyusunan program dan kegiatan dalam RAD PPDT Kabupaten harus memperhatikan program dan kegiatan dalam RAN PPDT. Dalam implementasinya, keterpaduan substansi ini dilakukan secara kurang tepat, yaitu dengan menyesuaikan program dan kegiatan dalam RAD PPDT dengan indikasi program dan kegiatan yang telah direncanakan oleh KL dalam RAN PPDT. Proses tersebut berjalan dengan proses yang bersifat top‐down, dilatarbelakangi oleh motivasi untuk memperoleh pendanaan dari Pemerintah Pusat. Proses perencanaan yang bersifat top down tersebut diungkapkan oleh Bapak BD, Pejabat Bappeda Kabupaten Landak sebagai berikut : “ Judul‐judul program dan kegiatan dalam RAD PPDT ini bersumber dari STRANAS PDT. Kita hanya mengambil nama program dan kegiatan dari dokumen STRANAS itu lalu kita sesuaikan dengan kondisi usulan kegiatan daerah”. Proses penyusunan RAD PPDT Kabupaten dengan pola tersebut dirasakan Pemerintah Kabupaten sangat kaku. Jika Pemerintah Kabupaten mengajukan usulan program dan kegiatan diluar “daftar menu” yang tertuang dalam RAN PPDT , maka usulan‐usulan tersebut tidak akan diakomodasi oleh KL. Hal ini disebabkan, “Daftar menu” berupa indikasi program dan kegiatan KL dalam RAN PPDT sesungguhnya merupakan hasil dari proses perencanaan yang dilakukan secara bottom‐up oleh masing ‐masing sektor dari level Kabupaten hingga ke level Nasional. Atau dengan kata lain, merupakan kesia‐siaan mengajukan usulan kepada kepada Pemerintah melalui RAD PPDT jika kegiatan tersebut tidak diproses melalui mekanisme perencanaan sektoral. Di sisi lain, pemerintah Kabupaten Landak sesungguhnya telah memiliki rencana program dan kegiatan jangka menengah yang tertuang dalam STRADA, namun diluar indikasi program dan kegiatan yang direncanakan dalam RAN. Kekakuan ini menyebabkan rencana dan kegiatan tersebut tidak kompatible dengan RAN. Kondisi ini diungkapkan oleh Bapak BD, Pejabat Bappeda Kabupaten Landak : “ Pola Penyusunan RAD PPDT memang agak kaku, format penyusunan RAD PPDT dipaksakan harus sesuai dengan RAN PPDT. Pemerintah daerah membuat macam‐ macam usulan pun tidak diterima oleh mereka karena tidak sesuai dengan indikasi program dan kegiatan dalam RAN PPDT. Jadi, Dokumen RAD seperti ini jadinya, banyak kegiatan yang kosong‐kosong anggarannya. Kami menyarankan agar penyusunan RAD dapat disesuaikan dengan kondisi daerah. Dengan pola perencanaan seperti diuraikan diatas, terlihat jelas bahwa proses perencanaan sektoral ‐lah, yang sesungguhnya memegang peranan penting agar usulan daerah dapat diakomodasi dalam Renja KL. Usulan‐usulan yang diajukan melalui RAD PPDT tidak serta merta dapat disetujui KL jika tidak melalui koordinasi perencanaan antara SKPD kabupaten, SKPD Provinsi, dan KL. Dengan demikian, dokumen RAD sesungguhnya kurang efektif jika diposisikan sebagai instrumen pengusulan anggaran kepada Pemerintah, seperti yang dipahami oleh Pemerintah Kabupaten. Dokumen ini lebih bersifat menginformasikan kebutuhan‐kebutuhan pembangunan daerah tertinggal beserta lokasinya kepada KL terkait yang bisa ditindaklanjuti namun bisa juga tidak. Hal ini berimplikasi pada ketidakefektifan forum Rapat Koordinasi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal RAKORNAS‐PPDT untuk membahas usulan‐usulan daerah melalui RAD. Forum ini hanya efektif untuk menjembatani dan memperlancar komunikasi antara KL dengan pemerintah daerah agar kebutuhan‐kebutuhan daerah yang telah diusulkan melalui proses perencanaan sektoral secara vertikal dapat dipenuhi oleh KL terkait. Tidak heran, dengan proses ini Pemerintah Daerah sejak awal bersikap skeptis, karena banyak usulan‐usulannya yang sulit dipenuhi oleh Pemerintah Pusat, seperti diungkapkan oleh Bapak BD, Pejabat Bappeda Kabupaten Landak BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 44 ” Kita selalu ikut rapat koordinasi di KPDT Rakornas. Semua instansi pusat hadir. Bagus sih, cuma agak berkceil hati kadang‐kadang kita kurang dapat dana. Ya biasa lah saya kira” Proses Koordinasi dengan Provinsi Penyusunan RAD PPDT Kabupaten perlu memperhatikan RAD PPDT provinsi sehingga terjadi keserasian antara program dan kegiatan, khususnya kegiatan‐kegiatan pada RAD PPDT Kabupaten yang direncanakan dibiayai dari Dana Dekonsentrasi atau APBD Provinsi. Keserasian ini penting agar kegiatan ‐kegiatan yang akan disalurkan Pemerintah Provinsi kepada Pemda melalui Dana Dekonsentrasi dan APBD provinsi tidak tumpang tindih dengan rencana daerah dan sesuai dengan kebutuhan daerah. Proses sinkronisasi dan koordinasi dengan provinsi dalam perencanaan dokumen RAD PPDT Kabupaten Landak 2008 dilakukan melalui melalui penyerasian antar dokumen perencanaan serta melalui forum koordinasi di tingkat provinsi. Proses koordinasi antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten tersebut dilaksanakan melalui forum pertemuan penyempurnaan Rencana Aksi Daerah RAD Provinsi dan Kabupaten Se‐Kalimantan Barat Tahun 2008, yang diikuti oleh Kepala Bappeda KabupatenKota Se Kalimantan Barat. Forum ini merupakan tindak lanjut Rapat Kerja Nasional RAKORNAS yang diikuti oleh seluruh Bappeda tingkat Provinsi dan Kabupaten Daerah tertinggal Seluruh Indonesia yang dilaksanakan oleh Kementerian Daerah Tertinggal di Jakarta. Agenda dari forum ini salah satunya adalah presentasi usulan daerah untuk diakomodasi dalam RAD PPDT Provinsi. Mekanisme ini bertujuan untuk melaksanakan salah satu Kaidah Pelaksanaan STRANAS PPDT, dimana Hubungan antara RAD PPDT Kabupaten dengan RAD dijelaskan sebagai berikut : “ Bupati Daerah Tertinggal berkewajiban untuk: b menjabarkan STRADA PPDT Kabupaten ke dalam Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal RAD PPDT Kabupaten dengan memperhatikan RAN PPDT dan RAD PPDT Provinsi setiap tahunnya, serta melaksanakan dan mengendalikannya” Sejauh mana penyusunan RAD PPDT Kabupaten memperhatikan RAD PPDT Provinsi dapat dilihat dari keserasian program dan kegiatan yang direncanakan. Analisis Keserasian substansi RAD PPDT Kabupaten Landak dengan RAD PPDT Provinsi dibawah ini dilakukan dengan menyandingkan kegiatan ‐kegiatan pokok pada RAD PPDT Kabupaten Landak tahun 2008 dengan kegiatan pokok pada RAD Provinsi Tahun 2008. Hasil Analisa diperlihatkan pada Tabel x.x.: Tabel 5.19 Analisis Keserasian RAD PPDT Kabupaten Landak dengan RAD PPDT Provinsi Kalimantan Barat RAD PPDT KABUPATEN RAD PPDT PROVINSI ANALISA PROGRAM PPDT PROGRAM KEGIATAN POKOK PROGRAM PPDT PROGRAM KEGIATAN POKOK Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan Perekonomian Lokal Penanaman dan Pengembangan Komoditi Perkebunan: 1. Sawit 2. Karet 3. Kakao 4. Lada 5. Kopi Pengembangan Ekonomi Lokal Program Pengembangan Agribisnis Revitalisasi perbenihan dalam rangka penyediaan bibitbenih perkebunan bersertifikat Ketidakserasi an Nama Program Pengembangan Agribisnis Pemberian modal kredit dengan bunga ringan kepada UKM, kelompok pengerajin, petani, dsb Pengembangan Ekonomi Lokal Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha bagi UKMK Kegiatan pembiayaan UKMK Ketidakserasi an Nama Program BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 45 RAD PPDT KABUPATEN RAD PPDT PROVINSI ANALISA PROGRAM PPDT PROGRAM KEGIATAN POKOK PROGRAM PPDT PROGRAM KEGIATAN POKOK Pembentukan dan penguatan koperasi simpan pinjam dan usaha simpan pinjam Pengembangan Ekonomi Lokal Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha bagi UKMK Pemberdayaan Koperasi dan UKM Ketidakserasi an Nama Program Pengembangan Sumberdaya Perikanan Pelatihan mengenai budidaya ikan air tawar dan magang mengawinkan ikan Pengembangan Ekonomi Lokal Pengembangan Sumberdaya Perikanan Pengembangan kawasan budidaya air tawar Serasi Program Peningkatan Ketahanan Pangan Peningkatan sarana pengolahan hasil hortikultrura Pengembangan Ekonomi Lokal Program Peningkatan Ketahanan Pangan Pengembangan Sarana Pertanian Serasi Program Peningkatan Ketahanan Pangan Alat dan Mesin Peningkatan sarana pengolah pertanian alat dan mesin pertanian Pengembangan Ekonomi Lokal Program Peningkatan Ketahanan Pangan Pengembangan Sarana Pertanian Serasi Program Peningkatan Ketahanan Pangan Penyuluh Pertanian Peningkatan sarana dan prasarana penyuluh pertanian ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembila Tahun Penyusunan satuan pelajaran ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Ulangan Umum dan Ujian akhir ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Lomba mata pelajaran ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Lomba mata pelajaran dan bakat SLTP dan SLTA ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Rehabilitasi gedung SD Pemberdayaan Masyarakat Program Wajar Dikdas Sembilan Tahun Rehabilitasi ruang kelas SD Serasi Pembangunan USB dan RKB SMP SMA ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Pembinaan kelompok belajar Pendidikan keaksaraan ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Program Upaya Kesehatan Masyarakat Peningkatan Pelayanan Kesehatan pada daerah terpencilsangat terpencil Pemberdayaan Masyarakat Program Upaya Kesehatan Masyarakat Pelayanan kesehatan penduduk miskin Serasi Peningkatan pelayanan kesehatan dasar dan kebidanan Pemberdayaan Masyarakat Program Upaya Kesehatan MasyaraKAT Perlindungan kehamilan bagi keluarga miskin dan rentan Ketidakserasi an Kegiatan Program Sumberdaya Kesehatan Pemerataan dokter PTT di Puskesmas maupun Pustu ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Pemerataan penempatan Perawat dan Bidan ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Promosi Kesehatan Pembinaan Posyandu Usila Usia Lanjut ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Pembinaan Dukun Beranak ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Peningkatan Kesehatan Jiwa ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Pelatihan Manajemen ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 46 RAD PPDT KABUPATEN RAD PPDT PROVINSI ANALISA PROGRAM PPDT PROGRAM KEGIATAN POKOK PROGRAM PPDT PROGRAM KEGIATAN POKOK Terpadu Balita Sakit MTBS Pelatihan Dokter Kecil PMT penyuluhan anak sekolah ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Pelatihan Pemasangan IUD ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Pelatihan Pemasangan Implant ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Penyuluhan dan pelayanan terpadu antara BKKBN dengan Dinas Kesehatan Pemberdayaan Masyarakat Program Upaya Kesehatan Masyarakat Penyuluhan dan penyebaran informasi Keluarga Berencana Perbaikan gizi masyarakat Upaya perbaikan gizi buruk Pemberdayaan Masyarakat Program Upaya Kesehatan Masyarakat Pemberdayaan Masyarakat untuk Pencapaian Keluarga Sadar Gizi Ketidakserasi an Program Program Peningkatan Pembangunan Jalan dan Jembatan • Peningkatan Jalan Propinsi Peningkatan Jalan Sidas ‐ Sp. Tiga • Peningkatan Jalan Ngabang – Serimbu • Peningkatan Jalan Anjungan ‐ Karangan • Peningkatan Jalan Karangan ‐ Simpang • Tiga ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Program Pengembangan Agribisnis Penyelesaian Bendungan Irigasi Sungai Sengah Keterisolasian wilayah Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan Rehabpemeliharaan jaringan irigasi dan sawah Ketidakserasi an Program Prioritas PPDT dan Nama Program Pengembangan Wilayah Tertinggal Sosialisasi kepada Kelompok Masyarakat dan Lembaga Adat ‐ ‐ ‐ Ketidakserasi an Kegiatan Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Peningkatan Ketahanan Pangan Pelacakan kasus lumpuh layu AVP Pengembangan Ekonomi Lokal Program Peningkatan Ketahanan Pangan Pengendalian Hama Tanaman Ketidakserasi an Program Prioritas PPDT Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat Perdesaan Penyaluran Saprodi Padi Pengembangan Ekonomi Lokal Program Peningkatan Ketahanan Pangan Pengembangan Sarana Pertanian Ketidakserasi an Program Prioritas PPDT Penyaluran Saprodi Jagung Pengembangan Ekonomi Lokal Program Peningkatan Ketahanan Pangan Pengembangan Sarana Pertanian Ketidakserasi an Program Prioritas PPDT Penyaluran Saprodi Kacang Tanah Pengembangan Ekonomi Lokal Program Peningkatan Ketahanan Pangan Pengembangan Sarana Pertanian Ketidakserasi an Program Prioritas PPDT Penyaluran Saprodi Buah ‐ buahan Pengembangan Ekonomi Lokal Program Peningkatan Ketahanan Pangan Pengembangan Sarana Pertanian Ketidakserasi an Program Prioritas PPDT Berdasarkan tabel diatas, substansi RAD PPDT Kabupaten dengan RAD PPDT Provinsi ternyata mengalami ketidakserasian setidaknya dalam tiga hal , antara lain : 1. Ketidakserasian Program Prioritas PPDT. Terdapat kegiatan‐kegiatan pada RAD PPDT Kabupaten yang diakomodasi dalam RAD PPDT Provinsi, namun berbeda nama Program Prioritas PPDTnya. Sebagai contoh, Kegiatan pelacakan kasus lumpuh layu AVP pada RAD PPDT Kabupaten BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 47 terdapat dalam Program Prioritas Peningkatan Kapasitas Kelembagaan, namun pada RAD PPDT Provinsi terdapat pada Program Peningkatan Ketahanan Pangan. 2. Ketidakserasian Nama Program. Terdapat kegiatan‐kegiatan pada RAD PPDT Kabupaten yang diakomodasi dalam RAD PPDT Provinsi, namun berbeda nama rumah Programnya. Sebagai contoh, Kegiatan pemberian modal kredit dengan bunga ringan kepada UKM, kelompok pengerajin, petani, dsb pada RAD PPDT Kabupaten terdapat dalam Program Pengembangan Agribisnis, namun pada RAD PPDT Provinsi termasuk dalam Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha bagi UKMK. 3. Ketidakserasian Kegiatan. Terdapat kegiatan‐kegiatan pada RAD PPDT Kabupaten yang tidak terdapat pada RAD PPDT Provinsi, Terjadinya ketidakserasian ini mengindikasikan bahwa penyusunan RAD PPDT Provinsi Kabupaten dengan RAD PPDT Provinsi kurang terkoordinasi dengan baik. Hal ini berpotensi menimbulkan masalah berupa tidak tersalurkannya dana‐dana dekonsentrasi dan APBD Provinsi sesuai dengan kebutuhan Kabupaten. Bapak J, Pejabat Bappeda Provinsi Kalimantan Barat menjelaskan proses perumusan RAD PPDT Provinsi sebagai berikut : ”Penyusunan RAD Provinsi dilakukan pertama‐tama dengan menerima Stranas PDT dan Rancangan RAN PDT 2008 dari KPDT. STRANAS dan RAN PPDT tersebut kemudian kami sampaikan ke masing‐masing SKPD; Selanjutnya disusun program‐ program apa yang dibutuhkan dan masuk prioritas apa dalam RAN. Dalam menyusun usulan RAD PPDT Provinsi, SKPD Provinsi tidak hanya mengacu kepada rancangan RAN tapi juga mengacu kepada Renja SKPD masing‐masing. Usulan masing ‐masing SKPD tersebut kemudian kami kompilasi kedalam RAD Provinsi ini. Selanjutnya RAD provinsi disinkronisasi dengan RAD PPDT kabupaten”. Berdasarkan pernyataan diatas, dalam kaitannya dengan koordinasi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi telah melaksanakan kaidah STRANAS PDT dengan benar dalam merencanakan RAD PPDT Provinsi, yaitu dengan memperhatikan program dan kegiatan dalam RAN PPDT. Proses ini diawali dengan sosialisasi draft RAN PPDT oleh KPDT kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten yang berisi indikasi program dan kegiatan KL yang akan dilaksanakan di Kalimantan Barat. Dengan adanya rancangan RAN, masing‐masing SKPD Provinsi dapat mengetahui “ancar‐ancar” kegiatan dan alokasi anggaran pusat di daerah. Dengan adanya informasi awal tersebut, SKPD dapat merencanakan kegiatan‐kegiatan di dalam Renja SKPD masing‐masing untuk mendukung kegiatan pusat. Usulan‐usulan kegiatan dari setiap SKPD, tersebut bersumber Rancangan Renja SKPD dan dikompilasi menjadi RAD PPDT Provinsi. Proses perencanaan dan koordinasi penyusunan RAD PPDT di Provinsi Kalimantan Barat ini dilaksanakan melalui Tim Koordinasi Penyusunan RAD PPDT Provinsi Kalimantan Barat yang dipayungi oleh Keputusan Gubernur Kalimantan Barat nomor 453 Tahun 2007. Namun demikian, dalam hal proses sinkronisasi antara RAD PPDT Provinsi dengan RAD PPDT Kabupaten ternyata terjadi sedikit penyimpangan, dimana seharusnya Pemerintah Kabupaten memperhatikan RAD PPDT Provinsi dalam menyusun RAD PPDT Kabupaten. Hal ini diungkapkan oleh Bapak J, Pejabat Bappeda Provinsi Kalimantan Barat sebagai berikut : “Dalam menyusun RAD PPDT Provinsi kami mengambil juga kegiatan‐kegiatan dalam RAD PPDT Kabupaten yang diusulkan didanai oleh Provinsi. Tapi ada masalah juga, karena tidak semua kabupaten menyusun RAD. Kalaupun menyusun, RAD PPDT beberapa kabupaten langsung disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten ke KPDT.” BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 48 Berdasarkan pernyataan diataas, beberapa pemerintah Kabupaten di Kalimantan Barat ternyata langsung berkoordinasi dengan KPDT dalam menyusun RAD PPDT tanpa berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi.. Selain itu proses koordinasi antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabuaten berlangsung kurang intensif, sehingga sinkronisasi dan keterpaduan dokumen RAD antara keduanya kurang optimal. Hal ini dinyatakan oleh Bapak BD, pejabat Bappeda Kabupaten Landak sebagai berikut : ”Rakor di tingkat Provinsi hanya sekali, menurut saya kurang efektif. Pemerintah Provinsi hanya mengkompilasi usulan‐usulan daerah. Masing‐masing daerah presentasi usulan RAD PPDT. Setelah itu seingat saya tidak pernah lagi koordinasi” Proses Koordinasi antar SKPD di tingkat Kabupaten Disamping keterpaduan yang bersifat vertikal antar tingkatan pemerintahan, proses koordinasi dan sinkronisasi perencanaan secara horizontal antar SKPD di level Kabupaten sangat urgen untuk memastikan seluruh kegiatan‐kegiatan SPKD terkait terarah sesuai dengan sasaran dan strategi pengentasan daerah tertinggal seperti yang telah dituangkan di dalam STRADA PPDT Kabupaten. Proses penyusunan RAD PPDT tidak dapat dilepaskan dari dokumen STRADA PDT Labupaten Landak 2007 ‐2009 yang telah disusun oleh Tim Koordinasi Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal RAD PPDT pada tahun 2007. Tim ini dikoordinasikan oleh Bappeda dan beranggotakan seluruh SKPD terkait. STRADA 2007‐2009 tersebut kemudian dijabarkan ke dalam RAD 2008 yang kemudian ditetapkan melalui Peraturan Bupati Landak tentang Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal RAD PPDT Kabupaten Landak 2008. Bapak BD, pejabat Bappeda Kabupaten Landak menyatakan hal ini sebagai berikut : ”Penyusunan RAD PPDT 2008 ini dimulai dengan adanya STRADA PDT. Dalam penyusunan STRADA, juga difokuskan pada penyusunan rencana program dan kegiatan untuk tahun 2007, 2008, 2009, yang operasionalnya melalui penyusunan Rencana Aksi Daerah Tertinggal PDT. Penyusunan STRADA PDT melibatkan SKPD yang berkaitan dengan pembangunan daerah tertinggal. Dokumen ini diharapkan dijadikan sebagai acuan dalam upaya pengurangan daerah tertinggal di Kabupaten Landak. Dalam penyusunan RAD PPDT di tingkat kabupaten, kita melakukan rapat koordinasi dengan SKPD terkait” Adapun dokumen Rencana Aksi Sektoral RAS SKPD ‐ dokumen yang seharusnya berfungsi untuk menjabarkan Renstra SKPD 2006‐2011 ke dalam kegiatan‐kegiatan khusus bagi penanganan daerah tertinggal setiap tahun dan menjadi input bagi penyusunan RAD 2008 dan Renja SKPD 2008 ‐ ternyata tidak disusun secara formal. Penyusunan RAD 2008 oleh Bappeda hanya dilakukan dengan mengambil informasi tahunan dari dokumen STRADA PPDT 2007‐2009 yang telah disusun pada tahun 2007 direvisi formatnya ke dalam STRADA PPDT 2008‐2009. Oleh karena Penyusunan STRADA PPDT 2007‐2009 pada waktu itu dilakukan dengan menghimpun berbagai rencana kegiatan dari dokumen Renstra SKPD 2006‐2011 yang relevan untuk pembangunan daerah tertinggal, maka RAD PPDT 2008 dapat dipastikan juga berisi kegiatan‐kegiatan Renstra SKPD 2006‐2011 yang sudah dipilih untuk masuk ke dalam dokumen STRADA PPDT 2007‐2009. Secara skematis, proses penyusunan RAD PPDT diperlihatkan pada skema berikut : Gambar 5.10 Proses Perencanaan PPDT di Kabupaten Landak BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 49 Sumber : hasil analisis, 2009 Penyusunan kegiatan‐kegiatan dalam RAD PPDT 2008 yang semata‐mata hanya bersumber dari dokumen STRADA PPDT 2007‐2009 dan tidak bersumber dari RAS SKPD, menyebabkan partisipasi SKPD dalam penyusunan dan pelaksanaan RAD PPDT 2008 menjadi rendah. SKPD memang mengetahui dan terlibat dalam penyusunan dokumen STRADA 2007‐2009, tapi kurang memahami posisi RAD PPDT 2008 dalam konteks perencanaan. Selain itu, tidak disusunnya RAS SKPD menyebabkan tidak terinformasikannya berbagai perubahan kebijakan yang terjadi di setiap SKPD dalam proses penyusunan dokumen RAD PPDT 2008. Sebagai contoh adalah perubahan kebijakan pemerataan dokter, dimana di dalam RAD PPDT 2008, kebijakan ini dilaksanakan dalam kegiatan “Pemerataan Dokter PTT di Puskesmas dan Pustu”. Namun demikian kebijakan Dinas Kesehatan saat ini adalah hanya menempatkan dokter di Puskesmas, tidak di Pustu, karena dokter‐dokter di Puskesmas masih sangat kurang. Perubahan kebijakan ini tidak terinformasikan dalam proses penyusunan RAD PPDT 2008 karena data yang digunakan oleh Bappeda dalam menyusun RAD PPDT adalah data lama dari STRADA 2007‐2009. Terkait dengan hal ini, Bapak BD, pejabat Bappeda Kabupaten Landak menanggapi sebagai berikut : “Data ‐data ini sebenarnya diambil dari STRADA, lalu kita pilah‐pilah setiap tahun, 2007 berapa, 2008 berapa , dan 2009 berapa. Kalau ada perbedaan seperti itu, tentunya yang dulu disusun memang agak jauh berbeda dengan kondisi sekarang” Kondisi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan STRADA PPDT 2008‐2009 yang dijabarkan ke dalam RAD PPDT setiap tahunnya tidak terkoordinasi dengan baik. Bappeda tampaknya kurang aktif berkoordinasi dengan SKPD terkait. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak BD, Pejabat Bappeda Kabupaten Landak, proses koordinasi perencanaan STRADA 2007‐2009 dan RAD PPDT 2008 di Kabupaten Landak dihadapkan pada berbagai kendala teknis. Kendala yang dihadapi terutama dalam hal keterbatasan jumlah SDM di Bappeda sebagai koordinator penyusunan STRADA dan RAD. Intensitas diskusi dengan SKPD terkait juga dirasakan kurang. Kendala‐kendala teknis tersebut juga berdampak pada kualitas RAD PDT 2008. Disamping banyak kesalahan editing yang ditemukan, RAD PPDT juga terlihat kurang terstruktur penyusunannya seperti telah dijelaskan pada analisis subtansi yang telah dijelaskan sebelumnya. Terkait dengan lemahnya koordinasi ini diakui oleh Bapak BD, Pejabat Kabupaten Landak menyatakan : “ Kita melaksanakan beberapa kali pertemuan dengan dinas‐dinas terkait untuk menyusun STRADA tetapi memang kita akui pertemuan kita kurang intensif berbicara pembangunan daerah tertinggal. ini terjadi karena keterbatasan kita juga. Kita baru mekar sehingga jumlah personil kita kurang, tapi dokumen yang diminta PDT tetap ada” “Keterbatasan kami juga dalam menyusun RAD ini. Mungkin kalau di pusat tidak demikian, kalau di Bappenas ahlinya kan banyak. Kalau disini, waktu itu cuma saya STRADA PPDT 2007 ‐2009 RENSTRA SKPD 2006 ‐2011 STRADA PPDT 2008‐ 2009 RAD PPDT 2008 RAS SKPD 2008 tidak ada revisi dijabarkan input Tidak ada Tidak ada Renja SKPD 2008 Tidak ada diacu BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 50 sendiri yang handle penyusunan RAD. Kita panggil teman‐teman dari SKPD terkait. Saya yang menghimpun, kemudian minta data dari SKPD terkait juga susah” Meski tidak terkoordinasi dengan baik, kegiatan‐kegiatan dalam RAD pada umumnya tetap berhasil diakomodasi dalam Renja SKPD sebagai tujuan dan muara dari keseluruhan proses ini. Hal ini tentunya tidak mengherankan, mengingat penyusunan RAD dan Renja SKPD sesungguhnya menggunakan sumber dokumen yang sama yaitu Renstra SKPD 2007‐2011. Kegiatan yang sudah terakomodasi dalam Renja SKPD ada yang terealisir dan ada pula yang tidak terealisir. Kegiatan yang tidak terealisir sebagian besar disebabkan keterbatasan kemampuan APBDAPBN. Gambar dibawah ini memperlihatkan keterkaitan perencanaan PPDT STRADA PPDT dan RAD PPDT dengan dokumen perencanaan SKPD Renstra SKPD dan Renja SKPD pada Dishubutun Kabupaten Landak. Gambar tersebut menunjukkan proses, bagaimana dokumen Renstra SKPD Dishutubun 2007 ‐2011 menjadi masukan bagi penyusunan kegiatan “pembangunan dan pemeligaraan kebun entris karet” pada dokumen STRADA, yang kemudian dijabarkan dalam dokumen RAD, dan sejauh mana kegiatan tersebut diakomodasi di dalam Renja SKPD 2008. Gambar 5.11 Proses Perencanaan Kegiatan PPDT : Studi Kasus di Dishutbun Kabupaten Landak Gambar diatas memperlihatkan bahwa perumusan kegiatan “pembangunan kebun entrys” di 10 kecamatan seluas 20 hektar pada STRADA PPDT diambil dari Renstra SKPD Dishutbun 2007‐2011. Kegiatan ini secara konsisten dijabarkan pada dokumen Renja SKPD Dishutbun TA 2008. Paralel dengan itu, kegiatan ini masuk pula dalam dokumen RAD PPDT sebagai penjabaran dari STRADA PPDT. Kegiatan tersebut dapat terealisir melalui pendanaan APBD sebesar 680 juta atau 45 dari yang direncanakan dalam Renja SKPD tahun 2008 Melalui gambar diatas, dapat disimpulkan bahwa jika pun STRADA dan RAD tidak disusun, kegiatan “pembangunan dan pemeliharaan kebun entrys karet” sesungguhnya akan tetap terakomodasi dalam Renja SKPD melalui mekanisme perencanaan sektoral reguler. Kondisi ini disebabkan, Renstra SKPD ‐lah yang mempengaruhi penyusunan STRADA PPDT 2007‐2009, bukan sebaliknya. Kondisi ini menunjukkan perlunya kehati‐hatian dalam mengevaluasi keberhasilan STRADA ataupun RAD, dimana keberhasilan tersebut tidak bisa sekedar dilihat dari angka‐angka realisasinya. Untuk menghindari klaim keberhasilan, evaluasi perlu difokuskan pada tahap awal keseluruhan proses yang menjadi titik kritis, yaitu : “sejauh mana dokumen STRADA dapat mempengaruhi proses perencanaan Renstra SKPD” dan konsekuensinya : “sejauh mana dokumen RAD dapat mempengaruhi proses Renja SKPD”. ? RENSTRA SKPD 2007-2011 Pembangunan dan pemeliharaan kebun entrys karet STRADA PPDT 2007-2009 2008-2009 Pembangunan kebun entris 10 kec, 20 ha, Rp. 1 Miliar - APBN RAD PPDT2008 Pembangunan kebun entris 10 kec, 20 ha, Rp 1 Miliar- APBN RENJA SKPD 2008 Pembangunan kebun entris 10 kec, 20 ha, Rp 1.5 M-APBD REALISASI Pembangunan dan pemeliharaan kebun entris karet 13 kec, 13 ha, Rp 680 juta -APBD input Dijabar kan Ada keterkaitan, tapi Renja SKPD lebih dipengaruhi Renstra SKPD Dijabarkan BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 51 Jika STRADA dan RAD PPDT Kabupaten Landak kurang berperan dalam proses perencanaan di level SKPD, lalu bagaimanakah sesungguhnya Pemerintah Kabupaten Landak memposisikan dokumen STRADA dan RAD PPDT dalam konteks perencanaan ? Gambar diatas menunjukkan temuan menarik, dimana adanya perbedaan sumber pembiayaan kegiatan pada dokumen STRADA dan RAD dengan Renstra dan Renja SKPD. Pada Renstra SKPD dan Renja SKPD kegiatan ini direncanakan untuk dibiayai sepenuhnya dari APBD Kabupaten. Namun ketika dimasukkan ke dalam dokumen STRADA dan RAD PPDT, sebagian pembiayaan kegiatan ini diusulkan dibiayai dari APBN sebesar RP. 1 M, padahal di sisi lain telah direncanakan pula untuk dibiayai dari APBD sebesar Rp. 1.5 M. Fakta ini mempertegas kesimpulan‐kesimpulan sebelumnya, bahwa dalam konteks perencanaan pembangunan daerah tertinggal, STRADA dan RAD PPDT sesungguhnya kurang difungsikan oleh Pemerintah Kabupaten Landak sebagai instrumen untuk menciptakan integrasi, sinkronisasi, dan sinergi, namun lebih difungsikan untuk memperoleh tambahan dana dari APBN. Hal ini tentunya merupakan pemahaman yang kurang tepat, mengingat dokumen STRADA dan RAD PPDT sesungguhnya bukanlah instrumen yang efektif untuk mengusulkan bantuan pembiayaan kepada Pemerintah kecuali kegiatan yang dibiayai oleh KPDT. Jika ada usulan kegiatan berupa Dana Dekonsentrasi maupun Tugas Pembantuan kepada Pemerintah Provinsi maupun Pusat melalui RAD PPDT, maka usulan kegiatan tersebut harus tetap dilakukan secara paralel melalui mekanisme perencanaan sektoral di SKPD masing‐masing. Misalnya, pada contoh diatas, usulan pembiayaan kegiatan pembangunan dan pemeliharaan kebun entris melalui APBD seharusnya dapat turut dimasukkan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan di dalam Renja KL‐nya untuk selanjutnya diproses ke dalam RKPD dan masuk ke dalam proses Musrenbang, tidak semata‐mata diusulkan melalui RAD. Tanpa adanya proses tersebut, maka pengusulan mealui RAD tersebut sia‐sia. Hal inilah yang menjelaskan mengapa RAD PPDT Kabupaten Landak 2008 yang sebagian besar pembiayaannya diusulkan bersumber dari APBN realisasinya sangat rendah, sementara yang bersumber dari APBD murni relatif tinggi. Pangkal permasalahannya adalah logika dibalik penyusunan RAD PPDT adalah ”pengajuan usulan pendanaan sebesar‐besarnya kepada Pemerintah Pusat” sehingga tidak heran kebutuhan pembiayaan total RAD cukup fantastis. Hal ini selaras dengan pernyataan Bapak BD, Pejabat Bappeda Kabupaten Landak sebagai berikut : ”... apa yang ditulis dalam RAD ini saya kira sangat membantu sekali terutama dalam upaya menggali dana‐dana dari luar dan pembangunan pengentasan kemiskinan di Kabupaten Landak. RAD ini tambahan lah untuk APBD ini..” ”dana ‐dana dari yang kami usulkan atau tuliskan dalam RAD untuk dibiayai Pemerintah Pusat hanya sepersekian persen saja yang terealisir. Kami belum melaksanakan evaluasi secara menyeluruh. Tetapi saya sangat percaya, APBD murni banyak yang sangat mendukung untuk kegiatan pengentasan kemiskinan. Kalau yang namanya usulan kepada Pemerintah Pusat kita minta anggaran‐nya banyak‐ banyak” Ketidakefektifan RAD sebagai instrumen untuk mengusulkan anggaran kepada KL terkait tampaknya sudah disadari sejak awal oleh Pemerintah Daerah. Namun demikian, RAD menjadi menarik bagi kebanyakan Pemerintah Daerah, termasuk Kabupaten Landak, karena memang mengandung “insentif”. Insentif tersebut berupa bantuan dana stimulan dari KPDT untuk menyusun RAD. Pada Tahun Anggaran 2007 Kabupaten Landak mendapat bantuan dana stimulan dari Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal sebesar Rp. 91.000.000 untuk membiayai Penyusunan RAD‐PPDT 2008.. Penyusunan RAD juga menjadi penting agar Pemerintah Kabupaten dapat mengakses dana‐dana Tugas Pembantuan yang langsung dieksekusi dan dibiayai oleh KPDT melalui 5 instrumen utama, yaitu P2SEDT, P2WP, P2IPDT, P2DTK, dan P2KPDT. Pada tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Landak memperoleh bantuan BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 52 sebesar Rp. 1 Miliar dari KPDT untuk kegiatan P2KPDT. Hal ini juga diungkapkan dalam pernyataan yang diungkapkan oleh Bapak BD, Kepala Bappeda Kabupaten Landak : “KPDT ini kan sifatnya hanya memfasilitasi. Kalau kegiatan KL memang ada yang terelisasi, tapi kita tidak tahu apa itu karena fasilitasi PDT atau bukan, misalnya ada PNPM PISEW dan P2KP dari PU. Kalau dari kami dapat P2KPDT. Tapi instrumen lain seperti P2DTK, P2WP. Dan P2SEDT tidak bisa masuk karena tidak sesuai dengan kondisi karaktersitik daerah” KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT Penyusunan Strategi Daerah Pembangunan Daerah Tertinggal STRADA PDT Kabupaten SBB, merupakan tindak lanjut dari Surat Keputusan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 001KEPM‐PDTII2005, penyusunan ”Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal” STRANAS PDT. Menurut Kepala Bappeda Kabupaten SBB, STRADA PDT Kabupaten SBB selain mengacu pada SK 001KEPM‐PDTII2005 tentang penyusunan STRANAS PDT tersebut juga menerima masukan dari berbagai stakeholders. Dalam penyusunan Strategi Daerah Pembangunan Daerah Tertinggal STRADA PDT Kabupaten SBB mengacu pada Keputusan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal dimaksud, Tim di Kabupaten SBB juga memperhatikan semua masukan dari semua pemangku kepentingan stakehoders. Sementara itu Rencana Aksi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal RAN PDT menurut Kementerian PDT masih disusun berdasarkan Pendekatan Sektoral dengan melakukan Rekapitulasi Program dan Kegiatan Sektor, belum menuju pada Pendekatan Kewilayahan dengan melakukan Sinkronisasi Program Sektor untuk terjadinya Sinergitas Program dan Kegiatan antar sektor sumber : kebijakan PPDT dalam rangka penanggulangan kemiskinan, disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional Gubernur dan Bupati Lokasi PNPM Mandiri Perdesaan, Jakarta, 31 Januari 2008. Pola keterkaitan antara STRADA PDT Kabupaten SBB dengan dokumen perencanaan di tingkat provinsi, dapat dilihat dari landasan hukum yang menjadi acuannya. Dalam dokumen RAD PDT Kabupaten SBB ini hanya terlihat aturan yang diacu adalah PERDA No. 012004 Provinsi Maluku tentang RENSTRA Pemda Maluku Tahun 2003‐2008 dan PERGUB No. 4672005 tentang RKPD tahun 2006. Tahun 2007 telah dilakukan revisi SK Meneg PDT Nomor 001KEPM‐PDTII2005 tentang penyusunan STRANAS PDT, namun penyusunan STRADA PDT Kabupaten SBB tetap tidak menunjukkan sesuatu yang mengacu pada RPJMD Provinsi Maluku maupun RPJMD Kabupaten sebagaimana yang dipaparkan dalam RAD PDT Tahun 2008. Gambar 5.12 Pola Keterkaitan Strada PPDT dan RAD PPDT Kabupaten SBB dengan Dokumen Perencanaan di Provinsi Maluku RENSTRA Pemda Maluku Tahun 2003 ‐ 2008 PERGUB No. 4672005 tentang RKPD Tahun 2006 SK Meneg PDT Nomor 001KEPM‐ PDTII2005 tentang penyusunan STRANAS PDT STRADA dan RAD PDT Kabupaten SBB BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 53 Sebelum menganalisis keterpaduan RAD PDT, perlu diinformasikan mengenai bentuk dukungan Kementerian PDT kepada Tim Koordinasi Provinsi Maluku dan Kabupaten SBB dalam rangka penyusunan STRADA PDT. Berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan oleh Kementerian PDT, sumber dana untuk kegiatan penyusunan STRADA PDT Tahun 2007 untuk diimplementasikan Tahun 2008, berasal dari DIPA Kementerian Negara Pembangunan Darah Tertinggal Tahun 2006. Untuk pelaksanaan kegiatan ini kepada Tim Provinsi diberikan dana stimulan antara Rp. 20.000.000 dua puluh juta rupiah sampai dengan Rp. 100.000.000 seratus juta rupiah, dan kepada kabupaten diberikan dana stimulan antara antara Rp. 100.000.000 seratus juta rupiah sampai dengan Rp. 150.000.000 seratus lima puluh juta rupiah yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. Ketentuan ini tidak berlaku untuk kabupaten tertinggal yang berada di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam NAD karena sesuai dengan ketentuan yang ada, untuk masalah NAD dikoordinasikan langsung oleh BRR Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi. Bantuan stimulan dipergunakan untuk hal‐hal sebagai berikut : ƒ Komponen Biaya Honorarium Tim ƒ Komponen Biaya ATK dan Bahan ƒ Komponen Biaya Akomodasi dan Konsumsi Pelaksanaan Rapat Tim Untuk biaya perjalanan dinas Tim Koordinasi Provinsi maupun Kabupaten dalam rangka konsultasi dan koordinasi baik ke pusat maupun di provinsi dibebankan kepada APBD ProvinsiKabupaten masing ‐masing, dalam bentuk dana pendamping yang besarnya minimal 5 dari alokasi dana bantuan stimulan. Dana stimulan diberikan langsung kepada daerah melalui rekening Tim Koordinasi Provinsi dan Tim Penyusun Kabupaten yang penyalurannya diatur melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Perbendaharaan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Selanjutnya dijelaskan hasil analisis keterpaduan dalam proses penyusunan RAD dan RAN PDT di daerah hingga ke tingkat pusat, ditelaah dari keterpaduan programkegiatan antar sektor, antar pelaku usaha, dan keterpaduan antar daerah. Keterpaduan ProgramKegiatan PDT Antarsektor SKPD Proses urutan kegiatan dalam penyusunan STRADA dan RAD yang dikeluarkan oleh Kementerian PDT dari STRADA PDT di kabupaten Seram Bagian Barat hingga sampai ke tahap terbentuknya Rencana Aksi Nasional RAN PDT mencakup beberapa kegiatan pokok, yaitu : a. Pembentukan Tim Penyusun STRADA PDT di daerah oleh Bupati b. Penyusunan Rancangan Awal STRADA PDT c. Konsolidasi Program Sektoral di tingkat Kabupaten d. Rapat Regional antar wilayah kabupaten e. Penyusunan Rancangan Akhir STRADA PDT f. Penetapan Peraturan Bupati tentang STRADA PDT g. WorkshopLokakarya Nasional h. Penetapan Rencana Aksi Nasional PDT Analisis keterpaduan terletak pada pelaksanaan point c yang seharusnya dapat menunjukkan keterpaduan antar sektor, dan analisis point d yang seharusnya dapat menunjukkan keterpaduan antar wilayah dan juga keterpaduan antar pelaku usaha. Berikut hasil analisis yang dapat disimpulkan : BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 54 Gambar 5.13 Mekanisme Penyusunan Strada PPDT Kabupaten Seram Bagian Barat dan Stranas PPDT Sumber : Diolah dari pedoman penyusunan STRADA Kementerian PDT, 2007 Dari hasil FGD dan wawancara dengan responden di Bappeda Provinsi Maluku dan Bappeda Kabupaten Seram Bagian Barat disimpulkan bahwa : 1. Di Tingkat Kabupaten SBB : Setelah Tim Penyusun STRADA PDT di daerah dibentuk oleh Bupati, Tim melakukan penyusunan Rancangan Awal STRADA PDT di tingkat kabupoten SBB. Kemudian tim melakukan konsolidasi Program Sektoral di tingkat Kabupaten. Namun hasil wawancara tidak ada keterangan yang menjelaskan bahwa tim melakukan konsultasi lebih lanjut ke tingkat provinsi dan pusat untuk mewujudkan keterpaduan program antar sektor. Peran Tim Koordinasi di kabupaten lebih pada penyusunan STRADA dan RAD PDT kabupaten dan mengkonsolidasikannya dengan SKPD di kabupaten. Kemudian dokumen STRADA dan RAD tersebut disetor ke provinsi BAPPEDA dan pusat melalui Kementerian PDT. Setelah itu, tidak ada koordinasi lebih lanjut ke tingkat provinsi dan kabupaten yang dilakukan oleh provinsi maupun Kementerian PDT untuk mengupayakan keterpaduan programkegiatan antar sektor. Dengan demikian, keterpaduan antar sektor relatif hanya terjadi di tingkat kabupaten, sedangkan di tingkat provinsi, tim tidak banyak mendapatkan koordinasi lebih lanjut. Perlu diketahui bahwa programkegiatan yang dibuat dalam RAD PPDT SBB sebelumnya telah mengacu pada RAS SKPD kabupaten dan RAS SKPD provinsi, namun RAS tersebut tidak disusun secara khusus dalam kerangka PDT, RAS tersebut adalah RAS SKPD yang bersifat umum dan rutinitas. Kondisi seperti ini dimana tidak ada RAS khusus PDT menunjukkan bahwa meski ada keterpaduan antar sektor tersebut namun keterpaduan itu bersifat rutinitas SKPD secara umum. Artinya RAD PDT sangat tergantung pada konsistensi SKPD. Kondisi tersebut akan menimbulkan masalah apabila SKPD tidak konsisten dalam melaksanakan RAS‐nya, karena semua tergantung pada SKPD apakah mau memprioritaskan RAD PPDT atau tidak. Selain itu akan mempersulit proses monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan RAD PDT kabupaten SBB, yang sudah jelas merupakan tugas Tim Koordinasi RAD PDT baik di kabupaten, provinsi maupun pusat. Untuk itu ke depan perlu diperbaiki mekanisme proses koordinasi keterpaduan dalam penyusunan RAD PPDT, serta mengupayakan penyusunan RAS khusus PPDT yang disusun berdasarkan fokus prioritas PPDT yang diposisikan sebagai bagian dari RAS SKPD yang bersifat rutinitasreguler, dengan demikian keterpaduan dalam penyusunan RAD PPDT tidak hanya mengandalkan RAS SKPD reguler. Pembentukan Tim Penyusun STRADA PDT di daerah oleh Bupati Penyusunan Rancangan Awal STRADA PDT Konsolidasi Program Sektoral Rapat Regional Penyusunan rancangan akhir STRADA PDT Penetapan Peraturan Bupati tentang STRADA PDT WorkshopLoka karya Nasional Penetapan Rencana Aksi Nasional PDT BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 55 Tim Koordinasi kabupaten yang dipimpin oleh Bupati Cq Kepala Bappeda Kabupaten bertanggungjawab dalam koordinasi penyusunan STRADA PDT Kabupaten. Untuk kepentingan hal tersebut Bupati membentuk Tim Penyusun Kabupaten, dengan struktur tim sebagai berikut : Waktu pelaksanaan penyusunan STRADA PDT dimulai Bulan Januari sampai dengan Bulan Maret Tahun 2006. Berikut dijelaskan mengenai mekanisme pelaksanaan penyusunan STRADA PPDT Kabupaten SBB adalah : ƒ Kementerian PDT memberikan kepada Kepala Bappeda Kabupaten dan menerima pekerjaan tersebut sesuai dengan permintaan Kementerian PDT untuk melaksanakan pekerjaan Penyusunan Strategi Daerah Pembangunan Daerah Tertinggal STRADA PDT untuk Kabupaten SBB Provinsi Maluku yang mengacu kepada Pedoman Umum dan Pedoman Pelaksanaan Penyusunan STRADA PDT. ƒ Pekerjaan yang dilaksanakan oleh Kepala Bappeda Kabupaten mengikuti Pedoman Umum dan Pedoman Pelaksanaan atau Kerangka Acuan Kerja KAK Penyusunan STRADA PDT yang telah ditetapkan Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal cq. Tim Koordinasi Pusat Penyusunan STRADA PDT. ƒ Dalam melaksanakan penyusunan STRADA PPDT Kabupaten SBB, Kepala Bappeda Kabupaten berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Maluku cq. Tim Koordinasi Provinsi Maluku dalam hal ini BAPPEDA Provinsi Maluku dan Tim Koordinasi Pusat Penyusunan STRADA PDT dalam hal ini Kementerian Negara PDT. Pada saat Strategi Daerah STRADA PDT Kabupaten Seram Bagian Barat disusun pertama kali Tahun 2006, Kabupaten Seram Bagian Barat belum mempunyai RPJMD dan Renstra SKPD masih dalam proses. Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Barat hingga Tahun 2006 belum mempunyai dokumen‐dokumen perencanaan lainnya, seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD maupun Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah RENSTRA‐SKPD, rencana kerja dan prioritas program‐program kerja jangka menengah maupun jangka panjang. Hal ini menyulitkan penyusunan programkegiatan yang TIM KOORDINASI KABUPATEN 1. Pembina : ‐ Bupati ‐ Wakil Bupati ‐ Ketua DPRD Kabupaten 2. Tim Pengarah : ‐ Sekretaris Daerah Kabupaten ‐ Asisten Bidang Pembangunan 3. Tim Pelaksana a. Ketua : Kepala Bappeda b. Sekretaris : Kepala Bagian Pembangunan Setda Kabupatensejenisnyasalah satu bidang di Bappeda c. Anggota : ‐ Para Kepala DinasBadanKantor ‐ Unsur Kecamatan ‐ Unsur Perguruan Tinggi jika ada ‐ Unsur Tokoh Masyarakat ‐ Unsur LSM 4. Tim Sekretariat : Unsur Bappeda Kabupaten Tim Penyusun Kabupaten bertugas : a. Menyusun dokumen STRADA PDT dengan melibatkan stakeholder termasuk instansi sektoral daerah, perguruan tinggi dan LSM. b. Melakukan pengkajian terhadap seluruh dokumen perencanaan pembangunan nasional dan daerah. c. Melakukan konsultasi dengan pemerintah pusat, provinsi, dan stakeholder di daerah. d. Bersama‐sama Tim Provinsi menyusun jadwal rapat tim penyusun yang harus dihadiri Tim Provinsi. e. Tim Penyusun Kabupaten wajibharus memperhatikan masukan, arahan dan pertimbangan yang diberikan oleh Tim Provinsi f. Menyerahkan dokumen akhir STRADA PDT yang telah ditetapkan melalui Peraturan Bupati kepada Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. g. Membuat laporan pertanggungjawaban bantuan dana stimulan kepada Tim Pusat. BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 56 akan dilaksanakan terkait dengan penyusunan Strategi Daerah Pembangunan Daerah Tertinggal STRADA PDT Kabupaten Seram Bagian Barat. Tabel 5.20 Analisis Keterpaduan Dokumen Rencana dalam Penyusunan STRANASSTRADA dan RANRAD PDT TINGKAT WILAYAH RENCANA JANGKA MENENGAH STRATEGI RENCANA AKSI RENCANA TAHUNAN Pusat RPJMN 2004‐2009 STRANAS RAN PDT RENJA KL STRANAS PDT mengacu BAB 8 Bidang Wilayah dan Tata Ruang, tentang Sub Bidang PDT • STRANAS menjadi dasar acuan dalam penyusunan RAN PDT • STRANAS belum optimal dijadikan acuan dalam penyusunan Renstra KL • STRANAS PDT belum ditindaklanjuti oleh RAS khusus PDT, dimana RAS khusus PDT tidak disusun oleh KL, sehingga penyusunan RAN PDT tidak berdasarkan RAS khusus PDT, tetapi hanya berdasarkan STRANAS PDT dan kompilasi dari RAD Kabupaten • RAN PDT disusun berdasarkan Rekapitulasi ProgramKegiatan Sektor yang bersifat rutin, dimana RAS tersebut belum berdasarkan pendekatan kewilayahan PDT • RAN PDT belum optimal diacu oleh KL dalam penyusunan Renja KL Provinsi Maluku RPJMD PROV STRADA PROV RAD PDT PROV RENJA SKPD PROV • Tidak ditemukan adanya dokumen STRADA PDT di tingkat Provinsi Maluku • Tim koordinasi di provinsi hanya mengkompilasi STRADA dari kabupaten • RAD PDT disusun berdasarkan kompilasi RAD Kabupaten • RAS Provinsi khusus PDT tidak disusun, yang diacu oleh kabupaten adalah Renstra dan RKPD provinsi, serta RAS umumrutin. • RAD PDT dari kabupaten belum menjadi perhatian SKPD dalam penyusunan Renja SKPD provinsi • RAD PDT Provinsi belum diacu oleh Renja SKPD Provinsi Maluku • Tidak ada RAS khusus PDT yang diacu oleh SKPD di provinsi Maluku • Tidak ada alokasi APBD Provinsi untuk penyusunan STRADA ataupun RAD PDT Kab. SBB RPJMN KAB STRADA PDT RAD PDT KAB RENJA SKPD KAB RPJMD Kab Tahun 2006 belum ada, sehingga STRADA dan RAD PDT 2007 yang disusun di 2006 belum mengacu RPIMD Kab.SBB • Penyusunan STRADA PDT Kab tidak mengacu pada RPJM Prov Maluku maupun RPJMD Kab. SBB • STRADA PDT Kab hanya mengacu pada STRANAS PDT, Renstra dan RKPD prov. Maluku RAD PDT mengacu pada Renstra Prov Maluku 2003 ‐2008 dan RKPD Prov Maluku 2006 • SKPD Kab. SBB sudah mengakomodir RAD Kab dan mengusulkan untuk dibiayai APBD Kab, prov, pusat sesuai nomenklatur program KL di pusat • Renja SKPD Kab.SBB masih bersifat umumrutinitas SKPD, sehingga sulit dibedakan mana yang konteks PDT Tabel tersebut menunjukkan bahwa penyusunan RAD PPDT Kabupaten SBB hanya terkait dengan STRANAS PDT, STRADA PDT Kab SBB, Renstra Pemda Provinsi Maluku dan Kabupaten SBB. Selain dokumen tersebut, maka tidak ada yang menjadi acuan lebih jauh. BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 57 Penyusunan STRADA PDT di Kab SBB ini dibiayai oleh KPDT melalui Peraturan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia Nomor : 01PERM‐PDTII2006 tentang Penetapan Alokasi Dana dan Pedoman Umum Penyusunan Strategi Daerah Pembangunan Daerah tertinggal STRADA PDT. Di Tingkat Kabupaten, dikeluarkan Peraturan Bupati Seram Bagian Barat No : 400 ‐ 10 TAHUN 2005 tentang Strategi Daerah Pembangunan Daerah Tertinggal Kabupaten Seram Bagian Barat. Kepala Bappeda Kabupaten : ”Tahun 2008 di SBB sudah ada RPJPD, RPJMD, RKPD, RAD, RAS SKPD, Namun kelemahan RAD di SBB adalah tidak ada suatu kesepakatan maupun landasan hukum yang menjadi acuan yang memaksa KL atau SKPD di daerah agar menyusun dan mengalokasikan programkegiatan dan anggaran SKPD bagi pembangunan daerah tertinggal. Banyak kegiatan dalam RAD yang belum dilaksanakan. Yang sudah dilaksanakan Kami SKPD sudah melaksanakan semua program prioritas yang ada dalam RAD dan STRADA. 2. Di Tingkat Provinsi Maluku : Meskipun terdapat Tim Koordinasi STRADA PDT di tingkat Provinsi Maluku, namun tidak ada peran koordinasi yang dilakukan oleh tim koordinasi provinsi untuk penyusunan RAD PDT provinsi secara terpadu lintas SKPD, karena : ƒ Tidak ada aturan khusus yang mengikat Provinsi untuk menyusun secara khusus STRADA dan RAD PDT Provinsi Maluku, karena Kementerian PDT langsung berkoordinasi ke kabupaten terkait, bukan ke pihak provinsi. ƒ RAD PPDT langsung disusun oleh kabupaten mengacu pada RAN PDT, sedangkan provinsi hanya mengkompilasi RAD dari semua kabupaten. Akibatnya STRADA dan RAD PDT Kabupaten SBB tidak banyak dibahas dan diketahui oleh SKPD di tingkat provinsi Maluku. ƒ RAD PDT tidak diikuti oleh penyusunan Rencana Aksi Sektor RAS khusus PDT di provinsi Maluku, karena tidak ada kejelasan koordinasi yang dilakukan oleh Kementerian PDT kepada Bappeda Provinsi Maluku. ƒ Rencana Aksi Daerah RAD dan Rencana Aksi Sektoral RAS di tingkat provinsi kurang terkoordinasi karena RAD diserahkan begitu saja kepada SKPD. Hal ini ditunjukkan oleh tidak adanya penyusunan RAS sektoral khusus PDT yang dikoordinasikan oleh tim provinsi, yang ada adalah RAS yang melekat pada masing‐masing SKPD yang bersifat rutinitas bukan dalam kerangka memenuhi kebutuhan RAD PDT. Dan tidak semua programkegiatan yang ada dalam RAS SKPD itu akan menjadi Renja SKPD. Pedoman mekanisme penyusunan RAD PDT tidak berjalan dan tidak ada pengawalan oleh Kementerian PDT terutama pada aspek pembahasan lebih lanjut tentang usulan RAD PDT terhadap lintas sektoral di tingkat provinsi. Akibatnya SKPD di provinsi tidak banyak mengetahui adanya RAD PDT yang harus mereka laksanakan. SKPD tidak dapat membedakan mana program PDT dan mana program sektoral biasa. Dengan demikian, proses keterpaduan antar SKPD untuk mewujudkan keterpaduan programkegiatan dalam RAD PDT dengan RAS dan RENJA SKPD, tidak berjalan di tingkat provinsi Maluku. Peran yang dilakukan Tim Koordinasi provinsi hanya mengkompilasi RAD dari kabupaten dan kemudian dokumen tersebut diserahkan kepada SKPD tanpa ada pembahasan dan koordinasi lebih lanjut. 3. Di Tingkat Pusat : Rencana Aksi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal RAN PDT masih disusun berdasarkan Pendekatan Sektoral dengan melakukan Rekapitulasi Program dan Kegiatan Sektor, belum menuju pada Pendekatan Kewilayahan dengan melakukan Sinkronisasi Program Sektor untuk terjadinya Sinergitas Program dan Kegiatan antar sektor sumber : kebijakan PPDT dalam rangka penanggulangan kemiskinan, disampaikan dalam Rapat BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 58 Koordinasi Nasional Gubernur dan Bupati Lokasi PNPM Mandiri Perdesaan, Jakarta, 31 Januari 2008. Penyusunan Strategi Daerah Pembangunan Daerah Tertinggal STRADA PDT, dilakukan melalui pembentukan struktur organisasi pelaksana sebagai berikut: a Tim Koordinasi Pusat, b Tim Koordinasi Provinsi, dan c Tim Penyusun Kabupaten. Tim Koordinasi Pusat berkedudukan pada Kantor Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal KPDT, dengan struktur tim sebagai berikut : Keterpaduan programkegiatan PDT antar pelaku usaha Berdasarkan hasil FGD dan wawancara di Kabupaten SBB, tidak ada keterangan yang dapat menjelaskan adanya keterpaduan antar pelaku usaha. Tim koordinasi hanya melakukan rapat koordinasi antar SKPD, namun Tim Koordinasi tidak ada melakukan rapat koordinasi secara khusus dengan para pelaku usaha yang ada di SBB maupun dengan pelaku usaha dari daerah lain. Artinya, apa yang direncanakan di dalam RAD PDT tidak tersosialisasikan dengan baik ke pelaku usaha sehingga tidak ada umpan balik dari pelaku usaha terhadap RAD PDT. Dengan demikian, dalam proses penyusunan STRADA maupun RAD PDT Kabupaten SBB, tidak ada keterpaduan RAD dengan pelaku usaha atau antar pelaku usaha. Keterpaduan programkegiatan PDT antar daerah kabupaten : Untuk tingkat provinsi diketahui bahwa, meski koordinasi antar wilayah kabupaten merupakan peran dan kewenangan provinsi, namun tidak ada rapat‐rapat koordinasi yang dilakukan oleh Tim Koordinasi provinsi untuk mewujudkan keterpaduan programkegiatan yang bersifat antar wilayah kabupaten dalam kerangka penyusunan RAD PDT. Hal ini menunjukkan bahwa koordinasi dalam kerangka penyusunan RAD PDT sangat rentan di tingkat provinsi. Hal ini disebabkan antara lain karena : a kurangnya efektifitas koordinasi secara substansial dalam penyusunan RAD PDT dari Kementerian PDT terhadap Tim Koordinasi di Bappeda, b Tim koordinasi provinsi yang dipimpin oleh Gubernur Maluku melalui Bappeda Provinsi kurang berjalan, dimana anggota pelaksana Tim yang ditunjuk di Bappeda lebih banyak menjelaskan tentang pelaksanaan proyek P2DTK dibandingkan dengan menjelaskan upaya‐upaya koordinasi untuk mewujudkan keterpaduan antar sektor, antar pelaku usaha, antar wilayah dalam konteks mendukung ketepatan dan keserasian substansi RAD PDT kabupaten secara keseluruhan. TIM KOORDINASI PUSAT 1. Pembina : Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal 2. Tim Pengarah a. Ketua : Sekretaris KPDT b. Anggota : ‐ Para Deputi di lingkungan KPDT ‐ Para Staf Ahli Menteri di lingkungan KPDT 3. Narasumber : KementerianLembaga 4. Tim Pelaksana a. Ketua : Kepala Biro Perencanaan dan KLN KPDT b. Sekretaris : Kepala Bagian Program dan Pelaporan KPDT c. Anggota : Para Asisten Deputi KPDT d. Sekretariat : Staf Biro Perencanaan dan KLN KPDT Tim Koordinasi Pusat bertugas a. Membuat pedoman pelaksanaan penyusunan STRADA PDT untuk menjadi acuan Tim Pusat, Provinsi dan Kabupaten. b. Mengkoordinasikan dan memfasilitasi Provinsi dan Kabupaten dalam Penyusunan STRADA PDT. c. Melakukan pemantauan atas pelaksanaan penyusunan STRADA d. Menyalurkan dana stimulan kepada Provinsi dan Kabupaten untuk penyusunan STRADA PDT yang bersumber dari DIPA Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2006. e. Melakukan analisis terhadap dokumen STRADA PDT dan pengolahan data Rencana Aksi Daerah. f. Menyusun Rencana Aksi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal RAN PDT Tahun 2007‐2009. g. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelaksanaan RAN PDT Tahun 2007‐2009 kepada pihak terkait di pusat dan daerah. BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 59 Sebagai gambaran berikut ini dijelaskan struktur Tim Koordinasi Provinsi. Dalam rangka penyusunan STRADA PDT, Pemerintah Provinsi, dalam hal ini Gubernur cq Kepala Bappeda Provinsi bertanggungjawab untuk mengkoordinasikan dan menfasilitasi serta melaporkan pelaksanaan penyusunan STRADA PDT Kabupaten di wilayahnya. Untuk itu Gubernur membentuk Tim Koordinasi Provinsi. Struktur Tim Koordinasi Provinsi sebagai berikut : Isu Permasalahan Keterpaduan Proses Perencanaan RAD PPDT Kabupaten Seram Bagian Barat : 1. Pelaksanaan pedoman mekanisme penyusunan RAD PDT sebagaimana yang dikeluarkan oleh Kementerian PDT Tahun 2007, tidak berjalan optimal. Hal itu ditunjukkan oleh kondisi sebagai berikut : i. Di tingkat kabupaten : ƒ Tim Kabupaten hanya melakukan koordinasi dengan SKPD di kabupaten, namun tidak ada kejelasan tentang kegiatan rapat konsultasi dan koordinasi lebih lanjut yang dilakukan oleh Pemkab SBB terhadap Tim Provinsi dan Tim Pusat dalam rangka mewujudkan keterpaduan program antar sektor, antar pelaku dan antar wilayah, dimana. Yang dilakukan adalah koordinasi proyek‐proyek KPDT seperti P2DTK, P4DT. ƒ Tidak adanya penyusunan RAS khusus PDT yang dikoordinasikan oleh tim kabupaten, yang diacu adalah RAS yang melekat pada masing‐masing SKPD yang bersifat rutinitas bukan dalam kerangka khusus PDT. ƒ Tidak semua programkegiatan yang ada dalam RAS SKPD menjadi Renja SKPD yang dilaksanakan, padahal RAD PDT Kabupaten SBB yang disusun tersebut banyak menyadur programkegiatan yang ada pada SKPD. Artinya implementasi RAD PDT akan sangat tergantung pada konsistensi SKPD untuk melaksanakan RAD PDT tersebut. Masalah muncul jika SKPD tidak konsisten dalam melaksanakan RAS‐nya, karena bisa saja terjadi revisi atau perubahan pada RAS dan RENJA SKPD, yang kemudian akan berdampak pada tidak adanya arah yang jelas dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan RAD PDT kabupaten SBB. ii. Di tingkat provinsi : a. SKPD di provinsi tidak dapat membedakan mana program dalam konteks PDT dan mana program sektoral biasa. Hal ini menyebabkan kurangnya instrumen untuk menterpadukan programkegiatan RAD PDT dengan RAS dan RENJA SKPD baik di tingkat provinsi Maluku maupun di tingkat Kabupaten SBB. b. Kurangnya koordinasi yang dilakukan oleh tim koordinasi provinsi dalam proses penyusunan RAD PDT Provinsi, disebabkan karena : ƒ Kurangnya koordinasi dari Kementerian PDT untuk pembahasan RAD PDT dengan SKPD di tingkat provinsi. TIM KOORDINASI PROVINSI 1. Pembina : Gubernur 2. Tim Pelaksana a. Ketua : Kepala Bappeda b. Anggota : Unsur DInasBadanKantor Provinsi 3. Tim AsistensiAhli : Unsur Perguruan Tinggi 4. Tim Sekretariat : Bappeda Provinsi Tim Koordinasi Provinsi bertugas : a. Memfasilitasi pertemuan regionalprovinsi yang dihadiri oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten. b. Mengkoordinasikan, asistensi, dan supervisi kabupaten dalam penyusunan STRADA PDT. c. Bersama‐sama dengan unsur perguruan tinggi melakukan asistensi dan monitoring pelaksanaan kegiatan di tingkat kabupaten. d. Bersama dengan unsur perguruan tinggi menghadiri rapat‐rapat tim kabupaten. e. Bersama unsur perguruan tinggi memberikan pertimbangan dan arahan kepada kabupaten, khususnya yang terkait dengan kepentingan regional. f. Memberikan laporan pelaksanaan kegiatantugas kepada Tim Koordinasi Pusat dan rekapitulasi Rencana Aksi Daerah. g. Membuat laporan pertanggungjwaban penggunaan dana bantuan keuangan kepada Tim Pusat dalam hal ini Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal. BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 60 ƒ Tidak ada aturan khusus yang mengikat Provinsi untuk menyusun secara khusus STRADA dan RAD PDT Provinsi Maluku, dimana provinsi hanya mengkompilasi RAD dari kabupaten. ƒ Tidak ada transparansi dari Departemen terkait tentang pelaksanaan proyek‐proyek bantuan listrik tenaga surya, pembangunan jalaninfrastruktur, peoyek PNPM, dan program kemiskinan lainnya yang langsung dari pusat ke kabupaten. SKPD di provinsi tidak menjadi pelaksana di lapangan karena yang melaksanakan adalah langsung dari Departemen ESDM, departemen PU melalui Kantor Balai PUSatker di kabupaten, tanpa koordinasi terlebih dahulu dengan Bappeda Provinsi, sehingga sulit bagi Bappeda untuk mensinkronkan dan menterpadukan perencanaan provinsi yang sudah disusun seperti pembangunan PLTA, PLT Angin, Mikro hidro, pembangunan listrik dan lain sebagainya. Kondisi ini menyebabkan Bappeda provinsi sulit mengkoordinasikan programkegiatan untuk mendorong program PDT di tingkat provinsi dan kabupaten. c. RAD PDT langsung disusun oleh kabupaten mengacu pada RAN PDT, tidak ada arahan dari tingkat provinsi. d. RAD PDT tidak diikuti oleh penyusunan Rencana Aksi Sektor RAS khusus PDT untuk tingkat provinsi Maluku, yang ada adalah RAS yang melekat pada masing‐masing SKPD yang bersifat rutinitas. e. Penyusunan Rencana Aksi Daerah RAD dan Rencana Aksi Sektoral RAS di tingkat provinsi kurang terkoordinasi, karena tidak ada koordinasi lebih lanjut dalam rangka mewujudkan keterpaduan program antar sektor, antar pelaku dan antar wilayah kabupaten se‐Provinsi Maluku dalam konteks RAD PDT Provinsi Maluku. 2. Kurangnya koordinasi sosialisasi Tim Koordinasi di kabupaten dan provinsi untuk dalam meweujudkan keterpaduan RAD dengan programkegaiatan antar pelaku usaha 3. Kurangnya rapat koordinasi dan konsultasi antar wilayah kabupaten di Maluku oleh tim kabupaten maupun tim provinsi dalam rangka penyusunan RAD PDT Kabupaten SBB. 4. Kurangnya efektifitas koordinasi secara substansial dalam penyusunan RAD PDT dari pusat Kementerian PDT terhadap Tim Koordinasi di Bappeda dan SKPD Provinsi Maluku, menyebabkan kurang efektifnya pelaksanaan kegiatan oleh Tim Koordinasi STRADA dan RAD PDT provinsi yang dipimpin oleh Gubernur Maluku melalui Bappeda. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dalam mengupayakan ketepatan atau keserasian dan keterpaduan substansi RAD PPDT secara lintas sektor, lintas pelaku dan atau lintas wilayah kabupaten, terdapat sejumlah kendala, antara lain : tidak berjalannya mekanisme penyusunan RAD PPDT di tingkat kabupaten SBB dan tingkat Provinsi Maluku; kurangnya koordinasi Tim Penyusun RAD PPDT dengan SKPD di kabupaten dan SKPD Provinsi dan KementerianLembaga, sehingga proses konsolidasi penyusunan RAS khusus PDT tidak optimal dilakukan oleh Tim Koordinasi Kabupaten maupun provinsi, padahal implementasi RAD PPDT akan sangat tergantung pada kesepakatan dan konsistensi SKPD untuk melaksanakan RAD PPDT tersebut. Implikasi dari hasil realisasi RAD PPDT Kabupaten SBB yang kurang optimal sebagaimana yang telah dibahas pada sub bab sebelumnya, adalah mengupayakan solusi kebijakan terhadap sejumlah kendala dalam proses pelaksanaan koordinasi yang dilakukan oleh tim koordinasi kabupaten maupun provinsi dalam proses penyusunan RAD PDT kabupaten dan Provinsi. Upaya solusi kebijakan juga diarahkan pada pembentukan atau pemanfaatan forum‐forum koordinasi khusus untuk membahas keterpaduan RAD PPDT dengan program antar sektor yang bersifat multi sumber pembiayaan, multi pelaku baik dari kalangan pemerintah maupun pelaku usaha, dan termasuk multi wilayah. Salah satu titik terlemah berada di Tim Koordinasi Provinsi sehingga tidak ada arahan dari tingkat provinsi dalam penyusunan RAD PPDT Kabupaten, dan Tim Koordinasi provinsi kurangnya melaksanakan rapat koordinasi dan konsultasi antar wilayah kabupaten di Maluku yang terkait BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 61 dengan programkegiatan yang bersifat lintas wilayah kabupaten, oleh karena itu sebagai jalan keluar dari permasalahan tersebut, Pemkab SBB dan Provinsi diminta untuk serius memanfaatkan: 1. Sistem dan Mekanisme MUSRENBANG • Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang‐ Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 2006 tentang Tatacara Penyusunan Rencana Pembangunan, bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional RPJMN dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD sebagai pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang RPJPNRPJPD. Setiap NasionalDaerah wajib menyusun Rencana Kerja KementerianLembaga sebagai penjabaran dari Rencana Strategis KementerianLembaga Renstra KL dan bahan masukan untuk finalisasi RKP, dan setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD menyusun Rencana Kerja SKPD sebagai penjabaran dari Rencana Strategis Renstra SKPD dan bahan bagi penyempurnaan RKPD. Dalam penyusunannya, RKPD mengacu pada RKP. RKPD ini memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. • Penyusunan berbagai dokumen rencana tahunan tersebut dilakukan melalui proses koordinasi antar instansi pemerintah dan proses partisipasi seluruh pelaku pembangunan dalam forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan Musrenbang. • Terkait dengan penyusunan RAD PPDT Kabupaten SBB dan RAD PPDT Provinsi Maluku, agar dapat direalisasikan, seharusnya usulan RAD PPDT kabupaten dan provinsi tersebut dimasukkan ke dalam sistem dan mekanisme Musrenbang kabupaten yang diteruskan ke dalam Musrenbang provinsi dan Musrenbang nasional. Misalnya, Pemkab bisa mengadakan desk ‐desk khusus di dalam Musrenbang atau pra‐Musrenbang untuk membahas RAD PPDT Kabupaten SBB, demikian juga halnya di tingkat provinsi. Namun yang perlu diperhatikan adalah sebelum dibawa ke dalam sistem dan mekanisme Musrenbang Kabupaten ataupun provinsi, RAD PPDT tersebut sudah harus dibahas terlebih dahulu oleh Tim Koordinasi dengan SKPD melalui proses literasi sebelum SKPD melakukan penyusunan Renja SKPD dan finalisasi RKPD. Dan proses literasi ini dapat berjalan dua arah antara Tim Koordinasi Kabupaten dengan Tim Koordinasi Provinsi dan Pusat, atau antara Tim Koordinasi Provinsi dengan Tim Koordinasi Pusat. Yang jelas proses lierasi RAD PPDT ini sulit diharapkan apabila kabupaten dan provinsi bersikap saling menunggu, dimana kondisi yang ideal adalah jika provinsi lebih dahulu selesai, sehingga dapat diacu oleh pamkab. Namun waktu yang tersedia untuk literasi tersebut biasanya cukup pendek. • Sebelum SKPD melakukan penyusunan Renja SKPD dan finalisasi RKPD‐nya, diusahakan sedapat mungkin agar RAD PPDT tersebut sudah di‐sounding‐kan dan dibahas di dalam suatu proses literasi antar SKPD kabupaten dan provinsi. Sejumlah persyaratan yang harus diperhatikan agar RAD PPDT tersebut dapat diakomodir atau dilaksanakaan oleh SKPD, maka RAD PPDT harus sudah : a memiliki skala prioritas dalam penentuan jenis programkegiatan yang telah didukung oleh suatu analisis ketepatan penentuan programkegiatan yang betul‐ betul sesuai dengan upaya penyelesaian faktor‐faktor ketertinggalan SBB, b memiliki kerangka logis programkegiatan, c memiliki target indikator output dan outcame, d memiliki kerangka alur pentahapan programkegiatan minimal dalam lima tahunan, e memiliki proporsi yang berimbang dalam pemanfaatan multi sumber pembiayaan. BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 62 Gambar 5.14 Penyusunan RAD PPDT di dalam dalam Sistem dan Mekanisme Musrenbang Sumber : Diolah dari SPPN dan Hasil Analisis 2. Pemanfaatan Forum‐forum Koordinasi SKPD di tingkat kabupaten atau provinsi, sehingga upaya untuk men‐sounding‐kan, mensinergiskan, atau menyerasikan substansi RAD PPDT dengan berbagai program antar sektor multi sumber pembiayaan, multi pelaku pemerintah, masyakat dunia usaha dan multi wilayah, dapat terlaksana dan efektif mempercepat penyelesaian faktor‐ faktor ketertinggalan Kabupaten SBB dan Provinsi Maluku. Forum ‐forum koordinasi SKPD di tingkat kabupaten atau provinsi tersebut misalnya koordinasi dalam penyusunan Renstra SKPD dan Renja SKPD. 3. Forum Koordinasi Proyek Instrumen Kementerian PDT antara lain Forum Koordinasi Pengembangan Ekonomi Lokal PEL, forum koordinasi Program PTD, P2DTK, Program PNPM‐MP dan PNPM‐PPK, Program Pengentasan Kemiskinan dari Menko Kesra, proyek dari Kementerian PDT, dan sebagainya. 4. Forum Koordinasi Khusus RAD PPDT di tingkat kabupaten atau provinsi atau pusat, yang sengaja dirancang dan dikembangkan apabila Tim Koordinasi PPDT ini tidak efektif dalam memanfaatkan Forum‐forum Koordinasi SKPD. RKA ‐ SKPD Renstra SKPD Renja SKPD RAD PPDT Rincian APBD RPJMD RPJPD Analisis faktor ketertinggalan Provinsi, kerangka logis, indikator output dan outcame, skala prioritas provinsi RAS PPDT Nasional Provinsi RKA ‐ KL Renstra KL Renja KL RAN PPDT Rincian APBN RPJMN RPJPN Summary faktor ketertinggalan daerah, kerangka logis, indikator output dan outcame, skala prioritas progrankegiatan RAS KL Kabupaten RKA ‐ SKPD Renstra SKPD Renja SKPD RAD PPDT Rincian APBD RPJMD RPJPD Analisis faktor ketertinggalan Kabupaten, kerangka logis, indikator output dan outcame, skala prioritas kabupaten RAS PPDT BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 63

5.3. Proses Koordinasi Pelaksanaan Rencana Aksi Daerah