BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR
12
kebijakan publik, dan lingkungan kebijakan. Mustopadidja 1992 menambah satu elemen, yaitu
kelompk sasaran kebijakan. sementara menurut David Easton sistem terdiri atas unsur inputs,
process, outputs, feedback,dan lingkungan. Lingkungan kebijakan dibagi dalam dua jenis, yaitu intra
dan extra societal environment. Dalam lingkungan ini mengalir dua input, yaitu demandsclaims dan
supports yang kemudian diproses ke dalam sistem politik yang selanjutnya melahirkan policy
outputs, berupa policy dan decision. Policy outputs kembali ke social environment sebagai respon
terhadap demandsclaims dan social environments.
Atas dasar pengertian tersebut dapat ditemukan elemen yang terkandung dalam kebijakan publik
sebagaimana apa yang terkandung dalam kebijakan publik sebagaimana apa yang dikemukakan
Anderson dalam Islamy 1994:2021 yang antara lain mencakup beberapa hal berikut :
1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu
2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat‐pejabat pemerintah
3. Kebijakan adalah apa yang benar‐benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang
bermaksud akan dilakukan
4. Kebijakan publik bersifat positif merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah
tertentu dan bersifat negatif keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan
sesuatu 5.
Kebijakan publik positif selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat
memaksa otoratif. Berdasarkan
elemen‐elemen tersebut, maka kebijakan publik dibuat untuk memecahkan masalah dan
untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu yang diinginkan. Dengan kata lain, maksud dan tujuan
dari kebijakan publik adalah untuk memecahkan masalah publik yang tumbuh kembang di masyarakat.
B. Analisis Kebijakan Publik
Seperti halnya kebijakan publik, analisis kebijakan publik juga memiliki beberapa definisi. D.L.
Weimer dan A.R. Vining 1998
1
menyatakan bahwa analisis kebijakan publik adalah sebuah proses mengevaluasi
beberapa alternatif kebijakan dengan menggunakan kriteria‐kriteria yang relevan agar diperoleh
alternatif terbaik untuk dijadikan tindakan kebijakan. Hal ini diperjelas oleh W.N. Dunn 1988
2
yang menyatakan bahwa analisis kebijakan publik adalah sebuah disiplin ilmu sosial terapan yang
menggunakan multi‐metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan mentransformasikan
informasi kebijakan yang sesuai untuk menentukan masalah kebijakan. Kedua definisi
tersebut tidak jauh berbeda dengan pendapat Walter Williams, 1971
3
, yaitu sebuah cara
untuk mensintesakan informasi, termasuk hasil penelitian, untuk menghasilkan format keputusan
kebijakan penentuan pilihan‐pillihan alternatif dan untuk menentukan kebutuhan masa depan
akan informasi kebijakan yang sesuai.
Dari berbagai definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa analisis kebijakan publik adalah sebuah cara
untuk mendapatkan rekomendasi berbagai alternatif untuk memperbaiki atau memecahkan
permasalahan kebijakan publik dengan menggunakan multi metode penelitian yang sesuai dengan
kepentingannya.
1 Weimer, D. L. Vining, A.R. 1998. Policy analysis and practice. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall. 2 WN, Dunn. 1988. Analisa Kebijaksanaan Publik, Penerbit PT. Hanindita, Yogyakarta, 1988
3 Williams, Walter. 1971. Social policy research and analysis the experience in the federal social agencies. American Elsevier. New York
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR
13
C. Tahapan Proses Kebijakan Publik
Secara teknis, proses kebijakan publik terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu : 1 Formulasi kebijakan,
2 Implementasi kebijakan, dan 3 Evaluasi kebijakan.
FORMULASI KEBIJAKAN PUBLIK
Merupakan tahap yang sangat penting untuk mementukan tahapan berikutnya pada proses
kebijakan publik. Artinya, jika proses formulasi tidak dilakukan secara tepat dan komprehensif, hasil
kebijakan tidak bisa diimplementasikan sehingga tujuan dan sasaran kebijakan tidak tercapai. Proses
formulasi kebijakan publik itu sendiri terdiri dari empat tahap, yaitu :
a. Problem identification
Langkah penting dalam proses identifikasi dan memahami masalah adalah melakukan pemetaan
situasi masalah dengan cara melakukan pencermatan atau mengenali setiap perubahan yang
terjadi, baik lingkungan internal maupun eksternal. Salah satu metodenya adalah dengan teori
gunung es iceberg theory. Pemahaman masalah dalam teori gunung es diawali dari kejadian‐
kejadian events yang terjadi di masyarakat. Berdasarkan kejadian‐kejadian itu dapat
dikemukakan apa yang menjadi kecenderungan atau pola perilaku pattern of behavior dari
kejadian itu. Atas dasar pola perilaku yang sama, kemudian bisa ditemukan apa yang menjadi
struktur sistematik permasalahan masyarakat yang terjadi. Setelah ditemukan struktur sistematik
permasalahan dari kejadian tadi, baru ditemukan mental models masalah sebagai akar masalah.
Berdasarkan akar masalah tersebut dapat ditentukan desain kebijakan yang perlu dilakukan
untuk mengatasi masalah yang terjadi di masyarakat. Jika struktur sistematik telah diintervensi,
maka pola perilaku permasalahan tadi tidak akan terulang lagi. Untuk itu, otomatis kejadian‐
kejadian events yang mengemuka di masyarakat tidak terjadi lagi.
b. Agenda setting
Proses perumusan masalah publik menjadi masalah kebijakan ini disebut penyusunan agenda
agenda setting. Agenda menurut Darwin 1995 adalah suatu kesepakatan umum, belum tentu
tertulis, tentang adanya suatu masalah publik yang menjadi perhatian bersama dan menuntut
campur tangan pemerintah untuk memecahkannya. Anderson dalam Lembaga Administrasi
Negara 2002:10 mengemukakan bahwa proses penyusunan agenda kebijakan secara runtut
terdiri atas :
Private problems : masalah‐masalah yang mempunyai akibat yang terbatas, atau hanya menyangkut
satu atau sejumlah kecil orang yang terlibat secara langsung. Public problems : masalah‐masalah yang mempunyai akibat lebih luas termasuk akibat‐akibat
yang mengenai orang‐orng yang secara tidak langsung terlibat.
Issues : perbedaan pendapat masyarakat tentang solusi dalam menanganai masalah. Systematic agenda : isu dirasakan oleh semua warga masyarakat yang patut menjadi
perhatian publik dan isu tersebut dalam yuridiksi kewenangan pemerintah.
Institutional agenda : serangkaian isu yang secara tegas membutuhkan pertimbangan‐ pertimbangan
yang aktif dan serius dari pembuat keputusan yang sahotoritatif. c.
Policy problem formulation Formulasi
kebijakan publik diawali dengan perumusan masalah. Menurut Dunn 1998, perumusan
masalah dibedakan dalam empat tahap : Pengenalan masalah, menghasilkan situasi masalah.
Pencarian masalah, menghasilkan meta masalah yaitu kumpulan masalah yang saling terkait namun
belum terstruktur. Pendefinisian masalah, menghasilkan masalah substantif
Spesifikasi masalah, menghasilkan masalah formal
d. Policy
Untu kebij
mela Ta
Pe Pe
Pe Pe
Pe Pe
IMPLEM
Impleme •
•
• •
Aktivitas 1.
Tah Me
keb stak
Gambar
2. Tah
Me dib
kerj a.
b.
•Perat
y design
uk menemuk
akan terseb
kukan analis
ahap pengka
enetapan tuj
enyusunan m
erumusan al
enentuan kri
enilaian alte
erumusan re
MENTASI KE
entasi kebija
Proses untu
Melibatkan yang
dilakuk Dilakukan
un Kegiatan
un oleh
kelomp s
yang terliba hap
Interpret erupakan
tah bijakan
yang keholder,
te
r 2.3 Tahap I
hap Pengorg
erupakan pe
utuhkan, ba
ja, manajem
Pelaksana masing
‐mas Pada
umum pelaksana
masyarakat Standar
pro kebijakan
a
turan Daerah
Kebi Umum
kan kebijakan
but. Mustof
sis kebijakan
ajian persoal
juan dan sas
model ternatif
kebi iteria
pemilih rnatif
kebija ekomendasi
k
EBIJAKAN P
akan dapat d
k mewujudk
sejumlah su
kan oleh pem
ntuk mencap
tuk menimb
pok sasaran.
at dalam pro
tasi hapan
penja g
lebih bers rmasuk
masy
nterpretasi
anisasian engaturan
s agaimana
pe men
pelaksan kebijakan.
Y sing.
Pelaku mnya
terdiri teknis,
se t.
osedur oper
gar mereka
ijakan Strategis
n yang sebai
fadidjaja 2
: an
saran kebijak
ijakan han
alternat kan
kebijakan
PUBLIK
isimpulkan s
kan suatu keb
mber yang t
merintah ma
pai tujuan ya
bulkan outpu
oses impleme
abaran sebu
sifat teknis
yarakat, men
Kebijakan
siapa melak
laksanaanny naan,
dan po Yaitu
denga kegiatan
te dari
pemeri ektor
swast rasi.
Yaitu pe mengetahua
•Keput
iknya diamb
003 menge
kan if
kebijakan
sebagai berik
bijakan yang
ermasuk ma
upun swasta
ang telah dite
uts, outcome
entasi :
uah kebijaka
operasiona ngenai
arah,
kukan apa,
ya, apa saja
la kepemimp
n menetapk
ergantung pa
intah pusat
ta, lembaga
edoman, pe
ai apa yang h
tusan Kepala Da
Kebija Manaj
BAB II TINJAUA
il, perlu dila
emukakan t
kut :
masih bersi anusia,
dana, a
individu at etapkan.
es, benefit, d
an yang ma
l, serta diik
tujuan, dan
dimana, k
yang dibutu
pinan dan ko
kan pelaku
ada jenis ke
provinsika a
swadaya tunjuk,
tunt harus
disiapk
aerah
akan jerial
AN KEBIJAKAN D
kukan analis
terdapat tu
fat abstrak k
, dan kemam
tau kelompo
dan impact y
asih bersifat
kuti oleh so
sasaran keb
kapan, bera
uhkan, terma
oordinasi. kegiatan
da bijakan
yang bupatenkot
masyaraka tutan,
dan r kan
dan dilak
•Kebija
AN LITERATUR
sis terhadap
ujuh langkah
ke dalam rea
mpuan organ
k yang
dapat d
t abstrak k
osialisasi ke
bijakan.
apa anggara
asuk peneta
an tugas da
g akan dilak
ta, dinaskan
at, dan ko
eferensi bag
kukan.
kan Kepala Din
Kebijaka Opera
14
masalah h
dalam
lita. nisasional
dinikmati
ke dalam
seluruh
an yang
apan tata
an fungsi
sanakan. ntorunit
omponen gi
pelaku
as
an Teknis
asional
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR
15
c. Sumberdaya keuangan dan peralatan. Sumber, besaran dana, dan jenis peralatan yang
diperlukan tergantung pada jenis kebijakan yang akan dilaksanakan. Sumber keuangan bisa
berasal dari pemerintah APBNAPBD, sektor swasta, swadaya masyarakat, dan lain‐lain.
d. Penetapan manajemen pelaksanaan kebijakan. Yaitu dengan menetapkan pola
kepemimpinan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan, terutama bila melibatkan banyak
pelaksana kebijakan.
e. Penetapan jadwal kegiatan. Yaitu sebagai standar waktu pelaksanaan kebijakan, juga
menilai kinerja pelaksanaan.
3. Tahap Aplikasi
Merupakan tahap penerapan rencana proses implementasi kebijakan ke dalam realita.
Terdapat empat faktor atau variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan
implementasi kebijakan, yaitu :
1. Faktor Komunikasi
Komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian informasi komunikator kepada komunikan.
Komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari
pembuat kebijakan kepada pelaksana kebijakan. Dalam komunikasi kebijakan, terdapat
beberapa dimensi, yaitu :
Transformasi, yaitu kebijakan publik disampaikan tidak hanya kepada pelaksana kebijakan, tetapi
juga disampaikan kepada kelompok sasaran kebijakan dan pihak yang berkepentingan, baik
langsung maupun tidak langsung. Kejelasan, yaitu kebijakan yang ditransmisikan kepada para pelaksana, kelompok sasaran,
dan pihak yang berkepentingan dapat diterima dengan jelas sehingga diantara mereka
mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran, serta sunstansi kebijakan.
Konsistensi 2.
Sumberdaya a.
Sumberdaya manusia, yaitu memiliki jumlah dan kapasitaskeahlian yang sesuai dengan tugas
yang ditangani. b.
Sumberdaya keuangan. Keterbatasan sumberdaya keuangan akan mempengaruhi keberhasilan
pelaksanaan kebijakan. Selain kebijakan tidak dapat dilaksanakan dengan optimal,
juga menyebabkan disposis para pelaku kebijakan rendah. Untuk itu, agar para pelaku
kebijakan dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya, perlu diberlakukan rewards and
punishement, seperti penyediaan sistem insentif dalam sistem akuntabilitas. c.
Sumberdaya peralatan, meliputi tanah, gedung, dan sarana yang menunjang implementasi kebijakan.
Terbatasnya fasilitas yang tersedia, kurang menunjang efisiensi dan tidak mendorong
motivasi para pelaku dalam melaksanakan kebijakan. Informasi dan data yang didapat
juga kurang akurat sehingga mempersulit pelaksanaan akuntabilitas. d.
Kewenangan. Dalam implementasi kebijakan, kewenangan sangat diperlukan, salah satunya ketika
dihadapkan pada suatu masalah dan mengharuskan untuk segera diselesaikan. Dengan
demikian, lembaga yang paling dekat dengan yang dilayani, bahkan pelaku utama kebijakan,
harus diberi kewenangan yang cukup untuk membuat keputusan sendiri. 3.
Disposisi Disposisi
merupakan kemauan, kecenderungan, dan kesepakatan pada pelaksanaka kebijakan untuk
melaksanakan kebijakan secara sungguh‐sungguh. Disposisi ini akan muncul di antara para
pelaku kebijakan, bila menguntungkan diri dan organisasinya. Terdapat tiga elemen respon yang
dapat mempengaruhi keingunan seseorang dalam melaksanakan kebijakan, yaitu a Pengetahuan,
pemahaman, dan pendalaman terhadap kebijakan, b Arah respon mereka, apakah
menerima, netral, atau menolak, serta c Intensitas terhadap kebijakan. 4.
Struktur Birokrasi Struktur
birokrasi mencakup dimensi fragmentasi dan standar prosedur operasi yang akan memudahkan
pelaksana kebijakan dalam melaksanakan tugasnya. Dimensi fragmentasi
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR
16
menegaskan bahwa struktur birokrasi yang terfragmentasi dapat meningkatkan kegagalan
komunikasi. Fragmentasi birokrasi akan membatasi kemampuan para pejabat puncak untuk
mengkoordinasikan semua sumberdaya yang relevan dalam suatu yurisdiksi tertentu.
EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK
Evaluasi kebijakan merupakan kegiatan untuk menilai atau melihat keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan suatu kebijakan publik. Evaluasi diartikan juga sebagai kegiatan pemberian nilai atas
sesuatu fenomena yang di dalamnya terkandung pertimbangan nilai tertentu Mustofadijaja,
2002:45. Dalam konteks kebijakan publik, fenomena yang dinilai adalah tujuan , sasaran kebijakan,
kelompok sasaran, instrumen kebijakan yang digunakan, responsi lingkungan kebijakan, kinerja yang
dicapai, dampak yang terjadi, dan sebagainya. Muhadjir 1996 menambahkan, evaluasi kebijakan
publik merupakan suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu kebijakan publik dapat
membuahkan hasil, yaitu dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan tujuan
danatau target kebikakan publik yang ditentukan. Dapat dikatakan pula, evaluasi digunakan untuk
melihat apakah proses pelaksanaan kebijakan telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk teknis yang
telah ditentukan.
Mustopadidjaja 2002 menambahkan, evaluasi kebijakan dapat dilakukan pada tahap pemantauan
pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.
Evaluasi kinerja pada pemantauan dimaksudkan untuk mendapatkan informasi dini mengenai
perkembangan pelaksanaan kebijakan pada saat tertntu untuk mengetahui hal‐hal yang
perlu diperbaiki agar rumusan kebijakan lebih tepat, pelaksanaan kebijakan berjalan baik,
dan tujuan kebijakan dapat dicapai. Evaluasi kinerja dalam rangka pengawasan dilakukan untuk mendapatkan informasi objektif
tingkat capaian pelaksanaan kebijakan pada saat tertentu untuk mengetahui penyimpangan
pelaksanaan kebijakan.
Evaluasi kinerja tahap pertanggungjawaban dilakukan untuk mendapatkan analisis objektif perkembangan
pelaksanaan, penyesuaian yang dilakukan, serta penilaian tingkat capaian kiner
dalam jangka waktu tertentu. Weiss
1972 menyimpulkan bahwa dalam mengevaluasi kebijakan publik, terdapat beberapa unsur penting,
yaitu : 1.
Untuk mengukur dampak berdasarkan metodologi riset yang digunakan. 2.
Dampak tadi menekankan pada suatu hasil dari efisiensi, kejujuran, moral yang melekat pada
aturan‐aturan atau standar. 3.
Perbandingan antara dampak dengan tujuan dengan menekankan pada penggunaan kriteria yang
jelas dalam menilai bagaimana suatu kebijakan telah dilaksanakan dengan baik. 4.
Memberikan kontribusi pada pembuatan keputusan selanjutnya dan perbaikan kebijakan pada
masa mendatang. Berdasarkan
konsep mengenai analisis kebijakan publik di atas, maka dalam kerangka kajian ini yang dimaksud
dengan kebijakan publik adalah kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang disusun untuk
memecahkan masalah‐masalah ketertinggalan daerah dan mengupayakan percepatan pembangunan
daerah tertinggal. Dalam kajian ini,
2.2.2. Evaluasi Kinerja Program Pembangunan