BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
23
Dari Tabel 5.10 di atas, dapat dilihat bahwa RAD PPDT Kabupaten Lampung Selatan tahun 2008
sebagai acuan pembangunan daerah tertinggal, masih ditemukan banyak kekurangan, yaitu :
Tidak adanya target output dan outcome yang jelas dan terukur dari setiap program dan kegiatan
dalam RAD PPDT. Ini menyebabkan kebijakan yang dirumuskan tersebut tidak mempunyai
arah dan tahapan yang jelas dalam menuntaskan permasalahan ketertinggalan di
Kabupaten Lampung Selatan. Lebih lanjut, tidak adanya kejelasan target kebijakan juga menyulitkan
dalam melakukan evaluasi perkembangan pelaksanaannya. Tidak adanya kebijakan program dan kegiatan dalam menuntaskan beberapa permasalahan
yang terjadi di Kabupaten Lampung Selatan. Sebagai contoh, seperti yang tercantum dalam
tabel di atas, sarana sekolah menengah di Kabupaten Lampung Selatan sangat terbatas dan
masih terkonsentrasi pada ibukota kecamatan, namun dalam matriks RAD PPDT Kabupaten
Lampung Selatan proram dan kegiatan yang diarahkan malah lebih pada sekolah dasar, tidak
ada kegiatan untuk pembangunan sekolah menengah di setiap kecamatan. Selain kebijakan
untuk penyediaan sarana sekolah menengah, dalam RAD PPDT Kabupaten Lampung Selatan
juga tidak ada program dan kegiatan untuk penanganan masalah keterbatasan sarana kapal
motor, rusaknya di banyak fasilitas kesehatan, keterbatasan sarana telekomunikasi, dan lain‐
lain. Ini artinya, RAD PPDT Kabupaten Lampung Selatan belum mengakomodir dan
memberikan penanganan permasalahan‐permasalahan dasar yang menjadi penyebab
ketertinggalan di daerah tersebut.
Selain kekurangan pada dua hal di atas, dalam RAD PPDT Kabupaten Lampung Selatan juga
ditemukan masalah inkonsistensi. Hasil penelusuran dalam dokumen, ditemukan banyak program
dan kegiatan yang berbeda antara badan laporan dengan lampiran matriks. Sebagai contoh, pada
aspek keterisolasian daerah, pada badan laporan tercantum program yang akan dilaksanakan adalah
ketersediaan infrastruktur transportasi laut yang menghubungkan antarpulau. Namun, program ini
ternyata tidak tercantum dalam matriks RAD PPDT.
Akurasi data yang digunakan dalam RAD PPDT Kabupaten Lampung Selatan juga dipertanyakan
karena data yang digunakan adalah tahun 2004 yang kondisinya pasti sudah mengalami perubahan,
sehingga kurang menginformasikan tingkat permasalahan yang dihadapi. Data‐data yang akurat ini
penting dalam proses perumusan kebijakan agar kebijakan yang dirumuskan sesuai dengan kondisi
yang ada dan tepat sasaran.
KABUPATEN LANDAK
Keserasian perumusan masalah dengan kebijakan
Gambar
5.8 Faktor Penyebab Ketertinggalan Kabupaten Landak
Berdasarkan hasil Focus Group Discussion
dan berdasarkan presentasi dari Bupati
Landak, pada dasarnya terdapat tiga faktor
penyebab ketertinggalan Kabupaten Landak
sebagai wilayah dengan karakteristik di
pedalaman, yaitu : 1 Kemiskinan,
kebodohan, dan keterbelakangan; 2
Degradasi lingkungan; dan 3 Kelangkaan
infrastruktur. Faktor
pertama, kemiskinan, kebodohan, dan
keterbelakangan. Persentase
kemiskinan di Kabupaten mencapai 24 .
Kemiskinan tersebut
bukan karena
BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
24
ketiadaan sumberdaya alam, karena pada dasarnya Kabupaten Landak memiliki potensi sumberdaya
alam yang sangat kaya dan melimpah. Potensi sumberdaya alam yang menonjol dan sudah
diusahakan masyarakat secara tradisional adalah pertambangan emas dan intan. Potensi intan batu
mulia terdapat di Kecamatan Air Besar, Kuala Behe dan Kecamatan Ngabang sementara potensi
batu permata kecubung ada di desa Kayu Tanam Kecamatan Mandor. Potensi lain yang sangat
besar adalah potensi pertanian. Tanah pertanian yang dimiliki Kabupaten Landak sangat luas dan
cukup subur. Untuk pertanian lahan kering, RTRK telah mengalokasikan areal Perkebunan seluas +
450.000 hektar, sedangkan areal persawahan seluas + 75.000 hektar. Pada tahun 2008, Kab. Landak
menduduki peringkat ke‐2 produksi tanaman padi terbesar se‐Kalimantan Barat. Sedangkan
konsumsi beras dalam daerah hanya mencapai 52,000 tontahun, sehingga terjadi surplus hasil
produksi pertanian. Dengan poitensi yang sedemikian besar tersebut, kemiskinan dan
keterbelakangan masyarakat di Kabupaten Landak bukan disebabkan faktor langkanya SDA, tapi
terketak pada mindset dan mental masyarakat.
Faktor
penyebab ketertinggalan lainnya yang berhasil diidentifikasi adalah kerusakan lingkungan.
Degradasi lingkungan di Kabupaten Landak sudah sampai pada tahap yang membahayakan.
Eksploitasi hutan terjadi secara tidak terkendali, akibatnya sejak tahun 2000 Kabupaten Landak tidak
lagi ditetapkan sebagai daerah penghasil kayu, karena hutannya sudah habis. Di sisi lain, dana untuk
melakukan rehabilitasi hutan dan lahan sangat minim diperoleh Kabupaten Landak. Kerusakan
lingkungan juga disebabkan oleh pertambangan emas liar yang tidak terkendali. Pertambangan emas
rakus lahan, sehingga dalam satu hari belasan hektar lahan bisa rusak. Akibatnya sungai‐sungai di
Landak tidak bisa dikonsumsi karena kualitas airnya sangat buruk. Kerusakan lingkungan memiliki
korelasi yang sangat erat dengan masalah pertama. Karena kemiskinan masyarakat mudah
dimanfaatkan oleh cukong‐cukong, dan karena kerusakan lingkungan masyarakat pun menjadi
miskin. Faktor
penyebab ketertinggalan terakhir adalah kelangkaan infrastruktur. Kabupaten Landak
memiliki luas wilayah administratif 9999,10 km
2
, terdiri dari 13 kec, 156 desa, 348 dusun dihuni oleh
350,000 penduduk, namun belum memiliki infratsutkur wilayah yang memadai. Panjang jalan
sepanjang 670 km, kurang dari 10 persennya dalam kondisi baik, selebihnya rusak dan rusak berat.
Belum kagi infrastruktur lain seperti pendidikan dan kesehatan masih sangat kurang. Kelangkaan
infrastruktur wilayah di Kabupaten ini disebabkan oleh karaktersitik permukiman penduduk yng
terkonsentrasi di daerah pedalaman dan sulit dijangkau. Infrastruktur yang berkaitan dengan
peningkatan pertanian seperti irigasi juga masih langka. Bendungan Sengah di Kabupaten Landak
sampai saat ini belum tuntas padahal sudah 10 tahun dibangun yang dosebabkan adanya penolakan
dari masyarakat. Dengan titik berat pembangunan Kabupaten Landak pada ekonomi pertanian,
infrastruktur pertanian menjadi sangat penting.
Namun demikian, berdasarkan hasil analisa terhadap substansi dokumen STRADA 2008‐2009 dan
RAD PPDT Kabupaten Landak tahun 2008, rumusan permasalahan pada dokumen RAD ternyata tidak
dibuat berdasarkan kondisi permasalahan aktual yang terjadi di Kabupaten Landak, namun mengacu
kepada rumusan permasalahan dalam Dokumen Strategi Nasional PPDT 2004‐2009. Hal ini
menyebabkan formulasi substansi kebijakan berupa penetapan kebijakan, program, dan kegiatan
dalam RAD menjadi sangat normatif, bias, dan tidak menjawab persoalan‐persoalan riil yang terjadi
di Kabupaten Landak secara spesifik. Tabel dibawah ini memperlihatkan salah satu contoh
perbandingan rumusan permasalahan dalam aspek “Pengembangan Ekonomi Lokal” antara
STRANAS PPDT 2004‐2009, STRADA PPDT 2008‐2009, dengan RAD PPDT 2008.
Tabel 5.11 Perbandingan Permasalahan Antara RAD PPDT dengan STRANAS PPDT
PRIORITAS RUMUSAN
PERMASALAHAN STRANAS
PPDT 2004‐2009 STRADA
PPDT 2008‐2009 RAD
PPDT 2008 Pengembangan
1. Rendahnya
kepemilikan, 1.
Rendahnya 1.
Rendahnya kepemilikan, akses,
BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
25
PRIORITAS RUMUSAN
PERMASALAHAN STRANAS
PPDT 2004‐2009 STRADA
PPDT 2008‐2009 RAD
PPDT 2008 Ekonomi
Lokal
akses, penguasaan, dan
kemampuan pengelolaan
sumberdaya produktif untuk
pengemban gan ekonomi
lokal kepemilikan,
akses, penguasaan,
dan kemampuan
pengelolaan terhadap
sumberdaya produktif
untuk pengembangan
ekonomi lokal;
penguasaan, dan kemampuan
pengelolaan terhadap
sumberdaya produktif untuk
pengembangan ekonomi lokal
2. Lambatnya
pengembangan ekonomi
lokal yang disebabkan
oleh rendahnya dukungan
infrastruktur ekonomi,
sistem fiskal, fasilitasi
dan insentif bagi pengembangan
industri di daerah
tertinggal; 2.
Rendahnya dukungan infrastruktur
ekonomi, sistem
fiskal, fasilitasi dan
insentif bagi pegembangan
industri di
daerah tertinggal; 2.
Rendahnya dukungan
infrastruktur ekonomi, sistem
fiskal, fasilitasi dan insentif bagi
pegembangan industri di
daerah tertinggal;
3. Lambatnya
pengembangan ekonomi
lokal yang disebabkan
oleh tidak adanya satu
kesatuan sistem pengembangan
wilayah ekonomi,
pertumbuhan ekonomi
yang masih berpusat di
Pulau Jawa, dan belum terwujudnya
wilayah strategis dan
cepat tumbuh. 3.
Tidak adanya satu kesatuan
sistem pengembangan
wilayah ekonomi,
pertumbuhan ekonomi
yang masih berpusat di
pulau Jawa, atau
belum terwujudnya
wilayah strategis dan
cepat tumbuh.
3. Tidak adanya satu kesatuan
sistem pengembangan wilayah
ekonomi, pertumbuhan
ekonomi yang masih berpusat
di pulau Jawa, atau belum
terwujudnya wilayah strategis
dan cepat tumbuh.
Seperti terlihat diatas, perumusan masalah dalam STRANAS PDT dapat dikatakan sama persis dengan
perumusan masalah dalam STRADA PPDT 2008‐2009 dan RAD PPDt 2008, padahal kondisi
permasalahan di tingkat daerah jauh lebih kompleks dan spesifik, serta memerlukan arah kebijakan,
strategi, dan program yang spesifik pula. Rumusan permasalahan dalam RAD diatas tidak menyasar
faktor ‐faktor penyebab ketertinggalan di Kabupaten Landak secara spesifik seperti telah diuraikan
pada bagian awal. Konsekunesinya, arah kebijakan pun dirumuskan sama untuk menjawab
permasalahan ‐permasalahan diatas.
Tabel 5.12 Perbandingan Arah Kebijakan dalam STRANAS PPDT, STRADA PPDT Kab. Landak, dan
RAD PPDT Kab. Landak
PRIORITAS ARAH
KEBIJAKAN STRANAS
PPDT STRADA
PPDT RAD
PPDT Pengembangan
Ekonomi Lokal
Memperluas akses masyarakat,
dan pelaku usaha di daerah
tertinggal terhadap sumberdaya
produktif guna mendukung
pertumbuhan ekonomi yang
berkelestarian, dan memberikan
nilai tambah pada kelompok
masyarakat berpendapatan
rendah; Memperluas
akses masyarakat, dan pelaku
usaha di daerah tertinggal terhadap
sumberdaya produktif guna mendukung
pertumbuhan ekonomi yang
berkelestarian, dan memberikan nilai
tambah pada kelompok masyarakat
berpendapatan rendah; Memperluas
akses masyarakat, dan
pelaku usaha di daerah tertinggal
terhadap sumberdaya
produktif guna mendukung
pertumbuhan ekonomi
yang berkelestarian, dan
memberikan nilai tambah pada
kelompok masyarakat berpendapatan
rendah; Mengembangkan
industri manufaktur
yang memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif
dalam sistem kluster dengan
pendekatan kewilayahan; Mengembangkan
industri manufaktur
yang memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif
dengan sistem kluster dengan
pendekatan kewilayahan; Mengembangkan
industri manufaktur
yang memiliki keunggulan
komparatif dan kompetitif
dengan sistem kluster
dengan pendekatan kewilayahan;
Mendorong percepatan
pembangunan dan pertumbuhan
wilayah wilayah strategis dan
cepat tumbuh sehingga dapat
mengembangkan wilayah wilayah
tertinggal di sekitarnya dalam
suatu “sistem wilayah
pengembangan ekonomi” yang
sinergis, dan keberpihakan
pemerinah terhadap wilayah
Mendorong percepatan
pembangunan dan pertumbuhan
wilayah ‐wilayah strategis dan cepat
tumbuh sehingga dapat
mengembangkan wilayah‐wilayah
tertinggal di sekitarnya dalam suatu
“sistem wilayah pengembangan
ekonomi” yang sinergis, dan
keberpihakan pemerintah terhadap
wilayah tertinggal dan daerah
Mendorong percepatan
pembangunan dan
pertumbuhan wilayah‐wilayah
strategis dan cepat tumbuh
sehingga dapat
mengembangkan wilayah‐
wilayah tertinggal di sekitarnya
dalam suatu “sistem wilayah
pengembangan ekonomi” yang
sinergis, dan keberpihakan
BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
26
PRIORITAS ARAH
KEBIJAKAN STRANAS
PPDT STRADA
PPDT RAD
PPDT
tertingal dan daerah terpencil.
terpencil. pemerintah
terhadap wilayah tertinggal
dan daerah terpencil. Menciptakan
iklim usaha yang sehat,
berdaya saing, dan sekaligus
meningkatkan sistem insentif
dalam kebijakan investasi, dan
mendorong terciptanya distribusi
nasional yang terpadu
Pangkal permasalahan diatas bersumber dari adanya perubahan kebijakan di tingkat pusat, yaitu
keluarnya PERMEN PDT NOMOR : 07 PERM‐PDTIII2007 mengenai Perubahan Keputusan Menteri
Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 001KEPM‐PDTII2005 tentang Strategi Nasional
Pembangunan Daerah Tertinggal, yang diantisipasi secara salah kaprah oleh Pemerintah Daerah.
Kesalahkpaarhanh ini disebabkan pula oleh kurangnya sosialisasi dan kejelasan panduan oleh
Kementerian PDT dalam penyusunan STRANAS. Kedua dokumen tersebut memiliki perbedaan
format, ditinjau dari jenis‐jenis program prioritas diperlihatkan pada Tabel 5.12 .Keluarnya peraturan
tersebut menyebabkan Pemerintah Daerah Kabupaten Landak melakukan penyesuaian terhadap
dokumen STRADA PDT 2007‐2009 yang disusun pada tahun 2007 menjadi STRADA versi baru aitu
STRADA PPDT 2008‐2009, yang kemudian dijabarkan ke dalam RAD PPDT 2008.
Tabel 5.13 Perbandingan Program Prioritas dalam STRADA 2007‐2009 dengan STRADA 2008‐2009
STRADA PDT 2007‐2009
STRADA PPDT 2008‐2009 dan RAD PPDT 2008
Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan Masyarakat
Pengembangan Sarana dan Prasarana
Pengurangan Keterisolasian
Pembangunan Ekonomi Lokal
Pengembangan Ekonomi Lokal
Pencegahan dan Rehabilitasi Bencana
Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
Penanganan Karakteristik Khusus Daerah
Namun demikian, alih‐alih menyusun perencanaan yang berbasis kepada permasalahan aktual
daerah dan konsisten dengan STRADA PDT yang disusun sebelumnya, penyesuaian STRADA lama a
menjadi STRADA PPDT 2008‐2009 dan RAD PPDT 2008 disusun dengan pendekatan top‐down,
dengan mengadopsi secara kaku visi, misi, strategi dasar, permasalahan, sasaran, program yang
tertuang dalam STRANAS PPDT 2004‐2009 versi baru. Kondisi ini disebabkan pemaknaan yang salah
terhadap “konsistensi” antar dokumen perencanaan, yang malah diartikan dengan menggeneralisir
kebijakan dalam STRADA, sehingga mematikan kreativitas pemerintah daerahuntuk menyusun
perencanaan sesuai dengan permasalahannya masing‐masing,
Karena pendekatan penyusunan kebijakan dan program bersifat yang top down dan mengacu
kepada STRANAS, Kegiatan pokok dalam STRADA PPDT 2008‐2009 dan RAD PPDT 2008 menjadi tidak
kompatibel dengan nomenklatur STRADA PDT 2007‐2009 sebelumnya. Namun di sisi lain pemerintah
Kabupaten tentunya harus tetap menjaga konsistensi pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah
tertuang dalam STRADA 2007‐2009 kedalam RAD PPDT 2008. Akibatnya terjadi “kekacauan struktur”
dalam penyusunan RAD PPDT 2008. Kekacauan struktur tersebut tercermin sebagai berikut :
1. Kegiatan
pokok pada STRADA PDT 2007‐2009 ‘dipaksakan’ untuk dikaitkan dengan Kegiatan Pokok
pada RAD PPDT 2008, yaitu menjadi sub‐sub kegiatan pokok RAD PPDT 2008. Akibatnya
banyak ditemukan ketidaksesuaian antara kegiatan dengan sub‐kegiatan beserta instansi
pelaksananya.. 2.
Permasalahan dan sasaran dalam dokumen RAD PPDT 2008 menjadi tidak konsisten dengan
solusi aksinya, karena rumusan sub‐sub kegiatan dalam RAD PPDT 2008 bersumber dari
STRADA PDT 2007‐2009 yang belum tentu sesuai dengan rumusan permasalahan dan
sasaran yang baru.
BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL
27
Konsistensi antara kegiatan pokok STRADA 2008‐2009 dan RAD 2008 versi baru dengan kegiatan
pokok STRADA 2007‐2009 dan RAD 2008 versi lama ditunjukkan pada tabel di bawah ini. Pada tabel
tersebut terlihat bahwa banyak kegiatan pokok pada RAD PPDT 2008 yang tidak sepenuhnya sesuai
dengan kegiatan pokok STRADA PDT 2007‐2009.
Tabel 5.14 Perbandingan RAD Kabupaten Landak 2008 dengan STRADA Kabupaten Landak 2007‐
2009
Prioritas dalam RAD PPDT 2008
Konsistensi kegiatan RAD PPPDT 2008 dengan STRADA PPDT
2007 ‐2009
Pemberdayaan Masyarakat
70.45
Pengurangan Keterisolasian
97.67
Pengembangan Ekonomi Lokal
73.61
Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
88.88
Penanganan Karakteristik Khusus Daerah
100
Termasuk ke dalam Prioritas Sarana dan Prasarana
Termasuk ke dalam Prioritas Pengembangan Ekonomi Lokal
Termasuk ke dalam Prioritas Pencegahan dan Rehabilitasi Bencana
Dengan demikian, meskipun rumusan substansi kebijakan dalam dokumen RAD PPDT 2008 secara
konsisten menjawab rumusan permasalahannya, namun rumusan substansi kebijakan tersebut tidak
menyasar permasalahan‐permasalahan aktual yang sebenarnya terjadi. Hal ini disebabkan
permasalahan tidak dirumuskan secara jelas dan spesifik, namun hanya mengikuti arahan
permasalahan secara nasional yang tercantum dalam dokumen STRANAS PPDT.
Keserasian perumusan kebijakan dari sisi struktur kebijakan
Sementara untuk mengkaji struktur RAD KKDT Kabupaten Landak, berikut ini merupakan analisa
struktur kebijakan terhadap sub‐kegiatan “Penanaman dan Pengembangan Komoditi Perkebunan”
pada Program Pengembangan Ekonomi Lokal pada RAD PPDT Kabupaten Landak. Kegiatan ini dapat
dianggap mewakili kegiatan‐kegiatan lain dalam RAD PPDT karena memiliki pola penyusunan yang
sama. Hasil analisa terhadap kegiatan tersebut diperlihatkan pada Tabel 5.5.
Tabel
5.15 Analisa Struktur Kebijakan