Kajian
KEM
DIREKTO
MENTERIA
ORAT
KAW
AN
NEGAR
SE
PEM
LAPO
WASAN
K
RA
PEREN
B
KESERA
PENGE
D
ERTA
U
MBANG
ORAN
F
KHUSUS
D
NCANAAN
BAPPENA
ASIAN
ELOLAA
DAERA
UJI
COB
GUNAN
FINAL
DAN
DAE
N
PEMBA
AS
KAJIAN
DAN
K
AN
PEM
H
TERT
A
INDI
N
DAER
L
RAH
TERT
ANGUNAN
N
KETERPA
MBANG
TINGGA
KATOR
RAH
TE
TINGGAL
N
NASION
ADUAN
GUNAN
AL
R
KINER
RTINGG
L
NAL/
200
N
N
RJA
GAL
(2)
KAJIAN
KESERASIAN
DAN
KETERPADUAN
PENGELOLAAN
PEMBANGUNAN
DAERAH
TERTINGGAL
SERTA
UJI
COBA
INDIKATOR
KINERJA
PEMBANGUNAN
DAERAH
TERTINGGAL
LAPORAN FINAL
DIREKTORAT
KAWASAN
KHUSUS
DAN
DAERAH
TERTINGGAL
KEMENTERIAN
NEGARA
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
NASIONAL/BAPPENAS
2009
(3)
K A T A P E N G A N T A R
Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang
dihuni oleh masyarakat dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi serta keterbatasan fisik untuk
menjadi daerah yang maju dengan masyarakat yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal
dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal
tidak dapat dilaksanakan secara parsial, namun harus dilaksanakan secara komprehensif. Untuk itu
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal harus dibangun berdasarkan komitmen bersama antara
seluruh stakeholder pemerintah daerah dan pusat.
Pada tahun 2004, Pemerintah telah menetapkan 199 kabupaten yang tergolong daerah tertinggal.
Melalui kebijakan, strategi, program, dan kegiatan yang dilaksanakan selama RPJMN 2004—2009, telah
dihasilkan kemajuan dalam mengurangi daerah tertinggal. Hasil evaluasi daerah tertinggal
menunjukkan bahwa selama periode RPJMN 2004‐2009 terdapat 50 kabupaten tertinggal yang telah
keluar dari daftar daerah tertinggal. Walaupun telah dicapai beberapa keberhasilan dalam pengentasan
ketertinggalan daerah, secara umum pembangunan daerah tertinggal masih dihadapkan kendala dan
permasalahan dalam proses pengelolaan pembangunan, khususnya dalam aspek perencanaan dan
pelaksanaan. Pembangunan daerah tertinggal masih diwarnai oleh belum optimalnya keberpihakan
kebijakan, program, dan anggaran terhadap pembangunan daerah tertinggal oleh sektor terkait
termasuk kesesuaiannya dengan kebutuhan riil daerah; lemahnya koordinasi perencanaan antar sektor
dan antar daerah; serta belum optimalnya keselarasan dan keterpaduan perencanaan dan pelaksanaan
antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten.
Kajian ini dimaksudkan untuk dapat memberikan gambaran mengenai isu‐isu strategis dalam proses
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal, serta memberikan rekomendasi bagi
penyempurnaan proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal di tingkat pusat
dan daerah, khususnya dalam rangka pelaksanaan agenda Pembangunan Daerah Tertinggal pada
RPJMN periode 2010‐2014. Rekomendasi kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam rangka
mendorong keberpihakan kebijakan, program, dan anggaran seluruh sektor terkait serta mewujudkan
keselarasan dan keterpaduan perencanaan dalam pembangunan daerah tertinggal baik di tingkat pusat
maupun daerah.
Akhir kata semoga kajian ini dapat memberi manfaat bagi semua pihak.
Jakarta, Desember 2009
Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
Suprayoga Hadi
(4)
ii
D A F T A R I S I
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... . ii
Daftar Tabel ... iv
Daftar Gambar ... vi
Daftar Singkatan ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... I – 1 1.1.Latar Belakang ... I – 1 1.2.Permasalahan ... I – 3 1.3.Tujuan dan Sasaran ... I – 3 1.4.Keluaran ... I – 4 1.5.Sistematika Penulisan ... I – 4
BAB II LANDASAN KEBIJAKAN DAN TEORITIS ... II – 1
2.1. Landasan Kebijakan ... II – 1
2.1.1. Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) ... II – 1
2.1.2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005‐2025 ... II – 4
2.1.3. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005‐2009 ... II – 5
2.1.4. Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas
PPDT ... II – 6 2.2. Tinjauan Literatur ... II – 9
2.2.1. Analisis Kebijakan Publik ... II – 9
A. Konsep Kebijakan Publik ... II – 9 B. Analisis Kebijakan Publik ... II – 10 C. Tahapan Proses Kebijakan Publik ... II – 10
2.3.2. Evaluasi Kinerja Program Pembangunan ... II – 14
2.3.3. Logical Framework Analysis ... II – 16
A. Analisis Situasi ... II – 16 B. Analisis Strategi ... II – 17 C. Matriks Perencanaan Proyek ... II – 17 D. Implementasi ... II – 18
BAB III METODOLOGI ... III – 1
3.1. Data dan Sumber Data ... III – 1 3.2. Waktu Pelaksanaan Kajian ... III – 1 3.3. Metode Kajian ... III – 2 3.4. Kerangka Logis Kajian ... III – 2
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH TERTINGGAL ... IV – 1
(5)
4.2. Gambaran Daerah Tertinggal di Wilayah Studi ... IV – 4
4.2.1. Kabupaten Lampung Selatan ... IV – 4
A. Kondisi Wilayah ... IV – 4 B. Penduduk ... IV – 4 C. Potensi ... IV – 4 D. Faktor Penyebab Ketertinggalan ... IV – 5 E. Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal ... IV – 5
4.2.2. Kabupaten Landak ... IV – 10
A. Kondisi Wilayah ... IV – 10 B. Penduduk ... IV – 11 C. Potensi ... IV – 11 D. Faktor Penyebab Ketertinggalan ... IV – 12 E. Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal ... IV – 13
4.2.3. Kabupaten Gorontalo ... IV – 15
A. Kondisi Wilayah ... IV – 15 B. Penduduk ... IV – 15 C. Potensi ... IV – 16 D. Faktor Penyebab Ketertinggalan ... IV – 16 E. Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal ... IV – 17
4.2.4. Kabupaten Seram Bagian Barat ... IV – 20
A. Kondisi Wilayah ... IV – 20 B. Penduduk ... IV – 21 C. Potensi ... IV – 21 D. Faktor Penyebab Ketertinggalan ... IV – 21 E. Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal ... IV – 22
BAB V ANALISIS KESERASIAN DAN KETERPADUAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH
TERTINGGAL ... V – 1
5.1. Realisasi Pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal (RAD PPDT) Kabupaten ... V – 2
5.2. Proses Perencanaan Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal (RAD PPDT) Kabupaten ... V – 21
5.2.1. Keserasian Substansi Perencanaan ... V – 21
5.2.2. Keterpaduan Proses Perencanaan ... V – 40
A. Keterpaduan Proses Perencanaan Antarsektor di Tingkat Pusat ... V – 40 B. Keterpaduan Proses Perencanaan Antarsektor di Tingkat Daerah dan
Antarlevel Pemerintah ... V – 42
5.3. Proses Koordinasi Pelaksanaan Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan
Daerah Tertinggal (RAD PPDT) Kabupaten ... V – 63
BAB VI INDIKATOR KINERJA PROSES PENGELOLAAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL . VI – 1 6.1. Kabupaten Landak ... VI – 1
6.2. Kabupaten Seram Bagian Barat ... VI – 7
BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... VII – 1
7.1. Kesimpulan ... VII – 1 7.2. Rekomendasi ... VII – 3
DAFTAR PUSTAKA
(6)
iv
D A F T A R T A B E L
Tabel 2.1 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ... II – 2
Tabel 2.2 Program‐Program yang Terkait dengan Pembangunan Daerah Tertinggal dalam
RPJMN 2005‐2009 ... II – 6
Tabel 2.3 Prioritas Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal ... II – 7
Tabel 3.1 Data yang Diperlukan ... III – 1
Tabel 4.1 Kriteria dan Indikator Penetapan Daerah Tertinggal ... IV – 2
Tabel 4.2 Misi dan Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal Kabupaten Lampung Selatan ... IV – 6
Tabel 4.3 Program Prioritas dalam Strada Kabupaten Lampung Selatan ... IV – 7
Tabel 4.4 Program dan Kegiatan Prioritas RAD PPDT Kabupaten Lampung Selatan Tahun
2008 ... IV – 8
Tabel 4.5 Sumber Kebutuhan Dana RAD PPDT Kabupaten Lampung Sealtan Tahun 2008 ... IV – 10
Tabel 4.6 Usulan Dana dalam RAD PPDT Kabupaten Gorontalo Tahun 2008 ... IV – 20
Tabel 4.7 Pulau‐Pulau yang Ada dalam Wilayah Kabupaten Seram Bagian Barat ... IV – 20
Tabel 4.8 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2006 ‐ 2007 IV – 22
Tabel 5.1 Sumber Kebutuhan Dana RAD PPDT Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2008 ... V – 2
Tabel 5.2 Kebutuhan Dana RAD PPDT Lampung Selatan Tahun 2008 ... V – 2
Tabel 5.3 Kebutuhan dan Realisasi Dana RAD PPDT Kabupaten Lampung Selatan di
Empat SKPD ... V – 2
Tabel 5.4 Komposisi Sumber Pendanaan RAD PPDT Kabupaten Landak Tahun 2008 ... V – 3
Tabel 5.5 Jumlah Penerimaan dan Pengeluaran APBD Kabupaten Landak Tahun 2008 ... V – 4
Tabel 5.6 Realisasi RAD PPDT Kabupaten Landak oleh 3 SKPD ... V – 4
Tabel 5.7 Analisis Realisasi Sektoral Program/Kegiatan SKPD di Provinsi Maluku Tahun 2008 V – 7
Tabel 5.8 Analisis Perbandingan Usulan RAD PDT terhadap Realisasi Program / Kegiatan
Sektoral di Kabupaten Seram Bagian Barat Tahun 2008 ... V – 13
Tabel 5.9 Alokasi Dana Per Kegiatan Berdasarkan SPC, PNPM‐MP Tahun 2008 di Kab. SBB .... V – 20
Tabel 5.10 Kesesuaian Permasalahan dengan Kebijakan RAD PPDT Kabupaten Lampung
Selatan Tahun 2008 ... V – 22
Tabel 5.11 Perbandingan Permasalahan Antara RAD PPDT dengan STRANAS PPDT ... V – 24
Tabel 5.12 Perbandingan Arah Kebijakan dalam STRANAS PPDT, STRADA PPDT Kab. Landak,
dan RAD PPDT Kab. Landak ... V – 25
Tabel 5.13 Perbandingan Program Prioritas dalam STRADA 2007‐2009 dengan STRADA 2008‐
2009 ... V – 26
Tabel 5.14 Perbandingan RAD Kabupaten Landak 2008 dengan STRADA Kabupaten Landak
2007‐2009 ... V – 27 Tabel 5.15 Analisa Struktur Kebijakan ... V – 27
Tabel 5.16 Permasalahan dan Kebijakan dalam RAD PPDT Kabupaten Gorontalo Tahun 2008 . V – 28
Tabel 5.17 Analisis Keserasian Pokok Permasalahan Ketertinggalan Kabupaten Seram
Bagian Barat dengan RAD PPDT Seram Bagian Barat ... V – 34
Tabel 5.18 Proses Perencanaan Stranas dan RAN PPDT : Kondisi Ideal dan Realita ... V – 41
(7)
Kalimantan Barat ... V – 44
Tabel 5.20 Analisis Keterpaduan Dokumen Rencana dalam Penyusunan STRANAS/STRADA
dan RAN/RAD PDT ... V – 56
Tabel 6.1 Indikator Kinerja Proses Pengelolaan Pembangunan Daerah Tertinggal dengan
Studi Kasus Kabupaten Landak ... VI – 6
Tabel 6.2 Indikator Kinerja Proses Pengelolaan Pembangunan Daerah Tertinggal dengan
Studi Kasus Kabupaten Seram Bagian Barat ... VI – 18
(8)
vi
D A F T A R G A M B A R
Gambar 2.1 Alur Perencanaan dan Penganggaran ... II – 4
Gambar 2.2 Kerangka Koordinasi Perencanaan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal . II – 9
Gambar 2.3 Tahap Interpretasi Kebijakan ... II – 13 Gambar 2.4 Logical Framework Analysis ... II – 21 Gambar 3.1 Kerangka Logis Kajian ... III – 4 Gambar 4.1 Jumlah Daerah Tertinggal per Provinsi ... IV – 3
Gambar 4.2 Peta Kabupaten Lampung Selatan ... IV – 4
Gambar 4.3 Komposisi Sumber Kebutuhan Dana RAD PPDT Kabupaten Lampung Selatan
Tahun 2008 ... IV – 10
Gambar 4.4 Peta Kabupaten Landak ... IV – 10 Gambar 4.5 Peta Kabupaten Gorontalo ... IV – 15
Gambar 4.6 Peta Kabupaten Seram Bagian Barat ... IV – 21
Gambar 5.1 Perbandingan Jumlah Usulan Kegiatan Antarsektor dalam RAD PPDT Provinsi
Maluku Tahun 2008 ... V – 10
Gambar 5.2 Perbandingan RAD PPDT Provinsi Maluku dengan Realisasi Sektoral Tahun 2008 V – 11
Gambar 5.3 Grafik Perbandingan Usulan Program Prioritas PDT dalam RAD PDT terhadap
Realisasi Sektoral di Tingkat Provinsi Maluku Tahun 2008 ... V – 11
Gambar 5.4 Perbandingan Rencana PPDT Kabupaten Seram Bagian Barat dengan Realisasi
Sektoral Tahun 2008 ... V – 15
Gambar 5.5 Perbandingan Usulan Program Prioritas PDT dalam RAD PDT terhadap Realisasi
Sektoral di Tingkat Kab. Seram Bagian Barat Tahun 2008 ... V – 16
Gambar 5.6 Perbandingan Jumlah Usulan Kegiatan Antar Sektor dalam RAD PDT Kab. Seram
Bagian Barat Tahun 2008 ... V – 16
Gambar 5.7 Struktur Kebijakan ... V – 22
Gambar 5.8 Faktor Penyebab Ketertinggalan Kabupaten Landak ... V – 23
Gambar 5.9 Hubungan Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah Tertinggal dengan
Dokumen Perencanaan Pembangunan Nasional ... V – 40
Gambar 5.10 Proses Perencanaan PPDT di Kabupaten Landak ... V – 48
Gambar 5.11 Proses Perencanaan Kegiatan PPDT : Studi Kasus di Dishutbun Kabupaten
Landak ... V – 50
Gambar 5.12 Pola Keterkaitan Strada PPDT dan RAD PPDT Kabupaten SBB dengan Dokumen
Perencanaan di Provinsi Maluku ... V – 52
Gambar 5.13 Mekanisme Penyusunan Strada PPDT Kabupaten Seram Bagian Barat dan
Stranas PPDT ... V – 54
Gambar 5.14 Penyusunan RAD PPDT di dalam dalam Sistem dan Mekanisme Musrenbang ... V – 62
Gambar 6.1 Pohon Permasalahan Kabupaten Landak ... VI – 4
(9)
Gambar 6.3 Pohon Permasalahan Kabupaten Seram Bagian Barat ... VI – 10
Gambar 6.4 Pohon Tujuan Kabupaten Seram Bagian Barat ... VI – 14
(10)
viii
D A F T A R S I N G K A T A N
APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara
FGD : Focus Group Discussion
K/L : Kementerian/Lembaga
LFA : Logical Framework Analysis
RAD PPDT : Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
RAN PPDT : Rencana Aksi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
RAPBD : Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
RAPBN : Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara
RAS : Rencana Aksi Sektor
Renja K/L : Rencana Kerja Kementerian/Lembaga
Renja SKPD : Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah
Renstra K/L : Rencana Strategis Kementerian/Lembaga
Renstra SKPD : Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah
RKA K/L : Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga
RKA SKPD : Rencana Kerja Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah
RKP : Rencana Kerja Pemerintah
RKPD : Rencana Kerja Pemerintah Daerah
RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPJPD : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
RPJPN : Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
SKPD : Satuan Kerja Perangkat Daerah
Strada PPDT : Strategi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
Stranas PPDT : Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
(11)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang
dihuni oleh masyarakat dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi serta keterbatasan fisik untuk
menjadi daerah yang maju dengan masyarakat yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh
tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Upaya percepatan pembangunan
daerah tertinggal tidak dapat dilaksanakan secara parsial, namun harus dilaksanakan secara
komprehensif. Oleh karena itu Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal harus dibangun
berdasarkan komitmen bersama antara daerah dengan seluruh sektor di pusat. Kementerian Negara
Pembangunan Daerah Tertinggal sebagai bagian dari Kabinet Indonesia Bersatu sesuai dengan
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 bertugas untuk merumuskan kebijakan dan
mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan daerah tertinggal.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2004‐2009, telah menetapkan 199
kabupaten yang dikatagorikan sebagai daerah tertinggal yang ditetapkan berdasarkan 6 (enam)
kriteria dasar, yaitu: (1) perekonomian masyarakat, (2) sumberdaya manusia, (3) prasarana dan
sarana (infrastruktur), (4) kemampuan keuangan daerah, (5) aksesibilitas, serta (6) karakteristik
daerah (daerah perbatasan antar negara, gugusan pulau‐pulau kecil, rawan bencana, dan rawan
konflik).
Melalui Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor 001/KEP/M‐PDT/I/2005
yang kemudian disempurnakan menjadi Peraturan Menteri Nomor 07/PER/M‐PDT/III/2007 telah
(12)
BAB I PENDAHULUAN 2
tersebut merupakan bagian integral dari sistem perencanaan pembangunan nasional, sehingga
STRANAS PPDT ini menjadi rujukan sektor dan daerah dalam merumuskan strategi dan program
dalam komponen pembangunan daerah tertinggal. Sejalan dengan itu di tingkat Provinsi dan
Kabupaten telah disusun Strategi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRADA
PPDT) 2007 – 2009 yang diterjemahkan setiap tahunnya ke dalam Rencana Aksi Daerah Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal (RAD PPDT) Provinsi dan Kabupaten.
Namun demikian hingga saat ini, masih terdapat berbagai permasalahan dalam upaya pembangunan
daerah tertinggal khususnya dalam aspek keberpihakan kebijakan, program, dan anggaran terhadap
pembangunan daerah tertinggal oleh sektor terkait termasuk kesesuaiannya dengan kebutuhan riil
daerah; aspek koordinasi perencanaan antar sektor dan antar daerah; keselarasan dan keterpaduan
diantara tiga tingkatan pemerintahan, yaitu pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah
kabupaten dalam perencanaan dan pelaksanaan; serta pelaksanaan monitoring dan evaluasi
pembangunan daerah tertinggal.
Kajian ini akan membahas permasalahan‐permasalahan yang diuraikan diatas, yaitu sejauh mana
keserasian dan keterpaduan pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal pada berbagai tingkatan,
dengan mengambil sampel proses penyusunan dan pelaksanaan STRADA dan RAD PPDT Kabupaten
Tahun 2008. Kajian ini akan merumuskan pula indikator‐indikator bagi proses perencanaan maupun
pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal. Perumusan Indikator tersebut akan menjadi masukan
bagi upaya pengawasan dan pengendalian pelaksanaan kebijakan PPDT secara lebih komprehensif.
Secara keseluruhan, kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi peningkatan kualitas
dalam proses pengelolaan (perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembangunan daerah tertinggal
oleh seluruh stakeholder terkait.
1.2.
Permasalahan
Permasalahan studi yang akan dibahas pada kajian ini antara lain :
1. Bagaimana kualitas dokumen rencana PPDT dalam mengoptimalkan potensi dan menjawab
permasalahan pembangunan daerah tertinggal di tingkat daerah?
2. Bagaimana efektivitas mekanisme proses perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan
daerah tertinggal di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten dalam mewujudkan keterpaduan
antar sektor, antar daerah, dan antar tingkat pemerintahan serta mendorong keberpihakan
stakeholder terhadap pembangunan daerah tertinggal?
3. Bagaimana realisasi kegiatan dari dokumen rencana PPDT di tingkat daerah?
4. Isu dan permasalahan apa yang dihadapi dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
dalam dokumen rencana PPDT?
5. Indikator apa yang digunakan dalam mengukur kinerja proses pengelolaan pembangunan daerah
tertinggal?
1.3.
Maksud
dan
Tujuan
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi isu‐isu strategis dalam proses perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal di tingkat pusat dan daerah. Tujuan yang ingin dicapai
adalah untuk menghasilkan rekomendasi bagi penyempurnaan proses perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan daerah tertinggal di tingkat pusat dan daerah serta menghasilkan indikator proses
pengelolaan pembangunan daerah tertinggal. Rekomendasi dan indikator tersebut diharapkan dapat
menjadi masukan bagi seluruh stakeholder dalam mengelola pembangunan daerah tertinggal.
(13)
1.4.
Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai melalui kajian ini adalah :
1. Teridentifikasinya kebijakan pembangunan daerah tertinggal di tingkat pusat dan daerah,
termasuk mekanisme pengelolaannya.
2. Terevaluasinya kualitas dokumen perencanaan PPDT dari sisi keserasian dalam perumusan
substansi rencana.
3. Terevaluasinya keterkaitan antar dokumen perencanaan PPDT di tingkat pusat, provinsi, dan
kabupaten sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan.
4. Terevaluasinya proses perencanaan dan pelaksanaan PPDT di tingkat pusat, provinsi, dan
kabupaten serta antar tingkatan pemerintahan
5. Terevaluasinya realisasi pelaksanaan RAD PPDT di tingkat kabupaten
6. Teridentifikasinya isu‐isu strategis dalam proses perencanaan dan pelaksanaan PPDT
7. Tersusunnya indikator kinerja proses pengelolaan pembangunan daerah tertinggal
8. Terumuskannya rekomendasi bagi penyempuranaan substansi perencanaan serta proses
perencanaan dan pelaksanaan KPDT
1.5.
Keluaran
Keluaran yang akan dihasilkan dari pekerjaan ini yakni buku laporan kajian yang berisi :
1. Identifikasi kebijakan pembangunan daerah tertinggal di tingkat pusat dan daerah, termasuk
mekanisme pengelolaannya.
2. Evaluasi kualitas dokumen perencanaan PPDT dari sisi keserasian dalam perumusan substansi
rencana.
3. Evaluasi keterkaitan antar dokumen perencanaan PPDT di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten
sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan.
4. Evaluasi efektivitas proses perencanaan dan pelaksanaan PPDT di tingkat pusat, provinsi, dan
kabupaten serta antar tingkatan pemerintahan
5. Evaluasi realisasi pelaksanaan RAD PPDT di tingkat kabupaten
6. Identifikasi isu‐isu strategis dalam proses perencanaan dan pelaksanaan PPDT
7. Perumusan indikator kinerja proses pengelolaan pembangunan daerah tertinggal
8. Rekomendasi bagi penyempuranaan substansi perencanaan serta proses perencanaan dan
pelaksanaan KPDT
1.6.
Ruang
Lingkup
1.6.1.
Ruang
Lingkup
Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan dalam kajian ini adalah Dokumen Rencana Aksi Daerah PPDT Tahun 2008
di 3 (tiga) daerah sampel, meliputi analisis terhadap substansi dokumen, analisis keserasiannya
dengan produk perencanaan lain sesuai mekanisme/kaidah yang ditetapkan, analisis proses
koordinasi perencanaan, analisis proses koordinasi pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, serta
analisis keserasian dan keterpaduannya dengan aktivitas perencanaan dan pelaksanaan PPDT di
tingkat pusat dan provinsi.
1.6.2.
Ruang
Lingkup
Wilayah
Wilayah yang menjadi fokus kajian ini dipilih secara purposive (sengaja) berdasarkan daerah yang
berada di Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta berdasarkan
(14)
BAB I PENDAHULUAN 4 Tabel 1.1 Lokasi Studi
Kawasan Tipologi
Kawasan Barat Indonesia Kawasan Timur Indonesia
Provinsi Kabupaten Provinsi Kabupaten
Daratan Kalimantan Barat Landak Gorontalo Gorontalo
Kelautan Lampung Lampung Selatan Maluku Seram Bagian Barat
1.7.
Sistematika
Penulisan
Penulisan laporan kajian ini terdiri dari 7 bab, yaitu :
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi mengenai latar belakang dan permasalahan yang menjadi dasar pentingnya
penyusunan kajian, serta berisi tujuan, sasaran, dan keluaran yang diharapkan dengan
adanya kajian.
Bab II Landasan Kebijakan dan Teoritis
Secara umum, Bab II dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kebijakan‐kebijakan dan teori‐teori
yang menjadi landasan penyusunan dan metodologi kajin.
Bab III Metodologi
Setelah mengulas teori‐teori yang dijadikan dasar dalam analisis kajian, maka pada Bab III
akan mengulas secara ringkas mengenai metodologi kajian, yaitu data dan sumber data,
waktu pelaksanaan, metode, dan kerangka logis kajian.
Bab IV Gambaran Umum Daerah Tertinggal
Pada bab ini akan membahas mengenai gambaran daerah tertinggal. Tiap‐tiap daerah akan
digambarkan kondisi wilayah, penduduk, potensi yang dimiliki, faktor‐faktor yang
menyebabkan daerah tersebut menjadi tertinggal, serta kebijakan pembangunan daerah
tertinggal.
Bab V Analisis Keserasian dan Keterpadan Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal
Sesuai dengan tujuan dan sasaran kajian, bab ini mengulas keserasian dan keterpaduan
kebijakan pembangunan daerah tertinggal, dari sisi proses penyusunan, substansi
perencanaan, dan realisasi.
Bab VI Indikator Kinerja Proses Pengelolaan Pembangunan Daerah Tertinggal
Bab ini merupakan pembahasan dalam menyusun indikator proses pengelolaan
pembangunan daerah tertinggal, berdasarkan temuan‐temuan masalah dari Bab V.
Bab VII Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab VII berisi kesimpulan tentang keterpaduan kebijakan pembangunan daerah tertinggal
(15)
BAB
II
LANDASAN
KEBIJAKAN
DAN
TEORITIS
Pada Bab II akan menjelaskan mengenai kebijakan nasional yang menjadi landasan dalam
percepatan pembangunan daerah tertinggal, diantaranya Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005‐2025, Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005‐2009, dan Strategi Nasional Percepatan
Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas PPDT). Selain landasan kebijakan, pada bab ini juga akan
menjelaskan teori‐teori yang terkait dengan analisis kebijakan publik dan penyusunan indikator
kinerja.
2.1.
Landasan
Kebijakan
2.1.1.
Sistem
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
(SPPN)
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) merupakan satu kesatuan tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana‐rencana pembangunan dalam jangka
panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan
masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Dalam SPPN, sebagaimana yang tertuang dalam Undang‐
Undang No. 25 Tahun 2004, ruang lingkup pembangunan nasional bersifat makro dan meliputi
semua bidang kehidupan secara terpadu, terdiri atas perencanaan pembangunan yang disusun oleh
Kementerian/Lembaga (KL) dan perencanaan pembangunan oleh pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya. Wujudnya berupa Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan
(16)
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR 2
Di tingkat nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional merupakan penjabaran
dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia dalam bentuk visi, misi, dan arah
pembangunan nasional. Selanjutnya, RPJP Nasional ini menjadi pedoman dalam penyusunan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yang menjabarkan visi, misi, dan
program Presiden. Dalam RPJM Nasional memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum,
program KL dan lintas KL, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang
mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh, termasuk arah kebijakan fiskal dalam
rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Kemudian, RPJM Nasional ini dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang bersifat
tahunan. Dalam RKP berisi mengenai prioritas pembangunan, rancangan kerangka ekonomi makro,
serta program KL, lintas KL, kewilayahan dalam bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan
yang bersifat indikatif.
Dalam kebijakan sektoral, terdapat Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra‐KL) yang
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan dan kegiatan pembangunan sesuai dengan tugas dan
fungsi KL yang disusun dengan berpedoman pada RPJM Nasional dan bersifat indikatif. Dari Renstra
KL ini, kemudian disusun Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja‐KL) yang berpedoman pada
Renstra KL dan mengacu pada prioritas pembangunan dan pagu indikatif, serta memuat kebijakan,
program, dan kegiatan pembangunan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun
yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Sebagaimana di tingkat nasional, kebijakan di tingkat daerah meliputi Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang memuat visi, misi, dan arah pembangunan daerah dengan
mengacu pada RPJP Nasional. Selanjutnya, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) disusun dengan berpedoman pada RPJPD dan memperhatikan RPJMN. RPJMD ini
merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program kepala daerah yang memuat arah kebijakan
keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan program satuan kerja
perangkat darah, lintas satuan kerja perangkat daerah, dan program kewilayahan disertai dengan
rencana‐rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
RPJMD kemudian dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dalam
penyusunannya, RKPD mengacu pada RKP. RKPD ini memuat rancangan kerangka ekonomi daerah,
prioritas daerah, rencana kerja, dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh
pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Sementara untuk kebijakan sektoral, terdapat Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah
(Renstra‐SKPD) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan yang disusun sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD serta berpedoman kepada RPJM
Daerah dan bersifat indikatif. Renstra SKPD ini kemudian menjadi pedoman dalam penyusunan
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja‐SKPD). Selain mengacu pada Renstra‐SKPD,
Renja‐SKPD juga mengacu kepada RKP. Isinya adalah kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah maupun yang ditempuh
dengan mendorong partisipasi masyarakat. Untuk lebih jelasnya, Tabel 2.1 dan Gambar 2.1 di bawah
ini menggambarkan secara ringkas mengenai sistem perencanaan pembangunan nasional.
Tabel 2.1 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Kebijakan Perencanaan Jangka Waktu Isi
Nasional Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN)
20 tahun Penjabaran tujuan nasional ke dalam : ‐ Visi
‐ Misi
‐ Arah pembangunan nasional
(17)
Kebijakan Perencanaan Jangka Waktu Isi Menengah Nasional (RPJMN) Berpedoman pada RPJPN.
Isi :
‐ Strategi pembangunan nasional ‐ Kebijakan umum
‐ Kerangka ekonomi makro
‐ Program kementerian, kewilayahan, dan lintas kewilayahan, memuat kegiatan dalam kerangka regulasi dan kerangka anggaran
Rencana Kerja Pemerintah
(RKP)
1 tahun Penjabaran RPJMN.
Isi :
‐ Prioritas pembangunan nasional ‐ Rancangan kerangka ekonomi makro ‐ Arah kebijakan fsikal
‐ Program kementerian, lintas kementerian, kewilayahan, dan lintas kewilayahan, memuat kegiatan dalam kerangka regulasi dan kerangka anggaran
Rencana Strategis Kementerian/
Lembaga (Renstra‐KL)
5 tahun Berpedoman pada RPJMN.
Isi :
‐ Visi dan misi
‐ Tujuan, strategi, dan kebijakan ‐ Program
‐ Kegiatan indikatif
Rencana Kerja Kementerian/ Lembaga (Renja‐KL)
1 tahun Penjabaran Renstra‐KL Isi :
‐ Kebijakan KL
‐ Program dan kegiatan pembangunan
Daerah Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD)
20 tahun Mengacu pada RPJPN dan memuat : ‐ Visi
‐ Misi
‐ Arah pembangunan daerah
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
5 tahun Penjabaran visi, misi, program kepala daerah. Berpedoman pada RPJPD dan memperhatikan RPJMN Isi :
‐ Strategi pembangunan daerah ‐ Kebijakan umum
‐ Arah kebijakan keuangan daerah
‐ Program SKPD, lintas SKPD, kewilayahan, dan lintas kewilayahan, memuat kegiatan dalam kerangka regulasi dan kerangka anggaran
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD)
1 tahun Penjabaran RPJMD.
Mengacu pada RKP. Isi :
‐ Prioritas pembangunan daerah
‐ Rancangan kerangka ekonomi makro daerah ‐ Arah kebijakan keuangan daerah
‐ Program SKPD, lintas SKPD, kewilayahan, dan lintas kewilayahan, memuat kegiatan dalam kerangka regulasi dan kerangka anggaran
Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra‐ SKPD)
5 tahun Berpedoman pada RPJMD.
Isi :
‐ Visi dan misi
‐ Tujuan, strategi, dan kebijakan ‐ Program
‐ Kegiatan indikatif
Rencana Kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja‐SKPD)
1 tahun Penjabaran Renstra‐SKPD Isi :
‐ Kebijakan SKPD
‐ Program dan kegiatan pembangunan
(18)
Gambar
Dari gam
kebijaka maupun
melihat
daerah t
2.1.2.
Rencana perenca Pemerin Republikmasa 20
arah dan
tujuan
pemban
Dalam R
salah sa
pemban
yaitu de
r 2.1 Alur Pe
mbar di atas
an harus teri
n antara pem
keserasian d
tertinggal.
Rencana
Pe
a Pembang
naan pem
ntahan Nega
k Indoneesia
0 tahun ke d
n pedoman
nasional ya
ngunan bersif
RPJPN 2005‐
atu fokus m
ngunan nasio
ngan : Meningkat Mengurang
kelompok,
Menanggul Menyediak
prasarana d
Menghilang
rencanaan d
s, dapat disim
integrasi, sin
merintah pus
dan keterpa
embanguna
unan Jangk
bangunan
ara Indonesia
a Tahun 194
depan, terhit
bagi pemeri
ang disepaka
fat sinergis,
‐2025, kesen
masalah ya
onal Indones
kan pemban
gi kesenjang
dan wilayah
langi kemisk
kan akses ya
dan sarana e
gkan diskrim
dan Pengan
mpulkan bah
nkron, dan s
at dan daera
duan antark
an
Jangka
P
ka Panjang
nasional y
a yang terca
45 dalam be
tung mulai t
ntah, masya
ati bersama
koordinatif,
njangan pem
ng akan di
sia adalah m
ngunan daera
gan sosial s
/daerah yan
inan dan pen
ang sama ba
ekonomi
minasi dalam
nggaran
hwa dalam p
aling sinergi
ah. Untuk itu
kebijakan yan
Panjang
Nas
Nasional (
ang merup
antum dalam
entuk visi, m
tahun 2005
arakat, dan d
a sehingga
dan saling m
mbangunan d
selesaikan.
mewujudkan
ah
secara meny
g masih lem
ngangguran
agi masyarak
berbagai asp
BAB II TINJAUA perencanaan
i, baik antar
u, SPPN men
ng terkait de
sional
(RPJP
(RPJPN) 20
pakan jabar
m Pembukaa
misi, dan ara
hingga 2025
dunia usaha
upaya‐upay
melengkapi.
dan masih ad
Untuk itu,
pemerataan
yeluruh, keb
ah
secara drast
kat terhadap
pek termasu
AN KEBIJAKAN D
n pembangu
daerah, anta
njadi dasar d
engan perce
PN)
2005
‐
20
05‐2025 m
ran dari t
n Undang‐u
h pembangu
5. RPJPN 200
dalam mewu
ya yang dila
danya daera
salah satu
n pembangun
berpihakan
tis
p bebagai pe
k gender
AN LITERATUR
nan nasiona
arfungsi pem
alam kajian
patan pemb
025
erupakan d
tujuan dibe
ndang Dasa
unan nasion
05‐2025 mem
ujudkan cita
akukan oleh
ah tertinggal
dari delap
nan dan ber
kepada mas
elayanan sos
4
al, semua
merintah,
ini untuk
bangunan
dokumen
entuknya
r Negara
nal untuk
mberikan
‐cita dan
h pelaku
menjadi
pan misi
keadilan,
syarakat,
(19)
Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005‐2025 adalah mewujudkan bangsa yang maju,
mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan
makmur. Sebagai ukuran tercapainya Indonesia yang maju, mandiri, dan adil, pembangunan nasional
dalam 20 tahun mendatang diarahkan pada pencapaian delapan sasaran pokok, salah satunya
adalah terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. Hal ini ditandai dengan :
1. Tingkat pembangunan yang makin merata ke seluruh wilayah, diwujudkan dengan
peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, termasuk berkurangnya
kesenjangan antarwilayah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Kemandirian pangan dapat dipertahankan pada tingkat aman dan dalam kualitas gizi yang
memadai seta tersedianya instrumen jaminan pangan untuk tingkat rumah tangga.
3. Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya
bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang
yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman
kumuh.
4. Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang sesuai dengan kehidupan yang baik,
berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat.
Untuk mencapai sasaran pokok tersebut, arah pembangunan Indonesia selama 20 tahun mendatang
yang terkait dengan penyelesaian kesenjangan pembangunan dan ketertinggalan daerah adalah
mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan. Hal ini dilakukan melalui
peningkatakan keberpihakan pemerintah terhadap pembangunan wilayah tertinggal, sehingga
wilayah‐wilayah tersebut dapat tumbuh kembang lebih cepat dan mengurangi ketertinggalannya.
Pendekatan yang dilakukan diantaranya pemberdayaan masyarakat secara langsung melalui skema
pemberian dana alokasi khusus, termasuk jaminan pelayanan publik dan keperintisan, juga
penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan wilayah strategis dan cepat tumbuh.
Khusus untuk daerah tertinggal yang ada di wilayah perbatasan negara, pengembangannya
diarahkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderungg berorientasi
inward looking menjadi outward looking, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang
aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Selain sisi keamanan, pendekatan
pembangunan yang dilakukan juga dari sisi kesejahteraan.
2.1.3.
Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
Nasional
(RPJMN)
2005
‐
2009
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2005‐2009, sebagaimana yang
ditetapkan dalam Undang‐Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional, merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Presiden selama lima tahun, yang
ditempuh melalui strategi pokok dan dijabarkan ke dalam agenda pembangunan nasional. Di
dalamnya memuat sasaran‐sasaran pokok yang harus dicapai, arah kebijakan, dan program
pembangunan.
Pembangunan nasional yang telah dilakukan selama ini belum mampu menciptakan kesejahteraan
secara merata. Muncul kesenjangan pembangunan antarwilayah, terutama antara Jawa‐luar Jawa,
antara Kawasan Barat Indonesia (KBI)‐Kawasan Timur Indonesia (KTI), serta antarkota‐kota dan
antara kota‐desa. Mengingat ketimpangan pembangunan telah berakibat langsung pada munculknya
semangat kedaerahan yang diwujudkan dalam bentuk gerakan separatisme, permasalahan ini
menjadi salah satu fokus dalam RPJMN 2005‐1009 pada Bab 26 Pengurangan Ketimpangan
Pembangunan Wilayah.
(20)
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR 6
Khusus untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal, sasaran yang ingin dicapai selama lima
tahun ke depan adalah terwujudnya percepatan pembangunan di wilayah‐wilayah strategis dan
cepat tumbuh dan wilayah tertinggal, termasuk wilayah perbatasan, dalam suatu sistem wilayah
pengembangan ekonomi yang terintegrasi dan sinergis.
Untuk mencapai sasaran pembangunan daerah tertinggal tersebut, maka arah kebijakan yang
diperlukan adalah :
1. Meningkatkan keberpihakan pemerintah dalam mengembangkan wilayah tertinggal dan
terpencil agar dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat. Pendekatan yang dilakukan
meliputi :
Pemberdayaan masyarakat secara langsung, melalui skema dana alokasi khusus, public
service obligation (PSO), universal service obligation (USO), dan keperintisan
Penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan wilayah‐wilayah strategis dan cepat
tumbuh
2. Mengembangkan wilayah‐wilayah perbatasan dengan mengubah arah kebijakan
pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward loojking menjadi outward
looking, sehingga wilayah tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas
ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendektan yang digunakan :
Pendekatan keamanan
Pendekatan kesejahteraan
Dalam menerapkan arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal di atas, program pembangunan
yang dilaksanakan adalah Program Pengembangan Wilayah Tertinggal dan Program Pengembangan
Wilayah Perbatasan.
Tabel 2.2 Program‐Program yang Terkait dengan Pembangunan Daerah Tertinggal dalam RPJMN
2005‐2009
Program Program Pengembangan Wilayah Tertinggal Program Pengembangan Wilayah Perbatasan
Tujuan Mendorong dan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat di wilayah tertinggal yang tersebar di seluruh nusantara, termasuk wilayah‐wilayah yang dihuni komunitas adat terpencil.
Menjaga keutuhan wilayah NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukuminternasional, juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi ekonomi, sosial, dan budaya, serta keuntungan lokasi yang strategis dalam berhubungan dengan negara tetangga.
Kegiatan pokok 1. Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan, khususnya untuk pembangunan prasarana dan sarana ekonomi di wilayah‐wilayah tertinggal.
2. Peningkatan kapasitas terhadap masyarakat, aparatur pemerintah, kelembagaan, dan keuangan daerah.
3. Pemberdayaan komunitas adat terpencil untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemampuan beradaptasi dengan kehidupan masyarakat yang lebih kompetitif.
4. Pembentukan pengelompokan permukiman untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyediaan pelayanan umum.
5. Peningkatan akses petani, nelayan,
tranasmigran, dan pengusaha kecil menengah kepada sumber‐sumber permodalan. 6. Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di
wilayah tertinggal dengan wilayah strategis dan cepat, terutama pembangunan sistem
1. Penguatan pemerintah daerah dalam mempercepat peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
2. Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan, terutama untuk pembangunan prasarana dan sarana ekonomi di wilayah perbatasan dan pulau‐pulau kecil. 3. Percepatan pendeklarasian dan penetapan
garis perbatasan antarnegara dengan tanda‐ tanda batas yang jelas serta dilindungi oleh hukum internasional.
4. Peningkatan kerjasama masyarakat dalam memelihara lingkungan (hutan) dan mencegah penyelundupan barang, termasuk hasil hutan dan perdagangan manusia. 5. Peningkatan kemampuan kerjasama kegiatan
ekonomi antarwilayah perbatasan dengan negara tetangga.
6. Peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat, penegakan supremasi hukum,
(21)
Program Program Pengembangan Wilayah Tertinggal Program Pengembangan Wilayah Perbatasan
jaringan transportasi. serta aturan perndung‐undangan terhadap pelanggaran yang terjadi di wilayah perbatasan.
2.1.4.
Strategi
Nasional
Percepatan
Pembangunan
Daerah
Tertinggal
(Stranas
PPDT)
Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (Stranas PPDT), sebagaimana dalam
Peraturan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal No. 07/Per/M‐PDT/III/2007 tentang
Perbahan Keputusan Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal No. 001/Kep/M‐PDT/II/2005
tentang Strategi Nasional Pembangunan Daerah Tertinggal, merupakan dokumen kebijakan yang
memberikan arah, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan jangka menengah kepada
kementerian, departemen, lembaga pemerintah non departemen, pemerintah daerah, serta
masyarakat agar tercapai optimalisasi nilai pembangunan di daerah tertinggal. Tujuannya adalah :
1. Mendukung koordinasi antar kementerian, departemen, lembaga pemerintah non
departemen, pemerintah daerah, serta masyarakat.
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang,
antarwaktu, antarfungsi pemerintah, maupun antara pusat dan daerah.
3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaa, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan.
4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat.
5. Menjamin tercapainya penggunaan sumberdaya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan.
6. Menjaga kesinambungan dan kesatuan arah antara pembanguna jangka menengah dengan
operasional kebijakan pembangunan daerah tertinggal.
A.
Visi,
Misi,
dan
Sasaran
Melalui Stranas PPDT, visi dalam pembangunan daerah tertinggal adalah terwujudnya daerah
tertinggal sebagai daerah dengan wilayah dan masyarakat yang maju dan setaraf dengan daerah lain
di Indonesia, melalui misi mengembangkan perekonomian lokal, memberdayakan masyarakat,
meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat, mengurangi
keterisolasian daerah tertinggal, dan mengembangkan daerah perbatasan sebagai beranda depan
negara.
Agar pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal dapat terlaksana secara terpadu, tepat sasaran,
dan tepat kegiatan, maka terdapat lima prioritas yang diarahkan untuk menyelesaikan persoalan‐
persoalan mendasar, yaitu pengembangan ekonomi lokal, pemberdayaan masyarakat, peningkatan
kapasitas kelembagaan, pengurangan keterisolasian daerah, dan penanganan karakteristik khusus
daerah.
Tabel 2.3 Prioritas Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal
Prioritas PPDT Tujuan Fokus
1. Pengembangan Ekonomi Lokal
Mengembangkan ekonomi daerah tertinggal didasarkan pada pendayagunaan potensi sumberdaya lokal (manusia, kelembagaan, dan fisik) yang dimiliki masing‐masing daerah
a. Kemampuan dan keterampilan masyarakat b. Modal sosial yang ada dalam masyarakat c. Tumbuhnya pusat kegiatan ekonomi baru
d. Akses masyarakat dan usaha mikro, kecil, dan menengah kepada permodalan, pasar, informasi, dan teknologi e. Keterkaitan kegiatan ekonomi di daerah tertinggal dengan
pusat‐pusat pertumbuhan
f. Kerjasama dan keterkaitan kegiatan ekonomi antardaerah dalam kegiatan ekonomi lokal
(22)
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR 8
Prioritas PPDT Tujuan Fokus
g. Penguatan dan penataan kelembagaan pemerintahan daerah dan masyarakat
2. Pemberdayaan Masyarakat
Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif dalam mengatasi
ketertinggalannya di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan pembangunan regional.
a. Pemenuhan kebutuhan sosial dasar masyarakat b. Kemampuan dan keterampilan massyarakat c. Pengelompokkan permukiman untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penyediaan pelayanan umum, khususnya untuk komunitas adat terpencil
d. Kepastian hukum hak atas tanah kepada masyarakat melalui penegakan hukum pertanahan yang adil dan transparan
3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan
Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan sumberdaya manusia pemerintah dan masyarakat di daerah tertinggal.
Memberikan dukungan strategi pengembangan ekonomi lokal, pemberdayaan masyarakat, dan pengembangan prasarana dan sarana
4. Pengurangan Keterisolasian Daerah
Membuka keterisolasian daerah tertinggal agar mempunyai keterkatian dengan daerah maju, meningkatkan mobilisasi masayrakat, modal, dan faktor‐ faktor produksi lainnya guna menunjang pengembangan ekonomi lokal.
a. Pengembangan prasarana dan sarana sosial dasar, terutama bidang pendidikan dan kesehatan b. Meningkatkan ketersediaan prasarana dan sarana
ekonomi, antara lain melalui sim USO (universal service
obligation) untuk telekomunikasi, keperintisan untuk
transportasi, dan listrik masuk desa
c. Menyerasikan sistem transportasi di daerah tertinggal ke dalam satu kesatuan sistem yang terpadu dengan daerah maju
d. Memperluas jaringan informasi dan teknologi e. Mengembangkan prasarana perdesaan, khususnya
prasarana pertanian dan transportasi penghubung dengan kawasan perkotaan
5. Penanganan Karakteristik Khusus Daerah
Mengurangi risiko dan
memulihkan dampak kerusakan yang diakibatkan oleh konflik dan bencana alam.
Mengembangkan daerah perbatasan sebagai garda terdepan dalam pengembangan ekonomi regional.
a. Rehabilitasi prasarana dan sarana sosial ekonomi yang rusak akibat bencana
b. Percepatan proses rekonsiliasi antara masyarakat yang terlibat konflik dan pemulihan mental masyarakat akibat trauma konflik
c. Peningkatan rasa saling percaya dan harmoni antarkelompok
d. Sosialisasi penerapan spesifikasi bangunan yang memiliki ketahanan terhadap bencana
e. Menerapkan sistem deteksi dini terjadinya bencana
a. Memfasilitasi dan memotivasi pemerintah daerah untuk menjadikan wilayahnya sebagai beranda depan negara dengan mengembangkan pusat pertumbuhan ekonomi b. Meningkatkan kapasitas daerah perbatasan sebagai
koridor peningkatan ekspor dan perolehan devisa c. Menyusun rencana strategis pengembangan wilayah
perbatasan
d. Mengembangkan wawasan kebangsaan masyarakat
Berdasarkan tahapan pembangunan, sasaran pembangunan daerah tertinggal jangka panjang dan
jangka menengah mengacu pada RPJPN 2005‐2025 dan RPJMN 2005‐2009.
Sasaran jangka panjang tahun 2025 :
1. Berkurangnya isu kesenjangan antardaerah
2. Munculnya pusat‐pusat pertumbuhan ekonomi pada daerah yang saat ini dikategorikan
tertinggal
3. Hilangnya daerah yang terisolasi secara fisik (transportasi dan komunikasi)
4. Berkurangnya kesenjangan sosial dan ekonomi antara daerah tertinggal dengan daerah lain
5. Meningkatnya pendapatan per kapita penduduk did aerah tertinggal mendekati pendapatan
(23)
Sasaran 1. 2. 3. 4. 5.
Berdasa Nasiona
dalam p
permasa pemban Rencana kemudia berkaita
Di tingka
Daerah
kabupat penyusu
tingkat p
Gambar
jangka men
Berkurangny Menurunnya
masyarakat
Berkurangny
tertinggal se
Meningkatn pendapatan Tercapainya
alam
B.
Kerang
rkan Undan
l (SPPN) ked
enyusunann
alahan, tant
ngunan daer
a Aksi Nasio
an menjadi
an dengan pe
at daerah, St
Percepatan
ten. Akan h
unan Rencan
provinsi dan
r 2.2 Kerangk
engah tahun
ya jumlah da
a indeks k
dalam pema
ya daerah ya
ecara signifik
ya laju pe
penduduk d
a rehabilitasi
gka
Koordin
ng‐Undang N
dudukan Str
nya, Stranas
angan, arah
rah tertingg
onal Percepa
acuan bagi
embangunan
tranas PPDT
Pembangu
halnya di ti
na Aksi Daer
kabupaten.
ka Koordinas
n 2009 :
aerah terting
emiskinan d
anfaatan sum
ang terisolas
kan
ndapatan p
di daerah ma
dan pemuli
nasi
Perenca
No. 25 Tah
ranas PPDT
PPDT harus m
h kebijakan,
al. Selanjutn
atan Pemba
penyusunan
n daerah tert
T menjadi ac
nan Daerah
ingkat nasio
rah Percepa
si Perencana
ggal sesuai de
di daerah
mberdaya lok
si secara fisik
penduduk d
aju
han pemban
anaan
Pem
hun 2004 te
berada di b
mengacu pa
program, d
nya, Stranas
angunan Dae
n Rencana K
tinggal.
uan bagi pem
h Tertinggal
onal, Strada
tan Pemban
aan Percepa
engan kriteri
tertinggal m
kal
k (transporta
i daerah te
ngunan di da
mbangunan
entang Siste
awah RPJM
da RPJMN 20
dan kegiatan
s PPDT men
erah Terting
Kerja Kemen
merintah da
(Strada PP
PPDT ini
ngunan Daer
tan Pemban
ia yang telah
melalui pen
asi dan komu
ertinggal leb
aerah pasca
Daerah
Ter
em Perenca
N 2005‐2009
005‐2009, te
n pokok yan
njadi acuan
ggal (RAN P
terian/Lemb
erah dalam
PDT) pada t
kemudian m
rah Tertingg
ngunan Daer
h ditetapkan
ningkatan p
unikasi) pad
bih besar d
konflik dan
rtinggal
naan Pemb
9, dalam art
erutama men
ng berkaitan
dalam pen
PDT). RAN
baga (Renja‐
penyusunan
tingkat prov
menjadi acu
gal (RAD PPD
rah Tertingga
artisipasi
a daerah
dari laju
bencana
bangunan
ti bahwa
nyangkut
n dengan
nyusunan
PPDT ini
KL) yang
n Strategi
vinsi dan
uan bagi
DT) pada
al
(24)
BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN DAN LITERATUR 10
C.
Kaidah
dan
Prinsip
Pelaksanaan
Percepatan pembangunan daerah tertinggal akan mampu memberikan nilai bagi seluruh lapisan
masyarakat apabila pembangunan tersebut dapat mencapai visi, misi, dan arah kebijakan yang
tertuang dalam Stranas PPDT. Untuk itu, kaidah pelaksanaan disusun agar Stranas PPDT dapat
dilaksanakan secara efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif. Adapun kaidah
pelaksanaan Stranas PPDT adalah sebagai berikut :
1. Adanya koordinasi antara Kementerian/Lembaga (K/L), Provinsi, dan Kabupaten dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kinerja dan penganggaran, mengacu pada Rencana Aksi
Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (RAN PPDT), Rencana Aksi Daerah
Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Provinsi (RAD PPDT Provinsi), dan Rencana Aksi
Daerah Pembangunan Daerah Tertinggal Kabupaten (RAD PPDT Kabupaten) oleh Tim
Koordinasi RAN PPDT.
2. K/L berkewajiban untuk : (a) Menjabarkan Strategi Sektoral PPDT setiap tahunnya ke dalam
Rencana Aksi Sektoral Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (RAS PPDT) yang akan
dijadikan acuan bagi penyusunan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L) yang
memuat rencana tahunan kegiatan percepatan pembangunan daerah tertinggal yang
bersumber dari pendanaan APBN; (b) Melakukan sinkronisasi dan sinergitas kebijakan dan
program Renja K/L dalam rangka percepatan pembangunan daerah tertinggal dengan
Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahunnya; dan (c) Melakukan pemantauan dan
melaporkan evaluasi pelaksanaan secara berkala kepada Menteri Pembangunan Daerah
Tertinggal.
3. Gubernur berkewajiban untuk : (a) Menyusun Strada PPDT di tingkat provinsi dengan
mengacu kepada RPJM Daerah Provinsi dan memperhatikan Stranas PPDT dalam rangka
mendukung langkah‐langkah komprehensif bagi penyelesaian masalah dan percepatan
pembangunan daerah tertinggal di wilayahnya masing‐masing; (b) Menjabarkan Strada PPDT
ke dalam RAD PPDT Provinsi dengan memperhatikan RAN PPDT setiap tahunnya, serta
melaksanakan dan mengendalikannya; (c) Bersama‐sama dengan Menteri Dalam Negeri
meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah daerah; (d) Melakukan sinkronisasi dan
sinergitas kebijakan dan program RAD PPDT Provinsi dengan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD) Provinsi; (e) Membangun hubungan kerja yang harmonis dengan lembaga
pemerintahan lainnya baik di Provinsi dan Kabupaten daerah tertinggal di wilayahnya
masing‐masing, dalam kerangka pendanaan yang bersumber dari APBD Provinsi; (f)
Mengendalikan pelaksanaan Instruksi Presiden di daerah sesuai kewenangannya; dan (g)
Melakukan pemantauan serta melaporkan hasil evaluasi pelaksanaan ini secara berkala
kepada Pemerintah melalui Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal.
4. Bupadi di Daerah Tertinggal berkewajiban untuk : (a) Menyusun Strada PPDT di tingkat
kabupaten dengan mengacu pada RPJM Daerah Kabupaten dan memperhatikan Stranas
PPDT dan Strada PPDT Provinsi dalam rangka mendukung langkah‐langkah konkrit bagi
penyelesaian masalah dan percepatan pembangunan daerahnya masing‐masing; (b)
Menjabarkan Strada PPDT Kabupaten ke dalam RAD PPDT Kabupaten dengan
memperhatikan RAN PPDT dan RAD PPDT Provinsi setiap tahunnya, serta melaksanakan dan
mengendalikannya; (c) Membangun dialog yang aktif dengan penduduk di daerahnya
masing‐masing; (d) Melakukan sinkronisasi dan sinergitas kebijakan dan program RAD PPDT
Kabupaten dengan RKPD; (e) Melaksanakan RAD PPDT Kabupaten dalam rangka percepatan
pembangunan di daerahnya masing‐masing; dan (f) Melakukan pemantauan serta
melaporkan evaluasi pelaksanaan sercara berkala kepada Pemerintah melalui Gubernur.
Untuk mencapai sasaran pembangunan daerah tertinggal, maka dalam pelaksanaannya menerapkan
(25)
1. Berorientasi pada masyarakat. Masyarakat di daerah tertinggal adalah pelaku sekaligus
pihak yang mendapatkan manfaat dari kegiatan yang dilaksanakan. Untuk itu, program
pembangunan daerah tertinggal diarahkan untuk membiayai kegiatan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan praktis dan strategis, yang hasil dan dampaknya dapat dirasakan
langsung oleh masyarakat setempat.
2. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan pembangunan daerah tertinggal harus
berdasarkan kebutuhan daerah dan masyarakat penerima manfaat dan bukan berdasarkan
asas pemerataan. Dengan demikian diharapkan masyarakat akan menerima manfaat yang
optimal dan tanggung jawab secara penuh terhadap program pembangunan daerah
tertinggal.
3. Sesuai dengan adat istiadat dan budaya setempat. Pengembangan kegiatan yang
berorientasi pada kondisi dan kebutuhan masyarakat perlu memperhatikan adat istiadat dan
budaya yang telah berkembang sebagai suatu kearifan tradisional dalam kehidupan
masyarakat setempat
4. Berwawasan lingkungan. Pelaksanaan kegiatan dalam program pembangunan daerah
tertinggal harus berwawasan lingkungan dan mengacu pada prinsip berkelanjutan. Prinsip ini
mempertimbangkan dampak kegiatan terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, sosial, dan
budaya masyarakat did aerah yang bersangkutan, baik untuk jangka pendek, menengah, dan
panjang.
5. Tidak diskriminatif. Dalam pelaksanaan kegiatan di daerah tertinggal tidak diskriminatif, baik
dari segi suku, agama, ras, dan golongan. Prinsip ini digunakan agar kegiatan pembangunan
daerah tertinggal tidak bias pada kepentingan pihak tertentu.
2.2.
Tinjauan
Literatur
2.2.1.
Analisis
Kebijakan
Publik
A.
Konsep
Kebijakan
Publik
Sebelum memahami jauh mengenai analisis kebijakan publik, perlu dipahami mengenai konsep
kebijakan publik itu sendiri. Kebijakan publik oleh Dye (1992:2) diartikan sebagai whatever
government choose to do or not to do, yaitu apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu. Kartasasmita (1997:142) lebih lanjut menjelaskan mengenai kebijakan
publik, yaitu serangkain tujaun dan sasaran dari program‐program pemerintah. Kebijakan ini
meurpakan upaya untuk memahami dan mengartikan : (1) Apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan)
oleh pemerintah mengenai suatu masalah, (2) Apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhinya,
dan (3) Apa pengaruh dan dampak dari kebijakan publik tersebut.
Anderson dalam Islamy mengartikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan yang
mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan masalah tertentu. Friederich dalam Wahab (1991:13) mengartikan kebijakan sebagai
suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau
pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan‐hambtan tertentu
seraya mencari peluang‐peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Selain itu, Anderson dalam Lembaga Administrasi Negara (2000:2) mengartikan kebijakan publik
sebagai suatu respon dari sistem politik terhadap demands/claims dan supports yang mengalir dari
lingkungannya. Berdasrkan pengetian ini, Dye (1978:9) mengemukakan dalam sistem kebijakan
terdapat tiga elemen, yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan. Dunn juga
(1)
L
A
M
P
I
R
A
N
(2)
K U E S I O N E R
---
Kuesioner ini dimaksudkan sebagai data primer bagi penyusunan kajian yang diselenggarakan oleh Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal Kementerian Negara PPN/Bappenas dengan topik“
Kajian Keserasian Dan KeterpaduanPengelolaan Pembangunan Daerah Tertinggal”. Kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk dapat berpartisipasi dalam pengisian kuesioner ini sesuai dengan pengalaman Bapak/Ibu terkait topik terkait. Kami akan menjamin kerahasiaan
sumber responden dan data yang diberikan. Atas partisipasi Bapak/Ibu diucapkan terima kasih
.---
DATA RESPONDEN
Nama : ... Instansi : ... Jabatan : ...
PERTANYAAN
1. Apakah Instansi Bapak/Ibu mengetahui dan atau pernah menerima Dokumen Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (STRANAS PPDT) dan Rencana Aksi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (RAN PPDT)?
... ...
2. Mohon dijelaskan bagaimana partisipasi/keterlibatan instansi Bapak/Ibu dalam penyusunan STRANAS PPDT dan RAN PPDT ?
... ... ... ... ... ...
3. Apakah Instansi Bapak/Ibu menyusun dokumen Rencana Aksi Sektoral (RAS) PPDT ? Jika ya, mohon jelaskan bagaimana mekanisme penyusunannya.. Jika tidak, mengapa ?
... ... ...
4. Apakah Bapak/Ibu mengikuti Rapat Koodinasi Nasional-PPDT dalam rangka pembahasan STRANAS PPDT dan RAN PPDT ? Jika mengikuti, menurut pendapat Bapak/Ibu bagaimana efektifitas pelaksanaan forum Rakornas tersebut dalam mensinergikan rencana K/L dalam pembangunan daerah tertinggal ? jika tidak mengikuti, mengapa ?
... ... ...
5. Disamping Rakornas PPDT, apakah ada forum/rapat koordinasi yang diselenggarakan oleh Kementerian PDT untuk membahas dan megkoordinasikan STRANAS PPDT dan RAN PPDT ? Seberapa sering frekuensinya dan agenda apa yang dibahas dalam forum/rapat tersebut ?
... ... ...
(3)
6. Apakah STRANAS PPDT dan RAN PPDT telah menjadi bahan acuan Bapak/Ibu dalam menyusun program dan kegiatan dalam RENSTRA K/L atau RENJA K/L, khususnya dalam merencanakan kegiatan pembangunan di 199 daerah tertinggal ? Jika ya, mohon jelaskan. Jika tidak mengapa?
... ... ...
7. Apakah Instansi Bapak/Ibu telah memiliki regulasi khusus (Peraturan menteri, Juknis, dll) yang terkait dengan pembangunan daerah tertinggal ? Jika ada mohon disebutkan.
... ... ... ... ... ... 8. Apakah instansi Bapak/Ibu selalu menindaklanjuti berbagai usulan pembangunan dari daerah-daerah
tertinggal, khususnya usulan yang tertuang dalam dokumen Rencana Aksi Daerah (RAD) PPDT yang disampaikan Pemerintah Provinsi/Kabupaten ? jika ya, bagaimana bentuk tindak lanjutnya ? Jika tidak, mengapa ?
... ... ...
(4)
Daftar
Pertanyaan
WAWANCARA
DENGAN
NARASUMBER
DI
KEMENTERIAN
PDT
1. Apakah ada atau tidak bentuk produk hukum atau peraturan yang menjelaskan pemberian kewenangan bagi KPDT untuk melakukan tugasnya atau mengkoordinasikan PDT di tingkat pusat untuk mengkoordinasikan Program PDT dari tingkat pusat sampai daerah?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________
2. Instansi apa saja yang diberi kewenangan oleh dasar hukum tersebut di pusat dan kabupaten?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________
3. Dengan kewenangan tersebut apakah masih ada masalah yang muncul dikaitkan dengan kewenangan yang kurang?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________
4. Apakah kewenangan yang diberikan kepada KPDT tidak dilaksanakan dengan baik?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________
5. Apakah kewenangan yang diberikan telah menyimpang dari yang seharusnya?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________
6. Apakah perlunya diperiksa kembali substansi kebenaran dan kesesuaian dari payung hukum PDT itu sendiri?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________
7. Apakah ada NSPM (Norma Standar Pedoman Manual) dan Produk Hukum / Peraturan yang dilaksanakan oleh Kementerian / Lembaga terkait dan Pemda?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________
8. Sejauh mana sosialisasi yang dilakukan oleh pusat (Kementerian PDT ) terhadap daerah (Propinsi dan Kabupaten)?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________
(5)
9. Sejauh mana pemahaman daerah terhadap hasil sosialisasi atau tugas yang diberikan oleh KPDT terhadap setiap daerah?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________
10. Apakah dengan kewenangan yang telah diberikan pada leading sektor tersebut sudah cukup untuk mengkoordinasikan semua instansi tersebut?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________
11. Bagaimana bentuk aturan sosialiasi PDT?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________
12. Bagaimana bentuk dukungan atau pemberian stimulan /dana/dukungan kebijakan bagi PDT di pusat dan di daerah?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________
13. Bagaimana strategi untuk menciptakan keterpaduan dan sinergitas antar K/L dan antar daerah?
___________________________________________________________________________ ___________________________________________________________________________ _______________________________________________________________________
(6)