Keterpaduan Proses Perencanaan Antarsektor di Tingkat Pusat

BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 40 2. Belum ada dasar analisis tertentu yang digunakan dalam menentukan faktor penyebab ketertinggalan Kabupaten SBB seperti faktor internal dan faktor eksternal yang dikaji secara khusus di kabupaten SBB sehingga menjadi landasan pengambilan keputusan tentang strategi dan kebijakan programkegiatan. 3. RAD hanya berisi daftar kebutuhan tidak disertai oleh kerangka logis suatu programkegiatan, dan tidak adanya penyusunan target indikator output maupun outcame sehingga sulit dijadikan sebagai acuan dalam melakukan koordinasi implementasi, monitoring dan evaluasi. 4. Jumlah programkegiatan terlalu banyak, hal ini terjadi karena tidak jelasnya bentuk pedoman kerangka PDT oleh Kementerian PDT, yang disusun untuk kepentingan pemilahan, focusing, dan pembuatan skala prioritas badi pelaksana Tim Koordinasi di daerah provinsi dan kabupaten. Karena RAD PDT Kabupaten SBB seharusnya disusun lebih terfokus dan memiliki kejelasan skala prioritas dalam pengentasan faktor penyebab ketertinggalan Kabupaten SBB. 5. Terdapat ketidaksesuaian antara jenis kegiatan dengan instansi pelaksana. 6. Terdapat program‐program yang tidak memiliki proses pentahapan, misalnya munculnya suatu programkegiatan perlu didahului oleh programkegiatan yang lain. 7. RAD belum menunjukkan perencanaan skala prioritas produk unggulan sebagai faktor pengungkit atau penghela PEL. RAD hanya berisi daftar usulan hampir semua jenis produk yang disadur dari RAS SKPD rutinitas. 8. Terdapat programkegiatan yang tidak realistis dilaksanakan dalam 1 tahun. 9. Masih terdapat programkegiatan yang kurang memberdayakan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan sektor riel.

5.2.2. Keterpaduan Proses Perencanaan

Penyusunan Stranas PPDT sebagai kebijakan pembangunan daerah tertinggal di tingkat nasional berkaitan dengan Undang‐Undang No. 24 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Untuk itu, penyusunan Stranas PPDT harus mengacu pada RPJM Nasional dalam hal permasalahan, tantangan, arah kebijakan, program, dan kegiatan pokok yang berkaitan dengan pembangunan daerah tertinggal. Selanjutnya, Stranas PPDT dijabarkan ke dalam RAN PPDT setiap tahunnya. Pada tataran daerah, Stranas PPDT menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam penyusunan Strada PPDT, baik tingkat provinsi maupun kabupaten. Strada PPDT ini kemudian dijabarkan ke dalam RAD PPDT provinsi dan kabupaten setiap tahun.

A. Keterpaduan Proses Perencanaan Antarsektor di Tingkat Pusat

Stranas PPDT merupakan dokumen perencanan yang berisi strategi pembangunan daerah tertinggal untuk jangka menengah yang penyusunannya mengacu pada RPJM Nasional 2004‐2009. Selanjutnya, Stranas PPDT yang dijabarkan dalam RAN PPDT tiap tahun, menjadi acuan bagi penyusunan Renja KL yang berkaitan dengan pembangunan daerah tertinggal. Berkaitan dengan hal ini, dalam kaidah pelaksanaan Stranas PPDT, setiap KL berkewajiban untuk menjabarkan Strategi Sektoral PPDT ke dalam RAS PPDT yang akan dijadikan acuan bagi penyusunan Renja KL. Setiap KL juga berkewajiban untuk melakukan sinkronisasi dan sinergitas kebijakan dan program Renja KL dengan RKP setiap tahunnya, serta melakukan pemantauan dan melaporkan evaluasi pelaksanaannya kepada Menteri PDT secara berkala. Dalam rangka sinkronisasi dan sinergitas antarprogram KL tersebut, setiap tahun KPDT melakukan Rapat Koordinasi Nasional Rakornas yang mengagendakan pembahasan program dan kegiatan masing‐masing KL dengan usulan daerah. BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 41 Gambar 5.9 Hubungan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dengan Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional Hasil kuesioner dengan beberapa KL terkait menyiratkan sebagian KL tidak melaksanakan kaidah pelaksanaan Stranas PPDT sepenuhnya. Adanya perbedaan dasar kebijakan, prioritas, dan strategi, menyebabkan beberapa KL tidak menyusun program dan kegiatan dalam satu dokumen khusus RAS PPDT, namun RAN PPDT tetap menjadi acuan dalam penentuan lokasi program dan kegiatan KL. Rakornas yang diadakan oleh KPDT, juga dinilai kurang efektif, karena hanya berisi penyampaian program dan kegiatan di masing‐masing KL dan penyampaikan daftar keinginanusulan daerah, belum fokus pada sasaran atau model pengembangan kawasan tertentu. RAN PPDT yang disusun hanya berupa himpunan usulan daerah yang telah dikomunikasikan oleh SKPD di daerah dengan instansi lintas sektoral. Tabel 5.18 Proses Perencanaan Stranas dan RAN PPDT : Kondisi Ideal dan Realita Kaidah Pelaksanaan Stranas PPDT dan RAN PPDT Realisasi di Lapangan Setiap KL berkewajiban untuk : ƒ Menjabarkan Strategi Sektoral PPDT ke dalam RAS PPDT setiap tahunnya sebagai acuan dalam penyusunan Renja KL ‐ RAN PPDT menjadi acuan dalam penyusunan Renja KL ƒ Sebagian KL tidak menyusun program dan kegiatan dalam satu dokumen khusus RAS PPDT karena mempunyai prioritas, strategi, dan dasar kebijakan yang berbeda, namun tetap mempertimbangkan daerah tertinggal dalam penentuan lokasi program dan kegiatan. ƒ Melakukan sinkronisasi dan sinergitas kebijakan dan program Renja KL dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan RKP setiap tahunnya ‐ Rakornas ƒ Sinkronisasi dan sinergitas program yang menjadi tujuan dilaksanakannya Rakornas, dinilai beberapa KL kurang efektif. Dalam Rakornas, hanya menginformasikan program dan kegiatan KL serta usulankeinginan daerah. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses penyusunan Stranas PPDT dan RAN PPDT masih kurang terpadu, dilihat dari kurang efektifnya Rakornas sebagai forum sinkronisasi dan sinergitas program di tingkat pusat, tidak disusunnya RAD PPDT oleh sebagian KL, dan pada BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 42 akhirnya RAN PPDT hanya berisi daftar usulan daerah, bukan merupakan satu kebijakan pengembangan kawasan yang khusus.

B. Keterpaduan Proses Perencanaan Antarsektor di Tingkat Daerah dan Antarlevel